-
RENDAH HATIPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
Kerendahan Hati yang Pura-Pura. Orang Kristen diperingatkan agar tidak hanya rendah hati di permukaan saja. Siapa pun yang senang berpura-pura rendah hati dapat menjadi ”besar kepala tanpa alasan yang patut karena kerangka pikirannya yang bersifat daging”. Orang yang benar-benar rendah hati tidak akan berpikir bahwa Kerajaan Allah atau persyaratan untuk memasukinya berkaitan dengan apa yang ia makan atau minum, atau tidak makan atau tidak minum. Alkitab memperlihatkan bahwa seseorang boleh saja makan atau minum atau berpantang dari hal-hal tertentu karena ia merasa harus melakukannya, dari segi kesehatan atau demi hati nurani. Namun, jika seseorang berpikir bahwa kedudukan yang baik di hadapan Allah bergantung pada apakah ia makan, minum, atau menyentuh hal-hal tertentu atau tidak, atau apakah ia merayakan hari-hari keagamaan tertentu atau tidak, ia tidak sadar bahwa tindakannya ”memang tampak berhikmat, dengan bentuk ibadat yang ditetapkan sendiri dan kerendahan hati yang pura-pura, perlakuan keras terhadap tubuh; tetapi tidak ada nilainya dalam memerangi keinginan daging untuk memuaskan diri”.—Kol 2:18, 23; Rm 14:17; Gal 3:10, 11.
Kerendahan hati yang pura-pura malah dapat membuat keangkuhan berkembang dalam diri seseorang, sebab ia cenderung berpikir bahwa ia adil-benar atas upayanya sendiri; atau ia mungkin merasa bahwa ia telah mencapai tujuannya, tidak sadar bahwa ia tidak dapat menipu Yehuwa. Jika keangkuhan berkembang, pada waktunya ia akan dibuat rendah hati dengan cara yang tidak menyenangkan. Ia akan direndahkan, dan hal itu mungkin berarti kebinasaannya.—Ams 18:12; 29:23.
-
-
RENUNG, PERENUNGANPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
RENUNG, PERENUNGAN
Proses berpikir secara mendalam dengan konsentrasi untuk benar-benar mengingat kembali pengalaman-pengalaman di masa lampau, memikirkan dengan sungguh-sungguh dan menimbang-nimbang hal-hal yang terjadi sekarang, atau memikirkan dengan serius hal-hal yang mungkin terjadi di masa depan.
Untuk merenung dengan cara yang benar, seseorang harus bebas dari hal-hal yang bisa menyimpangkan perhatian, seakan-akan sendiri saja dengan pikirannya. Sebagai contoh, Ishak keluar berjalan-jalan sendirian menjelang petang untuk merenung, mungkin tentang pernikahannya dengan Ribka yang akan segera dilangsungkan. (Kej 24:63) Pada waktu sendirian sepanjang giliran jaga malam, sang pemazmur merenungkan kebesaran Pencipta Agungnya. (Mz 63:6) Perenungan dari hati harus dipusatkan pada hal-hal yang bermanfaat, pada kemuliaan dan kegiatan-kegiatan Yehuwa, pada hal-hal yang menyenangkan Dia (Mz 19:14; 49:3; 77:12; 143:5; Flp 4:8), dan bukan pada rancangan orang fasik.—Ams 24:1, 2.
Dengan melakukan perenungan yang bermanfaat, seseorang tidak akan cenderung memberikan jawaban yang bodoh. Ia dengan serius akan memikirkan hal-hal penting itu, dan sebagai hasilnya, ia akan menjawab dari hati dan tidak menyatakan sesuatu yang akan ia sesali kemudian.—Ams 15:28.
Ketika Yosua diangkat menjadi pengawas atas bangsa Israel, ia diperintahkan untuk membuat salinan hukum Yehuwa, dan ia diberi tahu (sebagaimana dicatat dalam banyak terjemahan Alkitab) untuk ’merenungkan’ itu siang dan malam. (Yos 1:8; TB, AS, KJ, JB, RS) Di ayat tersebut kata Ibrani untuk ’merenungkan’ adalah ha·ghahʹ. Pada dasarnya kata itu berarti ”mengucapkan bunyi-bunyi yang tidak jelas” dan diterjemahkan menjadi ”meratap”, ”menggeram”, ”menciap-ciap”, dan ’menggumam’. (Yes 16:7; 31:4; 38:14; 59:3) Ha·ghahʹ juga berarti ’mengucapkan dengan suara rendah’ dan ”merenung”. (Mz 35:28; Ams 15:28) Terjemahan Dunia Baru dengan tepat menerjemahkan kata Ibrani ha·ghahʹ, yang muncul di Yosua 1:8, menjadi ”engkau harus membacanya dengan suara rendah”. (Lihat juga Mz 1:2.) Membaca dengan suara rendah akan membuat materi yang sedang direnungkan tertanam dengan lebih kuat dalam pikiran. Gesenius’s Hebrew and Chaldee Lexicon (diterjemahkan oleh S. Tregelles, 1901, hlm. 215) mengatakan mengenai kata ha·ghahʹ, ”Secara patut berbicara dengan diri sendiri, menggumam dan dengan suara rendah, seperti yang sering dilakukan oleh orang yang sedang merenung.”—Bdk. Mz 35:28; 37:30; 71:24; Yes 8:19; 33:18.
Rasul Paulus memberi tahu Timotius bahwa ia harus memikirkan secara mendalam atau merenungkan kelakuan, pelayanan, dan pengajarannya. Sebagai pengawas, Timotius harus sangat berhati-hati agar apa yang ia ajarkan adalah doktrin yang benar dan cara hidupnya menjadi teladan.—1Tim 4:15.
Perenungan yang Salah. Setelah rasul Petrus dan Yohanes ditangkap oleh kepala penjaga bait dan para penguasa Yahudi mengancam serta memerintahkan mereka untuk tidak lagi mengajar atas dasar nama Yesus, para rasul bergabung kembali dengan murid-murid lain. Mereka berdoa kepada Allah, dengan merujuk kepada perkataan nubuat Daud, demikian, ”’Mengapa bangsa-bangsa menjadi rusuh dan orang-orang merenungkan perkara-perkara kosong?’ . . . Demikian pula, Herodes maupun Pontius Pilatus bersama orang-orang dari bangsa-bangsa dan orang-orang Israel sesungguhnya berkumpul di kota ini melawan hambamu yang kudus, Yesus, yang telah engkau urapi, untuk melakukan hal-hal yang telah ditetapkan sebelumnya oleh tangan dan kehendakmu agar terjadi.”—Kis 4:1-3, 18, 21, 23-28.
Menurut ikatan kalimatnya, ”perkara-perkara kosong” yang dibicarakan di sini bukanlah hal-hal yang biasanya dicari orang-orang dalam kehidupan, melainkan perkara-perkara yang sama sekali tidak mengandung kebaikan—yakni pemikiran, pembicaraan, dan upaya untuk melawan Yehuwa dan hamba-hamba-Nya—hal-hal yang sia-sia belaka.—Kis 4:25.
-