-
PENGABDIAN YANG EKSKLUSIFPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
Hubungan Majikan-Budak. Pengabdian yang eksklusif juga menyiratkan hubungan antara majikan dan budak. Yehuwa, sebagai Pencipta, adalah Pemilik dan Majikan. Ia adalah Allah karena kedudukan-Nya sebagai Pencipta; Ia berhak menerima pengabdian yang eksklusif dari semua ciptaan-Nya, dan mereka harus melakukan apa yang Ia kehendaki. Orang yang berpikiran benar, setelah belajar tentang Yehuwa dan menghargai hubungannya dengan Allah, akan dengan sukarela memberikan pengabdian yang eksklusif dari hati, dan inilah yang Yehuwa inginkan. Ia membenci pengabdian atau ibadat yang hanyalah formalitas. (Mat 15:8, 9) Hubungan ini dan pengabdian sukarela yang Yehuwa inginkan terlihat dalam Hukum Musa. Seorang budak Ibrani harus dibebaskan pada tahun ketujuh pelayanannya. ”Tetapi jika budak itu dengan berkeras mengatakan, ’Aku benar-benar mengasihi majikanku, istriku dan putra-putraku; aku tidak mau pergi sebagai orang yang dimerdekakan’, maka majikannya harus membawanya kepada Allah yang benar dan harus membawanya ke pintu atau tiang pintu; majikannya harus menusuk telinganya dengan sebuah penusuk, dan dia harus menjadi budaknya sampai waktu yang tidak tertentu.” (Kel 21:2, 5, 6) Paulus berbicara kepada orang-orang non-Yahudi di sidang Tesalonika bahwa pada waktu mereka menjadi orang Kristen, mereka dengan sukarela mengalihkan pengabdian mereka. Mereka tidak lagi menjadi budak berhala tetapi mulai ”bekerja bagaikan budak bagi Allah yang hidup dan benar”.—1Tes 1:9.
Pengabdian Yesus yang Eksklusif kepada Allah. Sebagaimana diperlihatkan di Filipi 2:5-8, ketika ia berada di surga maupun di bumi, Yesus memahami kedudukan eksklusif Bapaknya dan memberi-Nya pengabdian yang eksklusif. Yesus menunjukkan bahwa perintah yang paling penting dalam Hukum menuntut kasih yang sepenuh hati kepada Allah. (Mat 22:37) Selain itu, Yesus mempertunjukkan pengabdian yang eksklusif kepada nama Yehuwa dan menandaskan fakta bahwa murid-muridnya harus memiliki sikap yang sama. Dalam doa yang ia ajarkan kepada murid-muridnya, ia memulai dengan kata-kata, ”Bapak kami yang di surga, biarlah namamu disucikan.” (Mat 6:9) Pengabdian dalam diri Yesus ini dipadu dengan kegairahan yang menyala-nyala, sebagaimana tercermin dari tindakannya membersihkan bait, sebagai penggenapan nubuat, ”Gairah untuk rumahmu akan memakan habis aku.” (Yoh 2:17; Mz 69:9) Pengabdian Yesus yang eksklusif kepada Bapaknya paling jelas tercermin dalam apa yang tertulis tentang dia di 1 Korintus 15:24-28, yang mengatakan bahwa setelah pemerintahan Kerajaan surgawinya menyingkirkan semua wewenang lain dan semua musuh, ia menyerahkan Kerajaan itu kepada Bapaknya dan menundukkan dirinya kepada-Nya agar ”Allah menjadi segala sesuatu bagi setiap orang”.
-
-
PENGABDIAN YANG SALEHPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
PENGABDIAN YANG SALEH
Rasa hormat, ibadat, dan pelayanan kepada Allah, disertai keloyalan kepada kedaulatan universal-Nya. Alkitab menggunakan kata Yunani eu·seʹbei·a dan bentuk-bentuk kata sifat, kata keterangan, dan kata kerjanya yang terkait. Kata bendanya, seperti yang digunakan dalam Alkitab, dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai ”rasa hormat yang baik” dan memaksudkan rasa hormat atau pengabdian kepada sesuatu yang benar-benar kudus dan adil-benar. (Bdk. 2Ptr 1:6, Int.) Lawan dari ”pengabdian yang saleh” adalah ”ketidaksalehan” atau ”sikap tidak hormat” (Yn., a·seʹbei·a).
Dalam Christian Words, Nigel Turner menulis, ”Eusebeia kadang-kadang muncul dalam inskripsi-inskripsi pada zaman itu dengan makna yang menyiratkan pengabdian pribadi secara keagamaan . . . tetapi makna yang lebih umum dalam bahasa Yunani populer pada zaman Romawi adalah ’keloyalan’. . . . Bagi orang Kristen eusebeia adalah jenis pengabdian yang tertinggi kepada Allah.” (1981, hlm. 111) Alkitab menggunakan istilah ”pengabdian yang saleh” untuk memaksudkan pengabdian yang disertai keloyalan kepada Allah Yehuwa secara pribadi.
Kata sifat yang terkait, eu·se·besʹ, artinya ”saleh; memiliki pengabdian yang saleh”, muncul di Kisah 10:2, 7; 2 Petrus 2:9. Menurut John A. H. Tittmann, eu·se·besʹ ”menunjukkan rasa hormat dengan tindakan yang nyata kepada Pribadi Tertinggi, khususnya dalam ibadat kepada Allah; . . . ia dikatakan [eu·se·besʹ] jika ia memperlihatkan kesalehan itu dengan tindakan”.—Remarks on the Synonyms of the New Testament, Edinburgh, 1833, Jil. I, hlm. 253, 254.
Kata kerja eu·se·beʹo digunakan di 1 Timotius 5:4 sehubungan dengan sikap anak atau cucu terhadap ibu atau nenek mereka yang sudah menjanda. A Greek and English Lexicon of the New Testament, karya Edward Robinson (1885, hlm. 307), menyatakan bahwa eu·se·beʹo dapat berarti bersikap saleh kepada siapa saja. Karena itu, beberapa terjemahan untuk bagian tersebut berbunyi, ”Mereka harus pertama-tama belajar untuk melakukan kewajiban mereka kepada keluarga mereka sendiri.” (JB; bdk. The New English Bible dan The Bible in Basic English.) Tetapi Allah adalah Pembentuk penyelenggaraan keluarga (Ef 3:14, 15), dan Alkitab mengumpamakan rumah tangga Allah dengan unit keluarga. Oleh karena itu, rasa hormat, atau pengabdian yang saleh, dalam hubungan keluarga di rumah tangga Kristen sebenarnya adalah rasa hormat kepada Allah dan ketaatan kepada perintah Allah sehubungan dengan keluarga dan tingkah laku yang patut dari para anggotanya. Terjemahan ayat ini, ”Jika seorang janda mempunyai anak atau cucu, biarlah mereka lebih dahulu belajar menerapkan pengabdian yang saleh dalam rumah tangga mereka sendiri” (NW), selaras dengan pengertian tersebut.
-