Pasal Dua Puluh Lima
Sebuah Doa Pertobatan
1, 2. (a) Apakah tujuan disiplin ilahi? (b) Pilihan apa yang akan dihadapi orang Yahudi setelah menerima disiplin Yehuwa?
KEBINASAAN Yerusalem dan baitnya pada tahun 607 SM merupakan disiplin dari Yehuwa, pernyataan ketidaksenangan-Nya yang sangat kuat. Bangsa Yehuda yang tidak taat pantas mendapat hukuman yang keras. Namun, Yehuwa tidak bermaksud membasmi orang Yahudi. Rasul Paulus menyinggung tujuan disiplin Yehuwa ketika ia mengatakan, ”Memang, tampaknya setiap disiplin pada saat diberikan tidak mendatangkan sukacita tetapi memedihkan hati; namun setelah itu, bagi mereka yang telah dilatih olehnya, itu akan menghasilkan buah suka damai, yakni keadilbenaran.”—Ibrani 12:11.
2 Bagaimana reaksi orang Yahudi terhadap pengalaman yang pahit itu kelak? Apakah mereka akan membenci disiplin Yehuwa? (Mazmur 50:16, 17) Atau, apakah mereka akan menerimanya sebagai didikan? Apakah mereka akan bertobat dan disembuhkan? (Yesaya 57:18; Yehezkiel 18:23) Nubuat Yesaya menunjukkan bahwa setidaknya ada bekas penduduk Yehuda yang akan menyambut disiplin. Mulai ayat-ayat terakhir pasal 63 sampai pasal 64, bangsa Yehuda digambarkan sebagai bangsa yang sangat menyesal dan yang menghampiri Yehuwa dengan permohonan yang sepenuh hati. Nabi Yesaya memanjatkan doa pertobatan demi orang-orang sebangsanya yang kelak berada di tempat pembuangan mereka. Dalam doanya, ia berbicara tentang peristiwa-peristiwa di masa depan yang seakan-akan sedang terjadi di depan matanya.
Bapak yang Beriba Hati
3. (a) Bagaimana doa nubuat Yesaya mengagungkan Yehuwa? (b) Bagaimana doa Daniel memperlihatkan bahwa doa nubuat Yesaya mewakili perasaan orang Yahudi yang bertobat di Babilon? (Lihat kotak di halaman 362.)
3 Yesaya berdoa kepada Yehuwa, ”Pandanglah dari surga dan lihatlah dari tempat tinggalmu yang mulia, kudus dan indah.” Sang nabi sedang berbicara tentang surga, tempat tinggal Yehuwa dan makhluk-makhluk roh yang tidak kelihatan. Selanjutnya Yesaya mengungkapkan apa yang dipikirkan orang Yahudi di pembuangan, ”Di manakah gairahmu dan keperkasaanmu, gejolak dari bagian-bagian dalammu, dan belas kasihanmu? Terhadapku semuanya menahan diri.” (Yesaya 63:15) Yehuwa memang telah menahan kuasa-Nya dan mengendalikan perasaan-perasaan-Nya yang dalam—”gejolak dari bagian-bagian dalam[-Nya], dan belas kasihan[-Nya]”—terhadap umat-Nya. Namun, Yehuwa adalah ”Bapak” bangsa Yahudi. Abraham dan Israel (Yakub) adalah bapak leluhur jasmani bangsa itu, tetapi seandainya mereka ini hidup kembali, mereka mungkin cenderung menolak keturunan mereka yang murtad. Namun, Yehuwa memiliki keibaan hati yang lebih besar. (Mazmur 27:10) Oleh karena itu, Yesaya dengan penuh syukur mengatakan, ”Engkau, oh, Yehuwa, adalah Bapak kami. Pribadi Yang Membeli Kembali kami sejak masa lampau, itulah namamu.”—Yesaya 63:16.
4, 5. (a) Apa maksudnya Yehuwa membuat umat-Nya meninggalkan jalan-jalan-Nya? (b) Ibadat macam apa yang dikehendaki Yehuwa?
4 Selanjutnya, Yesaya dengan sepenuh hati mengatakan, ”Oh, Yehuwa, mengapa engkau terus membuat kami menyimpang dari jalan-jalanmu? Mengapa engkau mengeraskan hati kami sehingga tidak takut akan engkau? Kembalilah demi hamba-hambamu, suku-suku milik pusakamu.” (Yesaya 63:17) Ya, Yesaya berdoa agar Yehuwa kembali mengarahkan perhatian-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Namun, apa maksudnya Yehuwa membuat orang-orang Yahudi menyimpang dari jalan-jalan-Nya? Apakah Yehuwa bertanggung jawab atas kekerasan hati mereka yang membuat mereka tidak takut akan Dia? Tidak, tetapi Ia mengizinkan hal itu, dan dalam keputusasaan mereka, orang-orang Yahudi menyesal bahwa Yehuwa memberi mereka kebebasan seperti itu. (Keluaran 4:21; Nehemia 9:16) Mereka menyesal bahwa Yehuwa tidak turun tangan untuk mencegah mereka dari perbuatan yang salah.
5 Tentu saja, Yehuwa tidak menggunakan cara demikian dalam berurusan dengan manusia. Kita adalah insan-insan yang bebas memilih, dan Yehuwa mengizinkan kita mengambil keputusan sendiri, menaati-Nya atau tidak. (Ulangan 30:15-19) Yehuwa menginginkan ibadat yang berasal dari hati dan pikiran yang dimotivasi oleh kasih yang sejati. Oleh karena itu, Ia mengizinkan orang Yahudi untuk menggunakan kebebasan memilih, sekalipun hal itu berarti mengizinkan mereka untuk memberontak terhadap-Nya. Dengan cara inilah Ia telah mengeraskan hati mereka.—2 Tawarikh 36:14-21.
6, 7. (a) Apa saja akibat yang dituai orang Yahudi karena meninggalkan jalan-jalan Yehuwa? (b) Keinginan apa yang dinyatakan orang Yahudi, tetapi mereka tidak berhak untuk mengharapkan apa?
6 Apa akibatnya? Yesaya menubuatkan, ”Untuk sedikit waktu bangsamu yang kudus mempunyai hak milik. Lawan-lawan kami telah menginjak-injak tempat sucimu. Untuk waktu yang lama kami telah menjadi seperti orang-orang yang tidak pernah berada di bawah pemerintahanmu, seperti mereka yang atasnya namamu tidak disebut.” (Yesaya 63:18, 19) Untuk sedikit waktu, umat Yehuwa mempunyai hak milik atas tempat suci-Nya. Kemudian, Yehuwa membiarkan tempat suci itu dihancurkan dan bangsa-Nya dibawa ke pembuangan. Ketika hal itu terjadi, seolah-olah tidak ada perjanjian antara Dia dan keturunan Abraham dan seolah-olah mereka tidak menyandang nama-Nya. Kini, sebagai tawanan di Babilon, orang Yahudi berseru dalam keadaan tanpa harapan, ”Oh, seandainya engkau mengoyakkan langit, dan engkau turun, sehingga oleh karena engkau gunung-gunung berguncang, seperti apabila api membakar belukar, dan api itu membuat air mendidih, agar namamu dikenal oleh lawan-lawanmu, sehingga oleh karena engkau bangsa-bangsa menjadi resah!” (Yesaya 64:1, 2) Sesungguhnya, Yehuwa mempunyai kuasa untuk menyelamatkan. Ia tentu dapat turun dan berperang bagi umat-Nya, mengoyakkan semua sistem pemerintahan yang bagaikan langit dan menghancurkan imperium-imperium yang bagaikan gunung. Yehuwa dapat membuat nama-Nya dikenal dengan memperlihatkan gairah-Nya yang berkobar demi umat-Nya.
7 Yehuwa telah melakukan hal-hal demikian di waktu lampau. Yesaya menceritakan, ”Pada waktu engkau melaksanakan hal-hal yang membangkitkan rasa takut, yang tidak dapat kami harapkan, engkau turun. Oleh karena engkau, gunung-gunung berguncang.” (Yesaya 64:3) Tindakan-tindakan besar demikian mempertunjukkan kekuatan Yehuwa dan Keilahian-Nya. Namun, orang Yahudi yang tidak setia pada zaman Yesaya tidak berhak mengharapkan Yehuwa bertindak dengan cara seperti itu untuk kepentingan mereka.
Hanya Yehuwa yang Dapat Menyelamatkan
8. (a) Apa salah satu hal yang membuat Yehuwa berbeda dari allah-allah palsu bangsa-bangsa? (b) Mengapa Yehuwa tidak bertindak untuk menyelamatkan umat-Nya sekalipun Ia sanggup melakukannya? (c) Bagaimana Paulus mengutip dan menerapkan Yesaya 64:4? (Lihat kotak di halaman 366.)
8 Allah-allah palsu tidak pernah melakukan tindakan penyelamatan yang penuh kuasa bagi para penyembah mereka. Yesaya menulis, ”Sejak masa lampau tidak seorang pun pernah mendengar, ataupun memberi telinga, dan tidak ada mata yang pernah melihat Allah, selain engkau, yang bertindak bagi orang yang terus menantikan dia. Engkau menyongsong orang yang bersukaria dan melakukan keadilbenaran, mereka yang terus mengingat engkau dengan jalan-jalanmu.” (Yesaya 64:4, 5a) Yehuwa sajalah yang ”memberikan upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari dia”. (Ibrani 11:6) Ia bertindak untuk melindungi orang yang melakukan keadilbenaran dan yang mengingat Dia. (Yesaya 30:18) Apakah orang Yahudi berlaku demikian? Tidak. Yesaya berkata kepada Yehuwa, ”Lihat! Engkau menjadi marah, sementara kami terus berbuat dosa—untuk waktu yang lama, maka apakah kami patut diselamatkan?” (Yesaya 64:5b) Karena umat Allah memiliki catatan panjang berkenaan dengan perbuatan dosa yang terus-menerus, tidak ada alasan bagi Yehuwa untuk menahan kemarahan-Nya dan bertindak demi keselamatan mereka.
9. Apa yang dapat diharapkan orang Yahudi yang bertobat, dan apa yang dapat kita pelajari dari hal ini?
9 Orang Yahudi tidak dapat mengubah masa lalu, tetapi jika mereka bertobat dan kembali kepada ibadat murni, mereka dapat berharap untuk mendapatkan pengampunan dan berkat di kemudian hari. Pada waktu yang telah ditetapkan-Nya, Yehuwa akan mengupahi orang yang bertobat dengan membebaskan mereka dari penawanan Babilon. Namun, mereka perlu bersabar. Sekalipun mereka bertobat, Yehuwa tidak akan mengubah jadwal-Nya. Akan tetapi, jika mereka tetap tanggap akan kehendak Yehuwa dan menyambutnya, mereka dapat yakin bahwa pembebasan akan datang pada waktunya. Demikian juga dewasa ini, orang Kristen dengan sabar tetap menantikan Yehuwa. (2 Petrus 3:11, 12) Kita mencamkan kata-kata rasul Paulus berikut ini, ”Biarlah kita tidak menyerah dalam melakukan apa yang baik, sebab jika kita tidak lelah kita akan menuai pada saat musimnya tiba.”—Galatia 6:9.
10. Ketidakberdayaan apa yang secara terus terang diakui dalam doa Yesaya?
10 Doa nubuat Yesaya bukan sekadar suatu pengakuan dosa yang formal. Doa ini mengungkapkan pengakuan yang tulus tentang ketidakberdayaan bangsa itu untuk menyelamatkan diri sendiri. Sang nabi mengatakan, ”Kami menjadi seperti orang yang najis, kami semua, dan semua tindakan keadilbenaran kami adalah seperti pakaian untuk masa haid; dan kami akan menjadi layu seperti daun, kami semua, dan kesalahan kami akan membawa kami pergi seperti angin.” (Yesaya 64:6) Pada akhir masa pembuangan, orang Yahudi yang bertobat mungkin tidak lagi mempraktekkan kemurtadan. Mereka mungkin telah berpaling kepada Yehuwa dengan melakukan tindakan-tindakan keadilbenaran. Namun, mereka masih tidak sempurna. Sehubungan dengan pendamaian atas dosa, perbuatan-perbuatan baik mereka, sekalipun terpuji, sama saja dengan pakaian yang bernoda. Pengampunan Yehuwa adalah pemberian yang tidak selayaknya diperoleh yang dimotivasi oleh belas kasihan-Nya. Hal itu tidak dapat diperoleh sebagai imbalan.—Roma 3:23, 24.
11. (a) Apa saja kondisi rohani yang tidak sehat yang terdapat di kalangan orang Yahudi di pembuangan, dan mengapa keadaannya demikian? (b) Siapa saja yang memberikan teladan iman yang sangat bagus selama masa pembuangan?
11 Sewaktu Yesaya melihat ke masa depan, apa yang dilihatnya? Sang nabi berdoa, ”Tidak ada yang berseru kepada namamu, tidak ada yang bangun untuk berpegang kepadamu; karena engkau menyembunyikan mukamu dari kami, dan engkau menyebabkan kami mencair karena kuasa kesalahan kami.” (Yesaya 64:7) Keadaan rohani bangsa itu sangat parah. Mereka tidak berseru kepada nama Allah dalam doa. Meskipun mereka tidak lagi bersalah karena melakukan dosa besar penyembahan berhala, mereka ternyata masih melalaikan ibadat mereka, dan ”tidak ada yang bangun untuk berpegang” pada Yehuwa. Jelaslah, mereka tidak menikmati hubungan yang sehat dengan Sang Pencipta. Mungkin ada yang merasa tidak layak untuk berbicara dengan Yehuwa dalam doa. Yang lain-lainnya mungkin menjalani rutin sehari-hari mereka tanpa mengingat Yehuwa. Tentu saja, ada pria-pria seperti Daniel, Hanania, Misyael, Azaria, dan Yehezkiel di antara orang-orang buangan, dan mereka memberikan teladan iman yang bagus. (Ibrani 11:33, 34) Menjelang akhir 70 tahun masa penawanan, pria-pria seperti Hagai, Zakharia, Zerubabel, dan Imam Besar Yosua telah siap untuk menjadi pemimpin-pemimpin yang cakap dalam berseru kepada nama Yehuwa. Namun, doa nubuat Yesaya rupanya melukiskan keadaan mayoritas orang buangan.
”Menaati Lebih Baik daripada Korban”
12. Bagaimana Yesaya menyatakan kesediaan orang Yahudi yang bertobat untuk mengubah tingkah laku mereka?
12 Orang Yahudi yang bertobat bersedia membuat perubahan. Mewakili mereka, Yesaya berdoa kepada Yehuwa, ”Sekarang, oh, Yehuwa, engkaulah Bapak kami. Kami adalah tanah liat, dan engkaulah Tukang Tembikar kami; dan kami semua adalah buatan tanganmu.” (Yesaya 64:8) Kata-kata ini sekali lagi mengakui wewenang Yehuwa sebagai Bapak, atau Pemberi-Kehidupan. (Ayub 10:9) Orang Yahudi yang bertobat disamakan dengan tanah liat yang mudah dibentuk. Orang yang menyambut disiplin Yehuwa, secara kiasan dapat dibentuk sesuai dengan standar-standar Allah. Namun, hal ini dapat dilakukan hanya jika Yehuwa, Sang Tukang Tembikar, memberikan pengampunan. Oleh karena itu, dua kali Yesaya memohon kepada-Nya untuk mengingat bahwa orang Yahudi adalah umat-Nya, ”Janganlah marah secara luar biasa, oh, Yehuwa, dan janganlah mengingat kesalahan kami untuk selama-lamanya. Lihatlah: kami semua adalah umatmu.”—Yesaya 64:9.
13. Bagaimana keadaan negeri Israel sewaktu umat Allah berada di pembuangan?
13 Selama masa pembuangan, orang Yahudi tidak sekadar menderita penawanan di negeri kafir. Keadaan Yerusalem dan baitnya yang telantar mendatangkan cela kepada mereka dan Allah mereka. Dalam doa pertobatan yang Yesaya panjatkan, ia menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan cela ini, ”Kota-kotamu yang kudus telah menjadi padang belantara. Zion telah menjadi padang belantara, Yerusalem telah menjadi tempat yang tandus dan telantar. Rumah kami yang kudus dan indah, tempat bapak-bapak leluhur kami memujimu, telah menjadi umpan api; dan semua barang kami yang berharga telah hancur.”—Yesaya 64:10, 11.
14. (a) Bagaimana Yehuwa memberi peringatan tentang keadaan pada saat itu? (b) Meskipun Yehuwa berkenan akan bait-Nya dan korban-korban yang dipersembahkan di sana, apa yang lebih penting?
14 Tentu saja, Yehuwa tahu betul tentang keadaan negeri warisan dari bapak leluhur orang-orang Yahudi ini. Kira-kira 420 tahun sebelum Yerusalem dihancurkan, Ia memperingatkan umat-Nya bahwa jika mereka berpaling dari perintah-perintah-Nya dan melayani allah-allah lain, Ia akan ”memusnahkan [mereka] dari permukaan tanah”, dan bait yang indah akan ”menjadi timbunan puing”. (1 Raja 9:6-9) Memang benar, Yehuwa berkenan akan negeri yang telah Ia berikan kepada umat-Nya, bait agung yang dibangun untuk menghormati-Nya, dan korban-korban yang dipersembahkan kepada-Nya. Akan tetapi, keloyalan dan ketaatan lebih penting daripada hal-hal materi, bahkan lebih penting daripada korban. Nabi Samuel dengan tepat mengatakan kepada Raja Saul, ”Apakah Yehuwa senang akan persembahan bakaran dan korban sama seperti akan menaati perkataan Yehuwa? Lihat! Menaati lebih baik daripada korban, memperhatikan lebih baik daripada lemak domba jantan”.—1 Samuel 15:22.
15. (a) Dalam nubuat, permohonan apa yang Yesaya ajukan kepada Yehuwa, dan bagaimana hal itu dijawab? (b) Peristiwa-peristiwa apa mengarah kepada penolakan Yehuwa yang terakhir terhadap bangsa Israel?
15 Meskipun demikian, sanggupkah Allah Israel melihat malapetaka umat-Nya yang bertobat dan tidak merasa kasihan kepada mereka? Dengan pertanyaan itulah Yesaya menutup doa nubuatnya. Demi orang Yahudi buangan, ia memohon, ”Mengingat hal-hal ini, apakah engkau akan terus menahan diri, oh, Yehuwa? Apakah engkau akan tinggal diam dan membiarkan kami menderita dengan hebat?” (Yesaya 64:12) Pada akhirnya, Yehuwa memang mengampuni umat-Nya, dan pada tahun 537 SM, Ia membawa mereka pulang ke negeri mereka sehingga mereka dapat memulai lagi ibadat murni di sana. (Yoel 2:13) Namun, berabad-abad kemudian Yerusalem dan baitnya sekali lagi dihancurkan, dan bangsa perjanjian Allah akhirnya ditolak-Nya. Mengapa? Karena umat Yehuwa telah meninggalkan perintah-perintah-Nya dan telah menolak Mesias. (Yohanes 1:11; 3:19, 20) Sewaktu hal itu terjadi, Yehuwa menggantikan Israel dengan suatu bangsa baru, bangsa rohani, yakni ”Israel milik Allah”.—Galatia 6:16; 1 Petrus 2:9.
Yehuwa, ”Pendengar Doa”
16. Apa yang Alkitab ajarkan sehubungan dengan pengampunan Yehuwa?
16 Beberapa pelajaran penting dapat diperoleh dari pengalaman bangsa Israel. Kita melihat bahwa Yehuwa ”baik dan siap mengampuni”. (Mazmur 86:5) Sebagai makhluk yang tidak sempurna, kita bergantung pada belas kasihan dan pengampunan-Nya untuk menerima keselamatan. Tidak satu pun perbuatan kita yang dapat menjadikan kita layak memperoleh berkat-berkat ini. Namun, Yehuwa tidak sembarangan memberikan pengampunan. Hanya orang-orang yang bertobat dari dosa mereka dan berbalik yang dapat menerima pengampunan ilahi.—Kisah 3:19.
17, 18. (a) Bagaimana kita tahu bahwa Yehuwa memiliki minat yang tulus pada pikiran dan perasaan kita? (b) Mengapa Yehuwa memperlihatkan kesabaran terhadap manusia yang berdosa?
17 Kita juga belajar bahwa Yehuwa sangat berminat pada pikiran dan perasaan kita yang dinyatakan kepada-Nya dalam doa. Ia adalah ”Pendengar doa”. (Mazmur 65:2, 3) Rasul Petrus meyakinkan kita, ”Mata Yehuwa tertuju kepada orang-orang yang adil-benar, dan telinganya kepada permohonan mereka.” (1 Petrus 3:12) Selain itu, kita belajar bahwa doa pertobatan harus disertai pengakuan yang rendah hati atas dosa-dosa kita. (Amsal 28:13) Namun, bukan berarti kita dapat menganggap bahwa belas kasihan Allah itu sudah semestinya. Alkitab memperingatkan agar orang Kristen ”tidak menerima kebaikan hati Allah yang tidak selayaknya diperoleh namun melalaikan tujuannya”.—2 Korintus 6:1.
18 Akhirnya, kita belajar tentang tujuan kesabaran Allah terhadap umat-Nya yang berdosa. Rasul Petrus menjelaskan bahwa Yehuwa bersabar ”karena ia tidak ingin seorang pun dibinasakan tetapi ingin agar semuanya bertobat”. (2 Petrus 3:9) Sekalipun demikian, orang yang terus-menerus menyalahgunakan kesabaran Allah akhirnya akan dihukum. Tentang hal ini, kita membaca, ”[Yehuwa] akan membalas setiap orang sesuai dengan perbuatannya: kehidupan abadi kepada mereka yang mencari kemuliaan, kehormatan, dan ketidakfanaan dengan bertekun melakukan apa yang baik; tetapi, bagi mereka yang suka bertengkar dan tidak menaati kebenaran melainkan menaati ketidakadilbenaran, akan ada kemurkaan dan kemarahan.”—Roma 2:6-8.
19. Sifat-sifat apa yang selalu Yehuwa perlihatkan?
19 Itulah cara Allah berurusan dengan Israel pada zaman dahulu. Dewasa ini, hubungan kita dengan Yehuwa diatur oleh prinsip-prinsip yang sama karena Ia tidak berubah. Meskipun Ia memberikan hukuman dengan sepantasnya, Ia senantiasa adalah ”Yehuwa, Allah yang berbelaskasihan dan murah hati, lambat marah dan berlimpah dengan kebaikan hati yang penuh kasih dan kebenaran, yang terus memberikan kebaikan hati yang penuh kasih kepada ribuan orang, mengampuni kesalahan dan pelanggaran dan dosa”.—Keluaran 34:6, 7.
[Kotak/Gambar di hlm. 362]
Doa Pertobatan Daniel
Nabi Daniel tinggal di Babilon selama 70 tahun masa penawanan orang Yahudi. Suatu waktu pada tahun ke-68 dari masa pembuangan, Daniel memahami dari nubuat Yeremia bahwa masa pembuangan orang Israel sudah hampir berakhir. (Yeremia 25:11; 29:10; Daniel 9:1, 2) Daniel menghampiri Yehuwa dalam doa—sebuah doa pertobatan demi seluruh bangsa Yahudi. Daniel menceritakan, ”Kemudian aku mengarahkan mukaku kepada Yehuwa, Allah yang benar, untuk mencarinya dengan doa dan permohonan, dengan puasa, kain goni, dan abu. Dan aku mulai berdoa kepada Yehuwa, Allahku, dan membuat pengakuan.”—Daniel 9:3, 4.
Daniel memanjatkan doanya kira-kira dua ratus tahun setelah Yesaya menuliskan doa nubuat yang terdapat dalam buku Yesaya pasal 63 dan 64. Tidak diragukan, banyak orang Yahudi yang tulus berdoa kepada Yehuwa selama masa pembuangan yang sulit. Namun, Alkitab menonjolkan doa Daniel yang tampaknya mewakili perasaan banyak orang Yahudi yang setia. Oleh karena itu, doanya menunjukkan bahwa perasaan dalam doa nubuat Yesaya benar-benar mencerminkan perasaan orang-orang Yahudi yang setia di Babilon.
Perhatikan beberapa persamaan antara doa Daniel dan doa Yesaya.
Yesaya 64:10, 11 Daniel 9:16-18
[Kotak di hlm. 366]
”Mata Tidak Melihat”
Dalam suratnya kepada orang Korintus, rasul Paulus mengutip dari buku Yesaya ketika ia menulis, ”Sebagaimana ada tertulis, ’Mata tidak melihat dan telinga tidak mendengar, dan tidak pernah timbul dalam hati manusia, perkara-perkara yang telah Allah siapkan bagi mereka yang mengasihi dia.’” (1 Korintus 2:9)a Pernyataan Paulus maupun pernyataan Yesaya tidak memaksudkan hal-hal yang telah Yehuwa persiapkan bagi umat-Nya yang menerima warisan surgawi ataupun yang tinggal dalam firdaus di bumi kelak. Paulus menerapkan kata-kata Yesaya untuk berkat-berkat yang sudah dinikmati orang Kristen pada abad pertama, seperti mendapatkan pengertian akan hal-hal yang lebih dalam tentang Allah dan pencerahan rohani dari Yehuwa.
Kita dapat mengerti hal-hal rohani yang dalam hanya jika Yehuwa menyingkapkan semua itu pada waktu yang Ia tetapkan—dan hal itu pun, hanya jika kita adalah manusia rohani yang memiliki hubungan yang akrab dengan Yehuwa. Kata-kata Paulus berlaku bagi orang-orang yang kerohaniannya kurang baik atau tidak baik. Mata mereka tidak dapat melihat, atau memahami, kebenaran-kebenaran rohani, dan telinga mereka tidak dapat mendengar, atau mengerti, hal-hal seperti itu. Pengetahuan tentang hal-hal yang telah Allah persiapkan bagi orang yang mengasihi Dia bahkan tidak masuk ke dalam hati mereka. Namun, kepada orang yang mengabdi kepada Allah, seperti Paulus, Allah menyingkapkan hal-hal ini melalui roh-Nya.—1 Korintus 2:1-16.
[Catatan Kaki]
a Paulus tidak mengutip persis kata-kata yang terdapat dalam Kitab-Kitab Ibrani. Rupanya, ia menggabungkan gagasan yang terdapat di Yesaya 52:15; 64:4; dan 65:17.
[Gambar di hlm. 367]
”Untuk sedikit waktu” umat Allah mempunyai hak milik atas Yerusalem dan baitnya