SUCI, PENYUCIAN
Penyucian adalah tindakan atau proses menjadikan kudus, memisahkan, atau mengkhususkan untuk dinas atau penggunaan oleh Allah Yehuwa. ”Penyucian” menarik perhatian kepada tindakan yang menghasilkan, memanifestasikan, atau memelihara kekudusan. (Lihat KUDUS, KEKUDUSAN.) Kata-kata yang berasal dari kata kerja Ibrani qa·dhasʹ dan kata-kata yang berkaitan dengan kata sifat Yunani haʹgi·os diterjemahkan menjadi ”kudus”, ”disucikan”, dan ”dipisahkan”.
Untuk memahami pokok bahasan ini dengan lebih baik, kita dapat memeriksa penggunaan kata-kata tersebut dalam bahasa-bahasa aslinya. Dalam Alkitab kata-kata tersebut diterapkan untuk (1) Allah Yehuwa, (2) Yesus Kristus, (3) para malaikat, (4) manusia dan binatang, (5) perkakas dan perlengkapan, (6) periode waktu atau peristiwa, dan (7) tanah milik. Kadang-kadang kata Ibrani untuk ”menyucikan” digunakan dalam pengertian mempersiapkan diri atau membuat diri siap atau dalam keadaan layak. Yehuwa memerintahkan Musa untuk mengatakan kepada orang-orang Israel yang mengeluh, ”Sucikan dirimu untuk besok, karena kamu akan makan daging.” (Bil 11:18) Sebelum Israel menyeberangi S. Yordan, Yosua memerintahkan, ”Sucikanlah dirimu, sebab besok Yehuwa akan melakukan hal-hal yang menakjubkan di tengah-tengahmu.” (Yos 3:5) Dalam semua kasus itu istilah tersebut mengandung makna religius, rohani, dan moral. Istilah itu dapat berarti menghindari apa pun yang tidak menyenangkan Yehuwa atau yang tampak buruk di mata-Nya, termasuk kenajisan fisik. Allah berfirman kepada Musa, ”Pergilah kepada bangsa itu, dan engkau harus menyucikan mereka pada hari ini dan besok, dan mereka harus mencuci mantel mereka. . . . karena pada hari ketiga Yehuwa akan turun di depan mata seluruh bangsa itu di Gunung Sinai.” (Kel 19:10, 11) Kata itu digunakan untuk memaksudkan memurnikan atau mentahirkan, seperti di 2 Samuel 11:4, yang bunyinya, ”Wanita itu sedang menyucikan diri dari kenajisannya.”
Yehuwa memberi tahu Israel bahwa mereka harus terpisah dari bangsa-bangsa di dunia dan bersih dari praktek-prakteknya; Ia memberi Israel hukum-hukum agar mereka tetap terpisah, termasuk hukum-hukum yang menguraikan apa yang halal dan apa yang haram sehubungan dengan makanan. Kemudian Ia memberikan alasannya, ”Karena akulah Yehuwa, Allahmu; dan kamu harus menyucikan dirimu dan kamu harus menjadi kudus, karena aku kudus.”—Im 11:44.
Allah Yehuwa. Allah Yehuwa kudus dan bersih secara mutlak. Sebagai Pencipta serta Penguasa Universal, Ia berhak mendapatkan penyembahan yang eksklusif dari semua makhluk ciptaan-Nya. Oleh karena itu, Ia berfirman bahwa Ia akan mempertunjukkan kekudusan-Nya, bertindak untuk menyucikan diri-Nya dan nama-Nya di hadapan mata semua makhluk ciptaan, ”Aku pasti akan mengagungkan diriku dan menyucikan diriku dan menyatakan diriku di hadapan mata banyak bangsa; dan mereka akan mengetahui bahwa akulah Yehuwa.” (Yeh 38:23) Mereka yang ingin memperoleh perkenan-Nya dan ingin hidup, harus ”menyucikan” Dia dan nama-Nya, yaitu mereka harus memberi nama tersebut tempat yang layak, terpisah dari dan lebih tinggi daripada semua nama lain. (Im 22:32; Yes 8:13; 29:23) Yesus mengajar para pengikutnya untuk berdoa, memohon hal-hal yang paling utama, ”Bapak kami yang di surga, biarlah namamu disucikan [atau, ”dianggap suci; diperlakukan sebagai hal kudus”].”—Mat 6:9, Rbi8, ctk.
Yesus Kristus. Allah Yehuwa memilih Putra satu-satunya yang diperanakkan dan mengutusnya ke bumi untuk melakukan pekerjaan yang khusus demi nama Allah dan untuk menyerahkan kehidupannya sebagai tebusan bagi umat manusia. Namun, ia tidak diterima ataupun direspek oleh bangsa Yahudi sebagai pribadi yang diutus Allah; sebaliknya, mereka menyangkal kedudukannya sebagai putra dan hubungannya dengan Bapaknya. Ia mengatakan kepada mereka, ”Apakah kamu mengatakan kepadaku yang disucikan dan diutus Bapak ke dunia, ’Engkau menghujah’, karena aku mengatakan, aku Putra Allah?”—Yoh 10:36.
Dalam suratnya kepada orang-orang Kristen, rasul Petrus mengatakan, ”Sucikanlah Kristus sebagai Tuan dalam hatimu.” Ia memperlihatkan bahwa orang yang melakukan hal itu akan menjauhi apa yang jahat dan akan melakukan apa yang baik. Orang-orang dari bangsa-bangsa memendam dalam hati mereka perasaan kagum serta takut akan manusia dan akan perkara-perkara lain. Namun, orang Kristen hendaknya menaruh Kristus di tempat yang benar, dalam kasih sayang dan motivasinya. Hal itu berarti mengakui kedudukan Kristus sebagai Wakil Utama Allah untuk kehidupan, Raja Mesianik, Imam Besar Allah, dan pribadi yang menyerahkan kehidupannya sebagai tebusan. Ia juga hendaknya meniru teladan tingkah laku Kristus dan mempertahankan hati nurani yang baik sehubungan dengan tingkah lakunya sendiri sebagai orang Kristen. Apabila seseorang, bahkan seorang penguasa, dengan kasar menuntut alasan untuk harapannya, orang Kristen yang telah menyucikan Kristus dalam hatinya akan membuat pembelaan yang baik, tetapi dengan cara yang lembut dan respek yang dalam.—1Ptr 3:10-16.
Para Malaikat. Para malaikat Allah disebut oleh Yesus sebagai malaikat-malaikat yang ”kudus”, disucikan, dipisahkan untuk digunakan Yehuwa dalam dinas yang kudus. (Mrk 8:38; Luk 9:26; bdk. Mz 103:20.) Mereka muncul di hadirat Yehuwa yang suci dan melihat muka-Nya.—Mat 18:10; Luk 1:19.
Manusia dan Binatang. Pada masa lampau, Allah memilih orang-orang tertentu yang hendak Ia gunakan untuk dinas yang eksklusif kepada-Nya, dan Ia menyucikan mereka. Ketika Ia menetapkan kaum pria suku Lewi untuk mengurus tabernakel suci dan menangani tugas-tugas yang terkait, Ia berfirman kepada Musa, ”Mengenai aku, lihat! aku mengambil orang-orang Lewi dari antara putra-putra Israel sebagai ganti semua anak sulung, yang membuka rahim, di antara putra-putra Israel; orang-orang Lewi akan menjadi milikku. Sebab setiap anak sulung adalah milikku. Pada hari aku membunuh setiap anak sulung di tanah Mesir aku menyucikan bagiku setiap anak sulung di Israel dari manusia hingga binatang. Mereka akan menjadi milikku. Akulah Yehuwa.” Untuk membebaskan anak sulung ke-11 suku lainnya, orang Israel harus memberikan sebagai gantinya semua pria suku Lewi. Kemudian, untuk kelebihan jumlah putra sulung mereka dari jumlah pria-pria Lewi, mereka harus memberikan lima syekel ($11) ke tempat suci untuk setiap putra sulung. Dengan demikian, anak-anak sulung dibebaskan, tidak lagi dipisahkan untuk dinas yang eksklusif kepada Yehuwa.—Bil 3:12, 13, 46-48.
Setelah itu, semua anak sulung yang membuka rahim dianggap disucikan, tetapi dipersembahkan di bait dan ditebus dengan pembayaran lima syekel ($11). (Kel 13:2; Im 12:1-4; Bil 18:15, 16) Orang-orang yang berada di bawah ikrar Kenaziran disucikan selama masa ikrar mereka. (Bil 6:1-8) Anak sulung jantan di antara binatang-binatang peliharaan juga disucikan, untuk dikorbankan atau, dalam beberapa kasus, untuk ditebus.—Ul 15:19; lihat ANAK SULUNG.
Keimaman. Yehuwa juga bermaksud untuk secara eksklusif memisahkan satu keluarga dari suku Lewi, yaitu Harun dan putra-putranya dan pria-pria keturunan mereka, untuk melayani sebagai imam-imam-Nya yang mempersembahkan korban. (Kel 28:1-3, 41) Mereka kemudian disucikan dengan korban-korban yang cocok dalam serangkaian tindakan simbolis yang diuraikan di Keluaran pasal 29. Imam Besar abadi Yehuwa, Yesus Kristus, dan rekan-rekan imamnya, atau para imam bawahan, yaitu mereka yang mengikuti jejak kaki Kristus dan yang diurapi Allah untuk menjadi anggota-anggota tubuh Kristus, juga disucikan.—2Tes 2:13; Pny 1:6; 5:10.
Proses Penyucian. Ada proses atau prosedur tertentu yang harus dijalani orang yang disucikan sebagai pengikut jejak kaki Kristus. Sewaktu menggunakan kata menyucikan dalam makna memurnikan atau mentahirkan dari dosa dalam pandangan Allah, rasul Paulus menulis, ”Karena jika darah kambing dan darah lembu jantan dan abu sapi dara yang dipercikkan ke atas orang-orang yang tercemar, dapat menyucikan tubuh mereka sehingga tahir, betapa terlebih lagi darah Kristus, yang melalui roh abadi mempersembahkan dirinya tanpa cacat kepada Allah, akan membersihkan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan mati sehingga kita dapat memberikan dinas suci kepada Allah yang hidup!”—Ibr 9:13, 14.
”Darah Kristus” menunjuk kepada nilai kehidupan manusianya yang sempurna; dan darah itulah yang mencuci bersih kesalahan akibat dosa orang yang percaya kepada dia. Oleh karena itu, darah tersebut benar-benar (bukan hanya secara simbolis [bdk. Ibr 10:1-4]) menyucikan sehingga tubuh orang yang percaya itu dimurnikan, dalam sudut pandangan Allah, dan dengan demikian orang yang percaya itu memiliki hati nurani yang bersih. Selain itu, Allah menyatakan orang yang percaya itu adil-benar dan membuatnya memenuhi syarat untuk menjadi salah seorang imam bawahan Yesus Kristus. (Rm 8:1, 30) Orang demikian disebut haʹgi·oi, ’orang kudus’, ’santo’ (KJ), atau orang yang disucikan bagi Allah.—Ef 2:19; Kol 1:12; bdk. Kis 20:32, yang menyebutkan tentang ”orang yang disucikan [tois he·gi·a·smeʹnois]”.
Jadi, prosedur bagi orang-orang yang menjadi sesama ahli waris bersama Kristus adalah, pertama-tama, mereka ditarik oleh Allah Yehuwa kepada Yesus Kristus melalui iman akan kebenaran Firman Allah. (Yoh 6:44; 17:17; 2Tes 2:13) Setelah diterima oleh Yehuwa, mereka ”dicuci bersih, . . . disucikan, . . . dinyatakan adil-benar dengan nama Tuan kita, Yesus Kristus, dan dengan roh Allah kita”. (1Kor 6:11) Dengan demikian, bagi mereka Kristus menjadi ’hikmat, keadilbenaran, dan penyucian dan kelepasan melalui tebusan’. (1Kor 1:30) Mengenai mereka, rasul Paulus mengatakan, ”Karena ia [Kristus] yang menyucikan maupun mereka yang disucikan, semuanya berasal dari satu, dan karena alasan ini ia tidak merasa malu menyebut mereka ’saudara’.” (Ibr 2:11) Mereka menjadi ’putra Allah’ dan ”saudara” Putra Utama Allah dengan diperanakkan oleh roh.—Rm 8:14-17; Yoh 3:5, 8.
Harus dipertahankan. Proses penyucian tidak hanya bergantung pada satu pihak saja. Kesucian harus dipertahankan, dan dalam hal ini orang yang percaya berperan. Ia dapat kehilangan kesuciannya atau ia dapat mempertahankannya.
Kristus Yesus telah menetapkan pola bagi mereka yang disucikan. (Yoh 13:15) Ia mengatakan dalam doa kepada Allah, ”Aku menyucikan diriku sendiri demi kepentingan mereka, agar mereka juga dapat disucikan dengan perantaraan kebenaran.” (Yoh 17:19) Yesus menjaga dirinya tanpa cela dan mempertahankan statusnya sebagai yang dipisahkan agar ia dapat menyucikan para pengikutnya. Mereka harus mempertahankan kesucian mereka sampai akhir kehidupan mereka di bumi. Untuk itu, mereka harus terus menjauhi segala sesuatu yang tidak terhormat dan orang-orang yang mempraktekkan hal-hal yang tidak terhormat, supaya menjadi ”bejana untuk tujuan yang terhormat, disucikan, berguna bagi pemiliknya, dipersiapkan untuk setiap pekerjaan yang baik”. (2Tim 2:20, 21) Mereka harus sadar bahwa mereka telah dibeli dengan darah Kristus sendiri dan bahwa atas kehendak Allah mereka ”telah disucikan melalui persembahan tubuh Yesus Kristus, sekali untuk selamanya”. (Ibr 10:10) Mereka dinasihati untuk ’mengejar kesucian, sebab tanpa kesucian tidak seorang pun akan melihat Tuan’.—Ibr 12:14.
Meskipun orang-orang yang telah disucikan itu masih hidup dalam daging yang tidak sempurna yang cenderung kepada dosa, mereka dapat sukses. Sewaktu memperingatkan tentang bahaya kehilangan kesucian, Paulus mengingatkan orang-orang yang disucikan bahwa ”darah perjanjian [baru]” itulah ”yang telah menyucikan [mereka]”. (Ibr 10:29; Luk 22:20) Sebagai Perantara perjanjian baru, Kristus membantu mereka agar dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan perjanjian itu melalui ketaatan dan perilaku yang bersih sehingga mempertahankan kesucian mereka. ”Melalui satu persembahan korban ia menyempurnakan orang-orang yang disucikan, untuk selamanya.” (Ibr 10:14) Sebagai Perantara dan Imam Besar, Kristus ”juga dapat sepenuhnya menyelamatkan orang-orang yang menghampiri Allah melalui dia”. (Ibr 7:25) Namun, apabila mereka kembali mempraktekkan dosa, tidak ada korban kedua, yang ada hanya penantian akan penghakiman dan pembinasaan.—Ibr 10:26, 27.
Karena itu, orang-orang yang telah disucikan dipanggil bukan supaya mereka dapat terus bertindak seperti sebelum mereka disucikan, atau supaya mereka dapat kembali kepada haluan demikian. Sang rasul menasihati, ”Sebab inilah yang Allah kehendaki, yaitu agar kamu menjadi suci, menjauhkan diri dari percabulan; agar kamu masing-masing mengetahui bagaimana mengendalikan bejananya sendiri dengan mengingat kesucian dan kehormatan.” ”Sebab Allah memanggil kita, bukan atas dasar kenajisan tetapi sehubungan dengan kesucian.”—1Tes 4:3, 4, 7.
Firman dan roh Allah. Firman Allah sangat berperan dalam penyucian, dan Firman itu harus diikuti dengan cermat agar kesucian dapat dipertahankan. (Kis 20:32) Kepada orang yang percaya dan disucikan, Allah juga mengirimkan roh kudus-Nya, yang menjadi daya yang kuat untuk mengadakan pemurnian dalam diri mereka. Roh itu membantu orang yang disucikan untuk taat dan tetap menempuh jalan hidup yang bersih. (1Ptr 1:2) Bimbingan roh Allah memungkinkan persembahan orang demikian disucikan, dimurnikan, diperkenan Allah. (Rm 15:16) Setiap kenajisan merupakan bukti diabaikannya roh Allah dan cenderung ”mendukakan” roh itu. (Ef 4:30; 1Tes 4:8; 5:19) Hal itu bahkan dapat mengarah kepada penghujahan roh kudus, yang tidak akan diampuni.—Mat 12:31, 32; Luk 12:8-10.
Penyucian Tempat. Tempat tinggal Yehuwa atau tempat apa pun yang Ia tinggali secara simbolis adalah tempat yang disucikan atau yang kudus, sebuah tempat suci. Tabernakel di padang belantara dan bait yang belakangan dibangun oleh Salomo dan Zerubabel (dan dibangun kembali serta diperluas oleh Herodes Agung) disebut sebagai miq·dasʹ atau qoʹdhes, tempat yang ’dipisahkan’ atau ’kudus’. Karena berada di tengah-tengah umat yang berdosa, tempat-tempat itu secara berkala harus ditahirkan (secara simbolis) dari kecemaran dengan memercikkan darah binatang korban.—Im 16:16.
Yerusalem. Yerusalem, kota Raja yang agung (Mz 48:1, 2; 135:21), dan tempat berdirinya kota itu juga dianggap telah disucikan. (Yes 48:1, 2; 52:1; Neh 11:1; Dan 9:24) Sesuai dengan itu, Yerusalem Baru, kota surgawi, adalah tempat suci yang hanya boleh dimasuki orang-orang yang telah disucikan; orang yang mempraktekkan bentuk kenajisan apa pun (seperti spiritisme, percabulan, pembunuhan, penyembahan berhala, dan dusta) tidak boleh masuk.—Pny 21:2; 22:14, 15, 19.
Taman Eden, sebuah tempat suci. Yehuwa, melalui wakil-Nya, muncul di taman Eden untuk berbicara kepada Adam dan Hawa serta memberikan instruksi kepada mereka; taman itu adalah tempat sempurna yang bersih, tanpa dosa, dan di sana manusia hidup damai dengan Allah. (Kej 1:28; 2:8, 9; 3:8, 9; Ul 32:4) Karena itu, Adam dan Hawa diusir ke luar ketika mereka memberontak. Firdaus itu adalah tempat yang dipisahkan atau disucikan oleh Allah untuk didiami oleh orang-orang yang adil-benar dan bersih. Karena Adam dan Hawa telah menjadi pedosa, mereka diusir ke luar agar tidak dapat makan dari pohon kehidupan, dengan demikian dapat hidup untuk selama-lamanya walaupun telah menjadi pedosa.—Kej 3:22-24.
Semak bernyala dan Gunung Sinai. Ketika Yehuwa menugasi Musa untuk kembali ke Mesir dan mengutus dia dengan nama peringatan-Nya, Yehuwa (Kel 3:15, 16), untuk membebaskan umat-Nya dari perbudakan, Allah mengutus malaikat-Nya, yang menampakkan diri kepada Musa dalam semak bernyala. Sewaktu Musa mendekat, sang malaikat, yang menampakkan diri sebagai wakil Yehuwa, memerintahkan Musa untuk menanggalkan kasutnya karena, ia mengatakan, ”tempat engkau berdiri adalah tanah yang kudus [qoʹdhes]”.—Kel 3:1-5.
Belakangan, sewaktu umat Israel berkumpul di kaki G. Sinai, ketika perjanjian Hukum diberikan, Yehuwa memerintahkan Musa, ”Tetapkan batas-batas untuk gunung itu dan sucikan itu,” karena Yehuwa ada di sana, diwakili oleh malaikat-malaikat-Nya. (Kel 19:23; Gal 3:19) Siapa pun yang melampaui batas-batas itu akan dihukum mati, karena hanya orang yang diberi wewenang yang boleh menghampiri hadirat Yehuwa. (Kel 19:12, 13) Akan tetapi, Musa sebagai perantara yang dilantik Allah boleh mendekat. Dalam hal ini, Musa secara nubuat menjadi gambaran Yesus Kristus, Perantara agung bagi orang-orang Kristen terurap, seraya mereka menghampiri G. Zion surgawi.—Ibr 12:22-24.
Kota perlindungan dan perkemahan pasukan. Kota-kota tertentu di Israel dipisahkan untuk tujuan khusus, yaitu untuk menyediakan tempat perlindungan bagi orang yang tidak sengaja membunuh orang lain. Kota-kota itu disucikan, atau diberi ”status suci”.—Yos 20:7-9.
Perkemahan pasukan Israel adalah tempat yang disucikan, sebab Allah ’berjalan di tengah-tengah perkemahan’. Karena itu, kebersihan moral, rohani, dan fisik harus dipertahankan.—Ul 23:9-14; 2Sam 11:6-11.
Penyucian Perkakas dan Perlengkapan. Mengingat tabernakel dan bait adalah bangunan yang disucikan, perkakas dan perlengkapan di dalamnya juga harus kudus, disucikan. Tabut perjanjian, mezbah dupa, meja roti pertunjukan, kaki pelita, mezbah persembahan bakaran, baskom, semua perabot, dupa dan minyak pengurapan, bahkan pakaian para imam, adalah benda-benda yang disucikan. Semuanya itu hanya boleh ditangani dan diangkut oleh orang-orang yang disucikan—para imam dan orang-orang Lewi. (Kel 30:25, 32, 35; 40:10, 11; Im 8:10, 11, 15, 30; Bil 4:1-33; 7:1) Para imam yang melayani di tabernakel memberikan ”dinas suci sebagai gambaran simbolis dan bayangan dari perkara-perkara surgawi; sama seperti Musa, pada waktu akan membuat kemah itu selengkapnya, ia diberi perintah ilahi: Sebab dia berfirman, ’Pastikan agar engkau membuat segala sesuatu menurut polanya, yang diperlihatkan kepadamu di gunung’”.—Ibr 8:4, 5.
Korban-korban dan makanan. Korban dan persembahan disucikan karena dipersembahkan di atas mezbah yang disucikan menurut cara yang ditetapkan. (Mat 23:19) Bagian yang diterima para imam adalah kudus dan tidak dapat dimakan oleh orang-orang di luar rumah tangga imam, dan bahkan para imam tidak boleh memakannya apabila dalam keadaan ”najis”. (Im 2:3; 7:6, 32-34; 22:1-13) Roti pertunjukan juga kudus, disucikan.—1Sam 21:4; Mrk 2:26.
Sebagaimana makanan yang disediakan Yehuwa bagi keimaman-Nya telah disucikan, demikian pula makanan yang Ia sediakan bagi hamba-hamba Kristen-Nya telah disucikan, sebagaimana seharusnya segala sesuatu yang digunakan atau ditangani oleh hamba-hamba-Nya yang telah disucikan. Rasul Paulus memperingatkan akan adanya pria-pria yang tidak berhati nurani yang memamerkan kesucian yang palsu, ”melarang untuk menikah, memberi perintah agar menjauhkan diri dari makanan yang Allah ciptakan untuk dimakan dengan ucapan syukur oleh mereka yang memiliki iman dan mengetahui kebenaran dengan saksama. Alasan untuk ini adalah bahwa setiap ciptaan Allah itu baik, dan tidak ada yang perlu ditolak jika itu diterima dengan ucapan syukur, sebab itu disucikan melalui firman Allah dan doa untuknya”. (1Tim 4:1-5) Apabila Firman Allah menyatakan sesuatu itu bersih, hal itu pun bersih, dan seorang Kristen, dengan mengucapkan syukur atasnya dalam doa, menerimanya sebagai sesuatu yang telah disucikan, dan Allah menganggap dia bersih sewaktu memakannya.
Sepersepuluhan. Sepersepuluhan dari biji-bijian, buah, dan kawanan ternak yang dipisahkan orang Israel dianggap telah disucikan dan tidak dapat digunakan untuk tujuan lain. (Im 27:30, 32) Oleh karena itu, tidak ada orang yang dianggap tidak bersalah di hadapan Allah jika ia menyalahgunakan sesuatu yang telah disucikan atau mencelakakan atau mengatakan hal-hal yang buruk mengenai siapa pun di antara orang-orang yang disucikan Allah, termasuk saudara-saudara terurap Kristus. Yesus menjelaskan hal itu kepada orang Yahudi sewaktu mereka menuduh bahwa ia menghujah. (Yoh 10:36) Rasul Petrus memperingatkan tentang pembinasaan yang bakal menimpa orang-orang yang fasik yang ia gambarkan ”terlalu berani, berlaku semaunya sendiri, [yang] tidak gemetar terhadap pribadi-pribadi yang mulia [yang telah Yehuwa sucikan] tetapi mencaci”.—2Ptr 2:9-12; bdk. Yud 8.
Periode Waktu atau Peristiwa. Catatan Alkitab memberi tahu kita apa yang telah Allah lakukan sewaktu Ia menyelesaikan pekerjaan penciptaan-Nya sehubungan dengan bumi, ”Menjelang hari ketujuh, Allah menyelesaikan pekerjaan . . . , dan ia mulai beristirahat . . . Kemudian Allah memberkati hari ketujuh itu dan menyucikannya.” (Kej 2:2, 3) Oleh karena itu, ”hari” tersebut harus digunakan manusia sebagai ”hari” untuk melakukan dinas suci dan menunjukkan ketaatan kepada Yehuwa. Manusia tidak boleh mencemari hari tersebut dengan melakukan pekerjaan untuk kepentingan sendiri. Karena itulah Adam dan Hawa menodai kemurnian ”hari” itu sewaktu mereka memulai program atas dasar kemauan sendiri, berlaku sesuka mereka di atas bumi, independen dari Pribadi Yang Berdaulat, Yehuwa. Menurut catatan di Ibrani 3:11, 13; 4:1-11, ’hari peristirahatan’ Allah masih berlangsung. Mengingat Allah menyucikan ”hari” tersebut, memisahkannya untuk maksud-tujuan-Nya, pada ”hari” itu maksud-tujuan-Nya berkenaan dengan bumi akan terlaksana sepenuhnya dalam keadilbenaran.—Bdk. Yes 55:10, 11.
Hari-hari Sabat disucikan, demikian juga hari-hari perayaan khusus, sebagaimana periode-periode lainnya, seperti tahun Yobel.—Kel 31:14; Im 23:3, 7, 8, 21, 24, 27, 35, 36; 25:10.
Menyucikan Tanah. Di Israel, seseorang dapat menyucikan sebagian milik pusakanya bagi Allah. Ia akan melakukan hal itu dengan memisahkan bagian tersebut sehingga hasil tanah akan diserahkan ke tempat suci, atau ia dapat membayarkan nilai tanah itu (yaitu, panenannya) ke tempat suci menurut taksiran imam. Apabila ia memutuskan untuk membelinya kembali, ia dituntut untuk menambahkan seperlimanya pada nilai ladang (ditentukan oleh berapa kali tanah itu dapat dipanen sampai tahun Yobel) sebagaimana yang ditaksir oleh imam. Tentu saja, ladang tersebut akan dikembalikan kepada pemiliknya pada waktu Yobel.—Im 27:16-19.
Ayat-ayat berikutnya tampaknya mengulas tentang pemilik yang tidak membeli kembali ladang itu tetapi menjualnya kepada orang lain; menurut hukum, ladang tersebut kemudian menjadi milik permanen tempat suci pada waktu Yobel. Mengenai hukum tersebut, di Imamat 27:20, 21, Commentary karya Cook menyatakan, ”[Kata-kata tersebut] dapat memaksudkan kasus seseorang yang dengan curang menjual haknya atas sebuah ladang dan menahan uang hasil penjualannya setelah berikrar untuk menyerahkannya ke Tempat Suci.” Atau, kata-kata itu dapat memaksudkan kasus seseorang yang tetap mengerjakan ladang itu dan memenuhi ikrarnya untuk sementara dengan membayar sebagai sewa tahunan jumlah yang ditentukan dari uang tebusan, tetapi belakangan menjual haknya itu kepada orang lain demi memperoleh uang tunai. Ladang demikian dianggap sebagai ’perkara yang dikhususkan’, karena apa yang telah disucikan bagi tempat suci ia anggap seakan-akan miliknya, tidak merespek kesuciannya dengan membuatnya sebagai barang dagangan.
Prinsipnya bisa jadi mirip dengan hukum yang terdapat di Ulangan 22:9, ”Jangan menaburi kebun anggurmu dengan dua jenis benih, agar seluruh hasil dari benih yang kautabur dan hasil kebun anggurmu tidak menjadi milik tempat suci.” Hal seperti itu dapat terjadi akibat pelanggaran terhadap hukum yang disebutkan sebelumnya di Imamat 19:19.
Sesuatu yang ”disucikan” berbeda dengan sesuatu yang ”dikhususkan” karena sesuatu yang ”dikhususkan” tidak dapat ditebus. (Lihat PERKARA YANG DIKHUSUSKAN.) Rumah ditangani dengan cara yang sama. (Im 27:14, 15) Akan tetapi, apabila seseorang menyucikan ladang yang telah ia beli dari milik pusaka orang lain, ladang tersebut kembali kepada pemilik semula pada waktu Yobel.—Im 27:22-24.
Dalam Perkawinan. Rasul Paulus memberi tahu orang Kristen yang telah menikah, ”Suami yang tidak percaya disucikan sehubungan dengan istrinya, dan istri yang tidak percaya disucikan sehubungan dengan saudara itu; jika tidak, anak-anakmu benar-benar najis, namun sekarang mereka kudus.” Karena perhatian Yehuwa kepada orang Kristen, hubungan perkawinan orang tersebut dengan pasangan hidup yang tidak seiman tidak dianggap mencemarinya. Keadaan tahir orang yang telah disucikan tidak menyucikan pasangannya sebagai orang kudus Allah, tetapi hubungan perkawinan itulah yang menjadi tahir, terhormat. Pasangan hidup yang tidak seiman memiliki kesempatan baik untuk memperoleh manfaat-manfaat dengan memperhatikan haluan Kristen pasangannya yang beriman dan bisa jadi ia sendiri dapat diselamatkan. (1Kor 7:14-17) Oleh karena ’jasa’ orang yang beriman, anak-anak kecil hasil persatuan itu dianggap kudus, di bawah pemeliharaan dan perlindungan ilahi—tidak najis seperti halnya anak-anak yang tidak satu pun dari orang tuanya adalah orang yang beriman.—Lihat KUDUS, KEKUDUSAN (Kekudusan Diberkati Yehuwa).