Pasal 35
Khotbah Paling Masyhur Sepanjang Masa
INI merupakan salah satu pemandangan yang paling mengesankan dalam sejarah Alkitab: Yesus duduk di lereng bukit, menyampaikan Khotbah di Bukit yang terkenal. Tempatnya di dekat Laut Galilea, kemungkinan dekat Kapernaum. Setelah semalaman berdoa, Yesus baru saja memilih 12 orang di antara murid-muridnya untuk menjadi rasul. Kemudian, bersama mereka semua, ia turun ke tempat yang datar ini di bukit.
Pada saat itu, saudara mungkin berpikir, Yesus lelah sekali dan ingin tidur sejenak. Akan tetapi, kumpulan orang banyak telah datang, beberapa dari Yudea dan Yerusalem, yang jauhnya kira-kira 96 sampai 112 kilometer dari situ. Orang lain datang dari pantai Tirus dan Sidon yang berada di sebelah utara. Mereka datang untuk mendengarkan Yesus dan agar disembuhkan dari penyakit mereka. Bahkan ada orang-orang yang dirasuk hantu, yakni malaikat-malaikat yang jahat pengikut Setan.
Seraya Yesus turun, orang sakit mendekat untuk menyentuh dia, dan ia menyembuhkan mereka semua. Setelah itu, Yesus tampaknya naik ke tempat yang lebih tinggi di atas bukit. Di sana ia duduk dan mulai mengajar orang banyak yang tersebar di tempat yang datar di hadapan dia. Coba pikir! Sekarang tidak ada seorang pun di antara hadirin yang menderita penyakit yang serius!
Orang-orang ingin sekali mendengarkan sang guru yang dapat melakukan mukjizat-mukjizat yang menakjubkan ini. Akan tetapi, Yesus, menyampaikan khotbahnya terutama untuk kepentingan murid-muridnya, yang kemungkinan duduk berkumpul sangat dekat dengan dia. Namun, agar kita juga dapat memperoleh manfaatnya, Matius dan Lukas telah mencatatnya.
Catatan Matius mengenai khotbah itu kira-kira empat kali lebih panjang daripada catatan Lukas. Selain itu, beberapa bagian dari yang dicatat Matius, disampaikan oleh Lukas seolah-olah diucapkan Yesus pada kesempatan lain selama pelayanannya, seperti yang dapat kita lihat dengan membandingkan Matius 6:9-13 dengan Lukas 11:1-4, dan Matius 6:25-34 dengan Lukas 12:22-31. Akan tetapi, hal ini seharusnya tidak mengherankan. Yesus jelas mengajarkan hal-hal yang sama lebih dari satu kali, dan Lukas memutuskan untuk mencatat beberapa dari ajaran-ajaran ini dalam latar yang berbeda.
Apa yang membuat khotbah Yesus begitu bernilai bukan saja makna rohani yang dalam dari isinya, tetapi juga cara yang sederhana dan jelas yang ia gunakan dalam menyampaikan kebenaran ini. Ia mengambil pengalaman sehari-hari dan menggunakan perkara-perkara yang dikenal baik oleh orang-orang, sehingga gagasannya mudah dimengerti oleh semua yang mencari kehidupan yang lebih baik dalam jalan Allah.
Siapa yang Benar-Benar Berbahagia?
Setiap orang ingin bahagia. Menyadari hal ini, Yesus memulai Khotbah di Bukit dengan memberikan gambaran mengenai orang-orang yang benar-benar berbahagia. Seperti dapat kita bayangkan, hal ini langsung menarik perhatian hadirinnya yang begitu banyak. Namun demikian, kata-kata pembukaannya pasti kelihatannya bertentangan bagi banyak orang.
Yesus menujukan komentarnya kepada murid-muridnya, dengan memulai, ”Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika . . . orang membenci kamu . . . Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga.”
Beginilah catatan Lukas mengenai kata pengantar dari khotbah Yesus. Akan tetapi, menurut catatan Matius, Yesus juga menyebut berbahagia orang yang lemah lembut, yang murah hati, yang suci hatinya, dan yang membawa damai. Yesus memperlihatkan, bahwa orang-orang ini berbahagia, karena mereka akan mewarisi bumi, akan beroleh kemurahan, akan melihat Allah, dan akan disebut anak Allah.
Akan tetapi, apa yang Yesus maksudkan dengan berbahagia, bukan sekedar gembira atau riang, seperti pada waktu seorang sedang bersenang-senang. Kebahagiaan sejati lebih dalam, mengandung arti sukacita, perasaan puas dan berhasil dalam hidup.
Jadi Yesus menunjukkan bahwa mereka yang benar-benar berbahagia adalah orang yang menyadari kebutuhan rohani mereka, merasa sedih karena keadaan mereka yang berdosa, dan belajar mengenal serta melayani Allah. Kemudian, meskipun mereka dibenci atau dianiaya karena melakukan kehendak Allah, mereka berbahagia karena mengetahui bahwa mereka menyenangkan Allah dan akan menerima pahala-Nya berupa hidup yang kekal.
Akan tetapi, banyak dari pendengar Yesus, seperti halnya beberapa orang dewasa ini, percaya bahwa kesuksesan dan menikmati kesenangan itulah yang membuat orang bahagia. Yesus mengetahui hal sebaliknya. Memperlihatkan pertentangan yang tentunya mengherankan banyak pendengarnya, ia berkata:
”Celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.”
Apa yang Yesus maksudkan? Mengapa memiliki kekayaan, suka mengejar kesenangan, dan menikmati pujian dari manusia mendatangkan celaka? Karena jika seseorang memiliki dan mengasihi perkara-perkara ini, maka dinas kepada Allah, satu-satunya yang akan mendatangkan kebahagiaan sejati, akan dikesampingkan dari kehidupannya. Pada waktu yang sama, Yesus tidak memaksudkan bahwa hanya karena miskin, lapar, dan sedih orang akan merasa bahagia. Akan tetapi, sering kali, orang-orang dalam keadaan yang kurang menguntungkan demikian mau menyambut ajaran Yesus, dan karenanya mereka diberkati dengan kebahagiaan sejati.
Selanjutnya, Yesus berbicara kepada murid-muridnya, katanya, ”Kamu adalah garam dunia.” Ia tentu saja tidak memaksudkan bahwa mereka adalah garam harfiah. Sebaliknya, garam merupakan bahan pengawet. Setumpuk garam diletakkan di dekat mezbah di bait Yehuwa, dan imam-imam yang bertugas di sana menggunakannya untuk menggarami korban bakaran.
Murid-murid Yesus adalah ”garam dunia” dalam arti mereka memiliki pengaruh yang menyelamatkan orang. Sesungguhnya, berita yang mereka sampaikan akan memelihara kehidupan semua orang yang menyambutnya! Hal itu akan menghasilkan sifat-sifat kekekalan dalam kehidupan orang-orang demikian, loyalitas, dan kesetiaan, yang mencegah kerusakan rohani dan moral apa pun dalam diri mereka.
”Kamu adalah terang dunia,” kata Yesus kepada murid-muridnya. Pelita tidak diletakkan di bawah gantang tetapi di atas kaki dian, maka Yesus berkata, ”Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang.” Murid-murid Yesus melakukan ini melalui kesaksian umum mereka, juga dengan menjadi teladan dalam tingkah laku yang selaras dengan prinsip-prinsip Alkitab.
Standar yang Tinggi bagi Para Pengikutnya
Para pemimpin agama menganggap Yesus sebagai pelanggar Taurat Allah dan belakangan bahkan berkomplot untuk membunuh dia. Maka seraya Yesus melanjutkan Khotbah di Bukit, ia menjelaskan, ”Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”
Yesus sangat menghormati Taurat Allah dan menganjurkan orang lain untuk menghormatinya juga. Ia malahan berkata, ”Siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga,” yang berarti bahwa orang semacam itu tidak akan memasuki Kerajaan itu.
Yesus sama sekali tidak mengabaikan Taurat Allah, ia bahkan mengutuk sikap yang mengarah kepada pelanggaran hukum. Setelah menyatakan bahwa Taurat berbunyi, ”Jangan membunuh,” Yesus menambahkan, ”Tetapi Aku berkata kepadamu: ’Setiap orang yang [”terus”, NW] marah terhadap saudaranya harus dihukum.’”
Karena terus marah dengan seorang teman sangat serius, bahkan mungkin dapat mengarah kepada pembunuhan, Yesus menjelaskan seberapa jauh seseorang harus bertindak untuk mencapai perdamaian. Ia memerintahkan, ”Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu [korban] di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.”
Mengarahkan perhatian kepada perintah ketujuh dari Sepuluh Perintah, Yesus melanjutkan, ”Kamu telah mendengar firman: ’Jangan berzinah.’” Akan tetapi, Yesus bahkan mengutuk sikap yang mengarah kepada perzinahan. ”Aku berkata kepadamu: ’Setiap orang yang [terus] memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.’”
Di sini Yesus tidak berbicara mengenai pikiran amoral yang hanya terlintas sekejap tetapi tentang ”terus memandang”. Terus memandang dengan cara demikian akan menimbulkan hasrat berahi, yang jika ada kesempatan, dapat berakhir dengan perzinahan. Bagaimana seseorang dapat mencegah terjadinya hal ini? Yesus menjelaskan perlunya mengambil langkah-langkah yang ekstrem, dengan mengatakan, ”Jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu. . . . Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu.”
Orang sering kali rela memotong anggota badan yang membusuk guna menyelamatkan kehidupan mereka. Namun menurut Yesus, adalah lebih penting lagi untuk ’membuang’ apa pun, bahkan sesuatu yang berharga seperti mata atau tangan, untuk menghindari pikiran serta perbuatan amoral. Jika tidak, Yesus menjelaskan, orang-orang demikian akan dilemparkan ke dalam Gehenna (pembakaran timbunan sampah dekat Yerusalem), yang melambangkan kebinasaan kekal.
Yesus juga membahas cara menangani orang-orang yang menyebabkan celaka dan sakit hati. ”Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu,” nasihatnya. ”Melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” Yesus tidak memaksudkan bahwa seseorang tidak boleh membela diri sendiri atau keluarganya jika diserang. Tamparan tidak diberikan untuk melukai orang lain secara fisik tetapi adalah penghinaan. Jadi, yang Yesus maksudkan adalah bahwa jika seseorang mencoba memancing perkelahian atau pertengkaran, dengan menampar secara harfiah atau menyakiti dengan kata-kata penghinaan, adalah salah untuk membalas hal itu.
Setelah menarik perhatian kepada hukum Allah untuk mengasihi sesama, Yesus menyatakan, ”Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Sebagai alasan yang kuat untuk melakukan hal ini, ia menambahkan, ”Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik.”
Yesus mengakhiri bagian dari khotbahnya ini dengan menasihati, ”Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” Yesus tidak memaksudkan bahwa orang dapat mutlak sempurna. Sebaliknya, dengan meniru Allah, mereka dapat memperluas kasih mereka bahkan sampai mencakup musuh mereka. Catatan Lukas yang serupa mengenai kata-kata Yesus berbunyi, ”Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”
Doa, dan Percaya kepada Allah
Seraya Yesus melanjutkan khotbahnya, ia mengutuk kemunafikan orang yang memamerkan kesalehan yang mereka sangka benar. ”Apabila engkau memberi sedekah,” katanya, ”janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik.”
”Dan,” Yesus melanjutkan, ”apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang.” Sebaliknya, ia memerintahkan, ”Jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.” Yesus sendiri mengucapkan doa di depan umum, jadi ia tidak menyalahkan hal ini. Apa yang ia cela adalah doa yang disampaikan untuk mengesankan para pendengar dan yang mendorong orang untuk memberikan pujian.
Yesus selanjutnya menasihati, ”Dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah.” Yesus tidak memaksudkan bahwa pengulangan itu sendiri salah. Ia sendiri pernah berulang kali menggunakan ”kata yang sama” sewaktu berdoa. Akan tetapi, yang ia cela adalah mengatakan kata-kata yang dihafal ’berulang-ulang (Bode)’, seperti cara orang yang memegang biji-biji tasbih sambil mengulangi doa mereka tanpa dipikir.
Untuk membantu para pendengarnya berdoa, Yesus memberikan contoh doa yang berisi tujuh permintaan. Tiga yang pertama dengan tepat mengakui kedaulatan Allah dan maksud-tujuan-Nya. Itu berupa permohonan agar nama Allah dikuduskan, agar Kerajaan-Nya datang, dan agar kehendak-Nya terjadi. Keempat permohonan sisanya merupakan permintaan pribadi, yaitu, untuk makanan sehari-hari, pengampunan dosa, agar tidak dicobai melebihi kesanggupan, dan dilepaskan dari si jahat.
Selanjutnya, Yesus menyebutkan jerat dari perhatian yang berlebihan kepada harta materi. Ia mendesak, ”Janganlah [”Berhentilah”, NW] kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.” Harta demikian bukan saja dapat musnah tetapi juga tidak dapat menambahkan manfaat di mata Allah.
Karena itu, Yesus berkata, ”Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga.” Ini dilakukan dengan menaruh dinas Allah di tempat pertama dalam kehidupan saudara. Tidak seorang pun dapat mengambil manfaat yang telah dikumpulkan di hadapan Allah atau pahalanya yang sangat besar. Kemudian Yesus menambahkan, ”Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”
Yesus melanjutkan pembicaraan mengenai jerat materialisme, dengan memberikan perumpamaan, ”Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu.” Mata yang berfungsi dengan baik adalah seperti penerangan di tempat gelap bagi tubuh. Akan tetapi, untuk melihat dengan tepat, mata harus bersahaja, yaitu, harus dipusatkan ke satu hal. Mata yang tidak fokus akan menyebabkan seseorang salah menilai perkara-perkara, mendahulukan pengejaran materi daripada dinas kepada Allah, dengan akibat ”seluruh tubuh” menjadi gelap.
Yesus mengakhiri hal ini dengan perumpamaan yang ampuh, ”Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Setelah memberikan nasihat ini, Yesus meyakinkan para pendengarnya bahwa mereka tidak perlu khawatir akan kebutuhan materi mereka jika mereka menaruh dinas Allah di tempat pertama. ”Pandanglah burung-burung di langit,” katanya, ”yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga.” Kemudian ia bertanya, ”Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?”
Lalu, Yesus menunjuk kepada bunga-bunga bakung di ladang dan mengomentari bahwa ”Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi,” ia meneruskan, ”jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, . . . tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?” Karena itu Yesus mengakhiri, ”Janganlah kamu kuatir dan berkata: ’Apakah yang akan kami makan?’ ’Apakah yang akan kami minum?’ ’Apakah yang akan kami pakai?’ . . . Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (NW)
Jalan Menuju Kehidupan
Jalan menuju kehidupan berarti mematuhi ajaran Yesus. Akan tetapi, ini tidak mudah untuk dilakukan. Misalnya, orang Farisi, cenderung menghakimi orang lain dengan keras, dan kemungkinan banyak orang meniru mereka. Maka seraya Yesus melanjutkan Khotbah di Bukit, ia memberikan nasihat ini, ”Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi.”
Mengikuti bimbingan orang Farisi yang terlalu kritis adalah berbahaya. Menurut catatan Lukas, Yesus mengumpamakan bahaya ini dengan mengatakan, ”Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang?”
Terlalu kritis terhadap orang lain, memperbesar dan mencari-cari kesalahan mereka, merupakan kejahatan yang serius. Maka Yesus bertanya, ”Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
Ini tidak berarti bahwa murid-murid Yesus tidak usah menggunakan daya pengamatan dalam berhubungan dengan orang-orang lain, karena ia berkata, ”Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi.” Kebenaran dari Firman Allah adalah suci. Kebenaran itu bagaikan mutiara kiasan. Akan tetapi, jika beberapa orang, yang seperti anjing atau babi, tidak memperlihatkan penghargaan kepada kebenaran yang berharga ini, murid-murid Yesus harus meninggalkan orang-orang demikian dan mencari orang yang lebih mau menerima.
Meskipun Yesus sebelumnya telah membahas doa dalam Khotbah di Bukit, sekarang ia menekankan perlunya terus melakukan hal itu. ”[Terus] mintalah,” ia mendesak, ”maka akan diberikan kepadamu.” Untuk menggambarkan kesediaan Allah dalam menjawab doa, Yesus bertanya, ”Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, . . . Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya.”
Selanjutnya Yesus menyatakan apa yang menjadi peraturan tingkah laku yang terkenal, yang biasanya disebut Aturan Emas. Ia berkata, ”Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” Hidup berdasarkan aturan ini menyangkut tindakan yang positif dalam berbuat baik kepada orang lain, memperlakukan mereka sebagaimana saudara ingin diperlakukan.
Bahwa jalan menuju kehidupan tidak mudah, dinyatakan oleh perintah Yesus, ”Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”
Karena bahaya disesatkan sangat besar, maka Yesus memperingatkan, ”Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.” Sama seperti pohon yang baik dan buruk dapat dikenali dari buahnya, menurut Yesus, nabi-nabi palsu dapat dikenali dari tingkah laku dan ajaran mereka.
Selanjutnya, Yesus menjelaskan bahwa bukan sekedar apa yang seseorang katakan yang membuat dia menjadi muridnya tetapi apa yang ia lakukan. Beberapa orang menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan mereka, tetapi jika mereka tidak melakukan kehendak Bapaknya, ia berkata, ”Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
Akhirnya, Yesus mengucapkan penutup yang mengesankan untuk khotbahnya. Ia berkata, ”Setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.”
Sebaliknya, Yesus menyatakan, ”Setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.”
Ketika Yesus menutup khotbahnya, orang banyak merasa takjub akan caranya mengajar, karena ia mengajar mereka sebagai orang yang mempunyai wewenang dan bukan seperti pemimpin-pemimpin agama mereka. Lukas 6:12-23; Matius 5:1-12; Lukas 6:24-26; Matius 5:13-48; 6:1-34; 26:36-45; 7:1-29; Lukas 6:27-49.
▪ Di manakah Yesus ketika ia memberikan khotbahnya yang paling mengesankan, siapa yang hadir, dan apa yang terjadi tepat sebelum ia menyampaikannya?
▪ Mengapa tidak mengherankan bahwa Lukas mencatat beberapa ajaran dari khotbah itu dengan latar yang berbeda?
▪ Apa yang membuat khotbah Yesus begitu berharga?
▪ Siapa yang benar-benar berbahagia, dan mengapa?
▪ Siapa yang celaka, dan mengapa?
▪ Bagaimana murid-murid Yesus menjadi ”garam dunia” dan ”terang dunia”?
▪ Bagaimana Yesus memperlihatkan penghargaan yang tinggi terhadap Taurat Allah?
▪ Instruksi apa yang Yesus berikan untuk menghilangkan penyebab dari pembunuhan dan perzinahan?
▪ Apa yang Yesus maksudkan dengan memberikan pipi yang lain?
▪ Bagaimana kita dapat sempurna seperti Allah adalah sempurna?
▪ Pengajaran apa mengenai doa diberikan Yesus?
▪ Mengapa harta di surga lebih unggul, dan bagaimana itu diperoleh?
▪ Perumpamaan apa yang diberikan untuk membantu seseorang menghindari materialisme?
▪ Mengapa Yesus mengatakan bahwa orang tidak perlu khawatir?
▪ Apa yang Yesus katakan mengenai menghakimi orang lain; namun bagaimana ia memperlihatkan bahwa murid-muridnya perlu menggunakan daya pengamatan terhadap orang-orang?
▪ Apa yang selanjutnya Yesus katakan mengenai doa, dan peraturan tingkah laku apa yang ia berikan?
▪ Bagaimana Yesus memperlihatkan bahwa jalan menuju kehidupan tidak mudah dan bahwa ada bahaya disesatkan?
▪ Bagaimana Yesus mengakhiri khotbahnya, dan bagaimana pengaruhnya?