Apa Maksud-Tujuan Allah bagi Umat Manusia?
1-4. Apa maksud-tujuan Allah yang semula bagi umat manusia? (b) Mengapa manusia terbukti tidak taat? (Lihat kotak, halaman 13.)
JANJI tentang suatu dunia tanpa perang sebagaimana disingkapkan dalam Yesaya 2:2-4 dan Mikha 4:1-4, bukan hanya memberikan kepada kita harapan yang kokoh akan masa depan yang mendekat, tetapi juga memberi tahu kita hal yang sangat penting sehubungan Pencipta kita. Ia adalah Allah yang mempunyai maksud-tujuan. Nubuat di Yesaya pasal 2 sebenarnya adalah bagian dari rangkaian nubuat yang panjang, yang dimulai dari halaman pertama hingga halaman terakhir Alkitab, menjelaskan kepada kita bagaimana Allah akan mewujudkan maksud-tujuan-Nya yang semula.
2 Pada waktu Allah menciptakan pasangan manusia yang pertama, kepada mereka Ia memberitahukan dengan jelas apa maksud-tujuan-Nya bagi mereka. Di Kejadian pasal 1, ayat 28, kita membaca, ”Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ’Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.’” Jika kita menghubungkan perintah itu dengan apa yang disebutkan di pasal berikutnya dari kitab Kejadian—”TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu”—jelaslah bahwa Allah bermaksud agar pasangan yang mula-mula, bersama keturunan mereka, memperluas Firdaus melampaui batas-batas taman Eden, dan akhirnya menjangkau seluruh bola bumi.a—Kejadian 2:15.
3 Untuk berapa lama mereka akan menikmati rumah firdaus mereka? Ayat-ayat Alkitab menunjukkan bahwa manusia diciptakan untuk hidup selama-lamanya di bumi. Kematian atas umat manusia akan terjadi hanya jika mereka tidak menaati Pencipta mereka, sebagaimana dinyatakan di Kejadian pasal 2, ayat 16 dan 17, ”TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ’Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’” Maka, masuk akal bahwa ketaatan yang terus-menerus akan menghasilkan kehidupan yang terus berlanjut, kehidupan kekal, dalam keadaan-keadaan firdaus.—Mazmur 37:29; Amsal 2:21, 22.
4 Akan tetapi, satu malaikat, yang belakangan disebut Setan (artinya ”Penentang”), mempengaruhi pasangan pertama itu agar menyalahgunakan kehendak bebas mereka dalam memilih untuk tidak menaati Allah. (Ayub 1:6-12; bandingkan Ulangan 30:19, 20.) Dengan merancang ilusi bahwa ada seekor ular yang berbicara, malaikat yang memberontak ini memberi tahu Hawa dan, melaluinya, Adam, bahwa mereka akan lebih bijaksana dan hidup mereka akan lebih lengkap bila tidak menundukkan diri kepada Allah sebagai Wewenang Tertinggi.b (Kejadian 3:1-19) Karena pemberontakan mereka yang terang-terangan, mereka dijatuhi hukuman mati. Apakah ini berarti bahwa maksud-tujuan Allah bagi umat manusia gagal atau batal? Tidak, sebaliknya, ini berarti bahwa sarana lain akan dibutuhkan untuk menggenapi maksud-tujuan Allah yang semula sehubungan suatu bumi firdaus yang dipenuhi dengan orang-orang taat yang menikmati kehidupan kekal. Bagaimana hal ini akan terwujud?
Benih yang Dijanjikan
5, 6. (a) Apa yang dijanjikan Allah sebagai jalan keluar dari problem-problem di bumi yang disebabkan oleh pemberontakan Setan? (b) Apa yang dijanjikan Allah kepada Abraham?
5 Sewaktu menjatuhkan hukuman atas pihak-pihak yang terlibat dalam pemberontakan melawan wewenang-Nya, Allah Yehuwa mengumumkan bahwa Ia akan memunculkan suatu ”benih” (Klinkert), atau ”keturunan”, yang akan memulihkan kerusakan yang diakibatkan oleh penghasut pemberontakan tersebut. Dalam istilah-istilah simbolis, Allah berbicara mengenai ular, yang melambangkan Setan, bahwa kepalanya dihantam, atau diremukkan, oleh Benih ini, dengan demikian mengakhiri keberadaan dan pemberontakan Setan. Selama bertahun-tahun, ayat dari kitab Kejadian ini telah ditafsirkan dalam cara yang beragam dan bertentangan. Namun karena kata ”benih” digunakan dalam banyak nubuat, janji-janji lain yang berhubungan menyingkapkan apa makna kata tersebut.—Kejadian 3:15.
6 Istilah ”benih” sering dihubungkan dengan pelaksanaan maksud-tujuan Allah bagi umat manusia secara keseluruhan. Sebagaimana dicatat dalam Kejadian 22:18, seorang Ibrani yang setia bernama Abraham dianugerahi janji ini oleh Allah, ”Oleh keturunanmulah [”benih”, Klinkert] semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firmanKu.” (Cetak miring red.) Allah menunjukkan minat khusus kepada Abraham sebagai manusia yang mencari Dia dalam kebenaran. Akan tetapi, meskipun Allah secara langsung memberkati Abraham, ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa Allah berminat bukan hanya kepada Abraham, ataupun hanya kepada keturunannya secara jasmani. Allah tetap mengingat maksud-tujuan-Nya yang semula tentang bumi firdaus bagi seluruh umat manusia, ”semua bangsa”. Sekarang, Allah menunjukkan kepada Abraham bahwa sebagai upah kesetiaannya, ia akan mendapat hak istimewa untuk menghasilkan ”benih” yang melaluinya semua bangsa akan memberkati diri mereka sendiri.
7, 8. Bagaimana Benih yang dijanjikan ini ada sangkut-pautnya dengan konsep-konsep kerajaan dan Mesias?
7 Abraham adalah bapa dari banyak bangsa besar. (Kejadian 17:4, 5) Namun, Allah Yehuwa dengan jelas menyingkapkan melalui garis keturunan mana Benih yang dijanjikan ini akan datang, membawa berkat bagi seluruh umat manusia. (Kejadian 17:17, 21) Ishak, putra Abraham dan Yakub, cucunya, keduanya disebut sebagai bagian dari garis keturunan yang akan menghasilkan ”benih” tersebut. Salah satu bangsa yang muncul dari Abraham adalah bangsa Israel, yang terdiri dari 12 suku yang berasal dari putra-putra Yakub, cucu Abraham. Dalam bangsa inilah ”benih” (Klinkert) yang dijanjikan itu akhirnya muncul.—Kejadian 26:1, 4; 28:10, 13-15.
8 Nubuat kemudian menyingkapkan bahwa suatu benih, atau penguasa, yang istimewa akan datang secara spesifik melalui suku Yehuda. Kejadian 49:10 menyatakan, ”Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia [”Shiloh”, NW] datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa.”3 Komentator Alkitab bernama Rashi mengatakan bahwa ungkapan ”sampai Shiloh datang” berarti ”sampai Raja Mesias akan datang, yang empunya kerajaan”.4 Seperti Rashi, banyak komentator Alkitab memahami bahwa nubuat ini memiliki makna berkenaan Mesias.
9. (a) Apa yang dijanjikan Allah kepada Raja Daud mengenai Benih itu? (b) Bagaimana janji di Kejadian 49:10 berhubungan dengan janji di Mazmur 72:7, 8?
9 Penguasa pertama dari garis keturunan Yehuda, Raja Daud, dijanjikan oleh Allah, ”Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya.” (2 Samuel 7:16) Allah melanjutkan janji-Nya, ”Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, . . . dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagiKu dan Aku akan mengokohkan takhtanya untuk selama-lamanya.” (1 Tawarikh 17:11, 12) Putra dan pengganti Daud, Raja Salomo, memang membangun rumah Yehuwa, atau bait, namun jelas ia tidak memerintah selama-lamanya. Akan tetapi, salah satu dari keturunan Daud akan menjadi ”Shiloh”, atau Mesias, demikian dinubuatkan di Kejadian 49:10. Sewaktu berbicara secara nubuat mengenai pribadi tersebut, Raja Daud menulis, ”Kiranya keadilan berkembang dalam zamannya dan damai sejahtera berlimpah, sampai tidak ada lagi bulan! Kiranya ia memerintah dari laut ke laut, dari sungai Efrat sampai ke ujung bumi!—Mazmur 72:7, 8.
10. Apa yang akan dicapai oleh Benih yang dijanjikan di Kejadian 3:15, dan bagaimana hal ini cocok dengan janji yang diberikan kepada Abraham?
10 Jika kita mengikuti penyingkapan tahap demi tahap melalui nubuat, kita akan dapat mengerti bahwa berkat-berkat yang dijanjikan kepada Abraham—”oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat”—sebenarnya akan digenapi melalui Penguasa yang sama dari garis keturunan Daud. (Kejadian 22:18) Dengan demikian, nubuat-nubuat tentang Benih tersebut berkaitan dengan harapan dari bangsa Yahudi akan Mesias, yang selama pemerintahannya seluruh bumi akan penuh damai. Sebenarnya, ia adalah ”benih” yang disebutkan di Kejadian 3:15 (Klinkert) yang akan mengakhiri pemberontakan yang mula-mula terhadap kedaulatan Allah dan memulihkan kerusakan yang telah diakibatkan. (Mazmur 2:5, 8, 9) Pertanyaan-pertanyaan dan keterangan lain mengenai Mesias yang dijanjikan dibahas di halaman 24-31. Namun sekarang marilah kita pertimbangkan urusan-urusan Allah selanjutnya dengan keturunan-keturunan Abraham.
Tujuan Perjanjian Hukum
11-13. Bagaimana perjanjian Hukum bermanfaat bagi bangsa itu, dan apakah perjanjian ini dimaksudkan untuk berlangsung selama-lamanya?
11 Bangsa Israel terbentuk beberapa ratus tahun setelah zaman Abraham. Allah membebaskan keturunan-keturunan Abraham ini dari penawanan di Mesir, dan di bawah kepemimpinan Musa, pria beriman lain yang dipilih-Nya, Allah mengadakan suatu perjanjian khusus, atau persetujuan, dengan mereka. (Keluaran 19:5, 6; Ulangan 5:2, 3) Perjanjian Hukum ini memberikan kepada bangsa tersebut bimbingan yang jelas mengenai bagaimana Allah ingin disembah. Perjanjian ini mengorganisasi mereka sebagai suatu bangsa untuk ibadat demikian.
12 Kita perlu mengingat bahwa sejak semula perjanjian ini bersyarat. Sebelum menyingkapkan kepada bangsa Israel Sepuluh Perintah dan seluruh perjanjian yang mencakup perintah-perintah tersebut, Allah memberi tahu kepada mereka, ”Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firmanKu dan berpegang pada perjanjianKu, maka kamu akan menjadi harta kesayanganKu sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagiKu Kerajaan imam dan bangsa yang kudus.” (Keluaran 19:5, 6) Agar dapat terus digunakan Allah sebagai harta kesayangan-Nya, mereka harus menaati-Nya dengan setia. Inilah syarat-syarat dari perjanjian itu.
13 Upah yang dijanjikan atas kesetiaan mereka—bahwa mereka akan melayani sebagai suatu kerajaan imam—menunjukkan bahwa perjanjian Hukum tidak dibentuk sebagai hukum akhir, namun sebaliknya, sebagai langkah peralihan agar dapat tercapai imamat yang dapat membantu bangsa-bangsa lain mengenal Allah yang benar. Sejak semula, maksud-tujuan Allah adalah agar seluruh umat manusia, bukan hanya satu bangsa, dapat memberkati dirinya sendiri.—Kejadian 22:18.
14. Manfaat-manfaat lain apa yang dihasilkan oleh perjanjian Hukum?
14 Karena perjanjian Hukum bukan dimaksudkan sebagai tujuan akhir, apa tujuannya? Perjanjian itu dengan tegas menyingkapkan dan mencela semua konsep agama palsu yang telah dikembangkan secara bebas oleh manusia semenjak pemberontakan di taman Eden. (Ulangan 18:9-13) Hal itu juga melindungi bangsa Israel dari praktek yang menjijikkan dan dari ibadat bangsa-bangsa sekelilingnya dengan memperkecil segala macam hubungan dengan bangsa-bangsa tersebut. (Ulangan 7:1-6) Selama Israel menaati Hukum itu, mereka akan terlindung dalam kondisi agama murni, sehingga akhirnya mereka dapat mengenali dan menyambut Benih, atau Mesias, yang dijanjikan.
15, 16. Pelajaran-pelajaran rohani penting apa yang menjadi bagian dari perjanjian Hukum juga menunjuk kepada sifatnya yang sementara?
15 Perjanjian Hukum juga menonjolkan perlunya pendamaian, mencakup suatu sistem persembahan korban yang didefinisikan dengan jelas, yang merupakan bagian integral dari ibadat Yahudi. (Imamat 1:1-17; 3:1-17; 16:1-34; Bilangan 15:22-29) Sejak pemberontakan Adam dan Hawa, umat manusia kehilangan kesempurnaan yang seharusnya memungkinkan mereka hidup selama-lamanya dengan kesehatan yang sempurna. (Kejadian 2:17) Sebagai akibat dosa pertama, keturunan Adam dan Hawa (semua lahir setelah pemberontakan) mewarisi ketidaksempurnaan dan kecenderungan sejak lahir untuk berdosa. (Kejadian 8:21; Mazmur 51:7; Pengkhotbah 7:20) Ketidaksempurnaan mengarah kepada penyakit, usia tua, dan kematian, serta terbentuknya suatu penghalang antara manusia dan Allah. (1 Raja 8:46; bandingkan Ratapan 3:44.) Diperlukan beberapa dasar untuk memulihkan kerusakan ini dan juga untuk mengatasi dan menyediakan pendamaian bagi keadaan manusia yang tidak sempurna. Pria-pria beriman selalu sadar sepenuhnya akan kebutuhan tersebut.—Ayub 1:4, 5; Mazmur 32:1-5.
16 Perjanjian Hukum menandaskan bahwa Allah mempunyai standar resmi yang harus dipatuhi. Perjanjian tersebut juga menyediakan dasar untuk memahami bagaimana standar keadilan akan dicapai sepenuhnya.c Persediaan persembahan korban dalam perjanjian Hukum tidak akan pernah memulihkan maksud-tujuan Allah yang semula bagi umat manusia, karena pengaruhnya bersifat sementara, menandaskan keadaan berdosa, namun tidak menghapus maupun mencegahnya. Oleh karena itu, Hukum itu merupakan langkah peralihan untuk membantu para penyembah yang terorganisasi sebagai bangsa ini memahami pada waktu yang tepat, cara mengenali Benih itu dan cara Benih itu akan memulihkan kerusakan akibat dosa Adam. Di mana Taurat menunjukkan hal ini?
Janji tentang Seorang Nabi seperti Musa
17, 18. Apa yang dimaksudkan oleh janji Allah di Ulangan 18:15, 18, 19 untuk membangkitkan seorang nabi?
17 Di Ulangan pasal 18, ayat 15, Musa memberi tahu bangsa Israel, ”Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan.” Di pasal yang sama, ayat 18 dan 19, Yehuwa berbicara kepada Musa, orang yang Ia tunjuk sebagai perantara antara diri-Nya dan umat-Nya, dengan mengatakan, ”Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firmanKu dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala firmanKu yang akan diucapkan nabi itu demi namaKu, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban.” Bagaimana nubuat ini harus dimengerti?
18 Nabi yang disebutkan di sini jelas adalah pribadi yang spesifik dan istimewa. Konteksnya memperjelas bahwa ini bukan sekadar prinsip umum mengenai maksud Allah untuk terus memunculkan nabi-nabi bagi bangsa itu, sebagaimana dugaan beberapa orang. Kata Ibrani untuk nabi (na·viʼʹ) adalah dalam bentuk tunggal, membandingkan dia dengan Musa, yang unik dalam sejarah bangsa itu. Lagi pula, kata-kata penutup dari kitab Ulangan yang sama menyatakan, ”Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel.” (Ulangan 34:10-12) Orang yang mencatat kata-kata itu kemungkinan besar adalah Yosua, putra Nun, dan ia sendiri adalah pemimpin besar serta nabi yang ditunjuk oleh Allah. Namun dari pernyataannya sendiri, tidak diragukan bahwa ia tidak melihat dalam dirinya penggenapan dari kata-kata Musa mengenai seorang nabi seperti Musa. Maka, apa yang dimaksudkan Allah ketika Ia berjanji untuk membangkitkan seorang nabi seperti Musa? Apa gerangan yang dimaksud seperti Musa?
Perjanjian Baru Dinubuatkan
19. (a) Dalam hal apa Musa unik? (b) Seorang nabi yang seperti Musa harus bertindak sebagai apa lagi?
19 Musa adalah seorang pemimpin besar; ia pemberi hukum, nabi, pembuat mukjizat, guru, dan hakim. Ia juga seorang perantara, satu-satunya nabi yang menjadi perantara perjanjian antara Allah dan manusia (dalam hal ini, bangsa Israel). Seorang nabi yang benar-benar seperti dia harus berbuat hal yang serupa. Apakah ini berarti bahwa Allah berniat mengganti perjanjian Hukum dengan perjanjian lain? Ya, memang demikian. Melalui nabi Yeremia, Allah dengan jelas menyatakan niat-Nya untuk mengadakan suatu perjanjian baru. Perjanjian baru memerlukan perantara yang baru. Hanya seseorang yang seperti Musa dapat memenuhi syarat untuk penugasan demikian. Jika kita memeriksa apa yang diperlukan perjanjian baru tersebut, kita akan dapat mengerti secara lebih baik peranan perantara tersebut.
20, 21. (a) Apa yang dijanjikan di Yeremia 31:31-34? (b) Apa tujuan yang dinyatakan dari perjanjian baru? (c) Sebagai hasilnya, apa yang akan terjadi dengan perjanjian Hukum?
20 Kira-kira 900 tahun setelah Musa, Yeremia menyampaikan kepada bangsa Israel kata-kata Allah, ”Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum [”Rumah”, NW] Israel dan kaum [”Rumah”, NW] Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjianKu itu telah mereka ingkari, . . . demikianlah firman TUHAN. Tetapi beginilah perjanjian yang akan Kuadakan dengan kaum [”Rumah”, NW] Israel sesudah waktu itu . . . Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.”d—Yeremia 31:31-34.
21 Jika nabi seperti Musa itu akan bertindak sebagai perantara baru dari suatu perjanjian baru, maka jelaslah bahwa semua perincian yang spesifik berkenaan ibadat yang dituntut di bawah Hukum Musa tidak akan berlaku secara permanen melainkan hanya sampai ditetapkannya perjanjian baru. Tentu saja, bila Allah telah menyediakan dasar untuk ’mengampuni pelanggaran-pelanggaran mereka dan tidak mengingat dosa-dosa mereka lagi’, tidak akan ada lagi kebutuhan untuk seluruh sistem persembahan korban yang disediakan oleh penyelenggaraan bait, yang menghasilkan pengampunan sementara saja. Dengan ditetapkannya perjanjian baru, aspek-aspek yang berhubungan dengan upacara dari perjanjian Hukum, seperti merayakan Sabat dan hari-hari raya, tidak akan lagi mengandung makna yang sama. Pada waktunya, Allah tentu akan menyingkapkan apa yang akan dituntut dari mereka yang berada dalam pengaturan perjanjian baru itu.—Amos 3:7.
Berkat-Berkat bagi Semua Bangsa
22, 23. (a) Apa maksud-tujuan perjanjian baru sehubungan dengan semua bangsa? (b) Bagaimana nubuat-nubuat lain menunjukkan apa maksud-tujuan Allah bagi semua bangsa?
22 Dengan mengerti bahwa nabi yang seperti Musa dan Benih Abraham itu adalah pribadi yang sama, kita dibantu untuk melihat aspek lain yang sangat penting dari perjanjian baru; itu adalah sarana resmi yang melaluinya orang-orang dari segala bangsa dapat beribadat kepada Allah yang benar. Karena Kejadian 22:18 mengatakan bahwa melalui ”benih” (Klinkert) inilah ”semua bangsa di bumi akan mendapat berkat”, maka jelaslah bahwa pada suatu titik waktu dalam sejarah manusia, Allah tidak lagi berurusan secara eksklusif dengan satu bangsa saja, keturunan Abraham. Setelah bangsa Israel menjalankan peranan yang sangat penting dalam menyediakan Benih yang dijanjikan ini dan setelah sebuah perjanjian baru diadakan, ibadat kepada Allah yang benar akan terbuka bagi orang-orang dari semua bangsa dan suku.
23 Pastilah, tidak seorang pun dapat secara masuk akal mempersoalkan keadilan Allah dalam mengizinkan orang-orang yang tulus dari setiap bangsa dan suku untuk beribadat kepada-Nya. Ini adalah maksud Allah sejak semula, dan ada banyak nubuat dalam Alkitab yang menegaskan fakta bahwa orang-orang dari segala bangsa akan mendapat berkat melalui benih Abraham. (Zakharia 8:20-23) Satu contoh dapat ditemukan di Zefanya pasal 3, ayat 9, ketika Allah mengumumkan, ”Tetapi sesudah itu Aku akan memberikan bibir lain kepada bangsa-bangsa, yakni bibir yang bersih [”murni’, NW], supaya sekaliannya mereka memanggil nama TUHAN, beribadah kepadaNya dengan bahu-membahu.” Justru nubuat Yesaya pasal 2 yang disebutkan pada permulaan brosur ini menandaskan aspek pemersatu dari ibadat kepada Allah ini, dengan orang-orang dari banyak bangsa berbalik melayani Dia dalam kebenaran, belajar jalan-jalan perdamaian; nubuat itu juga menandaskan bilamana hal ini akan terwujud, ”Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir”. (Yesaya 2:2) Apa yang dimaksud dengan pernyataan ini, ”hari-hari yang terakhir”?
24. (a) Apa yang dimaksud dengan pernyataan ”hari-hari yang terakhir”? (b) Apa yang digambarkan dalam Yehezkiel pasal 38 dan 39?
24 Alkitab berulang kali berbicara mengenai hari manakala Allah akan menghakimi bangsa-bangsa. (Yesaya 34:2, 8; Yeremia 25:31-35; Yoel 3:2, Habakuk 3:12; Zefanya 1:18; 3:8) Sejak kedaulatan Allah ditolak di taman Eden, kegagalan manusia untuk memerintah dirinya sendiri dengan sukses kian jelas. Pemerintahan manusia merupakan kegagalan total, mengakibatkan penderitaan yang tidak terkatakan. Jika hal itu dibiarkan lebih lama lagi dalam abad senjata nuklir dan pencemaran lingkungan sedunia ini, manusia akan menghancurkan diri mereka sendiri dan bumi rumah mereka. Oleh karena itu, Allah, dengan menggunakan Mesias yang dilantik-Nya, Benih itu, akan campur tangan. (Mazmur 2:1-11; 110:1-6) Nabi Yehezkiel telah melihat jauh di muka peperangan terakhir antara Allah melawan pemerintahan-pemerintahan manusia. Dalam pasal 38 dan 39 dari kitab ini, ia menggambarkan perang Allah melawan ”Gog di tanah Magog”. (Yehezkiel 38:2) Ini diakui secara luas sebagai nubuat mengenai hari-hari terakhir. Pelajaran yang saksama dari Alkitab menyingkapkan bahwa ”Gog” dalam hal ini adalah nama simbolis dari makhluk roh pemberontak yang sama itu, Setan, yang telah mempengaruhi Adam dan Hawa dalam haluan ketidaktaatan terhadap Allah. Kekalahan makhluk roh tersebut beserta pasukannya, musuh-musuh Allah sejak dahulu kala, sebenarnya adalah bagian awal dari penggenapan janji yang semula mengenai ”benih” yang akan, dalam arti lambang, memukul mati ”ular”, Setan, di kepalanya.—Kejadian 3:15, Klinkert.
25. Apa yang dinubuatkan akan terjadi setelah pasukan Setan dihancurkan?
25 Setelah pasukan Setan dihancurkan, keadaan-keadaan seperti Eden semula akan dipulihkan. Namun kali ini, di bawah penyelenggaraan perjanjian baru, umat manusia akan taat kepada Allah. (Yesaya 11:1-9; 35:1-10) Bukan hanya dosa yang akan diampuni melainkan umat manusia akan dipulihkan sepenuhnya kepada kesempurnaan. (Yesaya 26:9) Sebagai hasilnya, mereka akan dianugerahi kehidupan kekal. (Mazmur 37:29; Yesaya 25:8) Pada waktu itu, bahkan orang-orang mati, baik yang mati dalam keadaan setia kepada Allah maupun miliaran orang yang belum pernah mendapat kesempatan sepenuhnya untuk belajar tentang Dia dalam kebenaran, akan dipulihkan kepada kehidupan—dibangkitkan! (Daniel 12:2, 13, NW; Yesaya 26:19) Tidakkah harapan yang luar biasa sedemikian membawa kita lebih dekat kepada Allah yang merancang hal-hal itu?
26. Kedatangan nabi yang seperti Musa menuntut apa dari kita?
26 Ini hanya beberapa dari berkat-berkat bagi orang-orang dari semua bangsa yang datang untuk mengenali dan mendengarkan suara dari nabi yang seperti Musa, Benih yang akan memerintah di atas takhta Daud ”sampai tidak ada lagi bulan”, yang berarti untuk selama-lamanya. (Mazmur 72:7) Mengenai nabi yang seperti Musa ini, Ulangan 18:19 juga mengatakan, ”Orang yang tidak mendengarkan segala firmanKu yang akan diucapkan nabi itu demi namaKu, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban.” Apakah saudara akan menyediakan waktu, apakah saudara akan mengerahkan upaya yang dibutuhkan untuk mengenali Nabi yang seperti Musa ini, Mesias ini, dan dengan demikian mempelajari segala yang dituntut Allah? Maukah saudara secara pribadi mengenal Allah yang benar?
[Catatan Kaki]
a Catatan di kitab Kejadian yang menggambarkan taman Eden bukanlah suatu perumpamaan, tetapi Eden adalah suatu lokasi harfiah yang cukup luas. Ayat tersebut menunjuk kepada suatu tempat di bagian utara Dataran Mesopotamia, hulu Sungai Efrat dan Tigris. (Kejadian 2:7-14) Taman tersebut dimaksudkan sebagai contoh yang dapat ditiru manusia dalam mengolah bagian lain dari bumi ini.
b Untuk pengertian yang lebih dalam sehubungan dampak pemberontakan ini, lihat kotak, halaman 16-17.
c Preseden resmi yang dikodifikasi oleh Musa sehubungan dengan cara pembayaran untuk pelanggaran Hukum—”nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi”—mencerminkan prinsip pembimbing yang diterapkan oleh Allah sendiri dalam menyelesaikan persoalan penyelamatan manusia. (Ulangan 19:21) Manusia sempurna, Adam, bertanggung jawab atas pengutukan bagi umat manusia, maka manusia sempurna lain diperlukan untuk menebus kehilangan ini dengan menyerahkan kehidupannya. Jadi kematiannya akan dengan sempurna menebus dosa Adam dan akibat-akibatnya bagi umat manusia. Hanya kedatangan ”benih” yang dijanjikan itu, yang kehidupannya akan dipersembahkan sebagai tebusan yang sah, dapat dengan sepenuhnya mewujudkan kelepasan sedemikian. (Kejadian 3:15, Klinkert) Untuk pembahasan yang lebih lengkap mengenai aspek dari Benih dalam maksud-tujuan Allah ini, lihat halaman 28-9, paragraf 17 sampai 20.
d Penjelasan yang umum oleh Yudaisme zaman modern adalah bahwa Yeremia hanya memperkirakan suatu pembaruan atau penegasan kembali dari perjanjian Hukum dengan Israel, sebagaimana terjadi setelah mereka kembali dari pembuangan di Babilon pada tahun 537 SM. (Ezra 10:1-14) Namun sekali lagi nubuat itu sendiri menyangkal penjelasan seperti itu. Allah dengan jelas menyatakan bahwa ini adalah ”perjanjian baru”, bukan sekadar perjanjian yang diperbarui. Selanjutnya, Ia menandaskan bahwa hal itu tidak seperti perjanjian yang dibuat ketika Ia membawa mereka ke luar dari perbudakan Mesir. Beberapa orang mengatakan bahwa perjanjian itu ”baru” dalam arti bahwa sekarang mereka akan dengan setia menaati perjanjian yang sama, namun sejarah menunjukkan kebalikannya. Pada kenyataannya, kurangnya kesetiaan mereka mengakibatkan hancurnya bait yang kedua.—Ulangan 18:19; 28:45-48.
[Kotak di hlm. 13]
SIAPAKAH SETAN?
ALKITAB menggambarkan Setan bukan sebagai ”kecenderungan jahat” yang ada dalam diri manusia, melainkan sebagai makhluk roh yang tidak kelihatan, suatu malaikat. (Ayub 1:6) Sebagai salah satu malaikat, atau putra Allah, ia diciptakan sempurna, namun kemudian ia menjadikan dirinya pemberontak, atau penentang, yang pertama melawan Allah. (Ulangan 32:4: bandingkan Yehezkiel 28:12-17.) Sebagai bagian dari pemberontakannya terhadap kedaulatan Allah, ia menuduh manusia tidak setia, bertindak hanya berdasarkan kepentingan diri sendiri. Perhatikan beberapa ayat yang dengan jelas menguraikan upaya-upaya Setan yang licik untuk membawa manusia kepada haluan ketidaktaatan dan tingkah laku yang salah:
[Kotak/Gambar di hlm. 16, 17]
MENGAPA ALLAH MENGIZINKAN KEJAHATAN?
PADA suatu waktu dalam kehidupan saudara, saudara mungkin pernah bertanya, ’Seandainya Allah ada, mengapa Ia mengizinkan penderitaan?’ atau ’Seandainya penderitaan ada atas izin Allah, mengapa untuk waktu yang begitu lama?’ Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sulit dijawab, terutama sehubungan dengan Holocaust [pembantaian orang-orang Yahudi oleh Nazi], yang kemungkinan lebih hebat daripada peristiwa mana pun yang telah menjadi lambang yang mencolok dari penderitaan manusia. Dalam upaya mereka untuk menjelaskan semua ini, ada yang menyangkal adanya Allah, sedangkan yang lain menyangkal adanya kejahatan. Apakah kesimpulan-kesimpulan demikian realistis? Apakah ada jawaban yang memuaskan?
2 Beberapa orang berpendapat bahwa pertanyaan-pertanyaan semacam itu bahkan tidak perlu diajukan. Namun, nabi-nabi yang setia, seperti Habakuk, tidak merasa bahwa pertanyaan semacam itu tidak patut. Habakuk bertanya kepada Allah, ”Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepadaMu: ’Penindasan!’ tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman?”—Habakuk 1:2, 3.
3 Sayang sekali, ada orang-orang yang tidak dapat menerima jawaban apa pun, tidak soal itu benar atau salah. Peristiwa-peristiwa yang kejam dan kebrutalan manusia telah menghalangi kesanggupan mereka untuk menganalisis dengan tidak memihak. Maka, orang yang mencari jawaban hendaknya secara jujur meninjau sikapnya sendiri dan juga memeriksa apakah penjelasan yang diberikan masuk akal.
Mempersalahkan yang Memang Bersalah
4 Allah tidak, dan tidak pernah, menjadi bagian dalam kejahatan-kejahatan manusia. Namun, ajaran-ajaran agama tertentu mengajarkan gagasan tersebut, sehingga membuat persoalannya bahkan menjadi lebih rumit. Misalnya, kepercayaan yang menegaskan bahwa dunia ini merupakan tempat pengujian bagi kehidupan di masa depan dan bahwa melalui kematian, Allah ”mengambil” orang-orang yang dikasihi, bahkan anak-anak kecil, membuat seolah-olah Ia secara pribadi bertanggung jawab atas banyak kecelakaan, kejahatan, dan bencana. Demikian pula halnya dengan doktrin mengenai takdir. Ada juga yang berupaya menjelaskan Holocaust sebagai ’hukuman ilahi atas keduniawian orang-orang Yahudi di Eropa’ atau sebagai ’cara Allah untuk membuat dunia menyadari perlunya suatu Negara Yahudi’. Banyak orang mendapati pemikiran-pemikiran demikian bukan saja tidak masuk akal tetapi juga menyinggung perasaan.
5 Bukankah kepercayaan semacam itu memfitnah Allah? Bukankah manusia, dan bukan Allah, yang bertanggung jawab atas semua ketidakadilan yang dilakukan selama berabad-abad? (Pengkhotbah 8:9) Halnya sebagaimana dinyatakan sejarawan Arnold Toynbee, ”Umat manusia unik sehubungan kesanggupannya untuk menjadi jahat, karena mereka unik sehubungan kesadaran mereka akan apa yang mereka lakukan dan sehubungan membuat pilihan dengan sengaja.”e Jadi karena manusia telah menyalahgunakan kehendak bebas mereka sendiri, akibatnya adalah penderitaan yang tidak terkatakan. Kalau begitu, mengapa Allah tidak menciptakan manusia sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat menyakiti sesamanya?
6 Manusia diciptakan dalam ”gambar” Allah dan dikaruniai ke hendak bebas. (Kejadian 1:26) Jika halnya tidak demikian, manusia tidak akan dapat merasakan kepuasan dan sukacita yang menyertai perbuatan baik yang dilakukan secara spontan bagi sesamanya. Hati nurani tidak akan ada artinya, dan keberadaan manusia akan sama dengan bentuk kehidupan lain yang lebih rendah. Kehendak bebas adalah berkat bagi seseorang dan membuatnya menjadi manusia, dan bukan robot. Namun kehendak bebas mencakup kebebasan untuk membuat pilihan, termasuk pilihan yang salah atau yang berbahaya. Akan tetapi, menerima fakta bahwa Allah tidak bertanggung jawab atas kejahatan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan: Mengapa Ia mengizinkannya? dan Mengapa Ia tidak segera mengakhiri penderitaan?
Bagaimana Allah Dapat Membiarkannya?
7 Mengapa ada kejahatan padahal ada kekuatan yang sanggup menghentikannya? Jawaban Alkitab atas pertanyaan ini khususnya terdapat dalam catatan mengenai pria dan wanita pertama, Adam dan Hawa. Pasal 2 dan 3 dari Kejadian menceritakan bahwa mereka memilih untuk tidak taat kepada Allah dengan makan dari ”pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat”. Sengketa penting timbul karena ketidaktaatan mereka. Pribadi yang membujuk mereka untuk memberontak (lihat kotak, halaman 13) melakukan hal itu dengan mengatakan, ”Sekali-kali kamu tidak akan mati,” sehingga mempertanyakan kejujuran Allah, karena Allah dengan jelas mengatakan bahwa ketidaktaatan akan dihukum dengan kematian. (Kejadian 2:17; 3:4) Si penggoda melanjutkan dengan mengatakan, ”Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Kejadian 3:5) Maksudnya jelas bahwa Allah dengan tidak adil menahan sesuatu dari mereka. Maka keragu-raguan dilontarkan atas keabsahan hukum-hukum Allah dan cara Ia memerintah. Hal ini merupakan serangan terhadap kedaulatan Allah, terhadap hak-Nya untuk menjadi Penguasa satu-satunya dan mutlak dari umat manusia.
8 Sengketa penting telah diajukan: Apakah manusia benar-benar membutuhkan bimbingan Allah untuk memerintah dirinya dan seluruh bumi dengan sukses? Jika tidak, mungkin Allah berlaku tidak adil dengan menuntut ketaatan dari manusia. Jika manusia sanggup memerintah dirinya sendiri, mengapa Allah yang harus menentukan apa yang benar dan salah untuk manusia? Hukuman mati bagi para pelanggar hukum tidak akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Hanya dengan berlalunya waktu manusia akan menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk memerintah dirinya secara efektif.
Siapa yang Mempunyai Hak untuk Menentukan?
9 Mungkin pertanyaan utama, pertanyaan yang kita masing-masing harus jawab secara pribadi, adalah: Apakah Allah mempunyai hak untuk menentukan perkara-perkara apa yang paling penting dan kapan hal-hal itu harus ditangani? Banyak orang sulit menerima pendapat bahwa suatu sengketa atau suatu permasalahan moral benar-benar penting untuk membenarkan penderitaan umat manusia. Namun apakah tidak masuk akal untuk menerima bahwa pandangan jangka panjang Allah membuat-Nya bertindak demi kebaikan semua makhluk ciptaan-Nya?
10 Nabi Yesaya menulis, ”Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN.” (Yesaya 55:8) Allah bukannya tidak peduli terhadap penderitaan umat manusia, namun karena Ia maha bijaksana dan kekal, Ia berada dalam posisi terbaik untuk menentukan bukan hanya semua faktor yang berhubungan langsung dengan sengketa yang tersangkut melainkan juga bagaimana dan bilamana mengatasi semua itu demi manfaat terbesar bagi semua pihak.
11 Dengan menyediakan cukup waktu untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang diajukan, Allah menetapkan suatu preseden yang permanen. Seandainya di kemudian hari kedaulatan Allah ditantang lagi, tidak perlu lagi menyediakan waktu bagi si pemberontak untuk membuktikan pendapatnya. (Nahum 1:9) Apa pun yang perlu dibuktikan akan sudah terbukti. Seraya waktu berlalu, kita mempunyai hak istimewa untuk memihak Allah dalam persoalan tersebut, sebagaimana dilakukan orang-orang yang setia di masa lampau. Ayub, misalnya, meskipun sama sekali tidak menyadari alasan penderitaannya, bertekad untuk tetap loyal kepada Allah. (Ayub 2:9, 10) Bukankah Allah, Pencipta manusia, layak mendapat loyalitas demikian?
Apa Jalan Keluar dari Allah?
12 Jangka waktu yang disediakan Allah untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang tersangkut sudah hampir usai. Kejahatan dan segala penyebabnya akan segera dilenyapkan. (Amsal 2:21, 22; Daniel 2:44) Allah sendiri akan menjamin perdamaian dan kebahagiaan kekal bagi umat manusia di atas bumi firdaus. (Yesaya 14:7) Sebagai Allah yang adil-benar, Yehuwa tidak akan melupakan orang-orang yang menderita dan mati secara tidak adil. Mereka akan dibangkitkan, dipulihkan kepada kehidupan di bumi ini. (Ayub 14:14, 15; Yesaya 25:6-8) Menurut janji Allah sendiri, ”hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati”. Kehidupan kekal akan memberikan banyak kesempatan agar orang-orang mengerti dengan benar alasan Allah mengizinkan kejahatan. Tak seorang pun yang menerima berkat-berkat demikian akan merasa tidak puas karena penderitaan mereka sendiri di masa lampau ataupun penderitaan orang-orang lain. ”Bersorak-sorak untuk selama-lamanya atas apa yang Kuciptakan” akan menjadi kompensasi yang lebih dari cukup.—Yesaya 65:17, 18.
13 Melalui Alkitab, Allah dengan jelas telah memberi tahu kita mengapa ada penderitaan. Namun, sebuah artikel singkat tidak dapat menjawab semua pertanyaan sehubungan sengketa yang begitu dalam.f Jawaban yang lengkap dapat diperoleh hanya dengan memeriksa Alkitab secara menyeluruh dalam semua seginya. Maukah saudara menyambut tantangan demikian, bersedia menyediakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian semacam itu? Sengketa-sengketa yang dipertaruhkan membuat penelitian demikian sangat berharga.
[Catatan Kaki]
e Dikutip dari Mankind and Mother Earth, 1976, halaman 13.
f Untuk pembahasan yang lebih lengkap dalam pokok ini, lihat buku Kehidupan—Bagaimana Asal Mulanya? Melalui Evolusi Atau Melalui Penciptaan?, pasal 16, diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.
1-3. Bagaimana beberapa orang mencoba menjawab pertanyaan mengapa ada penderitaan?
4, 5. Apa beberapa kepercayaan yang memfitnah Allah?
6. Apa yang dimaksud dengan kehendak bebas yang dimiliki manusia?
7, 8. Sengketa-sengketa apa diajukan pada awal sejarah umat manusia?
9-11. Mengapa Allah mengizinkan penderitaan untuk waktu begitu lama?
12, 13. Bagaimana Allah akan segera memulihkan keadilan di atas bumi?
[Gambar di hlm. 15]
Mengapa Allah menuntut korban persembahan sebagai bagian perjanjian Hukum?