-
SABAT, HARIPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
Tidak Diwajibkan bagi Orang Kristen. Sebagai orang Yahudi di bawah Hukum, Yesus menjalankan Sabat seperti yang diperintahkan oleh Firman Allah (bukan oleh orang Farisi). Ia tahu bahwa melakukan hal-hal yang baik pada hari Sabat diperbolehkan. (Mat 12:12) Akan tetapi, tulisan-tulisan terilham Kristen menyatakan bahwa ”Kristus adalah akhir dari Hukum” (Rm 10:4), sehingga orang Kristen ”dibebaskan dari Hukum”. (Rm 7:6) Yesus maupun murid-muridnya tidak membuat pembedaan antara apa yang disebut hukum moral dan hukum keagamaan. Mereka mengutip dari Sepuluh Perintah maupun dari bagian-bagian lain dalam Hukum dan menganggap semuanya wajib dilakukan oleh orang-orang yang berada di bawah Hukum. (Mat 5:21-48; 22:37-40; Rm 13:8-10; Yak 2:10, 11) Tulisan-Tulisan Kudus dengan jelas menyatakan bahwa korban Kristus ”meniadakan . . . Hukum berupa perintah-perintah dalam bentuk ketetapan-ketetapan” dan bahwa Allah ”menghapus dokumen yang ditulis dengan tangan yang memberikan kesaksian tentang kita, yang terdiri atas ketetapan-ketetapan . . . dan Ia telah menyingkirkannya dengan memakukannya pada tiang siksaan”. Seluruh Hukum Musa ’ditiadakan’, ’dihapus’, ’disingkirkan’. (Ef 2:13-15; Kol 2:13, 14) Jadi, seluruh sistem Sabat, baik hari ataupun tahun Sabat, diakhiri bersama dengan ketentuan-ketentuan lain dalam Hukum itu oleh korban Kristus Yesus. Hal ini menjelaskan alasan orang Kristen dapat memandang ”semua hari sama”, tidak soal itu hari sabat atau hari lain mana pun, tanpa takut dihakimi oleh orang lain. (Rm 14:4-6; Kol 2:16) Tentang orang-orang yang dengan cermat menjalankan ”hari-hari, bulan-bulan, musim-musim, dan tahun-tahun”, Paulus menyatakan, ”Aku mengkhawatirkan kamu, bahwa dengan satu atau lain cara aku telah berjerih lelah dengan sia-sia sehubungan dengan kamu.”—Gal 4:10, 11.
Setelah kematian Yesus, rasul-rasul tidak pernah memerintahkan untuk menjalankan Sabat. Sabat tidak disertakan sebagai tuntutan Kristen di Kisah 15:28, 29, atau belakangan. Mereka juga tidak menetapkan suatu sabat baru, suatu ”hari Tuan”. Meskipun Yesus dibangkitkan pada hari yang sekarang disebut hari Minggu, Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa hari kebangkitannya ini harus diperingati sebagai sabat ”baru” atau dengan cara lain mana pun. Ada orang yang mengajukan 1 Korintus 16:2 dan Kisah 20:7 sebagai dasar untuk menjalankan hari Minggu sebagai sabat. Akan tetapi, ayat pertama yang dikemukakan hanya menunjukkan bahwa Paulus memerintahkan orang Kristen agar menyisihkan sejumlah uang di rumah mereka bagi saudara-saudara mereka yang miskin di Yerusalem, pada hari pertama setiap minggu. Uang itu harus mereka simpan dulu, dan baru diserahkan di tempat pertemuan mereka pada waktu Paulus tiba. Mengenai ayat kedua yang dikemukakan, masuk akal sekali apabila Paulus bertemu dengan saudara-saudara di Troas pada hari pertama minggu itu, karena ia akan berangkat keesokan harinya.
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa menjalankan hari dan tahun Sabat secara harfiah bukan bagian dari Kekristenan abad pertama. Baru pada tahun 321 M Konstantin menetapkan hari Minggu (Latin: dies Solis, sebutan kuno yang berkaitan dengan astrologi dan penyembahan matahari, bukan Sabbatum [Sabat] atau dies Domini [hari Tuan]) sebagai hari istirahat bagi semua orang kecuali para petani.
Masuk ke Peristirahatan Allah. Menurut Kejadian 2:2, 3, setelah hari atau periode keenam penciptaan, Allah ”mulai beristirahat pada hari ketujuh”, berhenti dari pekerjaan penciptaan sehubungan dengan bumi, seperti yang diuraikan di Kejadian pasal 1.
Rasul Paulus menunjukkan di buku Ibrani, pasal 3 dan 4, bahwa orang Yahudi di padang belantara gagal masuk ke peristirahatan, atau sabat, Allah karena mereka tidak taat dan tidak beriman. (Ibr 3:18, 19; Mz 95:7-11; Bil 14:28-35) Orang-orang yang masuk ke Tanah Perjanjian di bawah pimpinan Yosua beristirahat, tetapi tidak sepenuhnya seperti yang akan dinikmati di bawah pemerintahan sang Mesias. Peristirahatan itu hanya simbolis, atau bayangan dari kenyataan. (Yos 21:44; Ibr 4:8; 10:1) Akan tetapi, Paulus menjelaskan bahwa ”masih ada peristirahatan sabat bagi umat Allah”. (Ibr 4:9) Jadi, orang-orang yang taat dan memperlihatkan iman kepada Kristus akan menikmati ”peristirahatan sabat” dari ’pekerjaan mereka sendiri’, pekerjaan yang sebelumnya mereka upayakan untuk membuktikan diri adil-benar. (Bdk. Rm 10:3.) Dengan demikian Paulus menunjukkan bahwa sabat, atau peristirahatan, Allah masih berlangsung pada zamannya dan orang Kristen akan masuk ke dalamnya, yang menunjukkan bahwa hari peristirahatan Allah lamanya ribuan tahun.—Ibr 4:3, 6, 10.
”Tuan atas Hari Sabat.” Sewaktu berada di bumi, Yesus Kristus menyebut dirinya ”Tuan atas hari sabat”. (Mat 12:8) Hari Sabat harfiah, yang dimaksudkan untuk memberi orang Israel kelegaan dari kerja keras mereka, adalah ”bayangan dari perkara-perkara yang akan datang, sedangkan kenyataannya ada pada Kristus”. (Kol 2:16, 17) Sehubungan dengan ”perkara-perkara yang akan datang” itu, ada suatu sabat yang atasnya Yesus akan menjadi Tuannya. Sebagai Tuan atas segala tuan, Kristus akan memerintah seluruh bumi selama seribu tahun. (Pny 19:16; 20:6) Selama pelayanannya di bumi, Yesus melakukan beberapa perbuatan mukjizat yang paling luar biasa pada hari Sabat. (Luk 13:10-13; Yoh 5:5-9; 9:1-14) Hal ini jelas menunjukkan jenis kelegaan yang akan ia berikan sewaktu ia mengangkat umat manusia kepada kesempurnaan rohani dan fisik selama Pemerintahan Mileniumnya yang akan datang, yang dengan demikian akan menjadi seperti periode peristirahatan sabat bagi bumi dan umat manusia.—Pny 21:1-4.
-
-
SABAT, TAHUNPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
SABAT, TAHUN
Tahun ketujuh dalam setiap siklus tujuh tahun; di Israel kuno, selama tahun itu tanah diistirahatkan, dibiarkan tidak digarap, dan orang Ibrani tidak didesak oleh sesamanya untuk membayar utang.
Terhitung sejak tahun 1473 SM, ketika Israel memasuki Tanah Perjanjian, mereka harus menjalankan tahun sabat ”pada akhir setiap tujuh tahun”, sebenarnya setiap tahun ketujuh. (Ul 15:1, 2, 12; bdk. Ul 14:28.) Tahun Sabat tampaknya dimulai dengan peniupan terompet pada tanggal 10 Etanim (Tisri), yaitu pada Hari Pendamaian. Akan tetapi, ada yang berpendapat bahwa tahun Yobel mulai pada Hari Pendamaian, sedangkan tahun Sabat mulai pada tanggal 1 Tisri.
Orang tidak boleh menggarap tanah, menabur, atau memangkas, dan juga tidak memanen, tetapi apa yang tumbuh sendiri dibiarkan di ladang, bebas untuk dimakan oleh pemilik ladang itu maupun oleh budak-budaknya, para buruh upahan, dan penduduk asing. Hal itu merupakan ketetapan yang penuh belas kasihan bagi orang miskin dan, selain itu, bagi binatang peliharaan dan binatang liar, karena mereka juga dapat menikmati hasil tanah selama tahun Sabat.—Im 25:1-7.
Tahun Sabat disebut ”tahun pembebasan [has·syemit·tahʹ]”. (Ul 15:9; 31:10) Pada tahun itu tanah menikmati istirahat atau pembebasan penuh, dibiarkan tidak digarap. (Kel 23:11) Selain itu, utang harus dibebaskan, atau dihapus. Itu adalah ”penghapusan demi Yehuwa”, untuk menghormati Dia. Meskipun ada yang tidak memiliki pandangan yang sama, beberapa komentator berpendapat bahwa utang tidak benar-benar dibatalkan, tetapi pemberi utang tidak boleh mendesak sesama orang Ibrani untuk membayar utang, sebab pada tahun itu petani tidak memperoleh penghasilan; namun, si peminjam dapat mendesak orang asing untuk membayar utang. (Ul 15:1-3) Ada rabi-rabi yang berpandangan bahwa utang berupa pinjaman untuk amal, untuk membantu saudara yang miskin, dibatalkan, tetapi utang yang berkaitan dengan urusan bisnis termasuk dalam kategori lain. Menurut mereka, pada abad pertama Tarikh Masehi, Hilel menetapkan suatu prosedur yang memungkinkan si peminjam untuk mengamankan piutangnya, agar tidak hangus, yaitu dengan menghadap ke pengadilan dan membuat pernyataan tertentu.—The Pentateuch and Haftorahs, diedit oleh J. Hertz, London, 1972, hlm. 811, 812.
Tahun pembebasan ini, atau kelonggaran dari tekanan untuk membayar utang, tidak berlaku untuk pembebasan para budak, yang banyak di antaranya menjadi budak karena utang. Tetapi seorang budak Ibrani akan dibebaskan pada tahun ketujuh masa perhambaannya atau pada tahun Yobel, bergantung mana yang tiba lebih dahulu.—Ul 15:12; Im 25:10, 54.
Iman dibutuhkan untuk menjalankan tahun-tahun Sabat sebagai bagian dari perjanjian Yehuwa dengan Israel, tetapi apabila perjanjian itu dilaksanakan sepenuhnya, berkat-berkat yang luar biasa akan diperoleh. (Im 26:3-13) Allah berjanji akan memberikan cukup banyak panenan pada tahun keenam sebagai persediaan makanan untuk sebagian dari tiga tahun yang akan datang, yaitu dari tahun keenam sampai musim panen pada tahun kedelapan. Karena mereka tidak boleh menabur pada tahun ketujuh, mereka tidak dapat memanen apa-apa hingga tahun kedelapan. (Bdk. Im 25:20-22.) Ketika masuk ke Tanah Perjanjian di bawah pimpinan Yosua, orang Israel menghabiskan waktu enam tahun untuk menaklukkan bangsa-bangsa di Kanaan dan membagikan tanah sebagai milik pusaka. Memang, pada masa itu orang Israel mungkin dapat menabur, atau mungkin juga tidak, tetapi mereka dapat memperoleh makanan dari apa yang ditanam orang Kanaan. (Ul 6:10, 11) Tahun ketujuh adalah tahun sabat, sehingga mereka harus memperlihatkan iman dan ketaatan dengan menunggu sampai musim panen pada tahun kedelapan, dan dengan berkat Allah, mereka tetap hidup.
Pada setiap tahun pembebasan, pada waktu Perayaan Pondok, seluruh rakyat harus berkumpul, pria dan wanita, anak-anak kecil dan penduduk asing, untuk mendengarkan Hukum dibacakan.—Ul 31:10-13.
Andaikata Israel menjalankan Hukum dengan sepatutnya, negeri itu pasti telah menikmati 121 tahun Sabat di samping 17 tahun Yobel sebelum pembuangan. Tetapi tahun-tahun Sabat mereka jalani sebagian saja. Sewaktu bangsa itu pergi ke pembuangan di Babilon, negeri itu telantar selama 70 tahun ”sampai negeri itu membayar lunas sabat-sabatnya”. (2Taw 36:20, 21; Im 26:34, 35, 43) Alkitab tidak menyatakan bahwa orang Yahudi tidak menjalankan tahun Sabat selama persis 70 tahun; tetapi Yehuwa membiarkan negeri itu ditelantarkan secara paksa selama 70 tahun sebagai kompensasi untuk semua tahun Sabat yang tidak mereka jalani.
-
-
SABITPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
SABIT
Lihat ALAT PERTANIAN.
-
-
SABIT PARUHPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
SABIT PARUH
Terjemahan dari kata Ibrani ma·ʽatsadhʹ, yang menunjuk ke sebuah alat untuk membentuk kayu, dan bahkan besi. (Yer 10:3; Yes 44:12) Kata Ibrani ini konon diambil dari kata dasar yang dikaitkan dengan kata-kata dalam bahasa-bahasa yang berkerabat dengan bahasa Ibrani yang artinya ”menuai”, ”memotong”. Oleh karena itu, Koehler dan Baumgartner menetapkan bahwa ma·ʽatsadhʹ adalah ”sabit paruh”. (Lexicon in Veteris Testamenti Libros, Leiden, 1958, hlm. 550) Sabit paruh zaman sekarang terdiri dari sebuah tangkai dan sebilah pisau yang ujungnya bengkok. Akan tetapi, ada yang menganggap ma·ʽatsadhʹ adalah semacam kapak, karena itulah arti kata tersebut dalam bahasa Ibrani yang belakangan, dan berpendapat bahwa yang dimaksud kata itu bisa jadi adalah sebuah beliung.
-