-
MANUSIAPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
Makhluk Bermoral dengan Kebebasan Memilih. Karena dibuat menurut gambar Allah, sesuai dengan rupa Allah, manusia adalah makhluk bermoral dengan kebebasan memilih, untuk berbuat baik atau jahat. Dengan ketaatan yang didasarkan atas kerelaan dan kasih kepada Penciptanya, ia bisa mendatangkan kehormatan dan kemuliaan kepada Allah, jauh melebihi apa yang dapat diberikan binatang. Dengan kecerdasannya ia dapat memuji Allah atas sifat-sifat-Nya yang menakjubkan dan dapat mendukung kedaulatan-Nya. Tetapi kebebasan Adam bersifat relatif, tidak absolut. Ia dapat terus hidup bahagia hanya jika ia mengakui kedaulatan Yehuwa. Hal ini dinyatakan melalui pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, yang buahnya tidak boleh dimakan oleh Adam. Memakannya merupakan tindakan ketidaktaatan, pemberontakan melawan kedaulatan Allah.—Kej 2:9, 16, 17.
Mengingat Adam adalah ”putra Allah” (Luk 3:38), hubungannya dengan Allah adalah seperti anak dan bapak, dan karena itu ia seharusnya taat. Lagi pula, Allah menciptakan manusia dengan hasrat bawaan untuk beribadat. Jika disimpangkan, hasrat ini akan membawa manusia ke arah yang salah dan akan menghancurkan kemerdekaannya, menjadikannya budak makhluk ciptaan dan bukannya budak sang Pencipta. Alhasil, manusia mengalami kemerosotan.
Seorang putra rohani Allah yang memberontak menyebabkan Hawa, istri Adam, melakukan dosa, dan wanita itu menggoda Adam, yang kemudian dengan sengaja turut memberontak terhadap Yehuwa. (Kej 3:1-6; 1Tim 2:13, 14) Mereka menjadi seperti orang-orang yang belakangan digambarkan Paulus di Roma 1:20-23. Karena pelanggarannya, Adam kehilangan kedudukan sebagai putra serta kesempurnaan, dan ia memberikan dosa beserta ketidaksempurnaan dan kematian kepada keturunannya, seluruh umat manusia. Mereka bahkan terlahir menurut gambar bapak mereka, Adam, tidak sempurna, dengan kematian menggerogoti tubuh mereka.—Kej 3:17-19; Rm 5:12; lihat ADAM No. 1.
”Manusia Batiniah Kami.” Ketika berbicara tentang konflik yang dihadapi orang Kristen, termasuk konflik dengan tubuh yang berdosa dan tidak sempurna, Alkitab menggunakan ungkapan ”manusia batiniahku”, ”manusia batiniah kami”, dan frasa-frasa serupa. (Rm 7:22; 2Kor 4:16; Ef 3:16) Ungkapan-ungkapan ini cocok sebab orang Kristen telah ”diperbarui dalam hal kekuatan yang menggerakkan pikiran [mereka]”. (Ef 4:23) Pikiran mereka akan digerakkan atau cenderung ke arah rohani. Mereka berupaya ’menanggalkan kepribadian lama [harfiah, manusia lama]’ dan mengenakan ”kepribadian baru [harfiah, manusia baru]”. (Kol 3:9, 10; Rm 12:2) Ketika dibaptis dalam Kristus, orang Kristen terurap ”dibaptis dalam kematiannya”; kepribadian lama telah dipantek, ’agar tubuh yang berdosa menjadi tidak aktif’. Tetapi sampai kematian tubuh jasmani dan kebangkitan mereka, tubuh jasmani akan terus berperang melawan ’manusia rohani’. Ini merupakan perjuangan yang sulit, yang tentangnya Paulus mengatakan, ”Dalam rumah tinggal ini kami benar-benar mengerang.” Tetapi korban tebusan Yesus Kristus menutupi dosa-dosa kepribadian lama yang memiliki hasrat-hasrat daging yang bekerja dalam anggota-anggota tubuh, kecuali orang-orang Kristen ini menyerah dan sengaja mengikuti hasrat daging.—Rm 6:3-7; 7:21-25; 8:23; 2Kor 5:1-3.
Manusia Rohani. Sang rasul mengontraskan manusia rohani dengan manusia jasmani. Ia mengatakan, ”Namun manusia jasmani [harfiah, berkaitan dengan jiwa] tidak menerima perkara-perkara dari roh Allah, karena itu adalah kebodohan baginya.” (1Kor 2:14) Yang dimaksud dengan ”manusia jasmani” ini bukanlah sekadar orang yang hidup di bumi, yang memiliki tubuh jasmani, sebab orang Kristen di bumi jelas memiliki tubuh jasmani. Manusia jasmani yang dibicarakan di ayat ini adalah orang yang tidak memiliki sisi rohani dalam hidupnya. Ia mempunyai sifat yang ”berkaitan dengan jiwa”, yaitu mengikuti hasrat-hasrat jiwa manusia tanpa mempedulikan perkara-perkara rohani.
Paulus selanjutnya mengatakan tentang ”manusia jasmani” ini bahwa ia tidak dapat mengetahui perkara-perkara dari roh Allah ”karena [perkara-perkara] itu diperiksa secara rohani”. Lalu Paulus mengatakan, ”Akan tetapi, manusia rohani memeriksa segala perkara, namun ia sendiri tidak diperiksa oleh manusia mana pun.” Manusia rohani memahami perkara-perkara yang Allah singkapkan; ia juga melihat kedudukan dan haluan yang salah dari manusia jasmani. Tetapi kedudukan, tindakan, dan haluan hidup manusia rohani tidak dapat dipahami oleh manusia jasmani, dan tidak seorang pun dapat menghakimi manusia rohani, sebab hanya Allah-lah Hakimnya. (Rm 14:4, 10, 11; 1Kor 4:3-5) Sang rasul berbicara dengan perumpamaan dan argumen, ”Karena ’siapakah yang mengetahui pikiran Yehuwa, sehingga ia bisa mengajar dia?’” Tentu saja tidak ada. ”Namun,” kata Paulus tentang orang-orang Kristen, ”kami memiliki pikiran Kristus.” Dengan memperoleh pikiran Kristus, yang menyingkapkan Yehuwa dan maksud-tujuan-Nya kepada orang-orang Kristen, mereka menjadi manusia rohani.—1Kor 2:14-16.
Lihat PUTRA MANUSIA; TUA-TUA.
-
-
MANUSIA PELANGGAR HUKUMPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
MANUSIA PELANGGAR HUKUM
Istilah yang digunakan oleh rasul Paulus di 2 Tesalonika 2:2, 3 ketika memperingatkan tentang kemurtadan anti-Kristen secara besar-besaran yang akan berkembang sebelum ”hari Yehuwa”. Kata Yunani untuk ”kemurtadan” yang digunakan di ayat itu, a·po·sta·siʹa, memaksudkan sesuatu yang lebih serius daripada sekadar mundur dengan sikap acuh tak acuh. Kata itu berarti pembelotan, pembangkangan, pemberontakan yang direncanakan dan disengaja. Dalam dokumen-dokumen papirus kuno, a·po·sta·siʹa digunakan untuk para pemberontak politik.
-
-
MANUSIA DURHAKAPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
MANUSIA DURHAKA
Lihat MANUSIA PELANGGAR HUKUM.
-