Hukum Sebelum Kristus
”Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari.”—MAZMUR 119:97.
1. Apa yang mengendalikan pergerakan benda-benda angkasa?
SEMENJAK masa kanak-kanak, Ayub bisa jadi menatap bintang-bintang dengan rasa takjub. Kemungkinan, orang-tuanya telah mengajarkan kepadanya nama gugusan-gugusan bintang yang besar dan apa yang mereka ketahui tentang hukum-hukum yang mengendalikan pergerakan gugusan bintang di langit. Sebenarnya, orang-orang pada zaman purba memanfaatkan pergerakan yang teratur dari gugusan bintang yang luar biasa besar dan anggun ini untuk menandai pergantian musim. Namun pada saat-saat ia begitu terpesona menatap langit, Ayub tidak mengetahui daya hebat apa saja yang menunjang formasi bintang-bintang ini. Itulah sebabnya, ia tidak dapat menjawab sewaktu Allah Yehuwa menanyakan kepadanya, ”Sudahkah engkau memahami hukum-hukum langit?” (Ayub 38:31-33, The New Jerusalem Bible) Ya, bintang-bintang dikendalikan oleh hukum-hukum—hukum-hukum yang begitu tepat dan rumit sehingga tidak dapat sepenuhnya dipahami oleh para ilmuwan dewasa ini.
2. Mengapa dapat dikatakan bahwa semua ciptaan dikendalikan oleh hukum?
2 Yehuwa adalah Pemberi Hukum yang Tertinggi di alam semesta. Segala karya-Nya dikendalikan oleh hukum. Putra yang dikasihi-Nya, ”yang sulung dari semua ciptaan”, dengan setia menaati hukum Bapaknya sebelum jagat raya ini ada! (Kolose 1:15) Malaikat-malaikat pun diatur oleh hukum. (Mazmur 103:20) Bahkan binatang-binatang dikendalikan oleh hukum seraya mereka menaati perintah-perintah naluriah yang diprogramkan sang Pencipta dalam diri mereka.—Amsal 30:24-28; Yeremia 8:7.
3. (a) Mengapa umat manusia membutuhkan hukum? (b) Melalui sarana apa Yehuwa memerintah bangsa Israel?
3 Bagaimana dengan umat manusia? Meskipun kita diberkati dengan karunia seperti kecerdasan, moralitas, dan kerohanian, kita masih membutuhkan sejumlah hukum ilahi untuk menuntun kita dalam menggunakan kesanggupan ini. Orang-tua kita yang pertama, Adam dan Hawa, adalah manusia sempurna, sehingga hanya sedikit hukum yang dibutuhkan untuk menuntun mereka. Kasih kepada Bapak surgawi mereka seharusnya memberi mereka banyak alasan untuk taat dengan rela. Tetapi mereka tidak taat. (Kejadian 1:26-28; 2:15-17; 3:6-19) Sebagai akibatnya, keturunan mereka adalah makhluk-makhluk berdosa yang membutuhkan lebih banyak hukum untuk pengarahan bagi mereka. Seraya waktu berlalu, Yehuwa dengan penuh kasih memenuhi kebutuhan ini. Ia memberikan kepada Nuh hukum-hukum yang spesifik yang harus ia teruskan kepada keluarganya. (Kejadian 9:1-7) Berabad-abad kemudian, melalui Musa, Allah memberikan bangsa baru Israel suatu kaidah Hukum tertulis yang terperinci. Inilah untuk pertama kalinya Yehuwa memerintah suatu bangsa secara keseluruhan melalui hukum ilahi. Memeriksa Hukum tersebut akan membantu kita memahami peran penting yang dimainkan hukum ilahi itu dalam kehidupan orang-orang Kristen dewasa ini.
Hukum Musa—Tujuannya
4. Mengapa menghasilkan Benih yang dijanjikan melalui keturunan Abraham merupakan suatu tantangan?
4 Rasul Paulus, seorang pelajar yang mendalami Hukum bertanya, ”Kalau begitu, untuk apa Hukum itu?” (Galatia 3:19) Untuk menjawabnya, kita perlu mengingat bahwa Yehuwa berjanji kepada sahabat-Nya Abraham bahwa garis keturunannya akan menghasilkan Benih yang akan mendatangkan berkat-berkat besar bagi segala bangsa. (Kejadian 22:18) Tetapi, di dalam janji itu ada suatu tantangan: Tidak semua dari keturunan Abraham yang terpilih, yakni bangsa Israel, mengasihi Yehuwa. Seraya waktu berlalu, kebanyakan terbukti tegar tengkuk, suka memberontak—beberapa sama sekali tidak dapat diatur! (Keluaran 32:9; Ulangan 9:7) Bagi orang-orang semacam itu, menjadi bagian dari umat Allah semata-mata adalah karena kelahiran, bukan karena pilihan mereka sendiri.
5. (a) Apa yang Yehuwa ajarkan kepada orang-orang Israel melalui Hukum Musa? (b) Bagaimana Hukum dirancang untuk mempengaruhi tingkah laku para penganutnya?
5 Bagaimana orang-orang semacam itu dapat menghasilkan serta mendapat manfaat dari Benih yang dijanjikan? Sebaliknya daripada mengendalikan mereka seperti robot, Yehuwa mengajar mereka melalui hukum. (Mazmur 119:33-35; Yesaya 48:17) Sebenarnya, kata Ibrani untuk ”hukum”, toh·rahʹ, berarti ”pengajaran”. Apa yang diajarkannya? Ini terutama mengajar orang-orang Israel tentang kebutuhan mereka akan sang Mesias, yang akan menebus mereka dari keadaan mereka yang berdosa. (Galatia 3:24) Hukum tersebut juga mengajar mereka rasa takut yang saleh dan ketaatan. Selaras dengan janji Allah kepada Abraham, bangsa Israel berperan sebagai saksi-saksi bagi Yehuwa bagi semua bangsa lain. Maka Hukum harus mengajar mereka suatu kaidah tingkah laku yang mulia dan luhur yang akan mencerminkan Yehuwa sebaik-baiknya; ini membantu Israel untuk tetap terpisah dari praktek-praktek yang bejat dari bangsa-bangsa di sekitarnya.—Imamat 18:24, 25; Yesaya 43:10-12.
6. (a) Kira-kira berapa banyak undang-undang yang terdapat pada Hukum Musa, dan mengapa jumlah undang-undang ini seharusnya tidak dianggap terlalu banyak? (Lihat catatan kaki.) (b) Pemahaman apa dapat kita peroleh dengan mempelajari Hukum Musa?
6 Maka, tidak heran bahwa Hukum Musa berisi banyak undang-undang—lebih dari 600 jumlahnya.a Kaidah yang tertulis ini mengatur bidang ibadat, pemerintahan, moral, keadilan, bahkan makanan dan kebersihan. Namun, apakah itu berarti bahwa Hukum hanyalah sekumpulan peraturan yang tidak manusiawi dan perintah yang ringkas? Sama sekali tidak! Penelitian akan kaidah hukum ini memberikan pemahaman yang limpah tentang kepribadian Yehuwa yang pengasih. Perhatikan beberapa contoh.
Suatu Hukum yang Bernapaskan Belas Kasihan dan Keibaan Hati
7, 8. (a) Bagaimana Hukum menekankan belas kasihan dan keibaan hati? (b) Bagaimana Yehuwa memberlakukan Hukum dengan penuh belas kasihan dalam kasus Daud?
7 Hukum ini menekankan belas kasihan dan keibaan hati, khususnya bagi orang-orang kecil atau yang tidak berdaya. Para janda dan anak yatim piatu khususnya diberi perlindungan. (Keluaran 22:22-24) Binatang pekerja dilindungi terhadap kekejaman. Hak-hak milik dasar direspek. (Ulangan 24:10; 25:4) Meskipun Hukum menuntut hukuman mati bagi kasus pembunuhan, ia menyediakan belas kasihan bagi kasus pembunuhan yang tidak disengaja. (Bilangan 35:11) Tampaknya, para hakim Israel mempunyai keleluasaan untuk memutuskan hukuman yang dikenakan atas beberapa pelanggaran, bergantung kepada sikap si pelaku kesalahan.—Bandingkan Keluaran 22:7 dan Imamat 6:1-7.
8 Yehuwa memberi teladan bagi para hakim dengan memberlakukan Hukum secara tegas jika perlu, namun berbelaskasihan jika mungkin. Raja Daud yang telah melakukan perzinaan dan pembunuhan, mendapat belas kasihan. Ini tidak berarti ia luput dari hukuman, karena Yehuwa tidak melindunginya terhadap akibat buruk yang disebabkan oleh dosanya. Namun, mengingat perjanjian Kerajaan dan mengingat Daud pada dasarnya adalah orang-orang yang berbelaskasihan dan mempunyai sikap hati yang sungguh-sungguh bertobat, ia tidak dihukum mati.—1 Samuel 24:5-8; 2 Samuel 7:16; Mazmur 51:3-6; Yakobus 2:13.
9. Apa peranan kasih dalam Hukum Musa?
9 Selain itu, Hukum Musa menekankan kasih. Bayangkan seandainya ada salah satu bangsa dewasa ini yang kaidah hukumnya benar-benar menuntut kasih! Maka, hukum Musa tidak hanya melarang pembunuhan; hukum tersebut memerintahkan, ”Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Imamat 19:18) Yang dilarang bukan hanya perlakuan yang tidak adil terhadap penduduk asing; hukum tersebut memerintahkan, ”Kasihilah dia seperti dirimu sendiri, karena kamu juga orang asing dahulu di tanah Mesir.” (Imamat 19:34) Hukum bukan hanya melarang perzinaan; Hukum juga memerintahkan suami untuk menyukakan hati istrinya! (Ulangan 24:5) Dalam buku Ulangan saja, kata-kata Ibrani yang menyiratkan sifat kasih digunakan sebanyak 20 kali. Yehuwa meyakinkan orang-orang Israel akan kasih-Nya sendiri kepada mereka—di masa lampau, di masa sekarang, dan di masa depan. (Ulangan 4:37; 7:12-14) Sebenarnya, hukum terbesar dari Hukum Musa adalah, ”Kasihilah [Yehuwa], Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ulangan 6:5) Yesus mengatakan bahwa seluruh Hukum bergantung pada perintah ini, serta juga perintah untuk mengasihi sesama manusia. (Imamat 19:18; Matius 22:37-40) Tidak heran sang pemazmur menulis, ”Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari.”—Mazmur 119:97.
Penyalahgunaan Hukum
10. Bagaimana sebagian besar dari orang-orang Yahudi memandang Hukum Musa?
10 Maka, sungguh tragis bahwa kebanyakan orang Israel kurang menghargai Hukum Musa! Bangsa ini tidak menaati Hukum, mengabaikannya, atau melupakannya. Mereka mencemari ibadat yang murni dengan praktek-praktek agama yang menjijikkan dari bangsa-bangsa lain. (2 Raja 17:16, 17; Mazmur 106:13, 35-38) Dan mereka juga mengingkari Hukum dengan cara-cara lain.
11, 12. (a) Bagaimana kelompok-kelompok pemimpin agama membuat kerusakan setelah zaman Ezra? (Lihat kotak.) (b) Mengapa para rabi zaman dahulu merasa perlu untuk ’membuat pagar di sekeliling Hukum’?
11 Beberapa hal yang sangat merusak Hukum justru dilakukan oleh orang-orang yang mengaku mengajarkan dan melindunginya. Ini terjadi setelah zaman sang penulis Ezra yang setia pada abad kelima SM. Ezra berjuang keras melawan pengaruh-pengaruh yang merusak dari bangsa-bangsa lain dan menekankan pembacaan dan pengajaran Hukum. (Ezra 7:10; Nehemia 8:6-9) Beberapa guru Hukum mengaku mengikuti jejak kaki Ezra dan membentuk apa yang disebut ”Sinagoga Agung”. Salah satu semboyannya adalah perintah, ”Buatlah pagar di sekeliling Hukum.” Guru-guru ini berargumentasi bahwa Hukum adalah bagaikan sebuah taman yang sangat berharga. Agar tidak ada yang masuk ke taman ini dengan melanggar hukum-hukumnya, mereka menciptakan hukum lanjutan, ”Hukum Lisan”, untuk mencegah agar bangsa itu jangan sampai menyerempet dengan melakukan kesalahan demikian.
12 Ada yang mungkin berpendapat bahwa para pemimpin Yahudi dibenarkan untuk berargumentasi seperti itu. Setelah zaman Ezra, orang-orang Yahudi dijajah oleh kuasa-kuasa asing, khususnya Yunani. Untuk memerangi pengaruh dari filsafat dan kebudayaan Yunani, kelompok-kelompok pemimpin agama bermunculan di kalangan orang-orang Yahudi. (Lihat kotak, hlm. 10.) Pada akhirnya beberapa orang dari kelompok-kelompok ini mulai menyaingi dan bahkan mengungguli keimaman Lewi sebagai guru-guru Hukum. (Bandingkan Maleakhi 2:7.) Pada tahun 200 SM, hukum lisan, mulai mempengaruhi kehidupan orang-orang Yahudi. Pada mulanya hukum-hukum ini tidak ditulis, agar tidak dianggap sama dengan Hukum yang tertulis. Tetapi secara berangsur-angsur, cara berpikir manusia lebih diutamakan daripada cara berpikir ilahi, sehingga pada akhirnya ”pagar” ini sesungguhnya justru merusak ”taman” yang seharusnya dilindungi.
Polusi Farisisme
13. Bagaimana beberapa pemimpin agama Yahudi membenarkan dibuatnya banyak peraturan?
13 Para rabi berargumentasi bahwa karena Taurat, atau Hukum Musa itu sempurna, itu harus memuat jawaban atas setiap permasalahan yang mungkin timbul. Gagasan tersebut tidak sepenuhnya saleh. Kenyataannya, anggapan ini memberikan izin kepada para rabi untuk menggunakan penalaran manusia yang licik, yang memberi kesan seolah-olah Firman Allah merupakan dasar dibuatnya peraturan-peraturan untuk segala macam hal—ada yang bersifat pribadi, dan yang lain-lain hanya bersifat sepele.
14. (a) Bagaimana para pemimpin agama Yahudi meluaskan jangkauan perintah Alkitab sehubungan dengan keterpisahan dari bangsa-bangsa hingga taraf yang ekstrem dan tidak berdasarkan Alkitab? (b) Apa yang memperlihatkan bahwa peraturan-peraturan para rabi gagal melindungi orang-orang Yahudi terhadap pengaruh-pengaruh kafir?
14 Berulang-kali, para pemimpin agama mengambil perintah-perintah Alkitab dan meluaskan jangkauan perintah itu secara ekstrem. Misalnya, Hukum Musa menganjurkan keterpisahan dari bangsa-bangsa, namun para rabi menanamkan semacam perasaan yang tidak masuk akal bahwa segala sesuatu yang sifatnya non-Yahudi adalah hina. Mereka mengajarkan bahwa orang Yahudi tidak boleh meninggalkan ternaknya di tempat penginapan orang-orang Kafir, karena orang-orang Kafir ”diduga suka berhubungan kelamin dengan binatang”. Seorang wanita Yahudi tidak diperbolehkan membantu seorang wanita Kafir melahirkan karena ia dengan demikian akan ”membantu melahirkan seorang anak untuk penyembahan berhala”. Mengingat bahwa mereka dapat dibenarkan dalam hal mencurigai kegiatan di gimnasium Yunani, para rabi melarang semua kegiatan atletik. Sejarah membuktikan bahwa semua ini tidak banyak melindungi orang-orang Yahudi terhadap kepercayaan-kepercayaan Kafir. Malahan, orang-orang Farisi sendiri pada akhirnya mulai mengajarkan doktrin kafir Yunani tentang jiwa yang tidak berkematian!—Yehezkiel 18:4.
15. Bagaimana para pemimpin agama Yahudi menyimpangkan hukum-hukum tentang pemurnian dan inses?
15 Orang-orang Farisi juga menyimpangkan hukum-hukum pemurnian. Dikatakan bahwa orang-orang Farisi akan memurnikan matahari jika diberi kesempatan. Hukum mereka menetapkan bahwa menunda ”buang hajat” akan mencemarkan seseorang! Mencuci tangan menjadi upacara yang rumit, dengan peraturan-peraturan seperti tangan mana yang hendaknya dicuci terlebih dahulu dan caranya. Wanita khususnya dianggap cemar. Berdasarkan perintah Alkitab untuk jangan ”menghampiri” orang-orang yang bertalian darah (sebenarnya suatu hukum untuk menentang inses), para rabi memerintahkan bahwa seorang suami tidak boleh berjalan di belakang istrinya; ia juga tidak boleh bercakap-cakap dengan sang istri di pasar.—Imamat 18:6.
16, 17. Bagaimana hukum lisan meluaskan perintah untuk menjalankan Sabat mingguan, dan apa akibatnya?
16 Yang khususnya terkenal adalah pelecehan rohani yang dilakukan hukum lisan atas hukum Sabat. Allah memberikan bangsa Israel sebuah perintah sederhana: Jangan melakukan pekerjaan apa pun pada hari ketujuh dalam satu minggu. (Keluaran 20:8-11) Akan tetapi, hukum lisan meluaskan jangkauan perintah tadi dengan menambahkan kira-kira 39 jenis pekerjaan yang dilarang, termasuk mengikat atau melepaskan suatu simpul, menjahit dua tisikan, menulis dua huruf Ibrani, dan seterusnya. Kemudian masing-masing dari jenis larangan ini menuntut peraturan-peraturan tambahan yang tidak ada habis-habisnya. Simpul mana yang dilarang dan yang mana yang diizinkan? Hukum lisan menjawabnya dengan peraturan yang sewenang-wenang. Penyembuhan dipandang sebagai pekerjaan yang dilarang. Misalnya, dilarang untuk mengobati anggota badan yang patah pada hari Sabat. Seseorang yang sakit gigi boleh menggunakan cuka untuk membumbui makanannya, tetapi ia tidak boleh mengisap cuka melalui giginya. Hal itu mungkin dapat menyembuhkan giginya!
17 Karena terkubur di dalam ratusan peraturan buatan manusia, hukum Sabat kehilangan makna rohaninya sejauh yang menyangkut kebanyakan orang Yahudi. Sewaktu Yesus Kristus, ”Tuan atas sabat”, melaksanakan mukjizat-mukjizat luar biasa yang menghangatkan hati pada hari Sabat, para penulis dan orang-orang Farisi tidak tergugah. Yang mereka pedulikan hanyalah bahwa ia tampaknya mengabaikan peraturan mereka.—Matius 12:8, 10-14.
Menarik Pelajaran dari Kebodohan Orang Farisi
18. Apa pengaruh dari ditambahkannya hukum-hukum lisan dan tradisi-tradisi kepada Hukum Musa? Ilustrasikan.
18 Singkatnya, kita dapat mengatakan bahwa hukum-hukum dan tradisi-tradisi tambahan ini melekat pada Hukum Musa persis seperti remis (sejenis kerang) menempel di badan kapal. Seorang pemilik kapal menggunakan banyak waktu dan upaya untuk menyingkirkan makhluk pengganggu ini dari kapalnya karena mereka dapat memperlambat jalannya kapal dan merusak catnya yang antikarat. Demikian pula, hukum lisan dan tradisi membebani Hukum dan menjadikannya sasaran penyalahgunaan yang merongrong. Akan tetapi, sebaliknya daripada menyingkirkan hukum-hukum yang tidak perlu, para rabi terus melipatgandakannya. Pada saat sang Mesias datang untuk menggenapi Hukum, ”kapal” ini telah sangat tertutup oleh ”remis” sehingga kapal ini nyaris tidak bisa terapung! (Bandingkan Amsal 16:25.) Sebaliknya daripada melindungi perjanjian Hukum, para pemimpin agama ini melakukan kebodohan dengan mengingkarinya. Namun, mengapa ”pagar” peraturan-peraturan mereka gagal?
19. (a) Mengapa ”pagar di sekeliling Hukum” gagal? (b) Apa yang memperlihatkan bahwa para pemimpin agama Yahudi tidak memiliki iman yang sejati?
19 Para pemimpin Yudaisme gagal memahami bahwa pertarungan melawan kebejatan diperjuangkan dalam hati dan bukan dalam halaman-halaman kitab hukum. (Yeremia 4:14) Kunci kepada kemenangan adalah kasih—kasih akan Yehuwa, hukum-Nya, dan prinsip-prinsip-Nya yang adil-benar. Kasih semacam itu menghasilkan kebencian yang sepadan terhadap apa yang Yehuwa benci. (Mazmur 97:10; 119:104) Orang-orang yang hatinya dengan cara demikian dipenuhi dengan kasih, tetap setia kepada hukum-hukum Yehuwa dalam dunia yang bejat ini. Para pemimpin agama Yahudi mendapat hak istimewa besar untuk mengajar orang-orang agar memajukan dan membangkitkan kasih demikian. Mengapa mereka gagal melakukan itu? Jelaslah karena mereka tidak mempunyai iman. (Matius 23:23, catatan kaki NW bahasa Inggris) Jika mereka memiliki iman akan kuasa roh Yehuwa untuk bekerja dalam hati manusia yang setia, mereka tidak akan merasa perlu untuk secara kaku mengendalikan kehidupan orang-orang lain. (Yesaya 59:1; Yehezkiel 34:4) Karena tidak memiliki iman, mereka tidak menanamkan iman; mereka membebani orang-orang dengan perintah-perintah buatan manusia.—Matius 15:3, 9; 23:4.
20, 21. (a) Secara keseluruhan, apa pengaruh cara berpikir yang menitikberatkan tradisi terhadap Yudaisme? (b) Pelajaran apa yang dapat kita tarik dari apa yang terjadi atas Yudaisme?
20 Para pemimpin agama Yahudi tersebut tidak memajukan kasih. Tradisi-tradisi mereka menghasilkan suatu agama yang terobsesi dengan hal-hal lahiriah, dengan ketaatan yang bersifat mekanis demi penampilan—suatu lahan yang subur untuk berkembangnya kemunafikan. (Matius 23:25-28) Peraturan-peraturan mereka menghasilkan tidak terhitung banyaknya alasan untuk menghakimi orang-orang lain. Itulah sebabnya orang-orang Farisi yang sombong dan otoriter merasa dibenarkan untuk mengkritik Yesus Kristus. Mereka kehilangan pandangan akan tujuan utama dari Hukum dan menolak satu-satunya Mesias yang sejati. Sebagai akibatnya, ia harus mengatakan kepada bangsa Yahudi, ”Lihat! Rumahmu ditinggalkan kepadamu.”—Matius 23:38; Galatia 3:23, 24.
21 Pelajaran apa yang dapat kita tarik? Jelaslah, kerangka pikiran yang kaku dan menitikberatkan tradisi tidak mendukung ibadat yang murni kepada Yehuwa! Namun apakah ini berarti bahwa para penyembah Yehuwa dewasa ini tidak usah memiliki peraturan sama sekali kecuali peraturan-peraturan yang secara spesifik diuraikan dalam Kitab Suci? Tidak. Untuk jawaban yang lengkap, marilah kita selanjutnya membahas bagaimana Yesus Kristus menggantikan Hukum Musa dengan sebuah hukum yang baru dan lebih baik.
[Catatan Kaki]
a Tentu saja, jumlah ini masih sangat sedikit dibandingkan dengan sistem hukum dari bangsa-bangsa modern. Misalnya, pada awal tahun 1990-an, kitab hukum federal Amerika Serikat tebalnya 125.000 halaman, dan ribuan hukum baru ditambahkan setiap tahun.
Dapatkah Saudara Menjelaskan?
◻ Bagaimana segala ciptaan dikendalikan oleh hukum ilahi?
◻ Apa tujuan utama dari Hukum Musa?
◻ Apa yang memperlihatkan bahwa Hukum Musa menekankan belas kasihan dan keibaan hati?
◻ Mengapa para pemimpin agama Yahudi menambahi banyak peraturan kepada Hukum Musa, dan apa akibatnya?
[Kotak di hlm. 10]
Para Pemimpin Agama Yahudi
Para Penulis: Mereka menganggap diri sebagai penerus Ezra dan sebagai yang berwenang untuk menerangkan Hukum. Menurut buku A History of the Jews, ”para penulis tidak semuanya berpikiran luhur, dan upaya-upaya mereka untuk menimba makna tersembunyi dari hukum sering kali merosot menjadi rumus yang tidak bermakna dan pembatasan-pembatasan yang tidak masuk akal. Ini diwujudkan dalam bentuk kebiasaan, yang segera menjadi suatu tiran yang tidak berbelaskasihan”.
Hasidim: Nama ini berarti ”orang saleh” atau ”santo”. Pertama kali disebut sebagai suatu golongan sekitar tahun 200 SM, mereka sangat berpengaruh secara politik, pembela yang fanatik akan kemurnian Hukum terhadap tirani dari pengaruh Yunani. Golongan Hasidim terbagi menjadi tiga kelompok: Farisi, Saduki, dan Esen.
Farisi: Beberapa sarjana yakin bahwa nama ini berasal dari kata-kata ”Orang-Orang yang Terpisah”, atau “Golongan Separatis”. Mereka benar-benar fanatik dalam upaya keras mereka untuk terpisah dari orang-orang Kafir, namun mereka juga menganggap bahwa kekerabatan mereka terpisah dari—dan lebih unggul daripada—rakyat jelata Yahudi, yang kurang pengetahuan akan rumitnya hukum lisan. Seorang sejarawan mengatakan tentang orang-orang Farisi, ”Dipandang secara umum, mereka memperlakukan orang dewasa seperti anak-anak, merumuskan dan memerinci bahkan tindakan ritual yang terkecil sekalipun.” Sarjana lain mengatakan, ”Farisisme menghasilkan banyak sekali peraturan hukum yang mencakup segala keadaan, dengan konsekuensi yang tidak terelakkan bahwa peraturan itu memperbesar soal-soal kecil dan dengan demikian justru menyepelekan soal-soal besar. (Mat. 23:23).”
Saduki: Suatu kelompok yang berhubungan erat dengan kaum bangsawan dan keimaman. Mereka sangat menentang para penulis dan orang-orang Farisi, dengan mengatakan bahwa hukum lisan tidak memiliki keabsahan yang ada pada Hukum tertulis. Bahwa mereka kalah dalam pertikaian ini diperlihatkan dalam Misynah sendiri, ”[Ketaatan kepada] perkataan Para Penulis harus lebih ketat daripada [ketaatan kepada] perkataan Hukum [yang tertulis].” Talmud, yang mengandung banyak penjelasan tentang hukum lisan, belakangan bertindak begitu jauh sehingga mengatakan, ”Kata-kata dari para penulis . . . lebih berharga daripada kata-kata Taurat.”
Esen: Suatu kelompok pertapa yang mengasingkan diri dalam suatu komunitas yang terpisah. Menurut buku The Interpreter’s Dictionary of the Bible, Esen bahkan lebih eksklusif daripada orang-orang Farisi dan ”kadang-kadang dapat lebih bersifat Farisi daripada orang-orang Farisi sendiri”.
[Gambar di hlm. 8]
Kemungkinan orang-tua Ayub mengajarkannya tentang hukum-hukum yang mengendalikan gugusan bintang