ADIL-BENAR, NYATAKAN
Kata kerja Ibrani tsa·dheqʹ (yang berkaitan dengan tseʹdheq, yang artinya ”keadilbenaran”) kadang-kadang diterjemahkan ’menyatakan adil-benar’. (Kel 23:7; Ul 25:1) Ungkapan Alkitab ini juga diterjemahkan ”membenarkan”, dan bentuk kata bendanya diterjemahkan ”pembenaran”. Kata-kata aslinya (di·kai·oʹo [kata kerja], di·kaiʹo·ma dan di·kaiʹo·sis [kata-kata benda]) dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen, yang memuat penjelasan yang paling lengkap, pada dasarnya mengandung gagasan membebaskan atau membersihkan dari tuduhan apa pun, menganggap tidak bersalah, dan dengan demikian menyatakan bebas sepenuhnya, atau menyatakan dan memperlakukan sebagai adil-benar.—Lihat Greek-English Lexicon of the New Testament karya W. Bauer (direvisi oleh F. W. Gingrich dan F. Danker), 1979, hlm. 197, 198; juga A Greek-English Lexicon, karya H. Liddell dan R. Scott (direvisi oleh H. Jones), Oxford, 1968, hlm. 429.
Jadi, rasul Paulus menyebut Allah ”adil-benar [suatu bentuk kata di·kai·oʹo]” sehubungan dengan firman-Nya dan menang apabila dihakimi oleh para pencela. (Rm 3:4) Yesus mengatakan bahwa ”hikmat dibuktikan adil-benar oleh perbuatannya” dan bahwa, pada waktu memberikan pertanggungjawaban pada Hari Penghakiman, orang-orang akan ”dinyatakan adil-benar [suatu bentuk kata di·kai·oʹo]” atau dihukum berdasarkan perkataan mereka. (Mat 11:19; 12:36, 37) Yesus mengatakan bahwa pemungut pajak yang rendah hati, yang berdoa dengan penuh pertobatan di bait, ”pulang ke rumahnya dengan terbukti lebih adil-benar” daripada orang Farisi yang membanggakan diri, yang berdoa pada waktu yang sama. (Luk 18:9-14; 16:15) Rasul Paulus menyatakan bahwa apabila seseorang mati, ia ”telah dibebaskan [suatu bentuk kata di·kai·oʹo] dari dosanya”, karena telah membayar hukuman kematian.—Rm 6:7, 23.
Akan tetapi, selain digunakan seperti di atas, kata-kata Yunani ini digunakan dalam arti khusus yang menunjuk ke tindakan Allah yang membuat seseorang dianggap tidak memiliki kesalahan (Kis 13:38, 39; Rm 8:33) dan juga kepada tindakan Allah dalam menyatakan seseorang sempurna integritasnya dan dinilai layak memperoleh hak hidup, seperti yang akan kita lihat.
Pada Zaman Pra-Kristen. Pada mulanya, Adam adalah sempurna, pria yang adil-benar, seorang manusia ”putra Allah”. (Luk 3:38) Ia adil-benar karena ia diciptakan oleh Allah dan dinyatakan ”sangat baik” oleh Penciptanya. (Kej 1:31) Tetapi ia gagal mempertahankan integritas di hadapan Allah dan kehilangan keadilbenaran yang dimilikinya dan yang akan dimiliki oleh bakal keturunannya.—Kej 3:17-19; Rm 5:12.
Meskipun demikian, dari antara keturunannya, ada orang-orang beriman yang ”berjalan dengan Allah yang benar”, seperti Nuh, Henokh, dan Ayub. (Kej 5:22; 6:9; 7:1; Ayb 1:1, 8; 2:3) Mengenai Abraham, dikatakan bahwa ia memperlihatkan iman akan Allah dan ”dinyatakan adil-benar”; selain itu, ada tertulis bahwa Rahab dari Yerikho menunjukkan iman melalui perbuatannya dan dengan demikian ia ”dinyatakan adil-benar”, dan kehidupannya diselamatkan ketika kota Yerikho dihancurkan. (Yak 2:21-23, 25) Patut diperhatikan bahwa dalam surat Yakobus (yang telah dikutip) dan juga dalam surat Paulus kepada orang-orang di Roma (4:3-5, 9-11), yang berisi kutipan dari Kejadian 15:6, dinyatakan bahwa iman Abraham ”diperhitungkan kepadanya sebagai keadilbenaran”. Kita dibantu untuk memahami ungkapan ini melalui ulasan tentang arti kata kerja Yunani lo·giʹzo·mai, ”memperhitungkan”, yang digunakan di sini.
Bagaimana seseorang dapat ”diperhitungkan” adil-benar. Kata kerja Yunani ini, lo·giʹzo·mai, pada zaman dahulu selalu digunakan untuk kalkulasi atau penghitungan angka, seperti dalam akuntansi, untuk memaksudkan sesuatu yang dimasukkan pada sisi debit maupun sesuatu yang dimasukkan pada sisi kredit dalam suatu rekening. Dalam Alkitab, kata ini digunakan dalam arti ”menghitung, atau memperhitungkan”. Jadi, dalam 1 Korintus 13:5 dikatakan bahwa kasih ”tidak mencatat [suatu bentuk kata lo·giʹzo·mai] kerugian” (bdk. 2Tim 4:16); dan perkataan Daud, sang pemazmur, yang dikutip berbunyi, ”Berbahagialah manusia yang dosanya tidak akan diperhitungkan Yehuwa.” (Rm 4:8) Kepada orang-orang yang memandang hal-hal menurut nilai lahiriahnya, Paulus memperlihatkan perlunya membuat penilaian yang sepatutnya atas suatu perkara, seolah-olah melihat kedua sisi neraca lajur. (2Kor 10:2, 7, 10-12) Tetapi, Paulus juga khawatir jangan sampai ’seseorang memperhitungkan kepada[-nya] [suatu bentuk kata lo·giʹzo·mai]’ lebih daripada apa yang benar sehubungan dengan pelayanannya.—2Kor 12:6, 7.
Kata lo·giʹzo·mai dapat juga berarti ”menganggap, menilai, memperhitungkan, atau terhitung (di antara suatu kelompok, golongan, atau jenis)”. (1Kor 4:1) Jadi, Yesus mengatakan bahwa ia akan ”terhitung [suatu bentuk kata lo·giʹzo·mai] di antara para pelanggar hukum”, yaitu dianggap atau digolongkan di antara mereka atau seolah-olah ia salah seorang dari antara mereka. (Luk 22:37) Dalam suratnya kepada orang-orang di Roma, sang rasul mengatakan bahwa jika seseorang yang tidak bersunat mematuhi Hukum, ”meskipun tidak bersunat, ia akan diperhitungkan sebagai orang bersunat”, yaitu dinilai atau dianggap seolah-olah ia bersunat. (Rm 2:26) Dalam arti yang sama, orang Kristen didesak untuk ’menganggap diri mereka mati sehubungan dengan dosa tetapi hidup sehubungan dengan Allah karena Kristus Yesus’. (Rm 6:11) Selain itu, orang Kristen terurap yang berasal dari antara orang non-Yahudi, meskipun secara jasmani bukan keturunan Abraham, ”diperhitungkan sebagai benih” Abraham.—Rm 9:8.
Bagaimana Abraham dapat dinyatakan adil-benar sebelum kematian Kristus?
Demikian pula, iman Abraham, bersama perbuatannya, ”diperhitungkan [dianggap, atau dihubungkan] kepadanya sebagai keadilbenaran”. (Rm 4:20-22) Tentu saja, tidak berarti bahwa ia dan orang-orang beriman lainnya pada zaman pra-Kristen adalah orang-orang yang sempurna atau bebas dari dosa; namun, karena mereka memperlihatkan iman akan janji Allah berkenaan dengan ”benih” itu dan karena mereka berupaya keras untuk mengikuti perintah-perintah Allah, mereka tidak digolongkan sebagai orang yang tidak adil-benar yang tidak mempunyai nama baik di hadapan Allah, seperti orang-orang lainnya dalam dunia umat manusia. (Kej 3:15; Mz 119:2, 3) Yehuwa dengan pengasih menganggap mereka bebas dari kesalahan, jika dibandingkan dengan dunia umat manusia yang terasing dari Allah. (Mz 32:1, 2; Ef 2:12) Jadi, disebabkan oleh iman mereka, Allah dapat berurusan dengan orang-orang yang tidak sempurna tersebut dan memberkati mereka, tetapi dalam melakukan hal itu Ia tetap berpegang teguh pada standar keadilan-Nya yang sempurna. (Mz 36:10) Akan tetapi, orang-orang tersebut mengakui bahwa mereka perlu ditebus dari dosa dan menantikan saat yang ditentukan Allah manakala hal itu akan disediakan.—Mz 49:7-9; Ibr 9:26.
’Satu Tindakan Kristus Yesus yang Menghasilkan Pembenaran.’ Alkitab memperlihatkan bahwa sewaktu berada di bumi, Yesus Kristus mempunyai tubuh manusia yang sempurna (1Ptr 1:18, 19) dan bahwa ia mempertahankan kesempurnaannya dengan terus memegang erat serta menguatkan integritasnya di bawah ujian. Hal ini selaras dengan maksud-tujuan Allah untuk ”menyempurnakan” Wakil Utama keselamatan ”melalui penderitaan”. (Ibr 2:10) Dengan kata lain, Yesus disempurnakan dalam hal menunjukkan ketaatan dan memelihara integritas. Selain itu, ia disempurnakan untuk kedudukannya sebagai Imam Besar Allah bagi keselamatan, sebagaimana diperlihatkan oleh Paulus di Ibrani 5:7-10. Setelah menyelesaikan kehidupannya di bumi tanpa melakukan kesalahan apa pun, Yesus diakui oleh Allah sebagai pribadi yang telah terbukti benar. Maka ia adalah satu-satunya manusia yang, melalui ujian, dengan teguh dan pasti telah mempertahankan keadaannya yang benar, atau adil-benar di hadapan Allah berdasarkan perbuatan baiknya sendiri. Melalui ”satu tindakan yang menghasilkan pembenaran [suatu bentuk kata di·kaiʹo·ma]” ini, yaitu Yesus membuktikan dirinya adil-benar secara sempurna melalui seluruh haluan hidupnya yang tanpa kesalahan, termasuk korban kehidupannya, ia menyiapkan dasar agar orang-orang yang beriman kepada Kristus dapat dinyatakan adil-benar.—Rm 5:17-19; 3:25, 26; 4:25.
Dalam Sidang Kristen. Dengan kedatangan Putra Allah sebagai Penebus yang dijanjikan, muncul suatu faktor baru yang dapat dijadikan dasar oleh Allah untuk berurusan dengan manusia yang menjadi hamba-hamba-Nya. Para pengikut Yesus Kristus yang dipanggil untuk menjadi saudara-saudara rohaninya, dengan prospek menjadi sesama ahli waris bersama dia dalam Kerajaan surgawi (Rm 8:17), mula-mula dinyatakan adil-benar oleh Allah atas dasar iman mereka akan Yesus Kristus. (Rm 3:24, 28) Ini adalah langkah hukum di pihak Allah Yehuwa; oleh karena itu, di hadapan Dia sebagai Hakim Tertinggi tidak seorang pun dapat ”melancarkan tuduhan” terhadap orang-orang-Nya yang terpilih. (Rm 8:33, 34) Mengapa Allah mengambil langkah ini untuk mereka?
Alasan pertama ialah karena Yehuwa itu sempurna dan kudus (Yes 6:3); jadi, selaras dengan kekudusan-Nya, orang-orang yang Ia terima sebagai putra-putra-Nya harus sempurna. (Ul 32:4, 5) Yesus Kristus, Putra utama Allah, telah memperlihatkan bahwa dirinya sempurna, ”loyal, tanpa kecurangan, tidak tercemar, terpisah dari orang-orang berdosa”. (Ibr 7:26) Akan tetapi, para pengikutnya diambil dari antara putra-putra Adam, yang oleh karena dosa, menghasilkan keluarga yang berdosa dan tidak sempurna. (Rm 5:12; 1Kor 15:22) Jadi, seperti diperlihatkan di Yohanes 1:12, 13, para pengikut Yesus pada mulanya bukan putra-putra Allah. Melalui kebaikan hati-Nya yang tidak selayaknya diperoleh, Allah Yehuwa mengatur agar orang-orang yang diperkenan tersebut ”diangkat menjadi putra”. Dengan demikian Ia dapat menerima dan menjadikan mereka bagian dari keluarga-Nya, dalam suatu hubungan rohani. (Rm 8:15, 16; 1Yoh 3:1) Jadi, Allah membubuh dasar agar mereka dapat memasuki hubungan atau diangkat sebagai putra dengan menyatakan mereka adil-benar melalui nilai korban tebusan Kristus yang mereka imani, yang membebaskan mereka dari semua kesalahan karena dosa. (Rm 5:1, 2, 8-11; bdk. Yoh 1:12.) Karena itu, mereka ”diperhitungkan”, atau dianggap, sebagai orang-orang yang sepenuhnya adil-benar, karena semua dosa mereka telah diampuni dan tidak ditanggungkan ke atas mereka.—Rm 4:6-8; 8:1, 2; Ibr 10:12, 14.
Maka, tindakan menyatakan orang-orang Kristen tersebut adil-benar jauh lebih luas jangkauannya daripada yang dilakukan dalam kasus Abraham (dan hamba-hamba Yehuwa yang lain pada zaman pra-Kristen), yang dibahas sebelumnya. Untuk menunjukkan seberapa jauh Abraham dinyatakan adil-benar, Yakobus, sang murid, menulis, ”Tergenaplah ayat yang mengatakan, ’Abraham menaruh iman kepada Yehuwa, dan hal itu diperhitungkan kepadanya sebagai keadilbenaran’, dan ia disebut ’sahabat Yehuwa’.” (Yak 2:20-23) Jadi, oleh karena imannya, Abraham dinyatakan adil-benar sebagai sahabat Allah, bukan sebagai putra Allah karena ia tidak ”dilahirkan kembali” dengan harapan kehidupan surgawi. (Yoh 3:3) Catatan Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa sebelum kedatangan Kristus, kedudukan sebagai putra ataupun harapan surgawi belum terbuka bagi manusia.—Yoh 1:12, 17, 18; 2Tim 1:10; 1Ptr 1:3; 1Yoh 3:1.
Jelas terlihat bahwa meskipun orang-orang Kristen ini memiliki status sebagai orang-orang yang adil-benar di hadapan Allah, mereka tidak memiliki tubuh yang sempurna dalam arti harfiah. (1Yoh 1:8; 2:1) Mengingat prospek kehidupan surgawi bagi para pengikut Kristus ini, kesempurnaan harfiah dalam tubuh jasmani sekarang tidak benar-benar dibutuhkan. (1Kor 15:42-44, 50; Ibr 3:1; 1Ptr 1:3, 4) Akan tetapi, dengan dinyatakan adil-benar, yaitu keadilbenaran ”diperhitungkan” kepada mereka, persyaratan Allah untuk keadilan telah dipenuhi, dan Ia membawa orang-orang yang telah diangkat sebagai putra itu ke dalam ”perjanjian baru” yang disahkan oleh darah Yesus Kristus. (Luk 22:20; Mat 26:28) Mereka yang telah diangkat menjadi putra-putra rohani ini, dalam perjanjian baru yang diadakan dengan Israel rohani, ’dibaptis dalam kematian Kristus’, yaitu pada akhirnya mereka akan mengalami kematian yang sama dengan kematian Kristus.—Rm 6:3-5; Flp 3:10, 11.
Meskipun Yehuwa mengampuni dosa mereka yang disebabkan oleh kelemahan jasmani dan ketidaksempurnaan, suatu konflik berkecamuk dalam diri orang-orang Kristen ini, sebagaimana diuraikan dalam surat Paulus kepada orang-orang di Roma (7:21-25). Ini adalah konflik antara hukum dari pikiran mereka yang telah diperbarui (Rm 12:2; Ef 4:23), atau ”hukum Allah”, dan ”hukum dosa” yang ada dalam anggota-anggota tubuh mereka. Hal ini disebabkan karena tubuh jasmani mereka tidak disempurnakan, meskipun mereka dianggap adil-benar dan dosa mereka diampuni. Konflik ini ikut berperan dalam ujian integritas mereka terhadap Allah. Mereka dapat menang dalam konflik ini dengan bantuan roh Allah dan Imam Besar mereka yang berbelaskasihan, Kristus Yesus. (Rm 7:25; Ibr 2:17, 18) Akan tetapi, untuk dapat menang, mereka harus terus memperlihatkan iman akan korban tebusan Kristus dan mengikuti dia, dan dengan cara itu mempertahankan keadilbenaran mereka di mata Allah. (Bdk. Pny 22:11.) Dengan demikian, mereka ’menjadikan panggilan dan pemilihan mereka pasti’ bagi diri mereka. (2Ptr 1:10; Rm 5:1, 9; 8:23-34; Tit 3:6, 7) Sebaliknya, jika mereka mulai mempraktekkan dosa, jatuh dari iman, mereka akan kehilangan kedudukan mereka yang baik di hadapan Allah sebagai orang-orang yang adil-benar karena mereka ”memantek lagi Putra Allah bagi diri mereka dan mempermalukan dia di depan umum”. (Ibr 6:4-8) Orang-orang tersebut akan dibinasakan. (Ibr 10:26-31, 38, 39) Maka, Yesus berbicara tentang dosa yang tidak akan diampuni, dan rasul Yohanes membuat perbedaan antara dosa yang ”tidak mendatangkan kematian” dan dosa yang ”memang mendatangkan kematian”.—Mat 12:31, 32; 1Yoh 5:16, 17.
Setelah Yesus Kristus mempertahankan kesetiaannya sampai mati, ia ”dihidupkan sebagai roh”, diberi peri tidak berkematian dan ketidakfanaan. (1Ptr 3:18; 1Kor 15:42, 45; 1Tim 6:16) Dengan demikian, ia ”dinyatakan adil-benar sebagai roh” (1Tim 3:16; Rm 1:2-4) dan duduk di sebelah kanan Allah di surga. (Ibr 8:1; Flp 2:9-11) Para pengikut jejak Kristus yang setia menantikan kebangkitan yang sama dengan kebangkitan dia (Rm 6:5), menanti untuk memperoleh ”kodrat ilahi”.—2Ptr 1:4.
Orang-Orang Lain yang Adil-Benar. Dalam salah satu perumpamaan Yesus yang berkaitan dengan waktu kedatangannya dalam kemuliaan Kerajaan, orang-orang yang disamakan dengan domba disebut ”orang-orang yang adil-benar”. (Mat 25:31-46) Akan tetapi, patut diperhatikan bahwa dalam perumpamaan tersebut, ”orang-orang yang adil-benar” ini diperkenalkan sebagai suatu kelompok yang terpisah dan berbeda dengan mereka yang Kristus sebut sebagai ”saudara-saudaraku”. (Mat 25:34, 37, 40, 46; bdk. Ibr 2:10, 11.) Karena orang-orang yang seperti domba ini memberikan bantuan kepada ”saudara-saudara” rohani Kristus, dengan demikian memperlihatkan iman akan Kristus, mereka diberkati oleh Allah dan disebut ”orang-orang yang adil-benar”. Seperti Abraham, mereka dianggap, atau dinyatakan, adil-benar sebagai sahabat Allah. (Yak 2:23) Kedudukan yang adil-benar ini akan berarti keselamatan bagi mereka sewaktu ”kambing-kambing” masuk ”ke dalam kemusnahan abadi”.—Mat 25:46.
Situasi yang sejajar dengan ini dapat kita lihat dalam penglihatan yang dicatat di Penyingkapan 7:3-17. Di sini, suatu ”kumpulan besar” yang jumlahnya tidak tertentu diperlihatkan sebagai kelompok yang berbeda dengan 144.000 ’orang yang dimeteraikan’. (Bdk. Ef 1:13, 14; 2Kor 5:1.) ”Kumpulan besar” ini memiliki kedudukan yang adil-benar di hadapan Allah, yang ditunjukkan oleh fakta bahwa mereka digambarkan telah ”mencuci jubah mereka dan membuatnya putih dalam darah Anak Domba”.—Pny 7:14.
”Kumpulan besar” ini, yang selamat melewati ”kesengsaraan besar”, belum dinyatakan adil-benar untuk memperoleh kehidupan—yaitu, layak mendapat hak kehidupan abadi di bumi. Mereka perlu terus ambil bagian dari ”sumber air kehidupan”; ke sanalah mereka akan dituntun oleh Anak Domba, Kristus Yesus. Mereka perlu melakukan hal ini selama Pemerintahan Milenium Kristus. (Pny 7:17; 22:1, 2) Jika mereka terbukti loyal kepada Yehuwa melalui ujian akhir pada akhir seribu tahun itu, nama mereka akan tetap tertulis dalam buku kehidupan Allah secara permanen, dengan demikian Yehuwa menyatakan, atau mengakui, bahwa mereka akhirnya adil-benar dalam arti selengkapnya.—Pny 20:7, 8; lihat HIDUP, KEHIDUPAN (Pohon-Pohon Kehidupan).
Allah Terbukti Adil-Benar dalam Semua Tindakan-Nya. Jelas terlihat bahwa sewaktu berurusan dengan manusia yang tidak sempurna, Allah tidak pernah melanggar standar-Nya sendiri sehubungan dengan keadilbenaran dan keadilan. Orang-orang berdosa tidak Ia nyatakan adil-benar atas dasar perbuatan baik mereka sendiri, sehingga mengabaikan atau menganggap remeh dosa. (Mz 143:1, 2) Sebagaimana dijelaskan oleh rasul Paulus, ”Semua orang telah berbuat dosa dan gagal mencapai kemuliaan Allah, dan sebagai karunia cuma-cuma mereka dinyatakan adil-benar, yaitu karena kebaikan hatinya yang tidak selayaknya diperoleh, melalui kelepasan oleh tebusan yang dibayar oleh Kristus Yesus. Allah menetapkan dia sebagai persembahan untuk pendamaian berdasarkan iman kepada darahnya. Hal ini adalah demi mempertunjukkan keadilbenarannya sendiri, karena ia mengampuni dosa-dosa yang dilakukan di masa lampau ketika Allah berlaku sabar; untuk mempertunjukkan keadilbenarannya pada masa sekarang ini, supaya ia adil-benar, yaitu pada waktu menyatakan adil-benar orang yang mempunyai iman kepada Yesus.” (Rm 3:23-26) Jadi, melalui kebaikan hati-Nya yang tidak selayaknya diperoleh, Allah menyiapkan suatu penyelenggaraan hukum atas dasar korban Kristus, sebagai sarana untuk dapat mengampuni dosa orang-orang yang memperlihatkan iman, tetapi dalam hal ini Ia sepenuhnya tetap berpegang pada keadilan dan keadilbenaran-Nya.
Upaya untuk Membuktikan Diri Adil-Benar. Mengingat bahwa hanya Allah yang dapat menyatakan seseorang adil-benar, upaya untuk membuktikan diri adil-benar atas dasar perbuatan baik diri sendiri atau atas dasar penilaian orang lain akan keadilbenaran seseorang tidak ada gunanya. Walaupun Ayub tidak menuduh Allah berbuat salah, ia ditegur karena ”menyatakan bahwa jiwanya sendiri adil-benar, sebaliknya daripada Allah”. (Ayb 32:1, 2) Pria yang mahir dalam Hukum, yang bertanya kepada Yesus tentang jalan menuju kehidupan abadi, secara tidak langsung ditegur oleh Yesus karena berupaya membuktikan dirinya adil-benar. (Luk 10:25-37) Yesus mengutuk orang-orang Farisi karena mereka berupaya menyatakan diri adil-benar di hadapan manusia. (Luk 16:15) Rasul Paulus, khususnya, memperlihatkan bahwa keadaan seluruh umat manusia tidak sempurna dan berdosa, sehingga tidak seorang pun dapat dinyatakan adil-benar dengan mencoba menetapkan keadilbenaran mereka sendiri melalui perbuatan menurut Hukum Musa. (Rm 3:19-24; Gal 3:10-12) Sebaliknya, ia menandaskan iman akan Kristus Yesus sebagai dasar yang sejati untuk dapat dinyatakan adil-benar. (Rm 10:3, 4) Surat yang terilham dari Yakobus melengkapi pernyataan Paulus dengan memperlihatkan bahwa iman itu harus dibuat hidup, bukan dengan perbuatan menurut Hukum, melainkan dengan perbuatan iman, seperti halnya Abraham dan Rahab.—Yak 2:24, 26.
Orang-orang tertentu, yang mengaku-aku rasul, dengan tidak sepatutnya mempertanyakan kerasulan dan kegiatan Kristen Paulus, karena melalui itu mereka berupaya menarik sidang Korintus menjadi pengikut mereka. (2Kor 11:12, 13) Paulus, yang yakin bahwa ia telah melaksanakan kepengurusan bagi Kristus dengan setia, menyatakan bahwa ia tidak khawatir akan penilaian manusia yang, sepenuhnya tanpa wewenang, sebetulnya menghakimi dia menurut ”pengadilan manusia”. Ia bahkan tidak mengandalkan penilaiannya sendiri, tetapi ia bersandar pada Yehuwa sebagai Pemeriksanya. (1Kor 4:1-4) Jadi, prinsip telah ditetapkan bahwa untuk menentukan apakah seseorang adil-benar atau tidak, penilaian manusia tidak dapat diandalkan, kecuali hal itu didukung oleh Firman Allah. Orang tersebut harus meneliti Firman Allah dan membiarkan Firman itu memeriksa dirinya. (Ibr 4:12) Akan tetapi, apabila nyata bahwa ada dukungan dari Firman Allah, seseorang yang ditegur oleh seorang saudara Kristen, terutama oleh seorang penatua di sidang, tidak sepatutnya mengesampingkan teguran tersebut dengan mencoba membuktikan dirinya adil-benar. (Ams 12:1; Ibr 12:11; 13:17) Selain itu, siapa pun yang memiliki kedudukan yang disertai tanggung jawab, yang mengadili suatu masalah atau pertikaian, akan dihukum oleh Allah jika ia menyatakan ”orang fasik adil-benar karena mempertimbangkan suap”.—Yes 5:23; Yak 2:8, 9.