BERHALA; PENYEMBAHAN BERHALA
Berhala adalah patung, gambar dari sesuatu, atau simbol yang dijadikan objek pengabdian yang penuh gairah, entah berwujud atau hanya ada dalam pikiran. Secara umum, penyembahan berhala adalah pemujaan, kasih, atau ibadat kepada suatu berhala, dan biasanya ditujukan kepada suatu kuasa yang dianggap atau yang memang lebih tinggi. Kuasa itu diyakini memiliki eksistensi (sebagai manusia, binatang, atau organisasi) atau bisa juga tidak (seperti suatu kekuatan atau objek alam yang tak bernyawa). Penyembahan berhala umumnya berkaitan dengan suatu bentuk, upacara, atau ritus.
Kata-kata Ibrani yang digunakan untuk berhala sering kali menonjolkan asal usulnya dan hakikat berhala yang memang tidak berguna, atau merupakan istilah hinaan yang merendahkan. Di antaranya ialah kata-kata yang diterjemahkan menjadi ”patung pahatan atau ukiran” (harfiah, sesuatu yang dipahat); ”patung, atau berhala, tuangan” (harfiah, sesuatu yang dituang atau dicurahkan); ”berhala yang mengerikan”; ”berhala yang tidak berguna” (harfiah, kesia-siaan); dan ”berhala tahi”. ”Berhala” merupakan terjemahan umum kata Yunani eiʹdo·lon.
Tidak Semua Patung Adalah Berhala. Hukum Allah yang melarangkan pembuatan patung (Kel 20:4, 5) tidak memaksudkan bahwa kita sama sekali tidak boleh membuat bentuk tiruan dan patung. Hal ini terlihat dari perintah Yehuwa belakangan untuk membuat dua kerub emas di atas tutup Tabut dan menyulamkan gambar-gambar kerub pada sepuluh kain kemah yang menjadi penutup tabernakel sebelah dalam dan pada tirai yang memisahkan Ruang Kudus dari Ruang Mahakudus. (Kel 25:18; 26:1, 31, 33) Demikian pula, bagian dalam bait Salomo, yang rancangan arsitekturnya diberikan kepada Daud melalui ilham ilahi (1Taw 28:11, 12), dengan indah dihiasi ukiran kerub, gambar pohon palem, dan ukiran bunga. Dua kerub dari kayu pohon-minyak yang dilapisi emas berdiri di Ruang Mahakudus bait itu. (1Raj 6:23, 28, 29) Laut tuangan bertumpu pada 12 lembu jantan tembaga, dan dinding-dinding samping kereta tembaga yang digunakan di bait dihiasi gambar singa, lembu jantan, dan kerub. (1Raj 7:25, 28, 29) Dua belas singa berderet di anak-anak tangga yang menuju takhta Salomo.—2Taw 9:17-19.
Akan tetapi, patung dan gambar itu bukan berhala yang disembah. Hanya para imam yang bertugas yang melihat gambar-gambar di bagian dalam tabernakel dan, belakangan, di bagian dalam bait. Tak seorang pun kecuali imam besar yang memasuki Ruang Mahakudus, itu pun hanya pada Hari Pendamaian. (Ibr 9:7) Jadi, tidak ada bahaya bahwa orang Israel akan terjerat ke dalam penyembahan kerub-kerub emas di tempat suci. Patung dan gambar itu terutama berfungsi untuk melukiskan kerub-kerub di surga. (Bdk. Ibr 9:23, 24.) Objek-objek itu tentu tidak boleh dipuja karena para malaikat pun tidak boleh disembah.—Kol 2:18; Pny 19:10; 22:8, 9.
Tentu saja, ada masanya ketika patung-patung dijadikan berhala, meskipun pada mulanya tidak dimaksudkan untuk menjadi objek pemujaan. Ular tembaga yang Musa buat di padang belantara belakangan disembah, dan karena itu Raja Hizkia yang setia meremukkannya. (Bil 21:9; 2Raj 18:1, 4) Efod yang dibuat Hakim Gideon menjadi ”jerat” bagi dirinya dan bagi rumah tangganya.—Hak 8:27.
Patung sebagai Alat Bantu Ibadat. Alkitab tidak menyetujui penggunaan patung sebagai sarana untuk menghampiri Allah dalam doa. Kebiasaan semacam itu bertentangan dengan prinsip bahwa orang yang berupaya melayani Yehuwa harus menyembah Dia dengan roh dan kebenaran. (Yoh 4:24; 2Kor 4:18; 5:6, 7) Ia tidak mentoleransi pencampuran antara praktek penyembahan berhala dan ibadat sejati, seperti diilustrasikan oleh tindakan-Nya mengutuk penyembahan anak lembu, meskipun orang Israel mengaitkan nama-Nya dengan patung itu. (Kel 32:3-10) Yehuwa tidak mau berbagi kemuliaan dengan patung ukiran.—Yes 42:8.
Alkitab tidak pernah menyebutkan bahwa hamba-hamba Yehuwa yang setia menggunakan alat bantu visual untuk berdoa kepada Allah atau terlibat dalam suatu bentuk penyembahan relatif. Tentu saja, ada yang mungkin mengutip Ibrani 11:21, yang bunyinya menurut Alkitab Katolik Douay Version, ”Karena beriman, ketika sedang sekarat Yakub memberkati setiap putra Yusuf, dan memuja kepala tongkatnya.” Kemudian, dalam catatan kaki untuk ayat itu disebutkan bahwa Yakub memberikan penghormatan dan pemujaan relatif kepada kepala tongkat Yusuf, dan dikatakan, ”Beberapa penerjemah, yang tidak menyukai gagasan penghormatan relatif ini, telah merusak ayat tersebut, dengan menerjemahkannya menjadi: ia menyembah, sambil bersandar pada kepala tongkatnya. Akan tetapi, ayat itu bukannya dirusak seperti ditegaskan catatan kaki itu, melainkan terjemahan yang disebutkan belakangan dan beberapa variasi yang serupa sesungguhnya sesuai dengan makna teks Ibrani di Kejadian 47:31 dan telah diikuti bahkan oleh sejumlah terjemahan Katolik, termasuk The Jerusalem Bible.
Bentuk-Bentuk Penyembahan Berhala. Praktek-praktek penyembahan berhala yang disebutkan dalam Alkitab mencakup hal-hal yang sangat menjijikkan seperti pelacuran seremonial, persembahan anak sebagai korban, pemabukan, dan tindakan melukai diri sendiri hingga mencucurkan darah. (1Raj 14:24; 18:28; Yer 19:3-5; Hos 4:13, 14; Am 2:8) Berhala disembah dengan menyantap makanan dan minuman dalam perayaan atau upacara untuk menghormatinya (Kel 32:6; 1Kor 8:10), dengan membungkuk dan mempersembahkan korban kepadanya, dengan menyanyi dan menari di hadapannya, dan bahkan dengan menciumnya. (Kel 32:8, 18, 19; 1Raj 19:18; Hos 13:2) Penyembahan berhala juga dilakukan dengan menghidangkan makanan dan minuman di atas sebuah meja untuk allah-allah palsu (Yes 65:11), dengan membuat persembahan minuman, kue korban, dan asap korban (Yer 7:18; 44:17), dan dengan menangis dalam upacara keagamaan (Yeh 8:14). Tindakan-tindakan tertentu, seperti membuat tanda tato pada tubuh, menoreh-noreh tubuh, membotaki bagian depan kepala, memotong cambang, dan merusak ujung janggut, dilarang oleh Hukum, mungkin, paling tidak sebagian, karena ada hubungannya dengan praktek-praktek penyembahan berhala yang umum di kalangan bangsa-bangsa tetangga.—Im 19:26-28; Ul 14:1.
Selanjutnya, ada bentuk-bentuk penyembahan berhala yang lebih tidak kentara. Keinginan akan milik orang lain adalah penyembahan berhala (Kol 3:5), karena apa yang sangat diinginkan itu membuat kasih akan sang Pencipta teralihkan, sehingga dapat dikatakan menjadi suatu berhala. Sebaliknya dari melayani Allah Yehuwa dengan setia, seseorang dapat menjadi budak perutnya, yaitu budak keinginan daging atau selera makan, sehingga itu menjadi allahnya. (Rm 16:18; Flp 3:18, 19) Karena kasih akan sang Pencipta ditunjukkan dengan berlaku taat (1Yoh 5:3), pemberontakan dan tindakan mendahului secara lancang dapat disamakan dengan penyembahan berhala.—1Sam 15:22, 23.
Penyembahan Berhala sebelum Air Bah. Penyembahan berhala berawal, bukan di alam yang kelihatan, melainkan di alam yang tidak kelihatan. Satu makhluk roh yang mulia memperkembangkan keinginan yang tamak untuk menyamai Yang Mahatinggi. Keinginannya begitu kuat sehingga membuatnya terasing dari Allahnya, Yehuwa, dan penyembahan berhalanya itu menyebabkan dia memberontak.—Ayb 1:6-11; 1Tim 3:6; bdk. Yes 14:12-14; Yeh 28:13-15, 17.
Demikian pula, Hawa menjadikan dirinya penyembah berhala pertama di antara manusia dengan menginginkan buah yang terlarang; keinginan yang salah itu membuat dia melanggar perintah Allah. Dengan membiarkan keinginan yang egois menyaingi kasihnya akan Yehuwa dan selanjutnya dengan tidak menaati Dia, Adam pun bersalah karena penyembahan berhala.—Kej 3:6, 17.
Sejak pemberontakan di Eden, hanya sedikit orang yang tetap bebas dari penyembahan berhala. Pada masa hidup Enos, cucu Adam, tampaknya orang-orang telah mempraktekkan suatu bentuk penyembahan berhala. ”Pada waktu itu, orang-orang mulai menyebut nama Yehuwa.” (Kej 4:26) Tetapi yang dimaksud jelas bukan menyebut nama Yehuwa dengan iman, seperti yang dilakukan oleh Habel yang adil-benar bertahun-tahun sebelumnya dan yang karenanya ia mati sebagai martir di tangan saudaranya, Kain. (Kej 4:4, 5, 8) Kelihatannya, apa yang dimulai pada zaman Enos itu adalah suatu bentuk ibadat yang salah oleh orang-orang yang menyalahgunakan nama Yehuwa. Ada yang menggunakan nama Yehuwa untuk menamai dirinya atau orang lain (yang melaluinya mereka berpura-pura menghampiri Allah dalam ibadat), atau bisa jadi mereka menggunakan nama ilahi untuk menamai objek-objek berhala (sebagai alat bantu yang dapat dilihat dan dipegang dalam upaya menyembah Allah yang tidak kelihatan).
Sampai sejauh mana penyembahan berhala dipraktekkan sejak zaman Enos hingga Air Bah, catatan Alkitab tidak menyingkapkannya. Tetapi situasinya pasti terus memburuk, karena pada zaman Nuh ”Yehuwa melihat bahwa kejahatan manusia sangat banyak di bumi dan setiap kecenderungan niat hatinya selalu jahat semata-mata”. Selain kecenderungan berdosa yang diwarisi manusia, pengaruh kuat yang mendorong dunia untuk berbuat jahat pada waktu itu berasal dari para malaikat yang menjelma, yang melakukan hubungan dengan anak-anak perempuan manusia, dan keturunan hibrida dari persatuan itu, yakni kaum Nefilim.—Kej 6:4, 5.
Penyembahan Berhala pada Zaman Patriarkat. Meskipun Air Bah pada zaman Nuh membinasakan semua manusia penyembah berhala, penyembahan berhala mulai berkembang lagi, dipelopori oleh Nimrod, ”seorang pemburu perkasa yang menentang Yehuwa”. (Kej 10:9) Di bawah pengarahan Nimrod tentunya, dimulailah pembangunan Babel dan menaranya (kemungkinan besar suatu zigurat untuk penyembahan berhala). Rencana para pembangun itu digagalkan sewaktu Yehuwa mengacaukan bahasa mereka. Karena tidak bisa lagi saling mengerti, lama-kelamaan mereka berhenti membangun kota itu dan berpencar. Akan tetapi, penyembahan berhala yang dimulai di Babel tidak berakhir di sana. Ke mana pun para pembangun itu pergi, mereka membawa konsep-konsep agama palsu mereka.—Kej 11:1-9; lihat DEWA DAN DEWI.
Kota berikutnya yang disebutkan dalam Alkitab, yaitu Ur, kota orang Khaldea, seperti Babel, tidak dibaktikan untuk ibadat kepada Allah yang benar, Yehuwa. Penggalian arkeologis di sana menyingkapkan bahwa dewa pelindung kota itu adalah Sin, dewa bulan. Di kota Ur inilah Terah, ayah Abram (Abraham), tinggal. (Kej 11:27, 28) Karena tinggal di tengah-tengah penyembahan berhala, bisa jadi Terah juga melakukannya, sebagaimana ditunjukkan berabad-abad kemudian oleh kata-kata Yosua kepada bangsa Israel, ”Di seberang Sungai [Efrat] itulah bapak-bapak leluhurmu dahulu tinggal, Terah, bapak Abraham dan bapak Nahor, dan mereka melayani allah-allah lain.” (Yos 24:2) Tetapi Abraham memperlihatkan iman kepada Allah yang benar, Yehuwa.
Ke mana pun Abraham, dan belakangan keturunannya, pergi, mereka menjumpai penyembahan berhala, akibat pengaruh kemurtadan yang mula-mula di Babel. Jadi, mereka selalu menghadapi bahaya dicemari penyembahan berhala demikian. Bahkan sanak saudara Abraham memiliki berhala-berhala. Laban, yang adalah bapak mertua Yakub, cucu Abraham, memiliki terafim, atau berhala keluarga. (Kej 31:19, 31, 32) Yakub sendiri merasa perlu memerintahkan seluruh rumah tangganya untuk menyingkirkan semua allah asing mereka, dan ia menyembunyikan berhala-berhala yang diserahkan kepadanya. (Kej 35:2-4) Ia menyingkirkannya dengan cara demikian, mungkin agar tidak seorang pun dalam rumah tangganya menggunakan kembali logamnya sebagai sesuatu yang memiliki nilai istimewa karena pernah digunakan untuk penyembahan berhala. Tidak disebutkan apakah Yakub terlebih dahulu melelehkan atau menghancurkan patung-patung itu.
Penyembahan Berhala dan Umat Perjanjian Allah. Seperti yang telah Yehuwa tunjukkan kepada Abraham, keturunannya, bangsa Israel, menjadi penduduk asing di negeri yang bukan milik mereka, yaitu Mesir, dan mengalami penderitaan di sana. (Kej 15:13) Di Mesir, mereka menjumpai penyembahan berhala besar-besaran, karena pembuatan patung sangat merajalela di negeri itu. Banyak di antara dewa-dewi yang disembah di sana dilambangkan dengan kepala binatang, misalnya Bast yang berkepala kucing, Hator yang berkepala sapi, Horus yang berkepala falkon, Anubis yang berkepala anjing hutan (GAMBAR, Jil. 1, hlm. 946), dan Tot yang berkepala burung ibis, dan masih banyak lagi. Binatang-binatang laut, udara, dan darat dipuja-puja, dan binatang-binatang ”keramat” dimumikan sewaktu mati.
Hukum yang Yehuwa berikan kepada umat-Nya setelah membebaskan mereka dari Mesir secara eksplisit menentang praktek-praktek penyembahan berhala yang begitu umum di antara orang-orang zaman dahulu. Perintah kedua dalam Sepuluh Perintah dengan jelas melarangkan pembuatan patung pahatan atau gambar yang menyerupai apa pun yang ada di langit, di bumi, atau di air, untuk disembah. (Kel 20:4, 5; Ul 5:8, 9) Dalam anjuran terakhirnya kepada orang Israel, Musa menekankan bahwa membuat patung Allah yang benar merupakan hal yang mustahil dan memperingatkan mereka agar waspada terhadap jerat penyembahan berhala. (Ul 4:15-19) Agar lebih terlindung dari penyembahan berhala, orang Israel diperintahkan untuk tidak mengadakan perjanjian apa pun dengan penduduk kafir di negeri yang akan mereka masuki atau membentuk ikatan pernikahan dengan mereka, tetapi orang Israel diperintahkan untuk membinasakan mereka. Semua objek penyembahan berhala yang ada—mezbah, pilar suci, tonggak suci, dan patung pahatan—harus dihancurkan.—Ul 7:2-5.
Penerus Musa, Yosua, mengumpulkan semua suku Israel di Syikhem dan menasihati mereka untuk menyingkirkan allah-allah palsu serta melayani Yehuwa dengan setia. Umat itu setuju dan terus melayani Yehuwa selama masa hidup Yosua dan masa hidup para tua-tua yang masih hidup setelah Yosua. (Yos 24:14-16, 31) Namun, setelah itu muncullah kemurtadan besar-besaran. Umat itu mulai menyembah dewa-dewi Kanaan—Baal, Astoret, dan tonggak suci, atau Asyera. Maka, Yehuwa menyerahkan orang Israel ke tangan musuh-musuh mereka. Akan tetapi, sewaktu mereka bertobat, Ia dengan penuh belas kasihan membangkitkan hakim-hakim untuk membebaskan mereka.—Hak 2:11-19; 3:7; lihat ASTORET; BAAL No. 4; PILAR SUCI; TONGGAK SUCI.
Di bawah pemerintahan raja-raja. Selama pemerintahan Saul, raja Israel yang pertama, kemudian putranya, Is-bosyet, dan Daud, tidak disebutkan bahwa orang Israel melakukan penyembahan berhala berskala besar. Meskipun demikian, ada petunjuk bahwa penyembahan berhala tetap ada di kerajaan itu. Misalnya, putri Saul sendiri, Mikhal, mempunyai sebuah patung terafim. (1Sam 19:13; lihat TERAFIM.) Akan tetapi, baru pada bagian akhir pemerintahan putra Daud, Salomo, penyembahan berhala mulai dipraktekkan secara terang-terangan; sang raja sendiri, di bawah pengaruh banyak istri asingnya, memajukan penyembahan berhala dengan mengesahkannya. Tempat-tempat tinggi dibangun bagi Astoret, Khemos, dan Milkom, atau Molekh. Rakyat pada umumnya menyerah kepada ibadat palsu dan mulai membungkuk kepada allah-allah berhala.—1Raj 11:3-8, 33; 2Raj 23:13; lihat KHEMOS; MOLEKH.
Oleh karena penyembahan berhala ini, Yehuwa merenggut sepuluh suku dari putra Salomo, Rehoboam, dan memberikannya kepada Yeroboam. (1Raj 11:31-35; 12:19-24) Meskipun telah diyakinkan bahwa kerajaannya akan tetap kukuh jika ia terus melayani Yehuwa dengan setia, Yeroboam, setelah menjadi raja, memprakarsai penyembahan anak lembu karena takut rakyat akan memberontak terhadap kekuasaannya jika mereka terus pergi ke Yerusalem untuk beribadat. (1Raj 11:38; 12:26-33) Penyembahan berhala kepada anak lembu terus berlanjut sepanjang keberadaan kerajaan sepuluh suku, ditambah dengan Baalisme dari Tirus yang diperkenalkan pada masa pemerintahan Ahab. (1Raj 16:30-33) Akan tetapi, tidak semua orang menjadi murtad. Selama pemerintahan Ahab, masih tersisa 7.000 orang yang tidak berlutut kepada Baal ataupun menciumnya, dan hal ini terjadi pada masa nabi-nabi Yehuwa dibunuh dengan pedang, tidak diragukan atas hasutan Izebel, istri Ahab.—1Raj 19:1, 2, 14, 18; Rm 11:4; lihat ANAK LEMBU (Penyembahan Anak Lembu).
Kecuali pemusnahan penyembahan Baal oleh Yehu (2Raj 10:20-28), tidak ada catatan bahwa reformasi agama pernah diadakan oleh raja lain dari kerajaan sepuluh suku. Rakyat maupun para penguasa kerajaan utara tidak mengindahkan para nabi yang berulang-ulang diutus oleh Yehuwa, sehingga akhirnya Pribadi Yang Mahakuasa menyerahkan mereka ke tangan orang Asiria oleh karena riwayat kotor penyembahan berhala mereka.—2Raj 17:7-23.
Di kerajaan Yehuda, situasinya tidak banyak berbeda, kendati adanya beberapa reformasi yang diadakan oleh raja-raja tertentu. Meskipun kerajaan orang Israel menjadi terbagi sebagai akibat langsung penyembahan berhala, Rehoboam, putra Salomo, tidak mencamkan disiplin Yehuwa dan tidak menjauhi penyembahan berhala. Segera setelah kedudukannya mapan, ia menjadi murtad dan seluruh Yehuda ikut bersamanya. (2Taw 12:1) Rakyat membangun tempat-tempat tinggi, memperlengkapinya dengan pilar suci dan tonggak suci, dan melakukan pelacuran seremonial. (1Raj 14:23, 24) Meskipun Abiyam (Abiya) memperlihatkan iman kepada Yehuwa pada waktu ia berperang melawan Yeroboam dan diberkati dengan kemenangan, secara umum ia meniru haluan penuh dosa yang dipraktekkan ayah sekaligus pendahulunya di takhta Yehuda, Rehoboam.—1Raj 15:1, 3; 2Taw 13:3-18.
Dua raja Yehuda berikutnya, Asa dan Yehosyafat, melayani Yehuwa dengan setia dan berupaya mengenyahkan penyembahan berhala dari kerajaan itu. Tetapi Yehuda sudah begitu terjerumus dalam ibadat di tempat-tempat tinggi sehingga, walaupun ada berbagai upaya dari kedua raja ini untuk membasminya, tempat-tempat tinggi tampaknya masih dipertahankan secara sembunyi-sembunyi atau bermunculan lagi.—1Raj 15:11-14; 22:42, 43; 2Taw 14:2-5; 17:5, 6; 20:31-33.
Pemerintahan raja Yehuda berikutnya, Yehoram, diawali dengan pertumpahan darah dan pada masa ini juga dimulailah babak baru penyembahan berhala di Yehuda. Penyebabnya adalah karena ia memperistri putri Ahab, yaitu Atalia, yang menyembah berhala. (2Taw 21:1-4, 6, 11) Atalia, sebagai ibu suri, juga menjadi penasihat putra Yehoram, Ahazia. Oleh karena itu, selama pemerintahan Ahazia dan pemerintahan Atalia yang merebut takhta, penyembahan berhala berlanjut dengan restu dari pemerintah.—2Taw 22:1-3, 12.
Pada awal pemerintahan Yehoas, setelah Atalia dieksekusi, ibadat sejati dipulihkan. Tetapi setelah kematian Imam Besar Yehoyada, penyembahan berhala muncul lagi atas desakan para pembesar Yehuda. (2Raj 12:2, 3; 2Taw 24:17, 18) Karena itu, Yehuwa menyerahkan pasukan Yehuda ke tangan orang Siria yang menyerbu, dan Yehoas dibunuh oleh hamba-hambanya sendiri.—2Taw 24:23-25.
Pelaksanaan penghakiman dari Allah atas Yehuda dan kematian Yehoas, ayah Amazia, secara mengenaskan, tidak diragukan meninggalkan kesan yang dalam pada diri Amazia, sehingga mula-mula ia melakukan apa yang benar di mata Yehuwa. (2Taw 25:1-4) Namun, setelah mengalahkan orang Edom dan membawa patung-patung mereka, ia mulai melayani para allah sembahan musuh yang telah ia kalahkan. (2Taw 25:14) Pembalasan datang ketika Yehuda dikalahkan oleh kerajaan sepuluh suku dan belakangan sewaktu Amazia dibunuh oleh orang-orang yang membentuk persekongkolan. (2Taw 25:20-24, 27) Kendati dilaporkan bahwa Azaria (Uzzia) dan putranya, Yotam, secara umum melakukan apa yang benar di mata Yehuwa, rakyat mereka tetap saja menyembah berhala di tempat-tempat tinggi.—2Raj 15:1-4, 32-35; 2Taw 26:3, 4, 16-18; 27:1, 2.
Selama masa pemerintahan Ahaz, putra Yotam, kondisi keagamaan Yehuda mencapai titik terburuk. Ahaz mulai mempraktekkan penyembahan berhala dalam skala yang belum pernah ada di Yehuda; dialah raja Yehuda pertama yang dilaporkan mengorbankan keturunannya dalam api sebagai suatu tindakan ibadat palsu. (2Raj 16:1-4; 2Taw 28:1-4) Yehuwa menghukum Yehuda melalui kekalahan di tangan musuh-musuh mereka. Bukannya bertobat, Ahaz malah menyimpulkan bahwa allah-allah sembahan raja-raja Siria sanggup memberikan kemenangan dan karena itu ia memutuskan untuk mempersembahkan korban kepada dewa-dewa itu agar mereka juga membantunya. (2Taw 28:5, 23) Selanjutnya, pintu-pintu bait Yehuwa ditutup, dan perkakas-perkakasnya dipotong-potong.—2Taw 28:24.
Ahaz tidak memperoleh manfaat dari disiplin Yehuwa, berbeda dengan Hizkia, putranya. (2Taw 29:1, 5-11) Pada tahun pertama pemerintahannya sebagai raja, Hizkia memulihkan ibadat sejati kepada Yehuwa. (2Taw 29:3) Pada masa pemerintahannya, segala objek ibadat palsu dihancurkan, tidak saja di wilayah Yehuda dan Benyamin tetapi juga di wilayah Efraim dan Manasye.—2Taw 31:1.
Tetapi putra Hizkia sendiri, Manasye, menghidupkan kembali penyembahan berhala secara total. (2Raj 21:1-7; 2Taw 33:1-7) Catatan Alkitab tidak menyebutkan apa penyebabnya. Manasye, yang mulai memerintah pada usia 12 tahun, pada mulanya mungkin menerima pengarahan yang salah dari para penasihat dan pembesar yang tidak sepenuhnya membaktikan diri untuk melayani Yehuwa. Tetapi, berbeda dengan Ahaz, Manasye bertobat ketika menerima disiplin keras dari Yehuwa berupa penawanan di Babilon, lalu ia melakukan reformasi sekembalinya ia ke Yerusalem. (2Taw 33:10-16) Akan tetapi, putranya, Amon, kembali mempersembahkan korban kepada patung-patung pahatan.—2Taw 33:21-24.
Selanjutnya, Yosia naik takhta dan ia memberantas penyembahan berhala di Yehuda. Ia menajiskan tempat-tempat penyembahan berhala yang ada di Yehuda dan bahkan di kota-kota Samaria. Ia memberhentikan para imam allah-asing dan orang-orang yang membuat asap korban kepada Baal, dan juga kepada matahari, bulan, konstelasi zodiak, dan seluruh bala tentara langit. (2Raj 23:4-27; 2Taw 34:1-5) Namun, kampanye besar-besaran untuk memberantas penyembahan berhala tersebut tidak menghasilkan reformasi yang permanen. Empat raja Yehuda yang terakhir, Yehoahaz, Yehoyakim, Yehoyakhin, dan Zedekia, tetap saja menyembah berhala.—2Raj 23:31, 32, 36, 37; 24:8, 9, 18, 19; lihat AHLI NUJUM; TEMPAT TINGGI; ZODIAK.
Disebutkannya penyembahan berhala dalam tulisan-tulisan para nabi memperjelas situasi yang terjadi selama tahun-tahun terakhir kerajaan Yehuda. Tempat-tempat penyembahan berhala, pelacuran seremonial, dan pengorbanan anak terus ada. (Yer 3:6; 17:1-3; 19:2-5; 32:29, 35; Yeh 6:3, 4) Orang-orang Lewi pun bersalah karena mempraktekkan penyembahan berhala. (Yeh 44:10, 12, 13) Ketika dibawa ke bait di Yerusalem dalam suatu penglihatan, Yehezkiel melihat bahwa di sana ada berhala yang memuakkan, ”lambang kecemburuan”, dan pemujaan berbagai bentuk tiruan binatang melata dan binatang yang sangat menjijikkan, dan penghormatan kepada allah palsu Tamuz dan matahari.—Yeh 8:3, 7-16.
Meskipun orang Israel memuja berhala bahkan sampai mempersembahkan anak-anak mereka sendiri sebagai korban, mereka terus melakukan bentuk tiruan ibadat kepada Yehuwa dan bernalar bahwa mereka tidak akan ditimpa malapetaka. (Yer 7:4, 8-12; Yeh 23:36-39) Masyarakat pada umumnya telah menjadi begitu bebal oleh karena penyembahan berhala yang mereka tekuni sampai-sampai ketika malapetaka benar-benar datang dan Yerusalem dihancurkan oleh orang Babilonia pada tahun 607 SM sebagai penggenapan firman Yehuwa, mereka mengira hal itu terjadi karena mereka lalai membuat asap korban dan persembahan minuman kepada ”ratu surga”.—Yer 44:15-18; lihat RATU SURGA.
Alasan Israel Berpaling kepada Penyembahan Berhala. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan begitu banyak orang Israel berkali-kali meninggalkan ibadat sejati. Sebagai salah satu perbuatan daging, penyembahan berhala adalah sesuatu yang menarik bagi keinginan daging. (Gal 5:19-21) Setelah orang Israel berdiam di Tanah Perjanjian, mereka mungkin mengamati bahwa tetangga-tetangga kafir mereka, yang tidak mereka halau semuanya, mendapat panenan yang bagus karena lebih berpengalaman mengerjakan tanah di sana. Kemungkinan besar, banyak yang bertanya dan mengikuti saran orang-orang Kanaan, tetangga mereka, tentang apa yang diperlukan untuk menyenangkan Baal, atau ”pemilik”, setiap petak tanah.—Mz 106:34-39.
Ikatan pernikahan dengan para penyembah berhala adalah pendorong lain untuk menjadi murtad. (Hak 3:5, 6) Pemuasan nafsu seks tanpa kendali yang berkaitan dengan penyembahan berhala terbukti merupakan godaan yang tidak kecil. Di Syitim, Dataran Moab, contohnya, ribuan orang Israel menyerah kepada perbuatan amoral dan ikut dalam ibadat palsu. (Bil 22:1; 25:1-3) Bagi beberapa orang, ide untuk dapat minum-minum sepuasnya di tempat pemujaan allah-allah palsu itu bisa jadi sangat memikat.—Am 2:8.
Kemudian ada daya tarik untuk bisa mengetahui apa yang konon akan terjadi di masa depan, dan hal ini berasal dari hasrat untuk memastikan bahwa semuanya akan berlangsung baik. Beberapa contoh antara lain ialah Saul yang bertanya kepada cenayang dan Ahazia yang mengirim utusan untuk meminta petunjuk kepada Baal-zebub, allah Ekron.—1Sam 28:6-11; 2Raj 1:2, 3.
Kebodohan Penyembahan Berhala. Berkali-kali Alkitab menarik perhatian kepada kebodohan orang yang mengandalkan allah-allah dari kayu, batu, atau logam. Yesaya menguraikan cara pembuatan berhala dan memperlihatkan betapa bodohnya orang yang menggunakan sebagian dari kayu sebatang pohon untuk memasak makanannya serta menghangatkan diri lalu membuat kayu selebihnya menjadi allah yang ia mintai bantuan. (Yes 44:9-20) Pada hari kemurkaan Yehuwa, tulis Yesaya, para penyembah palsu akan melemparkan berhala-berhala mereka yang tidak berguna kepada tikus celurut dan kepada kelelawar. (Yes 2:19-21) ”Celaka bagi orang yang mengatakan kepada potongan kayu, ’Hai, bangunlah!’ kepada batu bisu, ’Hai, bangunlah!’” (Hab 2:19) Orang-orang yang membuat berhala-berhala bisu akan menjadi persis seperti itu, yaitu tidak bernyawa.—Mz 115:4-8; 135:15-18; lihat Pny 9:20.
Sudut Pandangan terhadap Penyembahan Berhala. Hamba-hamba Yehuwa yang setia selalu muak terhadap berhala. Dalam Alkitab, allah palsu dan berhala berulang-ulang disebut dengan istilah-istilah hinaan, sebagai sesuatu yang tidak bernilai (1Taw 16:26; Mz 96:5; 97:7), mengerikan (1Raj 15:13; 2Taw 15:16), memalukan (Yer 11:13; Hos 9:10), memuakkan (Yeh 16:36, 37), dan menjijikkan (Yeh 37:23). Ungkapan ”berhala tahi” sering disebutkan; ini adalah terjemahan dari kata Ibrani gil·lu·limʹ, yang berkaitan dengan kata yang berarti ”tahi”. (1Raj 14:10; Zef 1:17) Istilah hinaan ini muncul pertama kali di Imamat 26:30, dan terdapat hampir 40 kali dalam buku Yehezkiel saja, mulai dari pasal 6, ayat 4.
Ayub yang setia mengakui bahwa seandainya hatinya dengan diam-diam terpikat ketika memandangi benda-benda langit, misalnya bulan, dan ia ”melemparkan ciuman dengan isyarat tangan” (yang tampaknya adalah suatu isyarat yang berkaitan dengan penyembahan berhala), hal itu berarti menyangkal Allah, sama dengan penyembahan berhala. (Ayb 31:26-28; bdk. Ul 4:15, 19.) Sehubungan dengan orang yang mempraktekkan keadilbenaran, Yehuwa berfirman melalui nabi Yehezkiel, ”Ia tidak melayangkan pandangannya kepada berhala-berhala tahi keturunan Israel”, yaitu memanjatkan permohonan kepada mereka atau mengharapkan bantuan dari mereka.—Yeh 18:5, 6.
Orang-orang yang memberikan contoh bagus lain dalam menjauhi penyembahan berhala adalah ketiga pemuda Ibrani, Syadrakh, Mesyakh, dan Abednego, yang menolak untuk membungkuk di hadapan patung emas yang didirikan oleh Raja Nebukhadnezar di Dataran Dura meskipun mendapat ancaman kematian dalam tanur api.—Dan 3.
Orang Kristen masa awal mengindahkan nasihat terilham, ”Larilah dari penyembahan berhala” (1Kor 10:14), dan pembuat patung menganggap Kekristenan sebagai ancaman bagi bisnis mereka yang menguntungkan. (Kis 19:23-27) Seperti kesaksian yang diberikan oleh para sejarawan sekuler, sikap menjaga diri bebas dari penyembahan berhala sering kali membuat orang Kristen yang tinggal di wilayah Imperium Romawi mengalami hal yang serupa dengan yang dialami ketiga pemuda Ibrani. Mereka sebenarnya bisa luput dari kematian asal saja mereka mengakui keilahian kaisar sebagai kepala negara dengan mempersembahkan sejumput dupa, tetapi hanya sedikit di antara mereka yang berkompromi. Orang-orang Kristen masa awal itu sepenuhnya memahami bahwa setelah berpaling dari berhala untuk menyembah Allah yang benar (1Tes 1:9), mereka tidak boleh kembali kepada penyembahan berhala karena dengan demikian mereka tidak dapat memasuki Yerusalem Baru dan kehilangan hadiah berupa kehidupan.—Pny 21:8; 22:14, 15.
Hamba-hamba Yehuwa harus menjaga diri terhadap berhala (1Yoh 5:21), bahkan dewasa ini. Dinubuatkan bahwa seluruh penduduk bumi akan mendapat tekanan hebat untuk menyembah ”binatang buas” simbolis beserta ”patung”-nya. Tidak seorang pun yang berpaut pada penyembahan berhala seperti itu akan menerima karunia Allah berupa kehidupan abadi. ”Di sinilah pentingnya ketekunan bagi orang-orang kudus.”—Pny 13:15-17; 14:9-12; lihat PERKARA YANG MENJIJIKKAN.