-
HARANPemahaman Alkitab, Jilid 1
-
-
Pada abad kedelapan SM, Raja Sanherib dari Asiria mencoba mengintimidasi Raja Hizkia dari Yehuda dengan berita-berita yang menyombongkan penaklukan Haran dan tempat-tempat lain oleh para bapak leluhurnya.—2Raj 19:8-13; Yes 37:8-13.
-
-
HARAPANPemahaman Alkitab, Jilid 1
-
-
HARAPAN
Kata ini dapat memaksudkan kepercayaan, kebergantungan; hasrat yang disertai penantian akan apa yang dihasratkan atau keyakinan bahwa hal itu dapat diperoleh; pribadi yang menjadi tumpuan harapan; alasan penantian yang penuh harap, atau janji; sesuatu yang diharapkan, atau suatu objek harapan. Kata-kata yang diterjemahkan menjadi ”harapan” berasal dari kata kerja dasar Ibrani qa·wahʹ, yang pada dasarnya berarti ”menantikan” dengan penuh kerinduan. (Kej 49:18) Dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen, makna kata Yunani el·pisʹ (harapan) adalah ”penantian akan sesuatu yang baik”.
Tidak Ada Harapan Sejati Tanpa Allah. Harapan sejati yang dibahas dalam Alkitab lebih unggul daripada sekadar hasrat, yang mungkin tidak memiliki dasar atau prospek untuk terwujud. Harapan sejati juga lebih baik daripada sekadar penantian, karena apa yang dinantikan orang belum tentu apa yang ia inginkan. Alkitab memperlihatkan bahwa orang-orang di dunia pada umumnya tidak memiliki harapan sejati dengan dasar yang kukuh; umat manusia menuju kematian, dan tanpa pengetahuan tentang suatu persediaan dari sumber yang lebih tinggi, tidak akan ada harapan untuk masa depan. Salomo mengungkapkan betapa hampanya keadaan manusia tanpa campur tangan Allah, dengan kata-kata ”kesia-siaan terbesar! . . . Segala sesuatu adalah kesia-siaan”.—Pkh 12:8; 9:2, 3.
Ayub, sang patriark yang setia, mengatakan bahwa ada harapan bahkan bagi sebatang pohon untuk bertunas kembali, tetapi, pada waktu manusia mati, tamatlah riwayatnya. Namun, Ayub kemudian menunjukkan bahwa ia sedang berbicara tentang manusia yang berdiri sendiri tanpa bantuan Allah, sebab Ayub menyatakan hasrat dan harapan agar Allah mengingat dirinya. (Ayb 14:7-15) Demikian pula, rasul Paulus memberi tahu orang-orang Kristen bahwa mereka, karena memiliki harapan kebangkitan, tidak boleh ”berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai harapan”. (1Tes 4:13) Paulus juga menunjukkan kepada orang-orang Kristen yang berasal dari bangsa non-Yahudi bahwa mereka, sebelum mendapatkan pengetahuan tentang persediaan Allah melalui Kristus, terasing dari bangsa yang pernah memiliki hubungan dengan Allah, dan bahwa sebagai orang non-Yahudi, mereka dahulu ”tidak mempunyai harapan, tanpa Allah dalam dunia ini”.—Ef 2:12.
Orang-orang yang tidak berharap kepada Allah dan janji-Nya akan kebangkitan orang mati umumnya mengungkapkan kata-kata yang mirip dengan kata-kata penduduk Yerusalem yang tidak taat yang menyerahkan diri kepada kenikmatan sensual, dan bukannya memperlihatkan pertobatan dan kesedihan sewaktu dihadapkan pada ancaman pembinasaan kota mereka sebagai penghakiman dari Allah. Mereka berkata, ”Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita akan mati.” (Yes 22:13) Sang rasul memberikan peringatan agar tidak terpengaruh oleh sikap orang-orang yang tanpa harapan seperti itu.—1Kor 15:32, 33.
Harapan yang Salah. Paulus tidak menyangkal bahwa harapan-harapan yang dikejar orang-orang di dunia ini ada yang masuk akal, bahkan ada yang terpuji. Sebaliknya, ia memperlihatkan bahwa, tanpa Allah, harapan seseorang tidak ada nilainya, ya, akan sia-sia belaka dalam jangka panjang.
Namun, selain harapan-harapan manusiawi yang kurang penting, yang lazim, dan yang normal, ada harapan-harapan yang buruk. Ada harapan yang dikembangkan dengan niat jahat. Beberapa di antaranya mungkin tampaknya terpenuhi, tetapi sebenarnya harapan itu hanya terwujud untuk sementara, sebab sebuah peribahasa mengatakan, ”Penantian orang-orang adil-benar adalah sukacita, tetapi harapan orang-orang fasik akan musnah.” (Ams 10:28) Selain itu, ”Pada waktu orang fasik mati, harapannya musnah; bahkan penantian yang didasarkan atas kekuasaan telah musnah.” (Ams 11:7) Jadi, harapan yang didasarkan atas sikap mementingkan diri, materialisme, dusta, hubungan yang salah, atau kekuasaan atau janji-janji manusia, pasti akan gagal.
Sumber Harapan. Allah Yehuwa adalah Sumber harapan sejati dan Pribadi yang sanggup memenuhi segala janji-Nya dan harapan orang-orang yang percaya kepada-Nya. Melalui kebaikan hati-Nya yang tidak selayaknya diperoleh, Ia telah memberi manusia ”penghiburan abadi dan harapan yang baik”. (2Tes 2:16) Ia telah menjadi harapan orang-orang yang adil-benar pada segala zaman. Ia disebut ”harapan Israel” dan ”harapan bapak-bapak leluhur [Israel]” (Yer 14:8; 17:13; 50:7), dan dalam Kitab-Kitab Ibrani, terdapat banyak pernyataan yang mengungkapkan harapan, kepercayaan, dan keyakinan kepada-Nya. Dalam kebaikan hati-Nya yang penuh kasih kepada umat-Nya, bahkan sewaktu mereka dibawa ke pembuangan karena tidak menaati Dia, Dia berfirman kepada mereka, ”Sebab aku tahu benar niat dalam pikiranku terhadap kamu, . . . niat tentang kedamaian, dan bukan malapetaka, untuk memberimu masa depan dan harapan.” (Yer 29:11) Janji Yehuwa memelihara iman dan harapan orang-orang Israel yang setia selama pembuangan di Babilon; janji itu sangat menguatkan pria-pria seperti Yehezkiel dan Daniel, sebab Yehuwa telah berfirman, ”Ada harapan bagi masa depanmu, . . . dan putra-putra akan kembali ke daerah mereka sendiri.” (Yer 31:17) Harapan itu membuahkan hasil sewaktu sisa orang Yahudi yang setia pulang pada tahun 537 SM untuk membangun kembali Yerusalem dan baitnya.—Ezr 1:1-6.
-