IBRANI, BAHASA
Bahasa Ibrani digunakan dalam penulisan bagian terbesar Alkitab terilham—semuanya 39 buku (menurut pembagian kitab-kitab yang terdapat dalam banyak terjemahan), yang mencakup kira-kira tiga perempat bagian dari seluruh Alkitab. Namun, sebagian kecil dari buku-buku ini ditulis dalam bahasa Aram.—Lihat ARAM, BAHASA.
Dalam Kitab-Kitab Ibrani, istilah ”Ibrani” tidak diterapkan kepada bahasanya, tetapi hanya kepada orang perorangan atau bangsa Israel secara keseluruhan. Alkitab menyebutkan tentang ”bahasa Yahudi” (2Raj 18:26, 28; Neh 13:24) dan ”bahasa Kanaan” (Yes 19:18), yang, waktu itu (abad kedelapan SM), pada dasarnya adalah bahasa Ibrani. Namun, dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen, istilah ”Ibrani” biasanya diterapkan kepada bahasa yang digunakan orang Yahudi.—Lihat IBRANI, ORANG.
Asal Usul Bahasa Ibrani. Sejarah sekuler tidak menyingkapkan asal usul bahasa Ibrani—ataupun asal usul bahasa-bahasa paling kuno yang dikenal, seperti bahasa Sumer, Akad (Asiria-Babilonia), Aram, dan Mesir. Dari dokumen-dokumen paling awal yang ditemukan terlihat bahwa bahasa-bahasa ini sudah berkembang sepenuhnya. (Lihat BAHASA.) Oleh karena itu, berbagai pendapat yang diajukan oleh para pakar berkenaan dengan asal usul dan perkembangan bahasa Ibrani—seperti pendapat bahwa bahasa Ibrani berasal dari bahasa Aram atau dari suatu dialek Kanaan—masih berupa perkiraan. Hal yang sama dapat dikatakan tentang upaya untuk menjelaskan asal usul banyak kata yang terdapat dalam Kitab-Kitab Ibrani. Para pakar sering memperkirakan bahwa sejumlah besar kata-kata ini berasal dari bahasa Akad atau Aram. Akan tetapi, seperti komentar Dr. Edward Horowitz, ”Dalam bidang etimologi [cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal usul kata] ada banyak perbedaan pendapat di kalangan para pakar, bahkan di kalangan pakar-pakar yang terbaik.” Ia kemudian menyebutkan beberapa contoh penjelasan yang diberikan para pakar etimologi yang terkemuka tentang kata-kata Ibrani tertentu, dan dalam setiap kasus ia memperlihatkan adanya pendapat yang bertentangan dari pakar-pakar terkemuka lainnya, lalu ia menambahkan, ”Jadi, kita selalu menghadapi perselisihan pendapat yang tak kunjung selesai antara tokoh-tokoh yang sama-sama sangat direspek pendapatnya.”—How the Hebrew Language Grew, 1960, hlm. xix, xx.
Alkitablah satu-satunya sumber historis yang memberikan bukti tepercaya tentang asal usul bahasa yang dikenal sebagai bahasa Ibrani. Tentu, bahasa tersebut digunakan oleh orang Israel keturunan ”Abram, orang Ibrani itu” (Kej 14:13), yang adalah keturunan putra Nuh yang bernama Sem. (Kej 11:10-26) Mengingat berkat Allah yang bersifat nubuat atas Sem (Kej 9:26), masuk akal untuk percaya bahwa bahasa yang digunakan Sem tidak terpengaruh ketika Allah mengacaukan bahasa orang-orang yang tidak diperkenan di Babel. (Kej 11:5-9) Bahasa yang digunakan Sem tetap sama seperti sebelumnya, yakni ’satu bahasa’ yang sudah ada sejak Adam. (Kej 11:1) Hal ini berarti bahwa bahasa yang akhirnya disebut bahasa Ibrani adalah bahasa semula umat manusia. Sebagaimana disebutkan di atas, sejarah sekuler tidak mengenal adanya bahasa semula yang lain.
Masalah Kestabilan Bahasa Ini. Sejarah sarat dengan contoh-contoh bahasa yang mengalami perubahan setelah suatu periode waktu yang panjang. Bahasa Inggris yang digunakan pada zaman Alfred Agung (pada abad kesembilan M) tampak seperti bahasa asing bagi kebanyakan orang yang berbahasa Inggris sekarang. Oleh karena itu, kelihatannya ada kemungkinan bahwa bahasa yang semula digunakan Adam telah mengalami banyak perubahan pada waktu penulisan Kitab-Kitab Ibrani dimulai oleh Musa. Namun, masa hidup manusia yang sangat panjang dalam periode 2.500 tahun itu pasti menjadi faktor penghalang terjadinya perubahan demikian. Jadi, hanya dibutuhkan satu mata rantai, yaitu Metuselah, untuk menghubungkan Adam dengan orang-orang yang selamat dari Air Bah. Lagi pula, Sem, yang selama bertahun-tahun tampaknya hidup bersamaan dengan Metuselah pada masa pra-Air Bah, masih hidup pada zaman Ishak. Dan hanya ada selisih waktu kurang dari 150 tahun antara kematian Ishak (1738 SM) dan kelahiran Musa (1593 SM). Karena orang-orang yang umurnya mencapai beberapa generasi hidup bersamaan dalam periode tertentu, keseragaman bahasa pun terpelihara. Tentu saja, seberapa dekat jarak tempat tinggal orang-orang yang menjadi mata rantai ini, seperti Sem dan Abraham, tidak selalu dapat diketahui. Komunikasi rutin merupakan faktor penting dalam kestabilan bahasa.
Tidak semua keturunan Sem tetap menggunakan ’satu bahasa’ yang ada pada masa pra-Air Bah dalam bentuknya yang murni; hal ini terbukti dari perbedaan-perbedaan yang berkembang dalam bahasa-bahasa Semitik, termasuk bahasa Ibrani, Aram, Akad, dan berbagai dialek Arab. Pada abad ke-18 SM (kira-kira tahun 1761 SM), cucu serta cucu-keponakan Abraham menggunakan kata yang berbeda ketika menamai tumpukan batu yang mereka dirikan sebagai peringatan atau saksi di antara mereka. Yakub, bapak orang Israel, menyebutnya ”Galed”, sedangkan Laban, penduduk Siria atau Aram (sekalipun ia sendiri bukan keturunan Aram), menggunakan kata Aram ”Yegar-sahaduta”. (Kej 31:47) Namun, penggunaan dua kata yang berbeda itu tentu tidak dapat dijadikan petunjuk adanya perbedaan besar di antara bahasa Aram dan bahasa Ibrani pada waktu itu, karena tampaknya Yakub tidak mengalami kesulitan berkomunikasi sewaktu berada di Siria. Tidak diragukan, dengan timbulnya keadaan serta situasi baru dan dengan dibuatnya artifak-artifak baru, harus dibentuk pula kata-kata tertentu untuk menggambarkan perkembangan-perkembangan tersebut. Istilah-istilah demikian bisa jadi berbeda dari satu tempat ke tempat lain di kalangan orang-orang dari kelompok bahasa yang sekeluarga tetapi tinggal di lokasi yang berbeda, sekalipun struktur bahasa mereka masih tetap sama.
Di kalangan orang Israel sendiri telah berkembang sedikit variasi dalam pelafalan, sebagaimana terbukti dari fakta bahwa orang Efraim pada zaman Hakim-Hakim (1473 sampai 1117 SM) melafalkan kata ”Syibolet” dengan cara yang berbeda. (Hak 12:4-6) Namun, hal ini tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa orang Israel pada waktu itu menggunakan dialek yang berbeda-beda (sebagaimana pendapat beberapa orang).
Pada abad kedelapan SM, sudah ada perbedaan yang cukup besar antara bahasa Ibrani dan bahasa Aram sehingga keduanya dapat disebut dua bahasa yang berbeda. Hal ini tampak sewaktu para wakil Raja Hizkia meminta kepada juru bicara Raja Sanherib dari Asiria, ”Berbicaralah kiranya kepada hamba-hambamu dalam bahasa Siria [Aram], karena kami dapat mengerti; dan jangan berbicara kepada kami dalam bahasa Yahudi sehingga terdengar di telinga orang-orang yang ada di atas tembok.” (2Raj 18:17, 18, 26) Sekalipun bahasa Aram adalah lingua franca di Timur Tengah dan digunakan dalam komunikasi diplomatik internasional, bahasa itu tidak dimengerti oleh kebanyakan orang Yehuda. Dokumen-dokumen tertulis non-Alkitab berbahasa Aram, yang diketahui sebagai yang paling awal, berasal dari periode waktu yang kira-kira sama, dan dokumen-dokumen ini meneguhkan adanya perbedaan di antara kedua bahasa tersebut.
Apakah kedua bahasa itu, Ibrani dan Aram, telah menyimpang dari ’satu bahasa’ yang semula itu, atau apakah salah satu dari antaranya masih mempertahankan kemurnian bahasa pertama itu? Alkitab memang tidak mengatakannya secara spesifik, tetapi tersirat bahwa bahasa yang digunakan Musa sewaktu memulai penulisan Catatan Kudus terilham adalah bahasa yang sama dengan yang digunakan oleh manusia pertama.
Jika sejarah disimpan dalam bentuk tertulis sebelum Air Bah, catatan tersebut akan banyak menyumbang kepada pelestarian kemurnian bahasa yang semula. Bahkan jika sejarah masa itu diteruskan turun-temurun secara lisan, sejarah tersebut masih dapat memelihara kestabilan bahasa yang semula. Perhatian sangat besar yang diperlihatkan orang Yahudi pada masa kemudian dalam upaya melestarikan bentuk Catatan Kudus yang semula menunjukkan kepedulian yang tentu diperlihatkan orang-orang pada zaman patriarkat untuk secara akurat meneruskan catatan paling awal tentang cara Allah berurusan dengan manusia.
Ada alasan lain untuk percaya bahwa bahasa Ibrani dalam Alkitab secara akurat dapat dikatakan sebagai ’satu bahasa’ yang digunakan pada zaman pra-Babel, yakni kestabilannya yang luar biasa selama periode seribu tahun masa penulisan Kitab-Kitab Ibrani. Sebagaimana dikatakan The International Standard Bible Encyclopedia, ”Salah satu fakta yang paling mengagumkan sehubungan dengan bahasa Ibrani P[erjanjian] L[ama] Ibrani adalah bahwa sekalipun penulisan kitab itu mencakup jangka waktu lebih dari seribu tahun, hanya terdapat sedikit perbedaan bahasa (tata bahasa serta kosakata) antara bagian yang ditulis paling awal dan yang paling belakangan.”—Diedit oleh G. W. Bromiley, 1982, Jil. 2, hlm. 659.
Pengetahuan tentang Bahasa Ini Tidak Lengkap. Kenyataannya, pengetahuan tentang bahasa Ibrani kuno tidaklah lengkap. Sebagaimana dikatakan Profesor Burton L. Goddard, ”Pada umumnya, bahasa Ibrani P[erjanjian] L[ama] harus dapat dimengerti tanpa penjelasan.” (The Zondervan Pictorial Bible Dictionary, diedit oleh M. Tenney, 1963, hlm. 345) Halnya demikian karena hanya ada sedikit sekali temuan berupa tulisan-tulisan lain yang sezaman dalam bahasa Ibrani yang dapat membantu mereka mengerti penggunaan kata-katanya. Di antara temuan-temuan yang cukup penting terdapat kalender Gezer (daftar sederhana tentang kegiatan agraris, yang diperkirakan berasal dari abad kesepuluh SM; GAMBAR, Jil. 1, hlm. 960), beberapa ostraka (pecahan tembikar berinskripsi) dari Samaria (khususnya pesanan dan tanda terima untuk anggur, minyak, serta barli, dan pada umumnya dianggap berasal dari bagian awal abad kedelapan SM), Inskripsi Siloam (ditemukan dalam terowongan air Yerusalem dan konon berasal dari masa pemerintahan Raja Hizkia [745-717 SM.]), dan Ostraka Lakhis (mungkin dari bagian akhir abad ketujuh SM).
Selain itu, ada inskripsi Fenisia pada sarkofagus (peti mati batu) Raja Ahiram di Byblos (Gebal), yang bahasanya sangat mirip dengan bahasa Ibrani dan diperkirakan berasal dari permulaan milenium pertama SM; ada pula Batu Moab, yang tampaknya berasal dari akhir abad kesepuluh atau awal abad kesembilan SM. Bahasa pada Batu Moab ini sangat mirip dengan bahasa Ibrani; hal ini tidak mengherankan mengingat orang Moab adalah keturunan dari keponakan Abraham yang bernama Lot.—Kej 19:30-37.
Namun, seluruh keterangan pada semua inskripsi ini hanyalah suatu bagian yang kecil dibandingkan dengan apa yang ditemukan dalam Kitab-Kitab Ibrani.
Walaupun membahas banyak sekali pokok dan menggunakan kosakata yang ekstensif, Kitab-Kitab Ibrani itu sendiri tidak memuat semua kata atau ungkapan dalam bahasa Ibrani kuno. Misalnya, Inskripsi Siloam dan Ostraka Lakhis memuat struktur kata dan struktur gramatikal tertentu yang tidak terdapat dalam Kitab-Kitab Ibrani, sedangkan struktur-struktur ini jelas berasal dari bahasa Ibrani. Tidak diragukan bahwa kosakata orang-orang yang berbahasa Ibrani kuno terdiri dari banyak ”kata dasar”, ditambah ribuan kata turunannya, dan jumlahnya jauh lebih banyak daripada yang kita ketahui dewasa ini.
Selain bagian-bagian Alkitab yang dengan pasti diketahui telah ditulis dalam bahasa Aram, ada cukup banyak kata dan ungkapan yang telah ditemukan dalam Kitab-Kitab Ibrani yang ”kata dasar” aslinya tidak diketahui. Para leksikograf menggolongkan banyak kata tersebut sebagai ”kata serapan”, dan berpendapat bahwa bahasa Ibrani menyerapnya dari bahasa-bahasa Semitik yang lain, seperti bahasa Aram, bahasa Akad, atau bahasa Arab. Akan tetapi, pendapat ini hanyalah spekulasi. Sebagaimana dikatakan Edward Horowitz, ”Tetapi kadang-kadang penyerapan itu terjadi jauh di masa lampau sehingga para pakar tidak tahu lagi bahasa mana yang menyerap dan mana pemiliknya yang asli.” (How the Hebrew Language Grew, hlm. 3, 5) Tampaknya, lebih besar kemungkinannya bahwa istilah-istilah yang dipertanyakan itu memang adalah bahasa Ibrani dan merupakan bukti lain dari ketidaklengkapan pengetahuan modern tentang cakupan bahasa kuno tersebut.
Bukti-bukti yang memperlihatkan kekayaan kosakata bahasa Ibrani kuno antara lain adalah tulisan-tulisan dari awal Tarikh Masehi. Beberapa di antaranya adalah tulisan-tulisan keagamaan non-Alkitab yang ada dalam Gulungan-Gulungan Laut Mati, dan juga, Misnah, sekumpulan tulisan para rabi dalam bahasa Ibrani mengenai tradisi orang Yahudi. Dalam The Encyclopedia Americana (1956, Jil. XIV, hlm. 57a), Profesor Meyer Waxman mengatakan, ”Bahasa Ibrani Alkitab . . . tidak menggunakan semua kata yang ada dalam perbendaharaannya, sebagaimana terbukti dari Misnah, yang menggunakan ratusan kata Ibrani yang tidak terdapat dalam Alkitab.” Tentu, beberapa di antaranya bisa jadi adalah kata atau ungkapan yang belakangan ditambahkan atau hasil ciptaan, tetapi tidak diragukan bahwa banyak di antaranya adalah bagian dari kosakata bahasa Ibrani selama periode penulisan Kitab-Kitab Ibrani.
Kapan Bahasa Ibrani Mulai Kurang Digunakan? Menurut pendapat populer, orang-orang Yahudi mulai menggunakan bahasa Aram sebagai ganti bahasa mereka sendiri selama masa pembuangan mereka di Babilon. Namun, tidak ada bukti yang kuat untuk hal ini. Contoh-contoh zaman modern menunjukkan bahwa kelompok masyarakat taklukan atau para imigran dapat dan sering kali mempertahankan bahasa ibu mereka bahkan sampai jangka waktu yang jauh lebih panjang daripada 70 tahun. Khususnya mengingat orang Yahudi menantikan janji ilahi tentang kepulangan ke negeri asal mereka, tentu lebih kecil kemungkinannya bahwa mereka akan meninggalkan bahasa Ibrani dan mulai menggunakan bahasa Akad (Asiria-Babilonia) atau bahasa Aram, lingua franca pada waktu itu. Memang benar, ada bagian-bagian dan kata-kata bahasa Aram dalam buku-buku masa pembuangan dan pascapembuangan, seperti dalam buku Daniel, Ezra, dan Ester. Namun, hal ini sebenarnya lumrah karena buku-buku tersebut tidak saja memuat laporan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di negeri-negeri berbahasa Aram, tetapi juga korespondensi resmi, dan semua itu berkaitan dengan bangsa yang didominasi oleh penguasa asing yang bahasa diplomatiknya adalah bahasa Aram.
Nehemia 8:8 melaporkan bahwa sewaktu Hukum dibacakan, ”maknanya diberikan” dan ’orang-orang dibuat mengerti’. Ada pendapat bahwa pada waktu itu bahasa Ibrani tidak dimengerti dengan baik oleh orang-orang yang kembali dari pembuangan dan bahwa beberapa bagian harus disadur ke dalam bahasa Aram. Akan tetapi, ayat itu mungkin khususnya hendak menandaskan adanya penjelasan tentang makna serta penerapan dari apa yang sedang diajarkan dalam Hukum.—Bdk. Mat 13:14, 51, 52; Luk 24:27; Kis 8:30, 31.
Sebenarnya, tidak ada catatan dalam Alkitab bahwa bahasa Ibrani tidak digunakan lagi sebagai bahasa sehari-hari. Memang benar, Nehemia mendapati bahwa orang-orang Yahudi tertentu mempunyai istri orang Asdod, orang Ammon, serta orang Moab, dan anak-anak mereka ’tidak dapat berbicara bahasa Yahudi’. Tetapi disebutkannya faktor ini sehubungan dengan kemarahan Nehemia terhadap orang Yahudi yang menikah dengan orang non-Israel justru menunjukkan bahwa sikap meremehkan bahasa Ibrani ditentang keras. (Neh 13:23-27) Hal tersebut masuk akal mengingat penandasan akan pentingnya pembacaan Firman Allah, yang sampai waktu itu sebagian besar ditulis dalam bahasa Ibrani.
Alkitab sama sekali tidak meliput jangka waktu antara akhir kanon Ibrani (mungkin pada zaman Ezra dan Maleakhi pada abad kelima SM) sampai permulaan Tarikh Masehi. Catatan sekuler juga tidak banyak meliputnya. Bahkan catatan yang ada tidak banyak mendukung pendapat bahwa orang Yahudi berganti bahasa, dari bahasa Ibrani ke bahasa Aram. Bukti menunjukkan bahwa banyak buku Apokrifa, seperti Yudit, Yesus bin Sirakh, Barukh, dan Satu Makabe, ditulis dalam bahasa Ibrani, dan karya-karya ini pada umumnya dianggap berasal dari tiga abad terakhir sebelum Tarikh Masehi. Sebagaimana sudah disebutkan, beberapa tulisan non-Alkitab di antara Gulungan-Gulungan Laut Mati juga menggunakan bahasa Ibrani, dan bahasa Ibrani digunakan untuk menyusun Misnah Yahudi setelah permulaan Tarikh Masehi.
Mengingat semua hal ini dan fakta-fakta yang terkait, Dr. William Chomsky mengatakan bahwa teori beberapa pakar Yahudi dan non-Yahudi bahwa bahasa Aram telah sepenuhnya menggantikan bahasa Ibrani tidak berdasar dan telah disanggah dengan jitu. Sebaliknya, kemungkinan yang lebih besar adalah bahwa orang Yahudi menjadi bilingual, tetapi bahasa Ibrani tetap lebih dominan. Sebagaimana dikatakan Dr. Chomsky tentang Misnah Ibrani, ”Bahasa ini mengandung segala ciri khas bahasa yang biasanya digunakan para petani, pedagang, dan perajin. . . . Berdasarkan bukti yang ada, tampaknya cukup masuk akal untuk menyimpulkan bahwa selama masa Negara Israel Kedua [periode sejak pemulihan orang Yahudi dari Babilon hingga kehancuran bait pada tahun 70 M], terutama pada bagian akhir masa itu, orang Yahudi umumnya dapat menggunakan kedua bahasa itu [Ibrani dan Aram] dengan baik. Kadang-kadang mereka menggunakan yang satu, kadang-kadang yang lain.”—Hebrew: The Eternal Language, 1969, hlm. 207, 210.
Namun, bukti paling kuat yang mendukung pandangan bahwa bahasa Ibrani terus hidup sampai abad pertama Tarikh Masehi ialah bahwa bahasa Ibrani disebutkan beberapa kali dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen. (Yoh 5:2; 19:13, 17, 20; 20:16; Pny 9:11; 16:16) Banyak pakar berpendapat bahwa istilah ”bahasa Ibrani” dalam ayat-ayat itu seharusnya adalah ”bahasa Aram”, tetapi ada alasan yang kuat untuk percaya bahwa istilah tersebut memang memaksudkan bahasa Ibrani, sebagaimana diperlihatkan dalam artikel ARAM, BAHASA. Sewaktu tabib Lukas mengatakan bahwa Paulus berbicara kepada orang-orang di Yerusalem dengan ”bahasa Ibrani”, tampaknya tidak mungkin ia memaksudkan bahasa Aram atau bahasa Siria. (Kis 21:40; 22:2; bdk. 26:14.) Mengingat bahwa Kitab-Kitab Ibrani sebelumnya telah membuat pembedaan antara bahasa Aram (Siria) dan ”bahasa Yahudi” (2Raj 18:26) dan mengingat sejarawan Yahudi abad pertama bernama Yosefus, sewaktu berbicara tentang bagian Alkitab ini, menyebutkan ”bahasa Aram” dan ”bahasa Ibrani” sebagai dua bahasa yang berbeda (Jewish Antiquities, X, 8 [i, 2]), tampaknya tidak ada alasan bagi para penulis Kitab-Kitab Yunani Kristen untuk menulis ”bahasa Ibrani” jika yang mereka maksudkan adalah bahasa Aram atau bahasa Siria.
Memang diakui bahwa bahasa Aram digunakan secara luas di seluruh Palestina pada waktu itu. Penggunaan istilah bahasa Aram ”Bar” (putra), dan bukan istilah Ibrani ”Ben”, dalam beberapa nama (misalnya, Bartolomeus dan Simon Bar-yunus) merupakan salah satu bukti bahwa orang-orang lebih akrab dengan bahasa Aram. Tentu saja, beberapa orang Yahudi juga mempunyai nama Yunani, seperti Andreas dan Filipus, dan hal ini tidak dengan sendirinya membuktikan bahwa mereka menggunakan bahasa Yunani, sama seperti penggunaan nama Latin ”Markus” tidak membuktikan bahwa bahasa tersebut digunakan oleh keluarganya. Kelihatannya ada empat bahasa yang digunakan di Palestina pada abad pertama Tarikh Masehi: tiga di antaranya disebutkan dalam Alkitab sehubungan dengan tulisan di atas kepala Yesus yang dipantek (bahasa Ibrani, bahasa Latin, dan bahasa Yunani [Yoh 19:19, 20]) dan yang keempat, bahasa Aram. Di antara keempat bahasa ini, tidak diragukan bahwa bahasa Latin-lah yang paling sedikit digunakan.
Bisa jadi, Yesus sekali-sekali menggunakan bahasa Aram, misalnya pada waktu ia berbicara dengan seorang wanita Sirofenisia. (Mrk 7:24-30) Istilah-istilah tertentu yang menurut catatan pernah ia gunakan pada umumnya dianggap berasal dari bahasa Aram. Namun, bahkan dalam hal ini diperlukan kewaspadaan karena bisa juga timbul pertanyaan jika istilah-istilah ini digolongkan sebagai bahasa Aram. Sebagai contoh, kata-kata yang diucapkan Yesus ketika ia dipantek, ”Eʹli, Eʹli, laʹma sa·bakh·taʹni?” (Mat 27:46; Mrk 15:34), biasanya dianggap ujaran bahasa Aram, mungkin dalam dialek Galilea. Akan tetapi, The Interpreter’s Dictionary of the Bible mengatakan, ”Ada perbedaan pendapat tentang bahasa ujaran tersebut dan apakah Yesus sendiri lebih cenderung menggunakan bahasa Ibrani atau bahasa Aram. . . . Dokumen-dokumen menunjukkan bahwa suatu bentuk bahasa Ibrani, yang agak terpengaruh bahasa Aram, bisa jadi digunakan di Palestina pada abad pertama M.” (Diedit oleh G. A. Buttrick, 1962, Jil. 2, hlm. 86) Kenyataannya, transliterasi kata-kata ini ke dalam bahasa Yunani, sebagaimana dicatat Matius dan Markus, tidak memberikan petunjuk yang jelas tentang bahasa asli ujaran tersebut.
Sebuah bukti lebih lanjut bahwa bahasa Ibrani tetap digunakan pada zaman para rasul adalah kesaksian bahwa Matius pada mulanya menulis Injilnya dalam bahasa Ibrani.
Kalau begitu, penggunaan bahasa Ibrani tampaknya mulai berkurang terutama setelah, dan sebagai akibat dari, pembinasaan Yerusalem serta baitnya dan tersebarnya penduduk Yerusalem yang tersisa pada tahun 70 M. Sekalipun demikian, bahasa ini masih tetap digunakan di sinagoga-sinagoga ke mana pun orang Yahudi tersebar. Terutama sejak kira-kira abad keenam M, upaya yang gigih dikerahkan oleh para pakar Yahudi yang dikenal sebagai kaum Masoret untuk memelihara kemurnian teks Ibrani dalam Alkitab. Dan terutama sejak abad keenam belas, minat akan bahasa Ibrani kuno hidup kembali, dan pada abad berikutnya penelitian yang intensif mulai dilakukan terhadap bahasa-bahasa Semitik lainnya. Hal ini telah membuat bahasa kuno itu dipahami dengan lebih jelas sehingga menghasilkan terjemahan-terjemahan Kitab-Kitab Ibrani yang lebih baik.
Abjad dan Tulisan Ibrani. Abjad Ibrani terdiri dari 22 konsonan; beberapa di antaranya tampaknya dapat mewakili dua bunyi, dan dengan demikian seluruhnya menjadi sekitar 28 bunyi. Bunyi vokal ditambahkan oleh pembaca, sesuai dengan konteksnya, seperti halnya seseorang yang berbahasa Indonesia menyelipkan vokal pada singkatan-singkatan misalnya ”yg” (yang), ”dng” (dengan), dan ”tsb” (tersebut). Konon, pelafalan turun-temurun Kitab-Kitab Ibrani dilestarikan dan diteruskan oleh orang-orang yang berspesialisasi dalam pembacaan Hukum, Kitab Para Nabi, dan Mazmur untuk mengajar orang-orang. Kemudian, pada paruh kedua milenium pertama M, kaum Masoret mengembangkan suatu sistem vokal berupa titik-titik dan garis-garis pendek yang disebut penanda bunyi vokal (vowel points), dan semua ini diselipkan di antara teks konsonantal. Selain itu, tanda-tanda aksen tertentu ditambahkan untuk menunjukkan tekanan, jeda, hubungan antarkata dan klausa, serta notasi musik.
Inskripsi-inskripsi Ibrani yang diketahui orang sebagai yang paling awal dicatat dengan huruf kuno yang sangat berbeda bentuknya dengan huruf Ibrani berbentuk persegi dalam dokumen-dokumen yang lebih belakangan, seperti yang berasal dari abad-abad awal Tarikh Masehi. Huruf berbentuk persegi itu sering disebut ”bahasa Aram”, atau ”bahasa Asiria”. Konon, perubahan dari huruf Ibrani kuno ke huruf Ibrani persegi terjadi selama pembuangan di Babilon. Namun, sebagaimana dikatakan Ernst Würthwein, ”Huruf Ibrani Kuno tetap digunakan untuk waktu yang lama di samping huruf persegi. Pada mata uang logam masa pemberontakan Bar Kokhba (132-135 M) tertera huruf-huruf Ibrani Kuno. Di antara teks-teks yang ditemukan di gua-gua dekat L. Mati terdapat naskah-naskah dengan huruf Ibrani Kuno.”—The Text of the Old Testament, 1979, hlm. 5.
Origenes, seorang penulis Kristen pada abad kedua dan ketiga M, menyatakan bahwa dalam salinan-salinan yang lebih teliti dari terjemahan Kitab-Kitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani, Tetragramaton, atau nama suci Yehuwa, ditulis dengan huruf Ibrani kuno. Hal ini sudah diteguhkan oleh penemuan fragmen-fragmen gulungan kulit dari abad pertama M, yang memuat kitab para nabi ”kecil” dalam bahasa Yunani. Dalam gulungan-gulungan ini Tetragramaton ditulis dengan huruf Ibrani kuno. (Lihat Rbi8, Apendiks 1C, No. 2-4.) Fragmen-fragmen terjemahan Aquila dalam bahasa Yunani yang berasal dari akhir abad kelima atau awal abad keenam M juga memuat nama ilahi yang ditulis dengan huruf Ibrani kuno.—Rbi8, Apendiks 1C, No. 7, 8.
Dr. Horowitz mengatakan, ”Abjad Ibrani kunolah yang dipinjam orang-orang Yunani, kemudian diteruskan ke bahasa Latin, dan abjad Yunani paling mirip dengan abjad Ibrani kuno.”—How the Hebrew Language Grew, hlm. 18.
Karakter Bahasa. Bahasa Ibrani adalah bahasa yang sangat ekspresif, yang menggambarkan kejadian dan peristiwa dengan hidup dan gamblang. Buah pikiran mengalir dengan lancar karena kalimatnya yang singkat dan konjungsinya yang sederhana. Puisi Ibrani, yang juga memiliki karakter paralelisme dan ritme, sangatlah ekspresif dan menggugah perasaan.
Bahasa Ibrani kaya dengan metafora (kiasan). ”Tepi laut”, di Kejadian 22:17, dalam bahasa Ibraninya, secara harfiah adalah ”bibir laut”. Ada juga ungkapan-ungkapan seperti ”muka bumi”, ”kepala” gunung, ”mulut gua”, dan ungkapan metafora lain. Penggunaan istilah-istilah untuk manusia ini sama sekali tidak menunjukkan suatu bentuk animisme; hal ini dapat dilihat dengan membaca Alkitab itu sendiri, yang sangat memandang hina orang-orang yang menyembah pohon dan objek-objek lainnya.—Bdk. Yes 44:14-17; Yer 10:3-8; Hab 2:19.
Kosakata bahasa Ibrani terdiri dari kata-kata konkret, yaitu kata-kata yang berkaitan dengan indra penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Dengan demikian, kata-kata ini memberikan gambaran mental kepada para pendengar atau pembaca. Karena karakter kata-katanya yang konkret ini, beberapa pakar mengatakan bahwa bahasa Ibrani kurang memiliki istilah-istilah abstrak. Namun, jelas ada nomina abstrak dalam bahasa Ibrani Alkitab. Misalnya, nomina ma·khasya·vahʹ (yang berasal dari kata dasar kha·syavʹ, artinya ”berpikir”) diterjemahkan menjadi istilah-istilah abstrak seperti ”pikiran, rancangan, penemuan, siasat”. Ba·takhʹ (verba yang berarti ”percaya”) adalah dasar dari nomina beʹtakh (keamanan). Meskipun demikian, pada umumnya gagasan abstrak diungkapkan melalui nomina konkret. Perhatikan verba dasar ka·vedhʹ, yang, pada dasarnya, berarti ”berat” (seperti di Hak 20:34). Di Yehezkiel 27:25, verba yang sama diterjemahkan ’menjadi sangat mulia’, yang secara harfiah adalah, ’menjadi berat’. Demikian pula, dari kata dasar ini dibentuklah nomina ka·vedhʹ, yang memaksudkan hati atau liver, yaitu salah satu organ-dalam yang paling berat, dan nomina ka·vohdhʹ, yang artinya ”kemuliaan”. (Im 3:4; Yes 66:12) Pembentukan kata abstrak dari kata konkret ini lebih jauh digambarkan oleh yadh, yang artinya ”tangan” dan juga ’pengawasan’, ”melalui”, atau ”petunjuk” (Kel 2:19; Kej 42:37; Kel 35:29; 38:21); ʼaf memaksudkan ”cuping hidung” maupun ”kemarahan” (Kej 24:47; 27:45); zerohʹaʽ, ”lengan”, yang juga menyampaikan konsep abstrak ’kekuatan’ (Ayb 22:8, 9).
Kenyataannya, sifat konkret inilah yang memungkinkan Kitab-Kitab Ibrani diterjemahkan dengan baik, karena pada umumnya arti istilah-istilahnya bersifat universal, mengandung arti yang sama hampir dalam setiap bahasa. Namun, tantangannya bagi penerjemah adalah untuk mereproduksi dalam bahasa lain daya tarik yang unik, kesederhanaan, cara pengungkapan, serta dinamika yang ada dalam bahasa Ibrani, terutama yang terkandung dalam bentuk-bentuk verbanya.
Hal yang menakjubkan dari bahasa Ibrani adalah karakternya yang ringkas, karena kerangka strukturnya memungkinkan hal itu. Sebagai perbandingan, bahasa Aram, salah satu bahasa Semitik yang paling mirip dengan bahasa Ibrani, memiliki gaya bertutur yang lebih lamban, berputar-putar, dan menggunakan banyak kata. Dalam penerjemahan, kata-kata tambahan sering kali perlu digunakan untuk menghasilkan dinamika, keindahan, serta kedramatisan yang terkandung dalam verba Ibrani. Sekalipun agak mengurangi keringkasannya, hal ini dapat mengekspresikan keindahan dan keakuratan teks Ibrani dengan lebih sepenuhnya.
Puisi Ibrani. Karakter-karakter tersebut, termasuk kesanggupannya yang kuat untuk menggambarkan kenyataan, juga membuat bahasa Ibrani khususnya cocok untuk puisi. Baris-baris puisi Ibrani singkat—banyak di antaranya tidak lebih dari dua atau tiga kata—sehingga membuat kesan keseluruhannya sangat kuat. Profesor James Muilenburg, salah seorang anggota panitia penerjemahan Revised Standard Version dengan tepat mengomentari, ”Ujaran [dalam puisi Ibrani] sangat padat, dan semua penekanan ada pada kata-kata kuncinya. Teks Ibrani Mazmur 23 hanya terdiri dari lima puluh lima kata; terjemahan modernnya dalam bahasa Barat menggunakan dua kali jumlah itu. Namun, bahkan dalam terjemahan, ringkasnya bahasa Ibrani masih kelihatan. . . . Dalam percakapan, puisi Ibrani merupakan bahasa yang hidup. . . . Penyair Ibrani membantu kita untuk melihat, mendengar, merasa. Sensasi fisiknya segar dan hidup . . . Penyair berpikir dengan gambar-gambar, dan gambar-gambar itu diambil dari kehidupan sehari-hari yang umum bagi semua orang.”—An Introduction to the Revised Standard Version of the Old Testament, 1952, hlm. 63, 64.
Untuk menggambarkan ringkasnya bahasa puisi Ibrani, perhatikan bait pertama Mazmur 23 seperti yang terdapat dalam Terjemahan Dunia Baru. Kata-kata bahasa Indonesia yang diperlukan untuk menerjemahkan setiap kata Ibrani diletakkan di antara garis miring (/):
Yehuwa/ [adalah] Gembalaku./
Aku tidak akan kekurangan/ apa pun./
Dapat dilihat bahwa dibutuhkan sembilan kata bahasa Indonesia untuk menerjemahkan empat kata Ibrani. Dalam bahasa Ibrani, kata ”adalah” tidak dibutuhkan karena kalimatnya sudah dipahami.
Bentuk-bentuk utama paralelisme. Unsur yang paling formal dalam puisi Ibrani adalah paralelisme, atau ritme yang dihasilkan bukan melalui persamaan rima (pengulangan bunyi yang berselang dalam sajak, seperti dalam bahasa Indonesia) melainkan melalui buah pikiran yang logis; hal ini disebut ”ritme makna”. Perhatikan dua baris di Mazmur 24:1:
Yehuwa-lah yang memiliki bumi dan segala isinya,
Tanah yang produktif dan mereka yang tinggal di sana.
Baris-baris yang dikutip ini disebut paralelisme bersinonim, yaitu baris kedua mengulangi sebagian dari baris sebelumnya, tetapi dengan kata-kata lain. Frasa ”Yehuwa-lah yang memiliki” penting untuk kedua baris tersebut. Akan tetapi, istilah ”bumi” dan ”tanah yang produktif” merupakan sinonim puisi, demikian juga dengan ”segala isinya” dan ”mereka yang tinggal di sana”.
Kebanyakan pakar modern setuju bahwa ada dua gaya paralelisme utama yang lain:
Dalam paralelisme antitetis, sebagaimana tersirat dari namanya, setiap baris mengungkapkan buah pikiran yang berlawanan. Mazmur 37:9 melukiskan hal ini:
Karena para pelaku kejahatan akan dimusnahkan,
Tetapi orang-orang yang berharap kepada Yehuwa adalah yang akan memiliki bumi.
Selain itu, ada paralelisme sintetis (atau, bentuk, konstruksi). Dalam paralelisme ini, bagian kedua tidak hanya menggemakan buah pikiran yang sama dengan bagian pertama atau menyajikan suatu kontras, tetapi memperluasnya dan menambahkan gagasan baru. Mazmur 19:7-9 adalah salah satu contoh yang memperlihatkan hal ini:
Hukum Yehuwa itu sempurna,
memulihkan jiwa.
Pengingat dari Yehuwa itu dapat dipercaya,
membuat orang yang kurang berpengalaman berhikmat.
Titah-titah dari Yehuwa itu lurus,
menyebabkan hati bersukacita;
Perintah Yehuwa itu bersih,
membuat mata bersinar.
Takut akan Yehuwa itu murni,
bertahan selama-lamanya.
Keputusan hukum Yehuwa itu benar;
itu semua adil-benar.
Perhatikan bahwa bagian kedua dari setiap kalimat atau klausa melengkapi gagasan yang sedang dikemukakan; jadi, seluruh ayat merupakan suatu sintesis, yakni hasil perpaduan dua unsur. Hanya melalui baris kedua, seperti ”memulihkan jiwa” dan ”membuat orang yang kurang berpengalaman berhikmat”, pembaca mengetahui bagaimana ’hukum itu sempurna’ dan bagaimana ”pengingat dari Yehuwa itu dapat dipercaya”. Dalam rangkaian paralel sintetis seperti itu, pembagian antara bagian pertama dan kedua berfungsi sebagai pembatas ritme. Jadi, seraya gagasan berkembang, ada struktur tertentu yang terus dipertahankan, yakni suatu paralel dalam hal bentuk. Oleh karena itu, gaya penulisan seperti ini kadang-kadang disebut paralelisme bentuk atau konstruksi.
Bentuk-bentuk lain paralelisme. Ada beberapa gaya paralelisme lain yang diajukan, sekalipun hanya dianggap sebagai variasi atau gabungan dari paralelisme bersinonim, antitetis, dan sintetis. Tiga di antaranya adalah: komparatif, bertingkat, introver.
Paralelisme komparatif menggunakan simile atau metafora. Perhatikan Mazmur 103:12:
Sejauh matahari terbit dari matahari terbenam,
Sejauh itulah pelanggaran kita dijauhkannya dari kita.
Dalam paralelisme bertingkat, dua, tiga baris, atau bahkan lebih, mungkin digunakan untuk mengulangi dan meningkatkan gagasan yang ada di baris pertama. Mazmur 29:1, 2 menggambarkan hal ini:
Akuilah berkenaan dengan Yehuwa, hai, keturunan pribadi-pribadi yang kuat,
Akuilah berkenaan dengan Yehuwa, kemuliaan dan kekuatannya.
Akuilah berkenaan dengan Yehuwa, kemuliaan namanya.
Paralelisme introver lebih rumit dan bisa jadi mencakup sejumlah bait. Perhatikan contoh berikut ini yang diambil dari Mazmur 135:15-18:
(1) Berhala bangsa-bangsa adalah perak dan emas,
(2) Buatan tangan manusia.
(3) Mereka mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berbicara;
(4) Mereka mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat;
(5) Mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar.
(6) Juga tidak ada roh dalam mulut mereka.
(7) Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya,
(8) Semua orang yang percaya kepadanya.
Paralelisme ini dijelaskan oleh W. Trail dalam karyanya Literary Characteristics and Achievements of the Bible (1864, hlm. 170), ”Di sini baris pertama berkaitan secara introver dengan baris kedelapan—baris yang satu menyebutkan berhala bangsa-bangsa kafir, baris yang lain, orang-orang yang percaya kepada berhala. Baris kedua berkaitan dengan baris ketujuh—di baris yang satu terdapat proses pembuatan, di baris yang lain, para pembuatnya. Baris ketiga berkaitan dengan baris keenam—di baris yang satu ada mulut-mulut yang tidak menghasilkan ujaran, di baris yang lain, mulut-mulut yang tidak memiliki roh. Baris keempat berkaitan dengan baris kelima, dan baris-baris ini menggabungkan kedua bagian dari paralelisme introver itu menjadi paralelisme sintetis—mata tanpa penglihatan, telinga tanpa kesanggupan mendengar.”
Ada yang mirip dengan bentuk di atas, tetapi lebih sederhana, yaitu posisi kata pada baris berikutnya dibalik, seperti di Yesaya 11:13b (TB):
Efraim tidak akan cemburu lagi kepada Yehuda,
dan Yehuda tidak akan menyesakkan Efraim lagi.
Tata Bahasa
I. Verba (Kata Kerja). Verba merupakan bagian yang paling penting dalam ujaran bahasa Ibrani. Bentuk verba yang paling sederhana adalah bentuk persona ketiga tunggal, maskulin, perfektif; bentuk inilah yang terdapat dalam kamus-kamus. Ketiga konsonan dalam bentuk verba ini biasanya membentuk sebuah kata dasar. Kata dasar biasanya terdiri dari tiga huruf, yakni tiga konsonan, yang memang lazim dalam bahasa-bahasa Semitik. Kata dasar tiga huruf seperti itu menjadi dasar dari hampir semua kata lain dalam bahasa tersebut.
Verba dasar adalah pangkal verba yang paling sederhana, yang sering kali disebut ”pangkal murni”. Dari pangkal murni ini, dibentuklah enam buah pangkal lain dengan menambahkan awalan, dengan menggandakan huruf-huruf tertentu, dan dengan mengubah-ubah vokalnya. Ketujuh pangkal verba tersebut menggambarkan gagasan tentang verba dasar dalam tiga tingkat: simpel, intensif, kausatif.
Variasi dalam persona, jumlah, dan gender diperlihatkan melalui penambahan awalan dan akhiran tertentu pada pangkal verba.
Keadaan (State). Verba dalam bahasa Inggris ditinjau khususnya dari segi kala (tense), atau waktu: lampau, sekarang, mendatang. Namun, dalam bahasa Ibrani, yang penting adalah keadaan (state) suatu kegiatan, bukan aspek waktunya. Suatu kegiatan ditinjau dari segi sudah selesai atau belum selesai.
Jika suatu verba menggambarkan kegiatan yang sudah selesai, verba itu memakai bentuk perfektif. Misalnya, Kejadian 1:1 mengatakan, ”Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Kegiatan ini sudah selesai; dalam bahasa Ibraninya, Allah ’telah menciptakan’, yang artinya Ia sudah selesai dengan kegiatan menciptakan langit dan bumi.
Kegiatan yang dipandang belum selesai diungkapkan dengan verba dalam bentuk imperfektif. Bentuk ini dapat dilihat di Keluaran 15:1, ”Musa dan putra-putra Israel menyanyikan nyanyian ini.” Dalam konteks ini, kegiatan tersebut sudah dimulai (dalam bahasa Ibrani, ”mulai” bernyanyi), tetapi belum berakhir, jadi dianggap imperfek (tidak sempurna), belum selesai.
Karena berdasarkan karakteristiknya bentuk perfektif dalam bahasa Ibrani menunjukkan kegiatan yang sudah selesai, sudah sewajarnyalah apabila tahap tersebut menunjuk ke waktu lampau. Oleh karena itu, ka·thavʹ (verba aktif dalam bentuk perfektif) pada dasarnya memaksudkan ’[ia] telah menulis’ dan dalam bahasa Inggris kata itu sering kali diterjemahkan dalam kala lampau. (2Raj 17:37, TB, BIS; 2Taw 30:1; 32:17; Ezr 4:7; Est 8:5) Gagasan bahwa kegiatan itu sudah selesai di waktu lampau dapat juga diamati dari terjemahan ”telah . . . tulis” (Est 9:23; Ayb 31:35; Yer 36:27). Akan tetapi, ka·thavʹ juga dapat diterjemahkan menjadi ’sudah ditulis’ (2Taw 26:22, bdk. BIS)—yang dalam bahasa Inggris merupakan verba dalam kala present perfect. ”Harus menulis” juga digunakan untuk menerjemahkan verba perfektif ini dan memperlihatkan kepastian kegiatan yang dilaksanakan. (Bil 5:23; Ul 17:18) Dua terjemahan yang disebutkan terakhir ini dengan tepat menyiratkan kegiatan yang sudah selesai, tetapi bukan pada waktu lampau. Jadi, verba aktif itu sendiri tidak perlu selalu menyampaikan konsep tentang waktu. Bentuk perfektif dapat menggambarkan suatu kegiatan yang sudah selesai pada salah satu periode waktu: lampau, sekarang, atau mendatang; sebaliknya, bentuk imperfektif juga dapat memperlihatkan suatu kegiatan yang terjadi pada salah satu periode waktu itu, tetapi selalu dipandang sebagai kegiatan yang belum selesai.
Jadi, meskipun orang Ibrani zaman dahulu memang dapat memahami gagasan tentang waktu, dalam bahasa mereka hal ini menempati posisi sekunder. The Essentials of Biblical Hebrew karya K. Yates mengatakan, ”Konsep waktu yang ada dalam kebanyakan bahasa modern tidak sama dengan yang ada dalam pikiran orang Semitik. Bagi pola berpikir Ibrani, waktu berlangsungnya suatu kegiatan tidak terlalu penting untuk dimengerti. Bagi para pemikir Indo-Jerman, hal itu penting, hanya karena kegiatan itu harus masuk dalam pola berpikirnya yang terlalu memperhitungkan waktu. Bagi orang Semitik pengertian tentang kondisi suatu kegiatan, apakah itu sudah selesai atau belum, umumnya sudah cukup; tetapi kalau itu belum cukup, ada semacam kata keterangan waktu atau kata yang mempunyai makna historis yang memfokuskan perhatian pada waktu.” (Direvisi oleh J. Owens, 1954, hlm. 129) Jika, sebagaimana diperlihatkan Alkitab, bahasa Ibrani adalah yang mula-mula digunakan di Eden, tidak adanya penandasan tentang waktu dalam verbanya bisa jadi mencerminkan pandangan manusia dalam kesempurnaannya, sewaktu Adam memiliki prospek kehidupan abadi dan sewaktu kehidupan belum terbatas sampai hanya 70 atau 80 tahun. Yehuwa memberikan bahasa Ibrani sebagai sarana komunikasi yang sangat memuaskan antara Allah dan manusia, dan juga antara sesama manusia.
Untuk penerjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, unsur waktu dalam verba ditentukan oleh konteks. Konteks menunjukkan apakah kegiatan yang diceritakan dipandang sebagai kegiatan yang terjadi pada waktu lampau, sekarang, atau masih akan datang.
II. Nomina (Kata Benda). Sebagaimana disebutkan di atas, hampir semua kata, termasuk nomina, berasal dari verba dasar. Kata dasarnya dapat terlihat dalam ejaan nomina tersebut dan artinya.
Ada dua gender nomina: maskulin dan feminin. Nomina feminin pada umumnya ditandai dengan akhiran ah (ohth, jamak) yang ditambahkan kepada nomina, seperti ʼis·syahʹ (wanita), su·sohthʹ (kuda-kuda betina [jamak feminin]).
Dalam bahasa Ibrani ada tiga bentuk kata untuk menyatakan jumlah: tunggal, jamak, dan dualis. Nomina dualis (yang ditandai dengan akhiran aʹyim) biasanya digunakan untuk benda-benda yang muncul sepasang, seperti tangan (ya·dhaʹyim) dan telinga (ʼoz·naʹyim).
Pronomina persona bisa juga melekat pada nomina dan tidak berdiri sendiri. Jadi, sus adalah ”kuda”; tetapi su·siʹ, ”kudaku”; su·seyʹkha, ”kudamu”.
III. Adjektiva (Kata Sifat). Adjektiva juga berasal dari verba dasar. Jadi, verba ga·dhalʹ (tumbuh, menjadi besar) adalah kata dasar untuk adjektiva ga·dhohlʹ (besar). (Kata sandang tentu dalam bahasa Ibrani adalah ha [Ing., the]. Tidak ada kata sandang tak tentu [Ing., a].)
Adjektiva dapat digunakan dengan salah satu cara berikut:
(1) Adjektiva dapat berfungsi sebagai adjektiva predikatif. Dalam hal ini, adjektiva biasanya mendahului nomina dan bentuknya sesuai dengan gender dan jumlah nomina tersebut. Frasa tohv haq·qohlʹ (harfiah, ”bagus suara itu”) diterjemahkan menjadi ”suara itu bagus”.
(2) Adjektiva bisa juga berfungsi untuk menerangkan (kualitatif). Dalam hal ini, adjektiva muncul setelah nomina, dan bentuknya tidak hanya sesuai dengan gender dan jumlah nomina yang mendahuluinya, tetapi juga dengan sifat nomina tersebut, tertentu atau tidak tentu. Maka, haq·qohlʹ hat·tohvʹ (harfiah, ”suara itu bagus itu”) memaksudkan ”suara yang bagus itu”.
Transliterasi. Transliterasi memaksudkan penggantian huruf-huruf dalam abjad Ibrani dengan huruf-huruf bahasa Indonesia. Bahasa Ibrani ditulis dari kanan ke kiri, tetapi bagi para pembaca bahasa Indonesia hal ini ditransliterasikan menjadi dari kiri ke kanan. Tabel terlampir dan keterangan berikut memuat beberapa aturan umum yang diikuti dalam buku ini.
Tentang konsonan. Perhatikan bahwa lima huruf memiliki bentuk akhir. Huruf-huruf ini hanya muncul di akhir kata. Konsonan-konsonan tertentu (ת ,פ ,כ ,ד ,ג ,ב) memiliki bunyi lemah maupun keras; bunyi keras ditandai dengan titik di tengah-tengah hurufnya (תּ ,פּ ,כּ ,דּ ,גּ ,בּ). Namun, sebuah titik dalam salah satu konsonan itu juga menandai pengulangan konsonan menjadi konsonan ganda apabila langsung didahului vokal. Jadi, גַּבַּי adalah gab·baiʹ. Kebanyakan huruf-huruf lainnya (sekalipun hanya memiliki satu bunyi) juga diulang menjadi konsonan ganda apabila ada sebuah titik di tengah-tengahnya (misalnya, זּ adalah zz). Ada sebuah perkecualian dengan huruf heʼ (ה), yang kadang-kadang mempunyai titik di dalamnya (הּ) apabila muncul di akhir kata; tetapi, huruf heʼ tidak pernah menjadi konsonan ganda.
Konsonan waw dan yohdh bisa digunakan untuk membentuk vokal. Konsonan waw (ו) akan muncul dengan vokal khohʹlem ( ֹ) di atasnya untuk membentuk apa yang disebut khohʹlem (וֹ) penuh, yang ditransliterasikan dalam buku ini sebagai oh. Kombinasi וּ berfungsi sebagai u dan pada permulaan kata berdiri sendiri sebagai sebuah suku kata; akan tetapi, apabila ada penanda bunyi vokal tambahan di bawah huruf itu (וַּ), titik itu menunjukkan bahwa konsonan waw menjadi konsonan ganda. Jadi, בַּוַּי adalah baw·waiʹ; בּוּז adalah buz.
Bentuk akhir kaf, huruf syewaʼʹ ( ְ) atau qaʹmets ( ָ) ditulis di tengah-tengah dan bukan di bawah hurufnya: ךָ ,ךְ.
Tentang vokal. Semua vokal di tabel ini muncul di bawah baris kecuali khohʹlem ( ֹ), yang ditempatkan di atasnya, dan syuʹreq ( ִ) yang, sebagaimana disebutkan di atas, muncul di tengah-tengah waw (וּ = u).
Tentang vokal setengah. Padanannya dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris seperti yang diperlihatkan di atas hanya padanan pembanding. Dalam bahasa Ibrani, vokal setengah tersebut masing-masing dilafalkan dengan bunyi yang sangat lemah.
Dalam kondisi-kondisi tertentu, syewaʼʹ divokalisasi dan ditransliterasikan menjadi huruf e. Namun, umumnya, apabila syewaʼʹ didahului vokal pendek atau setiap kali terletak di bawah sebuah konsonan pada akhir sebuah suku kata, syewaʼʹ tidak diucapkan dan dianggap sebagai pemisah suku kata. Jadi, יִקְטֹל adalah yiq·tolʹ.
Suku Kata. Dalam bahasa Ibrani, setiap suku kata dimulai dengan sebuah konsonan dan terdiri dari (1) satu vokal penuh atau (2) satu vokal setengah dan satu vokal penuh. Jadi, קָטַל terdiri dari dua suku kata, yang satu קָ (qa) dan yang lain טַל (tal). Kedua suku kata itu mengandung satu vokal penuh dan dimulai dengan sebuah konsonan. Sebaliknya, בְּרִית (berithʹ) hanya merupakan satu suku kata karena hanya memiliki satu vokal penuh (.=i); syewaʼʹ, e ( ְ), adalah vokal setengah.
Tampaknya, ada dua perkecualian sehubungan dengan peraturan bahwa suku kata selalu dimulai dengan konsonan: (1) Apabila sebuah kata dimulai dengan וּ (u). Maka, u berdiri sebagai suku kata tersendiri. Jadi, וּבֵן adalah u·venʹ; וּשְׁמִי adalah u·syemiʹ. (2) Untuk ”paʹthakh yang tersembunyi”. Hal ini berlaku untuk vokal paʹthakh ( ַ) yang muncul di bawah konsonan ע ,ח ,הּ pada akhir sebuah kata; dalam hal ini paʹthakh diucapkan sebelum konsonan tersebut. Jadi, רוּחַ adalah ruʹakh, dan bukan ru·khaʹ.
Kadang-kadang, di antara dua kata terdapat sebuah garis horizontal kecil yang disebut maqqef (־), yaitu yang mirip dengan tanda hubung dalam bahasa Indonesia. Garis kecil ini dipakai untuk menggabungkan dua kata atau lebih sehingga dapat dianggap sebagai satu kata dan hanya kata terakhir yang mempertahankan aksennya. Jadi, כָּל־אֲשֶׁר adalah kol-ʼasyerʹ.
Aksen. Semua kata Ibrani memiliki tanda aksen pada suku kata yang terakhir atau sebelum yang terakhir, tetapi umumnya pada suku kata terakhir.
Untuk transliterasi dalam buku ini, titik tunggal digunakan sebagai pemisah suku kata; aksen ditempatkan setelah suku kata yang mendapat tekanan, dengan menggunakan tanda aksen untuk menunjukkan tekanan utama (ʹ).
[Tabel di hlm. 1001]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
Simpel
(1) Aktif (qal)
(2) Pasif (nif‛al)
Intensif
(3) Aktif (pi‛el)
(4) Pasif (pu‛al)
(5) Refleksif (hithpa‛el)
Kausatif
(6) Aktif (hif‛il)
(7) Pasif (hof‛al)
SIMPEL
Aktif: קָטַל — qa·talʹ — ia membunuh
Pasif: נִקְטַל — niq·talʹ — ia dibunuh
Refleksif: —
INTENSIF
Aktif: קִטֵּל — qit·telʹ — ia membunuh (dengan kejam)
Pasif: קֻטַּל — qut·talʹ — ia dibunuh (dengan kejam)
Refleksif: הִתְקַטֵּל — hith·qat·telʹ — ia membunuh dirinya sendiri
KAUSATIF
Aktif: הִקְטִיל — hiq·tilʹ — ia menyebabkan membunuh
Pasif: הָקְטַל — hoq·talʹ — ia dibuat membunuh
Refleksif: —
[Daftar di hlm. 1003]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
KONSONAN
Abjad: א
Konsonan: ʼAʹlef
Padanannya: ’
Abjad: בּ
Konsonan: Behth
Padanannya: b
Abjad: ב
Padanannya: v
Abjad: גּ
Konsonan: Giʹmel
Padanannya: g
Abjad: ג
Padanannya: gh
Abjad: דּ
Konsonan: Daʹleth
Padanannya: d
Abjad: ד
Padanannya: dh
Abjad: ה
Konsonan: He’
Padanannya: h
Abjad: ו
Konsonan: Waw
Padanannya: w
Abjad: ז
Konsonan: Zaʹyin
Padanannya: z
Abjad: ח
Konsonan: Khehth
Padanannya: kh
Abjad: ט
Konsonan: Tehth
Padanannya: t
Abjad: י
Konsonan: Yohdh
Padanannya: y
Abjad: כּ
Konsonan: Kaf
Padanannya: k
Abjad: כ Akhir: ך
Padanannya: kh
Abjad: ל
Konsonan: Laʹmedh
Padanannya: l
Abjad: מ Akhir: ם
Konsonan: Mem
Padanannya: m
Abjad: נ Akhir: ן
Konsonan: Nun
Padanannya: n
Abjad: ס
Konsonan: Saʹmekh
Padanannya: s
Abjad: ע
Konsonan: ʽAʹyin
Padanannya: ‛
Abjad: פּ
Konsonan: Pe’
Padanannya: p
Abjad: פ Akhir: ף
Padanannya: f
Abjad: צ Akhir: ץ
Konsonan: Tsa·dhehʹ
Padanannya: ts
Abjad: ק
Konsonan: Qohf
Padanannya: q
Abjad: ר
Konsonan: Rehs
Padanannya: r
Abjad: שׂ
Konsonan: Sin
Padanannya: s
Abjad: שׁ
Konsonan: Syin
Padanannya: sy
Abjad: תּ
Konsonan: Taw
Padanannya: t
Abjad: ת
Padanannya: th
VOKAL PENUH
Abjad: ָ (panjang)
Konsonan: Qaʹmets
Padanannya: a
Abjad: ַ
Konsonan: Paʹthakh
Padanannya: a
Abjad: ֵ (panjang)
Konsonan: Tseʹreh
Padanannya: e
Abjad: ֶ
Konsonan: Seʹghohl
Padanannya: e
Abjad: ִ
Konsonan: Khiʹreq
Padanannya: i
Abjad: ֹ (panjang)
Konsonan: Khohʹlem
Padanannya: o
Abjad: ָ
Konsonan: Qaʹmets Kha·tufʹ
Padanannya: o
Abjad: ֻ
Konsonan: Qib·butsʹ
Padanannya: u
Abjad: ִ (panjang)
Konsonan: Syuʹreq
Padanannya: u
VOKAL SETENGAH
Abjad: ְ
Konsonan: Syewa’ʹ
Padanannya: e pepet seperti segar
Abjad: ֲ
Konsonan: Kha·tefʹ Paʹthakh
Padanannya: a seperti hat (Ing.)
Abjad: ֱ
Konsonan: Kha·tefʹ Seʹghohl
Padanannya: e seperti met (Ing.)
Abjad: ֳ
Konsonan: Kha·tefʹ Qaʹmets
Padanannya: o seperti not (Ing.)
KOMBINASI KHUSUS
י ָ = ai
י ַ = ai
י ֵ = eh
י ֶ = ei
י ִ = i
וֹ = oh
וּ = u
יו ָ = av