Albania
ALBANIA adalah sebuah negeri kecil yang sejarahnya sangat beragam dan kompleks. Negeri ini telah dilintasi oleh banyak suku dan bangsa, diserang berulang kali oleh kuasa-kuasa dunia, dan selama puluhan tahun mengalami pengasingan yang ekstrem. Walaupun Saksi-Saksi Yehuwa di sini telah mengalami banyak tantangan dan kesengsaraan, Allah Yehuwa telah memelihara dan memberkati mereka dengan kemakmuran rohani yang menyenangkan. Halaman-halaman berikut secara singkat menggambarkan sejarah mereka yang menarik dan memperlihatkan bagaimana ”tangan Yehuwa” telah mendukung hamba-hamba-Nya yang rendah hati di negeri ini.—Kis. 11:21.
Selama berabad-abad, kuasa-kuasa asing berebut untuk menguasai Albania, dan seiring dengan itu menimbulkan konflik-konflik agama. Pada awal tahun 1500-an, negeri itu terpecah belah oleh agama; ada kelompok yang beragama Islam, ada yang Ortodoks, dan yang lain lagi Katolik.
Menjelang akhir tahun 1800-an, nasionalisme Albania mulai meningkat dan banyak kelompok patriotik terbentuk. Kebanyakan penduduk Albania adalah petani, dan banyak yang menyalahkan intervensi asing yang berlangsung selama bertahun-tahun sebagai penyebab kemiskinan mereka. Pada tahun 1900, otonomi dan kemerdekaan telah menjadi isu yang memanas yang memicu perang dengan Yunani, Serbia, dan Turki. Akhirnya, pada tahun 1912, Albania memproklamasikan kemerdekaannya.
Belakangan, kebijakan pemerintah hampir menghapus semua kegiatan agama yang terorganisasi. Setelah Perang Dunia II, kalangan berwenang Komunis meniadakan semua agama dan mendeklarasikan Albania sebagai negara ateis pertama di dunia.
’MENYAMBUT KEBENARAN DENGAN SUKACITA’
Sebelum tahun 56 M, rasul Paulus melaporkan bahwa dia beserta rekan-rekannya telah memberitakan kabar baik dengan saksama ”sampai Ilirikum”, provinsi Romawi yang mencakup sebagian Albania sekarang. (Rm. 15:19) Kemungkinan besar, beberapa orang di daerah ini telah menjadi orang Kristen sejati pada waktu itu, karena sejarah sekuler melaporkan bahwa Kekristenan berkembang di Albania pada abad pertama.
Catatan zaman modern tentang ibadat sejati di kawasan ini dimulai pada tahun 1921, sewaktu John Bosdogiannis menulis ke Betel Brooklyn dari Pulau Kreta tentang kunjungan ke ”kelas” pelajaran Alkitab (perhimpunan) di Ioannina, yang kini bagian dari Yunani Utara. Pada waktu yang sama, banyak orang Albania yang menetap di New England, di Amerika Serikat, termasuk Thanas (Nasho) Idrizi dan Costa Mitchell. Sewaktu belajar kebenaran, mereka segera dibaptis. Saudara Idrizi kembali ke Gjirokastër, Albania, pada tahun 1922—orang Albania pertama yang kembali ke negerinya dengan kebenaran Alkitab. Yehuwa memberkati kerelaannya berkorban, dan orang-orang pun mulai menyambut. Tak lama, orang-orang beriman asal Albania yang tinggal di Amerika mengikuti jejaknya untuk pulang kampung. Sementara itu, Costa Mitchell terus mengabar di ladang Albania di Boston, Massachusetts, AS.
Sokrat dan Thanas Duli (Athan Doulis) lahir di Albania, tetapi sewaktu masih bocah mereka dibawa ke Turki. Sokrat kembali ke Albania pada tahun 1922. Tahun berikutnya, Thanas yang berusia 14 tahun juga kembali untuk mencari abangnya. ”Sewaktu tiba di rumah tua kami,” tulisnya, ”saya tidak segera bertemu dengan abang saya, karena dia bekerja di tempat yang jauhnya sekitar 200 kilometer. Tetapi, saya menemukan The Watch Tower, Alkitab, dan tujuh jilid Studies in the Scriptures, dan juga berbagai pamflet tentang topik Alkitab. Jelaslah, bahkan di distrik pegunungan yang terpencil, ada Siswa-Siswa Alkitab aktif yang telah pergi ke Amerika dan pulang membawa pengetahuan Alkitab dan kasih akan buku itu.” Sewaktu keduanya akhirnya bertemu, Sokrat—yang pada waktu itu sudah menjadi Siswa Alkitab terbaptis—tidak menahan diri untuk mengajarkan kebenaran kepada adiknya, Thanas.
Pada tahun 1924, kantor di Rumania ditugasi untuk mengawasi ladang Albania yang baru dibuka. Meskipun pekerjaan kesaksian masih terbatas, The Watch Tower terbitan 1 Desember 1925 melaporkan, ”The Harp of God, juga buku kecil The Desirable Government dan The World Distress diterjemahkan dan dicetak dalam bahasa setempat. . . . Cukup banyak publikasi yang disiarkan, dan orang Albania menyambut kebenaran dengan penuh sukacita.”
Pada waktu itu, Albania terpecah belah karena pertikaian politik. Namun, bagaimana keadaan hamba-hamba Yehuwa? ”Pada tahun 1925 terdapat tiga sidang yang terorganisasi di Albania, dan juga Siswa-Siswa Alkitab di daerah terpencil,” tulis Thanas. Ia juga memerhatikan bahwa mereka saling mengasihi, sangat jauh berbeda dengan orang-orang di sekitar mereka yang suka bertikai, menganggap diri penting, dan bersaing. Meski banyak orang Albania meninggalkan negeri mereka, orang-orang Albania lainnya yang telah belajar kebenaran rela kembali, ingin sekali mengajarkan Kerajaan Kristus yang baru berdiri kepada kerabat mereka.
Sementara itu, di Boston, khotbah-khotbah umum disampaikan dalam bahasa Albania pada hari Minggu pagi dengan sekitar 60 hadirin. Semua yang hadir adalah siswa yang serius dan rajin membaca serta memeriksa jilid-jilid buku Studies in the Scriptures. Buku The Harp of God (Harpa Allah) juga dipelajari dengan saksama, meskipun ada beberapa kesalahan terjemahan. (Misalnya, judulnya mula-mula diterjemahkan menjadi The Guitar of God [Gitar Allah]) Meskipun demikian, buku ini telah membantu banyak sekali orang Albania mempelajari kebenaran Alkitab dan mendapatkan iman yang kuat.
”JANGAN GANGGU MEREKA!”
Pada tahun 1926, The Watch Tower melaporkan bahwa di Albania ada 13 orang yang menghadiri Peringatan kematian Kristus. ”Hanya ada sekitar lima belas saudara terurap di Albania,” kata 1927 Yearbook, ”dan mereka berupaya sebisa-bisanya untuk menyebarkan berita kerajaan.” Yearbook melaporkan, ”Di Amerika ada sekitar 30 saudara Albania yang terurap, dan mereka sangat ingin membantu orang-orang sebangsa mereka mendapat pengetahuan tentang Kebenaran.” Ke-15 saudara di Albania itu senang bahwa 27 orang hadir di Peringatan pada tahun 1927, lebih dari dua kali jumlah hadirin tahun sebelumnya.
Menjelang akhir tahun 1920-an, terjadi banyak pergolakan politik di Albania. Pemerintahan yang dipimpin oleh Fan Noli, seorang uskup Ortodoks, sempat merebut kekuasaan sebentar, namun akhirnya digulingkan oleh Presiden Ahmed Bey Zogu. Ia memproklamasikan Albania sebagai kerajaan dengan dirinya sebagai Raja Zog I yang berkuasa mutlak.
Pada tahun 1928, Lazar Nasson, Petro Stavro, bersama dua saudara lainnya datang dari Amerika Serikat ke Albania untuk mempertunjukkan ”Drama-Foto Penciptaan”. Pada waktu yang bersamaan, seorang imam Katolik dan seorang imam Ortodoks dari Amerika Serikat juga berada di Albania, mengunjungi Raja Zog I.
”Hati-hati!” kata imam Katolik itu memperingatkan Zog. ”Pria-pria telah datang dari Amerika untuk menyusahkan Yang Mulia.”
Namun, sang imam Ortodoks tidak setuju. Ia mengenal saudara-saudara itu karena mereka adalah bekas anggota yang belum lama ini keluar dari gerejanya sendiri di Boston. ”Andaikan semua orang di Albania seperti mereka,” katanya kepada Zog, ”Yang Mulia tidak perlu mengunci pintu-pintu istana ini!”
”Kalau begitu, biarkan mereka,” sahut Zog, ”dan jangan ganggu mereka!”
Pada tahun yang sama, buku Songs of Praise to Jehovah (Nyanyian Pujian bagi Yehuwa) dicetak di Boston dalam bahasa Albania, sehingga saudara-saudara di Albania akhirnya bisa mempelajari melodi beserta lirik lagu-lagu itu. Dua lagu favoritnya adalah ”Jangan Takut, Hai Kawanan Kecil” dan ”Bekerja!”—lagu-lagu yang menguatkan saudara-saudara pada tahun-tahun yang sukar setelahnya.
Orang Albania pada umumnya lebih senang berbicara terus terang, tidak berputar-putar. Kalau orang lain menganggap kata-kata yang diucapkan itu tajam, orang Albania menganggapnya percakapan yang wajar dan hidup. Kalau orang Albania sudah yakin dengan suatu hal, mereka tidak hanya akan membagikan hal itu kepada orang lain, tetapi mereka juga berbicara dan bertindak tegas berdasarkan hal itu. Watak seperti ini turut memengaruhi reaksi mereka terhadap kabar baik.
KESULITAN MEMBUAHKAN HASIL POSITIF
Karena masalah politik dan ekonomi terus meningkat, semakin banyak orang Albania meninggalkan negeri mereka, dan beberapa di antaranya belajar kebenaran di New England dan New York. Di mana ada komunitas Albania, di situ kebenaran bertumbuh subur. Karena ingin mendapatkan lebih banyak lektur, saudara-saudara bersukacita saat menerima buku-buku kecil Kingdom dan The Crisis dalam bahasa Albania.
Sementara itu, para pejabat di Albania telah menyita sebagian lektur kita. Namun, pada tahun 1934, Bulletin (kini, Pelayanan Kerajaan Kita) melaporkan dari Albania, ”Dengan senang hati kami sampaikan kepada Saudara bahwa Departemen Kehakiman baru saja mengeluarkan perintah kepada semua provinsi bahwa mulai sekarang semua lektur kita bebas beredar . . . Semua buku dan buku kecil yang telah disita oleh berbagai penguasa daerah telah dikembalikan kepada saudara-saudara . . . Kini, tujuh saudara telah menyewa sebuah mobil untuk mengunjungi kota-kota yang jauh dengan membawa buku-buku sedangkan saudara-saudara lainnya mengerjakan daerah-daerah yang dekat.” Alhasil, pada tahun 1935 dan 1936, saudara-saudara menyiarkan lebih dari 6.500 lektur!
”SIARAN RADIO YANG DIYAKINI PALING LUAS DALAM SEJARAH”
”Akan dipancarkan siaran radio yang diyakini paling luas dalam sejarah,” demikian bunyi pengumuman dalam surat kabar Inggris Leeds Mercury pada awal tahun 1936. ”Ini merupakan ceramah yang akan disampaikan oleh Hakim Rutherford, sang penginjil, di Los Angeles.” J. F. Rutherford, yang memimpin Saksi-Saksi Yehuwa kala itu, akan memberikan ceramah yang bakal disiarkan ke seluruh Amerika Serikat dan Inggris Raya melalui telepon-radio dan direlai ke sejumlah negeri Eropa. ”Ada satu Negeri Eropa yang pasti tidak akan dapat mendengarnya,” kata Mercury dalam penutup artikelnya. ”Itu adalah Albania, yang tidak memiliki fasilitas telepon.”
Namun, beberapa minggu setelah ceramah itu, Nicholas Christo dari sidang Albania di Boston menulis ke kantor pusat sedunia, ”Kami ingin memberi tahu saudara-saudara bahwa dari komunikasi yang baru-baru ini kami terima dari Albania, ceramah Hakim Rutherford tentang ’Memisahkan Bangsa-Bangsa’ telah terdengar di negeri itu, sehingga satu negeri lagi masuk ke dalam daftar panjang negeri yang mendengarnya. Siaran itu dapat ditangkap di dua daerah . . . , tampaknya dengan menggunakan transmisi gelombang pendek. . . . Rekan-rekan kita sangat senang bisa mendengar suara Hakim Rutherford.”
Bagaimana para penyiar Albania memandu perhimpunan sebelum Menara Pengawal diterbitkan dalam bahasa Albania? Kebanyakan orang Albania yang menerima kebenaran adalah pria-pria yang telah mengikuti sekolah berbahasa Yunani di daerah selatan Albania. Jadi, mereka tidak mengalami kesulitan mempelajari Menara Pengawal dalam bahasa Yunani. Yang lain-lainya mempelajarinya dalam bahasa Italia atau bahasa Prancis. Karena perhimpunannya diadakan dalam bahasa Albania, saudara-saudara menerjemahkan lektur yang digunakan seraya acara berlangsung.
Di Boston, Pelajaran Menara Pengawal dalam bahasa Albania pada Senin malam juga dipandu menggunakan majalah berbahasa Yunani. Meski demikian, banyak saudara mengajar anak-anak mereka dengan baik, dan bertahun-tahun kemudian putra-putri, sepupu dan kemenakan, cucu dan cicit mereka menjadi hamba-hamba sepenuh waktu. Sebenarnya, saudara-saudara Albania dikenal begitu bersemangat dalam memberikan kesaksian sehingga orang-orang mulai menjuluki mereka ungjillorë, artinya ”para penginjil”.
PARA PEJABAT TINGGI MENDAPAT KESAKSIAN
Pada tahun 1938, setahun sebelum Raja Zog digulingkan, dua adik perempuannya pergi ke Boston. Pada bulan Desember, majalah Consolation (sekarang Sedarlah!) melaporkan, ”Sewaktu kedua wanita bangsawan Albania itu mengunjungi Boston, kami berdua dari jemaat Saksi-Saksi Yehuwa kesatuan Albania di Boston mengunjungi mereka di hotel dan menyampaikan kepada mereka berita kerajaan Allah. Mereka menyambut kami dengan sangat ramah.”
Kedua Saksi itu adalah Nicholas Christo dan kakak perempuannya, Lina. Mereka tidak hanya bertemu dengan kedua wanita bangsawan tersebut tetapi juga dengan lima orang pejabat tinggi lainnya, termasuk duta besar Albania untuk Amerika Serikat kala itu, Faik Konitza [Konica]. Sebelum pertemuan itu, sebuah kartu kesaksian dalam bahasa Albania dibacakan di depan kelompok itu yang menjelaskan betapa luas kebenaran sedang diberitakan di kalangan orang Albania. ”Kami senang memberi tahu Anda,” demikian sebagian kata-katanya, ”bahwa berita ini juga telah diumumkan di Albania selama bertahun-tahun dan puluhan ribu buku telah disampaikan kepada para pejabat dan penduduk Albania agar mereka mendapatkan pencerahan dan penghiburan.”
Duta Besar Konitza mengatakan kepada kedua wanita bangsawan itu, ”Mereka ingin agar Ibu menggunakan pengaruh Ibu supaya mereka dapat bebas menjalankan kegiatan mereka di Albania tanpa gangguan. Mereka menganut agama ’baru’, dan mereka percaya dunia ini [organisasi dunia sekarang] akan segera berakhir dan setelah itu Kristus akan memerintah dan kemudian orang mati akan dibangkitkan.”
Bagaimana Tn. Konitza sampai tahu banyak tentang berita Kerajaan? Consolation menjelaskan bahwa alasannya adalah ”karena seorang saksi, sebelum . . . masuk kebenaran bertahun-tahun yang lalu, sudah kenal baik dengannya . . . dan sudah sering membahas kebenaran bersama-sama dengannya”.
PERANG DUNIA KEDUA MENDATANGKAN UJIAN
Pada tahun 1930-an, Italia mengambil alih kekuasaan atas Albania, dan Raja Zog beserta keluarganya melarikan diri dari negeri itu pada tahun 1939. Pasukan Fasis dari Italia yang menyerbu melarang lektur kita dan melarang ke-50 penyiar di sana untuk mengabar. Pada pertengahan tahun 1940, sekitar 15.000 lektur disita. Pada tanggal 6 Agustus di Këlcyrë, rezim Fasis menangkap sembilan saudara dan menjebloskan mereka ke sel berukuran 2 x 4 meter. Belakangan, mereka dipindahkan ke penjara di Tiranë. Mereka ditahan selama delapan bulan tanpa pemeriksaan pengadilan dan kemudian mendapat hukuman mulai dari sepuluh bulan hingga dua setengah tahun.
Dalam situasi seperti ini, para narapidana harus mendapatkan makanan dari keluarga mereka. Tetapi, dalam kasus ini, justru pencari nafkah keluargalah yang berada di penjara. Dari mana mereka akan mendapatkan makanan?
”Kami mendapat jatah 800 gram roti kering, tiga kilogram batu bara, dan sebatang sabun setiap 15 hari,” kenang Nasho Dori. ”Saya dan Jani Komino punya cukup uang untuk membeli satu kilogram kacang polong. Kami menggunakan batu bara untuk merebus kacang polong, yang dibeli oleh para narapidana lainnya per sendok. Dengan cepat kami menghabiskan lima panci besar kacang polong. Akhirnya, kami punya cukup uang untuk membeli sedikit daging.”
Pada akhir tahun 1940 dan awal 1941, pasukan Yunani menyerang bagian selatan Albania dan memaksa para pria di sana untuk bergabung dengan mereka. Di sebuah desa, pada waktu seorang saudara menolak dengan mengatakan bahwa dia netral, para serdadu menyeret dia dengan menjambak rambutnya dan memukulinya sampai pingsan.
”Apa kamu masih membangkang?” bentak sang komandan sewaktu saudara itu mulai siuman.
”Saya masih netral!” sahut saudara itu.
Karena frustrasi, para serdadu itu membiarkannya pergi.
Beberapa hari kemudian, sang komandan mendatangi rumah saudara yang telah disiksanya itu dan memuji dia atas keberaniannya. ”Beberapa hari yang lalu, saya membunuh 12 orang Italia dan menerima sebuah medali,” katanya. ”Tetapi, hati nurani saya terganggu, dan saya malu mengenakannya. Saya simpan medali itu di kantong saya karena saya tahu itu adalah tanda perbuatan kriminal.”
PENGUASA BARU—UJIAN SAMA
Di tengah-tengah pertempuran dan gejolak perang, Partai Komunis Albania diam-diam berhasil memperkuat diri, meskipun rezim Fasis sudah berupaya mengendalikan situasi. Pada tahun 1943, para serdadu yang sedang memerangi orang Komunis menangkap seorang saudara, memasukkannya ke dalam truk, membawanya ke garis depan, dan memberinya sepucuk senapan. Ia menolaknya.
”Kamu ini Komunis!” teriak sang komandan. ”Jika kamu Kristen, seharusnya kamu ikut perang sama seperti para imam!”
Sang komandan memerintahkan para serdadu untuk membunuh saudara itu. Tepat sebelum regu tembak menjalankan aksinya, seorang komandan lain datang dan menanyakan apa yang sedang terjadi. Setelah tahu bahwa saudara itu bersikap netral, ia membatalkan perintah untuk menembaknya, dan saudara itu dibebaskan.
Pada bulan September 1943, rezim Fasis mundur dan pasukan Jerman menyerbu, membunuh 84 pria dan wanita di Tiranë hanya dalam satu malam. Ratusan orang dikirim ke kamp-kamp konsentrasi. Sementara itu, saudara-saudara mengetik pesan-pesan yang memuat harapan dan anjuran dari Alkitab. Jika seseorang sudah selesai membaca pesan yang diketik itu, ia diminta untuk mengembalikannya agar dapat diberikan kepada orang lain lagi. Lalu, dengan menggunakan beberapa buku kecil yang mereka sembunyikan, saudara-saudara terus mengabar. Mereka mengabar hanya dengan menggunakan bagian-bagian Alkitab dan baru pada pertengahan tahun 1990-an mereka memiliki terjemahan Alkitab yang lengkap.
Lima belas saudara telah menjalani hukuman penjara pada tahun 1945. Dua dari mereka dibawa ke kamp konsentrasi, dan salah satunya disiksa hingga tewas di sana. Ironisnya, sementara saudara-saudara di Albania ditindas karena tidak mau bergabung dengan pasukan Poros (Jerman, Italia, dan Jepang), beberapa saudara Albania di Amerika Serikat dipenjarakan justru karena menolak berperang melawan pasukan Poros.
Di Albania yang diporak-porandakan oleh perang, lektur sitaan disimpan di gedung bea cukai. Karena terjadi pertempuran yang sengit di sekitarnya, gedung itu roboh, sehingga banyak lektur kita berserakan di jalanan. Kemudian, orang-orang lewat yang penasaran mengambil buku besar dan buku kecil dan membacanya! Saudara-saudara segera mengumpulkan lektur sisanya.
Pada tahun 1944, pasukan Jerman mundur dari Albania, dan pasukan Komunis mendirikan pemerintahan sementara. Segera, saudara-saudara mengajukan permohonan untuk mencetak buku-buku kecil tetapi ditolak. ”Menara Pengawal menyerang pemimpin agama,” kata mereka kepada saudara-saudara, ”dan di Albania kami masih mengakui pemimpin agama.”
PERANG BERAKHIR TETAPI PENINDASAN BERLANJUT
Pemerintah Komunis yang baru mengenakan pajak yang tinggi dan mengambil alih properti, pabrik, usaha bisnis, toko, dan bioskop. Orang-orang tidak boleh membeli, menjual, atau menyewa tanah, dan semua hasil panen harus diserahkan kepada Negara. Pada tanggal 11 Januari 1946, Albania mendeklarasikan diri menjadi Republik Rakyat Albania. Partai Komunis memenangi pemilihan dan membentuk pemerintahan dengan Enver Hoxha sebagai kepala negara.
Lebih banyak sekolah dibuka, dan anak-anak diajar membaca, meski pemerintah tidak ingin siapa pun membaca bacaan yang tidak mendukung Komunisme. Publikasi kita disita, dan pemerintah juga menyita persediaan kertas yang terbatas dan beberapa mesin tik milik saudara-saudara.
Setiap kali saudara-saudara berupaya mendapatkan izin menerbitkan lektur, mereka ditolak dengan keras dan diancam. Namun, mereka tetap teguh. ”Yehuwa telah memberikan tanggung jawab kepada kami untuk memberi tahu orang-orang Albania tentang tujuan ilahi-Nya,” kata mereka kepada para pejabat, ”dan Bapak-Bapak melarang kami. Kalau begitu, sekarang Bapak-Bapak yang harus bertanggung jawab.”
Jawaban pemerintah kira-kira begini, ’Di sini di Albania, kamilah penguasa! Kami tidak mengizinkan teokrasi, dan kami tidak bisa diganggu oleh kalian atau Allah kalian, Yehuwa, yang tidak kami akui!’ Tanpa gentar, saudara-saudara terus memberitakan kabar baik kapan saja dan di mana saja mereka bisa melakukannya.
Memberikan suara pada pemilihan umum merupakan kewajiban pada tahun 1946, dan siapa pun yang berani menjadi golput dianggap musuh Negara. Pemerintah membuat undang-undang yang melarang perhimpunan, dan mengabar dianggap kejahatan. Bagaimana saudara-saudara menanggapinya?
Saudara-saudara di Tiranë, yang berjumlah sekitar 15 orang, mengatur kampanye pengabaran pada tahun 1947. Tak lama kemudian, mereka ditangkap. Alkitab mereka dirobek, dan mereka disiksa. Setelah dibebaskan, mereka dilarang pergi ke mana-mana tanpa izin polisi. Surat-surat kabar mengejek Yesus dan Yehuwa.
Saudara-saudara Albania di Boston mendengar hal ini, dan pada tanggal 22 Maret 1947, mereka menulis surat dua halaman yang dengan penuh respek ditujukan kepada Enver Hoxha demi kepentingan Saksi-Saksi Yehuwa di Albania. Mereka menjelaskan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa bukanlah ancaman bagi pemerintah dan menyebutkan bahwa para penentang telah melontarkan tuduhan palsu karena publikasi kita mengungkapkan secara terang-terangan kebiasaan-kebiasaan mereka yang menyimpang. Surat itu diakhiri dengan kata-kata, ”Sewaktu delegasi Albania untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dipimpin Tn. Kapo berkunjung ke Boston, kami mendatangi hotelnya. Tn. Kapo dengan baik hati dan tulus menyambut kami dan tanpa prasangka mendengarkan berita kami.” Hysni Kapo selama bertahun-tahun menjadi salah seorang pejabat tertinggi di Albania. Meskipun ada permohonan ini, problem di Albania semakin bertambah.
Pada tahun 1947, Albania menjadi sekutu Uni Soviet dan Yugoslavia dan terlibat konflik dengan Yunani. Pada tahun berikutnya, Albania memutuskan hubungan dengan Yugoslavia dan semakin dekat dengan Uni Soviet. Siapa pun yang tidak mendukung ideologi pemerintah dikucilkan. Sikap netral saudara-saudara kita menimbulkan tentangan yang kian meningkat.
Misalnya, pada tahun 1948, enam saudara dan saudari berkumpul untuk Peringatan di sebuah desa kecil. Polisi menggerebek pertemuan itu dan memukuli para penyiar selama berjam-jam sebelum mereka diperbolehkan pergi. Beberapa minggu kemudian, polisi menahan saudara yang telah menyampaikan khotbah Peringatan dan menyuruh dia berdiri selama 12 jam. Pada tengah malam, komandan polisi berteriak, ”Mengapa kamu melanggar hukum?”
”Kami tidak dapat mengutamakan hukum Negara di atas hukum Allah!” jawab saudara itu.
Dengan sangat murka, sang komandan menampar saudara itu, dan sewaktu melihat saudara tersebut menggerakkan kepalanya ke sisi lain, ia bertanya, ”Sedang apa kamu?”
”Tadi saya sudah katakan kepada Bapak bahwa kami orang Kristen,” sahut saudara itu. ”Yesus mengajar kami bahwa jika ada yang memukul kami, kami harus memberikan pipi satunya.”
”Karena Tuhan menyuruh seperti itu,” hardik sang komandan dengan ketus, ”saya tidak akan menaatinya, dan saya tidak akan memukulmu lagi! Keluar dari sini!”
”SAYA AKAN TERUS MENGABAR”
Sotir Ceqi tadinya seorang penganut Ortodoks yang taat, yang tinggal di Tiranë. Sewaktu kecil, ia mengidap tuberkulosis tulang dan merasakan nyeri yang tak tertahankan di kakinya. Pada waktu berusia 17 tahun, ia merasa begitu tertekan sehingga ia memutuskan untuk bunuh diri dengan melompat ke depan kereta api. Tak lama sebelum ia melakukan niatnya, Leonidha Pope, seorang kerabat, mengunjunginya. Tanpa mengetahui rencana Sotir, Leonidha memberi tahu dia bahwa Yesus menyembuhkan orang sakit dan bumi akan menjadi firdaus. Ia juga memberikan kepada Sotir sebuah Alkitab berbahasa Yunani, yang segera ia baca.
”Rasanya seperti disiram air,” kata Sotir. ”Saya telah menemukan kebenaran!”
Beberapa hari kemudian, Sotir yang tidak pernah kontak lagi dengan Leonidha berpikir, ’Alkitab mengatakan bahwa Yesus mengabar. Para rasul dan murid-murid semuanya mengabar. Maka jelas, saya juga harus mengabar.’
Jadi, Sotir siap mengabar. Dengan Alkitab berbahasa Yunani di satu tangan dan tongkat penyangga di tangan lainnya, dia dengan berani pergi dari rumah ke rumah.
Selama masa tersebut Sigurimi, atau Direktorat Keamanan Negara, bertanggung jawab menjaga keamanan negara. Karena mereka selalu waspada terhadap hal apa pun yang bisa menjadi ancaman bagi Komunisme, mereka pasti melihat kegiatan pengabaran Sotir yang berani. Mereka menangkap dia, menahannya selama berjam-jam, memukulinya, dan melarangnya mengabar.
Sewaktu Sotir dibebaskan, ia menghubungi Leonidha, yang mengantarnya kepada Spiro Karajani, seorang dokter yang telah belajar kebenaran beberapa tahun sebelumnya. Selain memberikan bantuan medis, Spiro membantu Sotir agar lebih memahami kebenaran.
”Jika kamu ditahan lagi,” kata Spiro menasihati Sotir, ”sebelum menandatangani suatu pernyataan, hitung setiap kata dan setiap baris. Tarik garis setelah kata-kata mereka. Jangan biarkan ada spasi yang kosong. Baca seluruhnya dengan saksama. Pastikan bahwa apa yang kamu tanda tangani adalah apa yang benar-benar kamu katakan.”
Hanya dua hari kemudian, polisi menangkap Sotir karena mengabar lagi. Di kantor polisi, para petugas memintanya menandatangani surat pernyataan. Saat dia mau menandatanganinya, ia mengingat nasihat Spiro. Meski ditekan polisi agar segera menandatanganinya, Sotir meluangkan waktu untuk membaca setiap kata.
”Maaf, Pak,” katanya, ”saya tidak bisa tanda tangani ini. Saya tidak menyebutkan kata-kata ini. Jika saya tanda tangan, itu berarti saya berdusta, dan saya tidak mau berdusta.”
Polisi menanggapinya dengan membuat sebuah cambuk dari tali, kemudian mencambuki Sotir selama beberapa jam. Karena dia tidak mau juga bekerja sama, mereka memaksa dia memegang dua utas kawat dan berulang kali menyetrumnya sampai dia merasa kesakitan.
”Waktu saya sudah tidak sanggup lagi menahan sakitnya,” Sotir belakangan mengenang, ”saya berdoa dengan berlinang air mata. Tiba-tiba, pintu terbuka. Sang komandan berdiri di sana. Ia memandang sekilas ke sekeliling dan segera memalingkan wajahnya. ’Stop!’ perintahnya. ’Kalian tidak boleh melakukan ini!’” Mereka tahu bahwa menyiksa seperti itu melanggar hukum. Polisi menghentikan penyiksaan tetapi tidak berhenti memaksa Sotir menandatangani dokumen itu. Namun, ia tetap menolak.
Akhirnya, mereka berkata, ”Kamu menang!” Mau tidak mau, mereka menuliskan pernyataan yang dibuat Sotir sendiri, yang memberikan kesaksian yang bagus. Mereka menyerahkan dokumen itu kepadanya. Meski sudah berjam-jam dipukuli dan disetrum, Sotir membaca setiap kata dengan saksama. Bila sebuah kalimat berhenti di tengah halaman, ia membuat garis pada akhir kalimat itu.
”Dari mana kamu belajar ini?” tanya petugas yang keheranan.
”Yehuwa mengajar saya untuk tidak menandatangani apa yang tidak saya katakan,” jawab Sotir.
”Baiklah, siapa yang memberimu makanan ini?” tanya seorang petugas, yang memberi Sotir sepotong roti dan keju. Pada waktu itu sudah pukul 21.00, dan Sotir sudah sangat lapar, belum makan sepanjang hari. ”Apakah Yehuwa yang beri? Bukan. Kami yang beri.”
”Yehuwa punya banyak cara untuk menyediakan,” jawab Sotir. ”Dia baru saja melembutkan hati Bapak-Bapak.”
”Kami izinkan kamu pergi,” kata para petugas yang frustrasi itu, ”tetapi kalau kamu menginjil lagi, kamu tahu apa akibatnya”.
”Kalau begitu jangan suruh saya pergi, karena saya akan tetap menginjil.”
”Kamu tidak boleh cerita kepada siapa-siapa apa yang terjadi di sini!” seru petugas itu.
”Jika mereka tanya,” jawab Sotir, ”saya tidak mau berdusta.”
”Pokoknya kamu keluar dari sini!” teriak polisi itu dengan keras.
Sotir hanyalah salah seorang dari banyak saudara yang disiksa dengan cara seperti itu. Setelah kejadian yang menguji iman inilah Sotir dibaptis.
Selama bertahun-tahun, surat-surat disensor dan hanya sedikit sekali laporan yang bisa keluar dari Albania. Seiring dengan makin riskannya mengadakan perjalanan dan menghadiri perhimpunan, saudara-saudara di seluruh negeri itu mulai kehilangan kontak satu sama lain. Karena organisasi pusat tidak ada, sulit mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang sedang terjadi. Meski demikian, jumlah pemeluk kebenaran terus bertambah. Pada tahun 1940, ada 50 saudara-saudari di Albania, dan pada tahun 1949, ada 71.
PERTAMBAHAN TEOKRATIS DI TENGAH-TENGAH
KETEGANGAN POLITIK
Pada tahun 1950-an, kontrol atas semua aspek kehidupan semakin diperketat. Ketegangan politik antara Albania dan Yunani kian meningkat. Hubungan diplomatik dengan Inggris dan Amerika Serikat putus sama sekali. Bahkan hubungan dengan Uni Soviet menjadi tegang. Albania mengurung diri sehingga terisolasi dari dunia luar, dan seluruh komunikasi diawasi secara ketat.
Meskipun demikian, dua saudara cukup berhasil mengirimkan surat-surat dan kartu-kartu pos kepada saudara-saudara di Swiss. Saudara-saudara di Swiss membalas surat-surat itu dalam bahasa Prancis atau Italia, menggunakan sandi kata. Melalui kartu-kartu pos ini saudara-saudara di Albania mendengar tentang kebaktian di Nuremberg yang diadakan pada tahun 1955. Berita tentang kebebasan saudara-saudara di Jerman setelah jatuhnya rezim Hitler mendorong saudara-saudara Albania untuk tetap teguh dalam iman.
Pada tahun 1957, Albania melaporkan 75 penyiar. Meskipun angka yang pasti tidak dapat diperoleh, Peringatan dapat diselenggarakan ”di cukup banyak tempat”, lapor 1958 Yearbook, dan ”saudara-saudara Albania masih terus mengabar”.
1959 Yearbook melaporkan, ”Saksi-Saksi Yehuwa yang setia ini terus berbuat sebisa-bisanya. Mereka membicarakan kebenaran dengan orang-orang lain secara terbuka dan bahkan berupaya menerbitkan lektur. Mereka bersyukur atas ’makanan yang tepat waktu’ yang kadang-kadang mereka terima, walaupun penguasa Komunis telah menutup semua komunikasi dari dunia luar.” Laporan itu menyimpulkan, ”Meskipun penguasa negeri dapat membuat saudara-saudara di Albania terpisah dari masyarakat Dunia Baru selebihnya, mereka tidak dapat menghentikan bekerjanya roh kudus Allah atas diri saudara-saudara.”
PERJUANGAN BERLANJUT
Pada waktu itu, setiap orang diwajibkan untuk selalu membawa kartu identitas militer. Orang-orang yang menolaknya akan kehilangan pekerjaan atau dipenjarakan. Akibatnya, Nasho Dori dan Jani Komino lagi-lagi meringkuk beberapa bulan di penjara. Meskipun ada yang takut akan kehilangan pekerjaan sehingga berkompromi, masih ada kelompok saudara yang tetap loyal yang mengadakan Peringatan pada tahun 1959, dan banyak saudara-saudari masih mengabar tanpa gentar.
Pada tahun 1959, Departemen Kehakiman dibubarkan, dan pengacara dilarang berpraktek. Partai Komunis-lah yang membuat dan menjalankan semua undang-undang. Siapa pun yang tidak ikut memberikan suara dalam pemilihan umum dicap sebagai musuh. Di mana-mana ada rasa takut dan curiga.
Saudara-saudara Albania mengirim berita tentang betapa sulitnya situasi namun menyatakan tekad untuk tetap loyal. Sementara itu, kantor pusat sedunia di Brooklyn terus berupaya mengadakan kontak dengan saudara-saudara di Albania. John Marks, yang lahir di daerah selatan Albania tetapi tinggal di Amerika Serikat, diminta untuk mencoba mendapatkan visa ke Albania.
Satu setengah tahun kemudian, John berhasil mendapatkan visa untuk memasuki Albania, meskipun istrinya, Helen, tidak berhasil. John tiba di Durrës pada bulan Februari tahun 1961 dan melanjutkan perjalanan ke Tiranë. Di sana, ia bertemu dengan adik perempuannya, Melpo, yang telah berminat pada kebenaran. Ia membantu John untuk menghubungi saudara-saudara pada keesokan harinya.
John cukup lama berbicara dengan saudara-saudara dan memberi mereka beberapa lektur yang disembunyikannya dalam ruang rahasia di kopernya. Saudara-saudara itu senang sekali. Sudah lebih dari 24 tahun mereka tidak dikunjungi oleh saudara-saudara dari luar Albania.
John menghitung ada 60 saudara di lima kota dan beberapa lainnya di desa-desa kecil. Di Tiranë, saudara-saudara mencoba berhimpun diam-diam sekali sepekan pada hari Minggu untuk meninjau publikasi yang telah mereka sembunyikan sejak tahun 1938.
Karena hanya ada sedikit kontak dengan organisasi dalam waktu yang begitu lama, saudara-saudara di Albania harus dibantu untuk memahami hal-hal terkini yang menyangkut organisasi dan kebenaran. Sebagai contoh, baik saudara maupun saudari memandu perhimpunan, dan para saudari bahkan memimpin doa. John belakangan menulis, ”Saudara-saudara agak skeptis dan khawatir apakah saudari-saudari mau menerima penyesuaian tersebut, maka mereka meminta saya menjelaskan hal itu kepada saudari-saudari secara pribadi, yang memang saya lakukan. Saya senang mereka mau menerimanya.”
Meski miskin, hamba-hamba yang setia ini dengan antusias mendukung pekerjaan Kerajaan. Sebagai contoh, John mengamati ada dua saudara lansia dari Gjirokastër yang telah menyisihkan ”dari uang mereka yang sangat sedikit dan mengumpulkannya untuk disumbangkan kepada Lembaga”. Masing-masing telah menabung lebih dari 100 dolar uang logam dari emas.
Saudara-saudara di Tiranë bersyukur dapat menerima buku kecil Mengabar dan Mengajar dalam Perdamaian dan Persatuan, yang menyediakan pengarahan tentang bagaimana sidang berfungsi, bahkan di bawah pelarangan. Lalu, pada bulan Maret, John mengadakan Peringatan di Tiranë di rumah Leonidha Pope dengan 37 hadirin. Segera setelah khotbah, John naik kapal untuk kembali ke Yunani.
Setelah saudara-saudara di kantor pusat mempelajari laporan John tentang kunjungannya ke Albania, mereka menugasi Leonidha Pope, Sotir Papa, dan Luçi Xheka untuk mengurus Sidang Tiranë dan pekerjaan di Albania. Spiro Vruho dilantik sebagai pengawas wilayah. Ia harus mengunjungi sidang-sidang dan bertemu dengan saudara-saudara setiap malam, memberikan khotbah dan membahas publikasi. Organisasi berupaya sebisa-bisanya membantu saudara-saudara di Albania bertumbuh lebih kuat secara rohani dan mendapatkan pengetahuan terkini.
Tentu saja, karena surat-surat disensor dengan ketat, organisasi tidak dapat mengirim surat resmi untuk memberikan pengarahan ini. Jadi, John menyampaikan informasi kepada saudara-saudara di Albania sedikit demi sedikit, menggunakan kode yang merujuk ke halaman-halaman publikasi. Tak lama kemudian, diterima laporan yang memperlihatkan bahwa saudara-saudara itu mengerti dengan tepat maksud pesan tersebut. Ketiga saudara di Tiranë melayani sebagai Panitia Negeri, dan Spiro mengunjungi sidang-sidang secara teratur.
Saudara-saudara Albania harus menemukan berbagai cara baru untuk mengirimkan laporan dinas lapangan ke kantor pusat. Salah satu caranya adalah dengan mengirimkan kartu pos kepada saudara-saudara tertentu di luar negeri. Lalu, dengan menggunakan pena yang ujungnya sangat tajam, laporan ditulis dalam bentuk kode di bawah perangko. Misalnya, mereka menulis nomor halaman dari buku kecil Mengabar dan Mengajar yang memuat pembahasan tentang ”penyiar-penyiar”. Lalu, mereka menuliskan jumlah penyiar yang melapor pada bulan itu. Selama bertahun-tahun, saudara-saudara di luar negeri menggunakan metode ini untuk berkomunikasi dengan saudara-saudara di Albania.
PERMULAAN YANG BAIK—LALU KEMUNDURAN
Meskipun Panitia Negeri bekerja keras memajukan ibadat sejati, kesulitan segera timbul. Pada tahun 1963, Melpo Marks menulis kepada saudaranya, John, bahwa dua dari tiga saudara yang melayani sebagai Panitia Negeri, Leonidha Pope dan Luçi Xheka, sedang ”pergi meninggalkan keluarga mereka” dan bahwa perhimpunan tidak diadakan. Belakangan, ada berita bahwa Spiro Vruho masuk rumah sakit dan bahwa Leonidha Pope serta Luçi Xheka sakit, merujuk ke Kisah 8:1, 3, yang menceritakan tentang Saulus dari Tarsus yang menjebloskan orang Kristen ke penjara. Apa yang telah terjadi?
Leonidha Pope, Luçi Xheka, dan Sotir Ceqi bekerja di sebuah pabrik di mana para anggota Partai Komunis memberikan ceramah kepada semua karyawan, mempropagandakan cita-cita Komunis. Suatu hari, sewaktu ceramah tentang evolusi diberikan, Leonidha dan Luçi berdiri dan mengatakan, ”Tidak! Manusia tidak berasal dari monyet!” Keesokan harinya, keduanya direnggut dari keluarga mereka dan dikirim untuk bekerja sebagai orang buangan di kota-kota yang jauh, hukuman yang oleh orang Albania sebut internim (interniran). Luçi dikirim ke Pegunungan Gramsh. Karena Leonidha dianggap sebagai ”pemimpin”, ia dikirim ke daerah Pegunungan Burrel yang terjal dan dingin. Sesudah tujuh tahun, barulah ia dikembalikan ke rumahnya di Tiranë.
Sejak bulan Agustus 1964, praktis tidak ada lagi perhimpunan. Terbatasnya informasi yang bisa dikirim ke luar menunjukkan bahwa saudara-saudara sedang diawasi secara ketat oleh Sigurimi. Sebuah pesan di bawah perangko berbunyi, ”Doakan kami. Lektur disita dari rumah ke rumah. Kami tidak diperbolehkan belajar. Tiga orang ada di internim.” Mula-mula, diduga Saudara Pope dan Xheka telah dibebaskan, karena mereka saja yang tahu soal tulisan di bawah perangko itu. Namun, belakangan diketahui bahwa ternyata istri Luçi, Frosina, yang mengirim berita itu.
Saudara-saudara pengemban tanggung jawab telah diasingkan. Pengawasan Sigurimi yang sangat ketat tidak memungkinkan saudara-saudara saling berkomunikasi. Meskipun demikian, saudara-saudara yang di internim terus memberikan kesaksian yang mengagumkan kepada orang-orang yang mereka jumpai. Penduduk Gramsh sering mengatakan, ”Kaum ungjillorë (penginjil) ada di sini. Mereka tidak bergabung dengan militer, namun mereka membangun jembatan-jembatan kita dan memperbaiki generator-generator kita.” Saudara-saudara yang loyal ini mendapat reputasi yang sangat baik yang bertahan selama puluhan tahun.
LAHIRNYA NEGARA ATEIS
Dalam bidang politik, Albania merenggangkan hubungan dengan Uni Soviet dan semakin akrab bersekutu dengan Cina. Ideologi Komunis semakin kuat sehingga orang Albania bahkan mulai meniru cara berpakaian Pemimpin Partai Komunis Cina, Mao Tse-tung. Pada tahun 1966, Enver Hoxha menghapus jenjang militer, dan dalam suasana penuh rasa curiga, tidak boleh ada pendapat yang menentang.
Surat-surat kabar yang dikelola Negara menerbitkan artikel-artikel yang menentang agama, menyebutnya ”unsur yang berbahaya”. Kemudian, di Durrës, sekelompok mahasiswa menggunakan buldozer untuk menghancurkan sebuah gereja. Segera secara berturut-turut, di kota demi kota, semua bangunan agama lainnya dihancurkan. Pada tahun 1967, pemerintah mengobarkan semangat anti-agama, sehingga Albania menjadi negara pertama yang sama sekali ateis. Negara-negara Komunis lainnya masih mengendalikan agama, tetapi Albania malah melarangnya sama sekali.
Beberapa pemimpin agama Islam, Ortodoks, dan Katolik dipenjarakan karena kegiatan politik mereka. Banyak imam lebih baik keadaannya karena mereka menyerah dan sama sekali tidak bersikap religius. Beberapa bangunan agama yang bersejarah diubah menjadi museum. Simbol-simbol keagamaan tidak diperbolehkan—tidak ada salib maupun ikon, tidak ada masjid maupun menaranya. Kata ”Allah” hanya digunakan untuk menghina. Perkembangan ini menyulitkan saudara-saudara.
Selama tahun 1960-an, beberapa saudara meninggal dunia. Para penyiar yang terpencar masih berbicara membela kebenaran sebisa mungkin. Tetapi, bahkan orang-orang yang menaruh minat terlalu takut untuk mendengarkan.
KASIH AKAN KEBENARAN TIDAK PERNAH REDUP
Pada tahun 1968, Gole Flloko menulis surat kepada John dan Helen Marks tentang kesehatannya yang merosot. Kegiatan mengabar dianggap melanggar hukum, dan perhimpunan dilarang. Tetapi Gole, yang pada waktu itu berusia 80-an, menjelaskan bagaimana dia secara teratur mengabar kepada teman-teman dan orang-orang yang dijumpainya di pasar, di taman, atau di kedai kopi. Tak lama kemudian, Gole meninggal dalam keadaan setia. Seperti banyak saudara lainnya di Albania, tidak ada yang dapat memadamkan kasihnya yang berkobar-kobar kepada Yehuwa dan kebenaran.
Seraya usianya bertambah lanjut, Spiro Vruho tidak dapat lagi melakukan kunjungan wilayah seperti biasanya. Lalu, pada awal tahun 1969, ia ditemukan tewas di dasar sebuah sumur. Sigurimi melaporkan bahwa dia telah bunuh diri. Tetapi, apakah betul demikian?
Meskipun Spiro katanya meninggalkan sepucuk surat yang mengatakan bahwa dia sedang mengalami depresi, itu bukanlah tulisan tangannya. Selain itu, sebelum kematiannya, Spiro dipastikan dalam keadaan baik dan sehat. Di samping itu, terdapat tanda-tanda berwarna hitam di lehernya, yang menunjukkan adanya serangan fisik. Tidak ada tali di sumur itu yang dia gunakan untuk menggantung diri, dan tidak ada air di dalam paru-parunya.
Bertahun-tahun kemudian, diketahui bahwa Spiro telah diperingatkan kalau dia tidak memberi suara dalam pemilu, ia dan keluarganya akan dipenjarakan, dan persediaan makanan mereka akan dihentikan. Saudara-saudara di Tiranë mendapati bahwa Spiro dibunuh sehari sebelum pemilihan, kemudian dilemparkan ke dalam sumur. Laporan palsu tentang bunuh diri seperti ini sudah sering digunakan untuk menentang Saksi-Saksi Yehuwa.
DEKADE PENGASINGAN PAKSA
Pada tahun 1971, Saksi-Saksi Yehuwa di seputar dunia bersukacita dengan bertambahnya anggota Badan Pimpinan di Brooklyn, New York. Pemberitahuan tentang pengaturan untuk melantik para penatua dan hamba pelayanan disambut dengan antusias. Namun, baru bertahun-tahun kemudian saudara-saudara kita di Albania mendengar tentang penyesuaian dalam organisasi ini. Itu pun karena turis-turis Amerika Serikat mengadakan kontak singkat dengan Llopi Bllani, seorang saudari di Tiranë. Mereka diberi tahu bahwa tidak ada perhimpunan yang diselenggarakan, dan hanya ada tiga orang Saksi yang aktif di kota itu, meskipun sebenarnya ada lebih banyak.
Kosta Dabe yang telah berada di Yunani sejak 1966 berupaya mendapatkan visa agar dapat pulang ke kampung halamannya di Albania. Dia berusia 76 tahun dan ingin mengajarkan kebenaran kepada anak-anaknya. Karena tidak berhasil mendapatkan visa, Kosta menyerahkan paspor AS miliknya di perbatasan Albania dan memasuki negeri itu, sadar bahwa dia boleh jadi tidak akan pernah bisa keluar lagi.
Pada tahun 1975, suami istri Albania dari Amerika Serikat mengunjungi Albania sebagai turis. Mereka menulis bahwa pengawasan ”lebih ketat daripada sebelumnya” dan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa diamati dengan cermat. Ke mana saja orang-orang asing pergi, mereka ditemani oleh pemandu tur yang resmi, yang kebanyakan adalah kaki tangan Sigurimi. Setelah orang asing pergi, Sigurimi akan memonitor orang-orang yang telah dihubungi. Para turis sendiri selalu dicurigai dan tidak diinginkan. Penduduk takut terhadap orang asing.
Pada bulan November 1976, sepucuk surat dari Kosta Dabe melaporkan bahwa ada lima orang yang menghadiri Peringatan di Vlorë. Ia tahu bahwa di Përmet dan di Fier, masing-masing hanya ada satu Saksi yang mengadakan Peringatan. Di Tiranë, dua orang bergabung di satu lokasi dan empat orang di tempat lain. Jadi, sepengetahuan dia, sedikit-dikitnya ada 13 saudara-saudari yang menghadiri Peringatan pada tahun 1976.
Bertahun-tahun kemudian, Saudari Kulla Gjidhari mengenang bagaimana ia mengadakan Peringatan, ”Pagi harinya saya membuat roti dan menyiapkan anggur. Malam itu saya menutup gorden dan mengeluarkan Alkitab yang saya sembunyikan di balik toilet. Saya membaca Matius pasal 26 tentang bagaimana Yesus memulai Peringatan. Saya berdoa, mengangkat roti, lalu meletakkannya kembali. Saya membaca beberapa ayat lagi dari Matius, berdoa lagi, mengangkat anggur, lalu meletakkannya kembali. Setelah itu, saya menyanyikan sebuah lagu. Secara fisik saya sendirian, tetapi saya tahu bahwa saya bersatu dengan saudara-saudara saya di seluruh dunia!”
Kulla hanya mempunyai sedikit kerabat. Spiro Karajani telah mengadopsinya sewaktu dia masih kecil, dan ia pun tinggal bersamanya dan putrinya yang bernama Penellopi di Tiranë. Spiro meninggal sekitar tahun 1950.
ALBANIA SEMAKIN TERASING
Era baru sebagai negeri terasing dimulai pada tahun 1978, sewaktu Albania memutuskan hubungan dengan Cina. Sebuah konstitusi dibuat untuk menjadikan Albania negeri swasembada, dengan pengaturan yang ketat atas semua aspek kehidupan, termasuk teater, balet, sastra, dan kesenian. Musik klasik yang dianggap bernada membangkang dilarang. Hanya para penulis resmi yang diizinkan memiliki mesin tik pribadi. Siapa pun yang kedapatan sedang menonton acara televisi dari negeri lain akan diinterogasi oleh Sigurimi.
Dalam suasana yang penuh tekanan demikian, saudara-saudara dari Amerika Serikat, Austria, Jerman, Swedia, dan Swiss berkunjung sebagai turis untuk menghubungi saudara-saudara setempat. Beberapa orang yang berhasil dihubungi sangat menghargai upaya tersebut. Namun, pada umumnya saudara-saudara pria tetap terasing satu sama lain, sehingga hanya sedikit yang tahu bahwa ada tamu yang berkunjung.
Pada tahun 1985, orang Albania berkabung atas kematian diktator Enver Hoxha yang sudah lama memerintah. Perubahan dalam pemerintahan dan bidang sosial pun terjadi. Pada tahun berikutnya, John Marks meninggal dan Helen istrinya yang berusia sekitar 65 tahun memutuskan untuk mengunjungi Albania. ”Jika ada sesuatu yang menimpa Ibu selagi berada di sana,” kata para petugas kepadanya sewaktu ia mengambil visa, ”jangan harap ada bantuan dari dunia luar.”
Kunjungan Helen selama dua minggu sangat berkesan bagi penyiar di Albania yang jumlahnya tidak seberapa. Helen akhirnya bertemu dengan Melpo, adik perempuan John, yang telah mendengar kebenaran dari abangnya 25 tahun sebelumnya. Meski belum dibaptis, Melpo adalah penghubung utama bagi organisasi selama bertahun-tahun.
Helen juga bertemu dengan Leonidha Pope dan Vasil Gjoka, yang dibaptis pada tahun 1960. Ia mendengar bahwa ada sekitar tujuh Saksi yang masih hidup dan tinggal di berbagai daerah di negeri itu. Ia menceritakan kepada saudara-saudara di Albania hal-hal terbaru tentang organisasi dan bagaimana pekerjaan terus maju di negeri-negeri Komunis lainnya. Dengan hati-hati Helen mengabar secara informal kepada orang-orang yang dijumpainya. Namun, ia memerhatikan bahwa Albania benar-benar mengalami problem ekonomi yang parah.
”Untuk mendapatkan sedikit jatah susu,” katanya, ”biasanya orang-orang antre sejak pukul tiga pagi. Ada banyak toko yang tidak punya stok barang.”
Pada tahun 1987, kantor cabang Austria dan Yunani bekerja sama untuk mengutus saudara-saudara lain ke Albania. Pada tahun 1988, pasangan dari Austria, Peter Malobabic dan istrinya, mengadakan perjalanan sebagai wisatawan dan memberi Melpo sebuah blus, yang dengan senang hati diterimanya. Namun, yang membuatnya lebih gembira lagi adalah buku ”Things in Which It Is Impossible for God to Lie” (Perkara yang Tentangnya Mustahil Allah Berdusta) yang ia temukan di dalam blusnya.
Belakangan pada tahun itu, pasangan lain menghubungi Melpo dan memberikan lebih banyak lektur, tetapi mereka harus ekstra hati-hati karena Sigurimi mengawasi mereka dengan sangat ketat. Selama beberapa menit, saat para tamu ini tidak ditemani oleh ”pemandu resmi”, mereka mengadakan kontak singkat. Mereka diberi tahu bahwa Leonidha sakit dan banyak saudara di Albania sudah lanjut usia dan tidak leluasa bergerak karena diawasi dengan ketat.
KEADAAN MULAI BERUBAH
Situasi politik berubah pada tahun 1989. Hukuman mati bagi orang yang mencoba keluar dari Albania dihapus. Helen berkunjung lagi pada musim panas tahun itu. Ia menyampaikan informasi dan instruksi yang dipercayakan kepadanya selama berjam-jam. Vasil Gjoka berupaya sebisa-bisanya membuat kunjungan singkat kepada saudara-saudara.
Sigurimi mendengar bahwa Helen berkunjung lagi dan mereka menemuinya. Tetapi, kali ini mereka tidak menimbulkan masalah. Rupanya, mereka hanya menginginkan oleh-oleh dari Amerika. Betapa cepatnya orang-orang berubah!
Tembok Berlin runtuh pada tanggal 9 November 1989, dan getarannya segera terasa di Albania. Pada bulan Maret 1990, suatu kerusuhan menentang Komunisme terjadi di Kavajë. Ribuan orang memadati berbagai kedutaan asing di Tiranë agar dapat pergi keluar negeri. Para mahasiswa menuntut reformasi dan mengadakan mogok makan.
Pada bulan Februari 1991, sekumpulan besar massa merobohkan patung Enver Hoxha setinggi 10 meter, yang telah bercokol di Alun-Alun Skanderbej, Tiranë, selama bertahun-tahun. Menurut pandangan masyarakat, sang diktator sudah tidak ada lagi. Pada bulan Maret, sekitar 30.000 orang Albania membajak kapal dari Durrës serta Vlorë dan berlayar ke Italia sebagai pengungsi. Pada bulan itu, pemilihan multipartai yang pertama diselenggarakan. Meskipun Partai Komunis menang, pemerintah jelas-jelas telah kehilangan kendali atas negeri itu.
Helen Marks terakhir kali berkunjung ke Albania pada bulan Agustus 1991, tetapi kali ini dia mendapati keadaannya sudah berubah. Hanya sebulan sebelumnya, pemerintah telah membuka kantor departemen agama, mengakui lagi secara resmi kegiatan agama setelah 24 tahun. Saudara-saudara segera mulai meningkatkan kegiatan pengabaran mereka dan mengorganisasi perhimpunan-perhimpunan.
Vasil Gjoka berangkat ke Yunani dan menggunakan waktunya di kantor cabang untuk mempelajari cara mengorganisasi pekerjaan pengabaran. Karena bahasa Yunaninya terbatas, saudara-saudara yang mengetahui sedikit bahasa Albania mengajar Vasil sebisa mereka. Kembali di Tiranë, Vasil dengan sungguh-sungguh menerapkan apa yang dipelajarinya dan mencoba mengorganisasi perhimpunan dua kali seminggu dengan lebih baik, salah satunya mempelajari Menara Pengawal yang belum lama berselang diterbitkan dalam bahasa Albania.
”Sebelumnya, perhimpunan dibuka dengan nyanyian dan doa,” kenang seorang saudara, ”menggunakan nyanyian-nyanyian yang diajarkan oleh saudara-saudara yang lebih tua. Kami menikmati pelajaran itu, lalu mengakhirinya dengan sebuah nyanyian—atau dua, atau tiga, atau lebih! Setelah itu, kami menutupnya dengan doa.”
Pada bulan Oktober 1991 dan Februari 1992, Thomas Zafiras dan Silas Thomaidis membawa lektur ke Albania dari Yunani. Mereka bertemu dengan saudara-saudara di Tiranë dan dengan para penyiar belum terbaptis di Berat dan membuat daftar peminat yang membutuhkan bantuan. Setelah puluhan tahun terisolasi secara rohani, orang-orang sangat menderita kelaparan rohani. Sebagai contoh, di Berat para peminat mengadakan perhimpunan, meskipun belum ada saudara-saudara terbaptis di kota itu. Apa yang dapat dilakukan guna memenuhi kebutuhan rohani ini?
TUGAS YANG TAK TERDUGA
Michael dan Linda DiGregorio adalah utusan injil yang melayani di Republik Dominika. Nenek Michael termasuk di antara orang Albania yang dibaptis di Boston pada tahun 1920-an, dan ia sedikit banyak mengetahui bahasa Albania. Jadi, sewaktu suami istri DiGregorio memutuskan untuk mengunjungi para kerabat di Albania pada tahun 1992, mereka bertanya kepada Badan Pimpinan apakah bijaksana bagi mereka untuk menemui saudara-saudara di sana selama kunjungan tiga hari mereka. Mereka terkejut sewaktu Badan Pimpinan meminta agar mereka tinggal di Albania selama tiga bulan untuk membantu mengorganisasi pekerjaan pengabaran.
Di kantor cabang di Roma, saudara-saudara dari Yunani dan Italia memberikan informasi penting kepada pasangan DiGregorio tentang situasi di Albania dan memperlihatkan kepada mereka beberapa foto dari saudara-saudara Albania, termasuk Vasil Gjoka. Sewaktu pasangan DiGregorio terbang ke Tiranë pada bulan April 1992, orang Albania dari luar negeri sekali lagi disambut di negeri mereka. Namun, negeri itu masih dilanda pergolakan sipil, dan dan orang-orang masih khawatir akan apa yang bakal terjadi.
Sewaktu Michael dan Linda tiba di bandara, kerabat Michael bergegas menyambut mereka. Pada waktu yang sama, Michael mengenali Vasil Gjoka, yang juga telah diberi tahu bahwa suami istri DiGregorio akan tiba pada hari itu.
”Kamu ikut pergi dengan keluarga,” kata Michael kepada Linda, ”nanti saya segera kembali.”
Setelah memeluk Linda, para kerabat itu langsung mengambil koper-koper DiGregorio dan berjalan cepat-cepat menuju mobil, sedangkan Michael cepat-cepat menjumpai Vasil.
”Saya akan kembali ke Tiranë hari Minggu,” ucap Michael cepat-cepat kepada Vasil, ”lalu saya akan menjumpai Saudara.”
Koço, seorang kerabat Michael di Albania, yang tidak mengetahui bahwa Michael dan Linda adalah Saksi-Saksi Yehuwa, cepat-cepat mendekatinya sambil berkata, ”Kamu sedang apa? Kita tidak boleh bicara dengan orang-orang yang tidak dikenal!”
Seraya mereka melewati daerah pedesaan menuju Korçë, pasangan DiGregorio menyaksikan betapa berbeda daerah itu dengan Karibia. ”Semuanya memberi kesan tua, coklat, atau abu-abu, dan berdebu,” kenang Michael. ”Kawat berduri ada di mana-mana. Orang-orang kelihatan murung. Hampir tidak ada mobil yang lewat. Jendela-jendela pecah. Para petani bekerja dengan tangan. Hampir tidak ada perubahan dibanding zaman kakek saya! Rasanya kami mundur ke masa lampau!”
”PERJALANAN KALIAN DIBIMBING OLEH ALLAH”
Koço menyimpan sesuatu yang telah disembunyikannya selama bertahun-tahun, dan ia ingin menunjukkannya kepada Michael. Ketika nenek Michael meninggal, keluarga di Boston menulis surat yang panjang kepada keluarga di Albania. Sepuluh halaman pertama hanya menyinggung urusan keluarga, tetapi menjelang penutup surat itu, keluarga membahas tentang kebangkitan.
”Polisi memeriksa surat itu,” kata Koço kepada Michael, ”dan membaca beberapa halaman pertama. Lalu, mereka bosan dan mengatakan, ’Ambil suratnya! Isinya hanya mengenai urusan keluarga!’ Sewaktu membaca bagian akhir, saya begitu senang mendengar sesuatu tentang Allah!”
Lalu, Michael mengungkapkan bahwa dia dan Linda adalah Saksi-Saksi Yehuwa, dan ia memberikan kesaksian yang saksama kepada Koço.
Seperti orang-orang pada zaman Alkitab, orang Albania merasa berkewajiban mengurus dan melindungi tamu mereka. Maka, Koço berkeras untuk menyertai Michael dan Linda ke Tiranë.
”Di Tiranë, kami tidak dapat menemukan rumah Vasil,” kenang Michael, ”karena tidak ada plang penunjuk jalan. Maka, Koço menyarankan untuk menanyakannya ke kantor pos.”
”Sewaktu kembali dari kantor pos,” lanjut Linda, ”Koço kelihatan terkejut, dan kami langsung berkendara ke apartemen Vasil.”
Belakangan, Koço menjelaskan, ”Sewaktu saya ke kantor pos dan menanyakan tentang Vasil, mereka mengatakan, ’Dia itu orang suci! Tahukah Anda apa saja yang sudah orang itu alami? Dia orang yang hatinya paling mulia di Tiranë!’ Sewaktu saya mendengarnya, saya tahu bahwa perjalanan kalian dibimbing oleh Allah! Saya tidak bisa menghalangi kalian!”
MENGORGANISASI PEKERJAAN DI TIRANË
Vasil senang sekali bertemu dengan pasangan DiGregorio, dan mereka mengobrol selama berjam-jam. Menjelang akhir percakapan pada malam itu barulah Vasil memberi tahu bahwa Jani Komino, yang dipenjarakan bersama Nasho Dori, telah meninggal pada pagi hari itu. Mengapa Vasil tinggal di rumah dan tidak menghadiri pemakaman saudara dan sahabat yang dikasihinya itu? ”Karena,” katanya menjelaskan, ”seseorang yang diutus Badan Pimpinan akan tiba.”
Michael dan Linda perlu tinggal di Tiranë, tetapi pemerintah yang berkuasa pada waktu itu tidak mengizinkan orang asing tinggal di kota itu. Apa yang dapat mereka lakukan?
”Kami membawakan masalahnya kepada Yehuwa,” kata Michael, ”dan akhirnya kami mendapat sebuah apartemen kecil dan tinggal di sana.”
”Si pemilik tetap memegang kunci,” kenang Linda, ”dan keluar masuk sesukanya. Selain itu, kami harus melewati apartemen orang lain untuk masuk ke apartemen kami. Tetapi, setidaknya tempat kami tidak mencolok, dan kami lebih suka tidak menarik perhatian umum.”
Pasangan DiGregorio mendengarkan selama berjam-jam seraya saudara-saudara yang lebih tua di Tiranë menceritakan tentang cobaan yang telah mereka alami. Namun, salah satu masalahnya adalah bahwa saudara-saudara yang lebih tua ini saling mencurigai.
”Secara individu mereka loyal,” kenang Michael, ”tetapi mereka agak ragu apakah orang-orang lain tetap setia. Namun, meski beberapa orang saling menjaga jarak, mereka tidak menjauhi kami. Setelah membahas hal itu dengan tenang, mereka setuju bahwa hal yang paling penting adalah memberitakan nama Yehuwa. Mereka bersatu-padu mengasihi Yehuwa dan dengan antusias menantikan masa depan.”
Kurangnya fungsi sidang terlihat dengan jelas. Misalnya, sewaktu Kulla Gjidhari dan Stavri Ceqi untuk pertama kali melihat buku kecil Menyelidiki Kitab Suci Setiap Hari, mereka membolak-balik isinya tanpa mengetahui apa tujuan buku kecil itu.
”Oh, Manna!”, tiba-tiba Stavri berseru, mengacu kepada buku Daily Heavenly Manna for the Household of Faith, yang dahulu digunakan Stavri sewaktu belajar kebenaran.
”Omong-omong,” tanya Kulla, ”bagaimana kabarnya presiden, Saudara Knorr? Apakah Fred Franz temannya baik-baik saja?” Hal itu memperlihatkan betapa lamanya mereka telah terisolasi!
PERAYAAN PERINGATAN YANG ISTIMEWA!
Kamar berukuran 3 x 4 meter di rumah Vasil Gjoka yang biasa digunakan oleh saudara-saudara untuk perhimpunan terlalu kecil untuk merayakan Peringatan. Maka, ke-105 hadirin berkumpul di sebuah ruangan yang tadinya adalah kantor pusat surat kabar Partai Komunis. Di Tiranë, inilah pertama kalinya Peringatan tidak diselenggarakan di rumah pribadi. Meskipun hanya ada 30 penyiar di Albania pada tahun 1992, mereka bersukacita bahwa ada 325 orang yang hadir pada Peringatan.
Kelompok peminat di Tiranë kian bertambah banyak, dengan hadirin perhimpunan di apartemen Vasil mencapai 40 orang. Beberapa orang-baru ingin menjadi penyiar belum terbaptis, dan yang lainnya ingin dibaptis. Saudara-saudara menggunakan banyak waktu untuk bertemu dengan orang-orang yang ingin dibaptis. Karena buku Diorganisasi untuk Melaksanakan Pelayanan Kita belum diterbitkan dalam bahasa Albania, setiap pertanyaan harus diterjemahkan secara lisan bagi calon baptis. Pelajaran yang intensif diadakan untuk membantu beberapa orang yang masih baru agar benar-benar memahami kebenaran. Meskipun belum ada yang benar-benar menerima pelajaran Alkitab, sungguh menakjubkan melihat pengetahuan Alkitab yang mereka miliki.
AKHIRNYA DIAKUI SECARA RESMI!
Selama minggu-minggu berikutnya, saudara-saudara menggunakan banyak waktu untuk menemui para pengacara dan pejabat guna mengupayakan agar pekerjaan pengabaran Kerajaan terdaftar secara resmi. Sekelompok saudara dan peminat di Tiranë sudah mengajukan permohonan resmi, tetapi terjadi peralihan pemerintahan, sehingga kegigihan dibutuhkan.
”Semuanya dilakukan dengan berjalan kaki,” kenang seorang saudara. ”Sewaktu berjalan di kota, kami secara kebetulan bertemu dengan menteri HAM, menteri dalam negeri, menteri kehakiman, kepala polisi, anggota mahkamah konstitusi, dan para petinggi lainnya. Para pejabat ini sangat baik dan senang bahwa keadaan sudah lebih longgar. Kebanyakan di antara mereka sudah tahu tentang ungjillorë. Tidak disangsikan lagi, Saksi-Saksi Yehuwa tetap ada dan aktif di Albania.”
Selama berminggu-minggu, para pejabat menjanjikan bahwa pemerintah akan memberikan pengakuan resmi terhadap Saksi-Saksi Yehuwa, namun belum terlaksana juga. Tetapi, ada terobosan sewaktu Angelo Felio, seorang saudara dari Amerika Serikat dengan latar belakang Albania, mengunjungi keluarganya di Tiranë. Sewaktu di Albania, Angelo bersama saudara-saudara pergi menemui seorang wanita penasihat hukum dari menteri yang berwenang memberikan pengakuan hukum. Sang penasihat sangat senang mengetahui bahwa keluarga Angelo berasal dari daerah yang sama dengannya di Albania.
”Keluargamu berasal dari desa mana?” tanya wanita itu kepada Angelo. Herannya, sama dengan desanya.
”Siapa nama keluargamu?” tanya wanita itu.
Angelo terkejut karena ternyata wanita itu masih kerabatnya, tetapi keluarga mereka telah kehilangan kontak selama bertahun-tahun.
”Saya sudah terkesan dengan anggaran dasar organisasi kalian dan saya bermaksud membantu kalian,” katanya. ”Tapi, sekarang saya wajib membantu karena kamu keluargaku!”
Beberapa hari kemudian, penasihat hukum itu menyerahkan kepada saudara-saudara Surat Keputusan No. 100, yang memberikan pengakuan hukum terhadap Saksi-Saksi Yehuwa di Albania. Akhirnya, ibadat kepada Allah yang benar, Yehuwa, yang telah dilarang sejak tahun 1939, sekarang secara hukum diakui dan tidak dibatasi! ”Tidak ada kata-kata yang dapat melukiskan perasaan kami pada hari itu,” kata pasangan DiGregorio.
Beberapa minggu kemudian, cabang Yunani, yang mengawasi pekerjaan di Albania, mengutus Robert Kern untuk mengunjungi Tiranë. Robert mengumumkan kepada saudara-saudara setempat pendaftaran pekerjaan dan dibentuknya Sidang Tiranë. Ia juga memberi tahu mereka bahwa daerah sidang mereka mencakup ”seluruh negeri Albania”. Pengorganisasian pekerjaan pengabaran perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Di Tiranë, sebuah rumah dengan tiga kamar tidur disewa sebagai rumah utusan injil dan kantor, yang mempunyai ruangan besar yang dapat digunakan sebagai Balai Kerajaan yang pertama.
DOMBA TERPENCIL DITEMUKAN
”Apakah ada Saksi-Saksi di Vlorë?” tanya saudara-saudara sewaktu membahas kemajuan pekerjaan pengabaran di Albania. Beberapa saudara hanya mengetahui bahwa ada seorang wanita lansia yang konon sudah pikun. Lalu, ada seorang wanita yang datang ke kantor dan mengatakan bahwa dia beserta keluarganya adalah ungjillorë dan seseorang yang bernama Areti telah mengajarkan kebenaran kepada mereka di Vlorë. Maka, saudara-saudara dari Tiranë mengadakan perjalanan ke Vlorë untuk menemui Areti.
Areti Pina, seorang wanita lansia berperawakan pendek, mempersilakan para tamu itu masuk ke rumahnya, tetapi ia bersikap agak tertutup. Sewaktu mereka menjelaskan bahwa mereka adalah saudara-saudara rohaninya, ia bergeming saja.
Setelah beberapa menit berlalu, tiba-tiba Areti berkata, ”Boleh saya bertanya?” Lalu, ia mulai membombardir mereka dengan pertanyaan, ”Apakah kalian percaya Tritunggal? Siapa nama Allah? Apakah kalian percaya api neraka? Apa yang terjadi sewaktu kita meninggal? Bagaimana tentang bumi? Berapa banyak yang akan pergi ke surga?”
Saudara-saudara itu menjawab setiap pertanyaan tersebut.
Lalu, Areti bertanya, ”Apakah kalian mengabar?”
”Ya,” sahut seorang saudara, ”kami mengabar.”
”Tetapi,” jawabnya menanggapi, ”bagaimana cara kalian mengabar?”
”Kami mengabar dari rumah ke rumah,” sahut saudara itu.
Areti tiba-tiba menangis, berdiri, dan memeluk saudara itu.
”Sekarang saya tahu bahwa kalian adalah saudara-saudaraku!” serunya. ”Hanya umat Yehuwa yang mengabar dari rumah ke rumah!”
Kelompok-kelompok Protestan di Vlorë telah mendengar bahwa Areti adalah orang yang taat beragama dan telah meminta agar dia bergabung dengan mereka. ”Tapi saya tidak mau tersangkut dengan Babilon Besar!” katanya menjelaskan kepada saudara-saudara tersebut. ”Karena itu, saya perlu memastikan bahwa kalian benar-benar keluarga rohani saya!”
Areti dibaptis pada tahun 1928 sewaktu berusia 18 tahun. Ia berjalan kaki turun-naik gunung, mengabar sambil memegang Alkitab. Meskipun Areti kehilangan kontak dengan saudara-saudara selama bertahun-tahun, ia tetap mengabar sendiri dengan setia.
”Yehuwa luar biasa,” kata Areti dengan air mata berlinang. ”Ia tidak pernah melupakan saya!”
Orang-orang menganggap Areti sudah gila karena terus beriman kepada Allah di bawah pemerintahan totaliter Albania yang sangat keras. Namun, Areti sama sekali tidak pikun. Pikirannya sangat jernih!
BANYAK SEKALI YANG HARUS DILAKUKAN!
Sekarang, karena pekerjaan sudah resmi terdaftar, ada banyak sekali yang harus dilakukan untuk mengembangkan kepentingan Kerajaan di Albania. Saudara-saudara perlu dibantu memperoleh pengetahuan terkini dan dikuatkan secara rohani. Dibutuhkan publikasi untuk saudara-saudara Albania dan untuk disiarkan. Dan, ada kebutuhan yang mendesak akan lebih banyak pemberita. Siapa yang dapat membantu?
Pada tahun 1992, perintis-perintis istimewa tiba dari Italia dan Yunani, dan mengikuti kursus bahasa Albania. Pada waktu bersamaan, sebuah tim kecil mulai menerjemahkan lektur kita. Meskipun kadang-kadang bisa terjadi pemadaman listrik selama 21 hari berturut-turut, saudara-saudara tetap memelihara rasa humor dan sibuk dengan pekerjaan yang ada.
Banyak juga pekerjaan kasar yang harus dilakukan. Sewaktu cuaca dingin, rumah utusan injil perlu mendapat pemanas. Tetapi, tidak mungkin membeli kayu di Albania. Bagaimana caranya agar saudara-saudara dapat tetap hangat? Saudara-saudara dari Yunani datang membantu dengan mengirimkan banyak potongan besar kayu dan sebuah gergaji listrik. Namun, masih ada problem karena lubang untuk memasukkan kayu ke tungku ukurannya kecil, dan tidak ada listrik untuk menjalankan gergaji. Syukurlah, salah seorang saudara mempunyai teman yang memiliki kapak. Ia tinggal di sisi lain Tiranë. Karena tidak ada bus, perlu waktu dua jam untuk membawa kapak itu ke rumah utusan injil, dan itu harus dikembalikan sebelum malam. ”Kami semua bergiliran membelah kayu selagi masih ada waktu untuk menggunakan kapak itu,” kenang salah seorang utusan injil, ”tetapi kami bisa menjaga tubuh tetap hangat!”
Di sela-sela kesibukan membelah kayu dan kursus bahasa, tim penerjemah bahasa Albania menikmati kunjungan pertama dari sekian banyak kunjungan Nick dan Amy Ahladis dari Layanan Penerjemahan, sekarang di Patterson, New York. Pendekatan mereka yang baik hati dan seimbang merupakan bantuan besar bagi para penerjemah baru, yang cepat belajar dan melakukan pekerjaan yang baik. Cabang Italia mencetak lektur dan mengirimkannya ke Albania.
Semua kerja keras tersebut tidaklah sia-sia mengingat sambutan luar biasa yang diterima para penyiar dalam dinas lapangan. Para penyiar baru juga mempunyai semangat yang berkobar-kobar. Sebagai contoh, Lola belum lama ikut mengabar, namun menggunakan 150 jam, 200 jam, atau bahkan lebih setiap bulan dalam pelayanan! Sewaktu diingatkan agar berhati-hati dan tetap seimbang dalam dinas, Lola menjawab, ”Selama ini saya telah memboroskan kehidupan saya! Apakah ada kegiatan lain yang lebih penting?”
PEKERJAAN MAJU TERUS
Maret 1993 merupakan bulan bersejarah bagi Albania. Para perintis istimewa memulai tugas baru mereka di Berat, Durrës, Gjirokastër, Shkodër, Tiranë, dan Vlorë; Menara Pengawal 1 Maret merupakan terbitan pertama yang dipersiapkan oleh tim penerjemah Albania; saudara-saudara untuk kali pertama mengadakan Sekolah Pelayanan Teokratis, sehingga kelima corak perhimpunan dapat diselenggarakan untuk pertama kalinya; Pelayanan Kerajaan Kita edisi pertama dalam bahasa Albania diterbitkan; dan kebaktian istimewa pertama diadakan di Lapangan Skanderbej di Teater Opera-Balet, Tiranë.
Para delegasi tiba dari Yunani dan Italia untuk menikmati kebaktian istimewa yang bersejarah ini. Nasho Dori membuka kebaktian dengan doa, bersyukur kepada Yehuwa untuk semua berkat yang mereka nikmati sekarang. Hadirin mencapai 585 orang, dan ada 41 yang dibaptis! Termasuk di antara mereka adalah anak cucu dari saudara-saudara yang telah melayani Yehuwa dengan setia di Albania.
Mereka sangat senang pada waktu kebaktian distrik pertama kali diselenggarakan di Albania pada tahun 1993. Hadirinnya lebih dari 600 orang, dengan delegasi dari Austria, Italia, Prancis, Swiss, dan Yunani. Saudara-saudara di Albania begitu tergetar karena setelah mereka terisolasi sekian lama, sekarang mereka dapat bebas bergaul dengan begitu banyak saudara dari berbagai negeri!
Agar pengorganisasian berjalan lancar, Badan Pimpinan melantik sebuah Panitia Negeri yang terdiri dari Nasho Dori, Vito Mastrorosa, dan Michael DiGregorio untuk melayani di bawah pengawasan cabang Italia. Salah satu tugas mereka yang utama adalah mencari properti untuk kantor dan menampung tim penerjemah yang bertambah besar.
Di antara kelompok perintis istimewa berikutnya yang belajar bahasa Albania adalah Stefano Anatrelli dari Italia. Setelah lima minggu mengikuti pelatihan, ia dipanggil ke kantor dan diberi tahu, ”Kami ingin agar Saudara mengunjungi para perintis istimewa dan kelompok-kelompok sebagai pengawas wilayah.”
”Saya tidak bisa berbahasa Albania dengan baik!” demikian reaksi Stefano pertama-tama. Namun, ia memandang tugas ini sebagai hak istimewa yang menakjubkan. Setelah mendapat bantuan untuk mempersiapkan beberapa khotbah, Stefano siap mengunjungi tempat-tempat yang jauh di Albania. Sekitar 30 tahun telah berlalu sejak Spiro Vruho mengunjungi saudara-saudara sebagai pengawas wilayah selama pelarangan. Pada tahun 1995, Stefano dilantik sebagai anggota Panitia Negeri.
Pada tahun 1994, kelompok ketiga para perintis dari Italia datang ke Albania. Para penyiar Albania yang baru tergugah oleh semangat yang berapi-api dari para perintis tersebut. Pada akhir tahun dinas 1994, terdapat 354 penyiar yang ikut serta dalam pekerjaan pengabaran.
Namun, banyak penyiar menghadapi tantangan emosional. Mengalami perubahan dari sistem yang sangat menindas ke masyarakat yang serbabebas tidaklah mudah. Agar dapat bertahan selama masa totaliter, mereka harus berhati-hati agar mereka tidak terlalu terbuka mengutarakan perasaan mereka kepada orang lain—khususnya kepada orang asing. Namun, saudara-saudari dari luar negeri memahami hal ini dan dengan sabar berupaya mendapatkan kepercayaan dari saudara-saudara yang lebih baru.
Pada tahun yang sama, saudara-saudari lansia dan juga para penyiar baru sangat senang bertemu dengan Theodore Jaracz, anggota Badan Pimpinan pertama yang berkunjung ke Albania. Lebih dari 600 orang menghadiri khotbah yang diberikannya di Tiranë.
Sementara itu, properti telah dibeli di Tiranë untuk menjadi kantor. Dalam tempo kurang dari enam bulan, satu tim saudara pekerja keras dari luar negeri merombak vila tua itu menjadi perkantoran modern dan membangun sebuah rumah tinggal bagi 24 orang. Penahbisan diadakan pada tanggal 12 Mei 1996, sewaktu Milton Henschel dari Badan Pimpinan mengunjungi Albania.
MENGABAR SENDIRIAN
Seorang pemuda di Korçë, bernama Arben, membaca lektur Alkitab yang dikirim kakaknya dan ia melihat kebenaran setelah membaca isinya. Ia menulis ke kantor Albania, dan untuk sementara ia melanjutkan belajar kebenaran lewat surat dengan saudara-saudara. Agar bantuan rohani lebih lanjut dapat diberikan, dua saudara mengadakan perjalanan khusus untuk menjumpainya. Selama percakapan dengan Arben, menjadi jelas bahwa ia sudah memenuhi syarat untuk menjadi penyiar. Kedua saudara membawa dia ke pusat kota Korçë dan menyuruh dia memerhatikan bagaimana mereka mengabar kepada orang-orang yang lalu-lalang di sana.
Arben menceritakan, ”Lalu, mereka memberikan majalah kepada saya serta berkata, ’Sekarang giliranmu.’ Mereka menyuruh saya mengabar sendirian, dan itulah yang saya lakukan.”
Beberapa bulan kemudian ada tenaga perintis istimewa yang datang untuk membantunya. Walaupun demikian, orang-orang menyambut pengabarannya. Tidak lama setelah perintis istimewa tiba, sebuah kelompok terbentuk.
Menjelang akhir tahun, para perintis di Vlorë menghubungi kantor, memberi tahu bahwa Areti Pina sakit dan ingin bertemu dengan salah seorang saudara yang bertanggung jawab. Sewaktu seorang saudara tiba, Areti meminta agar semua yang lain keluar dari ruangan agar dia dapat berbicara secara pribadi dengan saudara itu.
”Umur saya tidak panjang lagi,” katanya, sambil menghela napas. ”Ada yang sedang saya pikirkan, dan ada yang mau saya tanyakan kepada Saudara. Saya tidak dapat lagi menyerap semua perincian, tetapi saya ingin tahu, Apakah buku Penyingkapan telah digenapi?”
”Ya, Areti, hampir semua telah tergenap,” sahut saudara itu, yang kemudian menjelaskan hal-hal yang belum tergenap. Areti menyimak setiap kata.
”Sekarang, saya bisa meninggal dengan tenang,” katanya. ”Saya hanya ingin tahu sudah seberapa dekat kita ke akhir itu.”
Selama bertahun-tahun, Areti telah menjadi penyiar yang bersemangat—baik sewaktu dia mengabar sendirian di daerah pegunungan maupun dari ranjangnya sewaktu dia sakit. Tak lama setelah percakapan itu, Areti dengan setia menyelesaikan kehidupannya di bumi.
IMANNYA TEGUH SAMPAI AKHIR
Nasho Dori, berusia 80-an, jatuh sakit dan tenaganya semakin berkurang. Namun, ada sekelompok saudara yang membutuhkan anjurannya—saudara-saudara muda yang diwajibkan masuk dinas militer. Para klerus Ortodoks di Berat, yang iri hati melihat kemajuan pesat di kalangan Saksi-Saksi Yehuwa, telah menghasut pihak berwajib untuk menindak saudara-saudara muda tersebut.
Enam saudara muda yang menolak dinas militer bisa dijatuhi hukuman beberapa bulan penjara. Karena hati mereka perlu dibesarkan, Nasho duduk di ranjangnya dan menyampaikan pesan yang direkam dengan video kepada mereka.
”Jangan takut,” desak Nasho kepada saudara-saudara muda tersebut. ”Kami sudah pernah mengalami hal seperti ini. Yehuwa akan menyertai kalian. Jika kalian dijebloskan ke penjara, jangan khawatir. Kelak hasilnya adalah demi nama baik Yehuwa.”
Seraya kesehatan Nasho semakin memburuk, ia meminta saudara-saudara datang ke samping ranjangnya dan mengatakan, ”Saya harus berdoa meminta pengampunan. Minggu lalu, rasa sakit saya sudah tidak tertahankan sehingga saya berdoa agar mati saja. Kemudian saya sadar, ’Yehuwa, Engkaulah Sumber kehidupan. Segala sesuatu yang Engkau lakukan adalah demi kehidupan. Saya telah memohonkan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak-Mu. Mohon ampuni saya!’”
Sewaktu Nasho tahu bahwa jumlah penyiar di Albania telah meningkat hingga 942 orang, ia berkata, ”Akhirnya, kita mempunyai kumpulan besar di Albania!” Beberapa hari kemudian, ia meninggal, menyelesaikan kehidupannya di bumi.
TRAZIRA—MASA ANARKI
Pada tahun 1997, banyak terjadi eksploitasi, penyuapan, dan korupsi. Banyak orang Albania menjual semua milik mereka dan menginvestasikan semua uang mereka dalam sistem piramida dengan iming-iming bisa cepat kaya. Sewaktu investasi mereka gagal, orang-orang yang sangat kecewa turun ke jalan.
Pada saat itu, ketika acara kebaktian istimewa sedang berlangsung, seorang saudari yang menjadi staf pejabat tinggi memberi tahu saudara-saudara bahwa perdana menteri bermaksud mengundurkan diri. Ia mendapat keterangan bahwa akan ada aksi kekerasan yang lebih hebat daripada yang sudah-sudah. Acara kebaktian istimewa dipersingkat agar saudara-saudara dapat segera pulang. Dua jam setelah acara berakhir, seluruh negeri berada dalam keadaan darurat dan jam malam diberlakukan.
Tak seorang pun tahu apa yang sebenarnya terjadi. Banyak desas-desus yang beredar. Apakah itu intervensi asing atau aksi politik setempat? Sistem piramida telah runtuh, dan kebanyakan orang kehilangan semua investasi mereka. Kerusuhan berkecamuk di Vlorë. Kerumunan massa mendatangi gudang persenjataan nasional dan menjarah semua senjata dan amunisi. Seraya siaran berita melaporkan apa yang sedang terjadi, di kota demi kota massa melakukan aksi kekerasan. Seluruh negeri dilanda huru-hara, dan polisi tidak dapat mengendalikan situasi. Albania menjadi porak-poranda oleh pemberontakan bersenjata dan anarki.
Kebanyakan dari 125 orang pelayan sepenuh waktu asing di Albania pergi ke Tiranë demi keamanan. Banyak orang Albania menyalahkan orang asing atas peristiwa yang terjadi, maka dipandang bijaksana bila para perintis asing meninggalkan negeri itu. Karena bandara sudah ditutup, beberapa perintis dari Italia dibawa ke Durrës, yang pelabuhannya dikuasai oleh penduduk setempat yang bersenjata. Setelah menunggu dengan tegang selama 12 jam, para perintis menaiki kapal untuk kembali ke negeri mereka.
Panitia Negeri setiap hari menelepon saudara-saudara di berbagai tempat di negeri itu. Sepanjang pagi hari jalanan sunyi sepi. Tetapi, pada sore harinya, orang-orang mulai menembak dengan senjata mereka dan terus melakukannya sepanjang malam hingga dini hari. Bahkan ada yang memiliki senjata penangkis serangan udara. Pertikaian itu dikenal dengan nama trazira, atau pergolakan.
”DEMI NAMA BAIK YEHUWA”
Arben Merko, salah satu dari keenam saudara dari Berat yang dipenjarakan karena kenetralan, menceritakan, ”Di sel saya, ada sebuah lubang kecil di tembok. Seorang pria di sel sebelah menanyakan siapa saya.” Arben memberikan kesaksian kepadanya selama berminggu-minggu. Pada suatu hari, suaranya tidak kedengaran lagi.
Setelah Arben dibebaskan dari penjara, seorang pemuda datang ke rumahnya. Arben tidak mengenali wajah pemuda ini, tetapi suaranya tidak asing bagi dia—itulah orang yang berada di sebelah selnya di penjara.
”Saya datang untuk mengantarkan barang ini,” katanya kepada Arben, sambil menyerahkan sebuah alat pengeras suara.
”Sewaktu trazira,” katanya kepada Arben, ”saya mencuri alat ini dari Balai Kerajaan kalian. Tetapi, apa yang Anda katakan di penjara menyentuh hati saya. Saya ingin memiliki hati nurani yang bersih di hadapan Allah, maka saya mengembalikannya kepada Anda.”
Mau tidak mau Arben teringat akan pesan terakhir Nasho Dori kepada kelompok anak muda pemelihara integritas, ”Kelak hasilnya adalah demi nama baik Yehuwa.”
MENGURUS DOMBA-DOMBA YEHUWA
Karena para penatua asing pergi, kebanyakan sidang dan kelompok besar diurus oleh para hamba pelayanan yang berusia antara 19 dan 20 tahun. Pada suatu hari, dengan risiko yang besar, tiga di antara saudara-saudara muda ini mengadakan perjalanan dari Vlorë ke Tiranë. Karena khawatir kekurangan makanan, Panitia Negeri menanyakan kepada saudara-saudara tersebut persediaan apa yang khususnya mereka butuhkan.
”Kami baru saja kehabisan slip laporan dinas,” sahut saudara-saudara muda tersebut. Sama seperti para lansia yang setia pada tahun-tahun sebelumnya, mereka lebih memikirkan kebutuhan rohani mereka ketimbang kebutuhan jasmani. Lalu, mereka menceritakan bahwa banyak orang menyambut kabar baik karena situasi negeri yang penuh ketidakpastian dan ketakutan.
Tak lama setelah Peringatan, kantor menerima telepon. ”Kami adalah sekelompok saudarimu di Kukës,” kata salah seorang dari mereka, ”dan kami tetap mengadakan perhimpunan sendiri sejak kepergian para perintis.”
Pergolakan itu menyebabkan saudara-saudara di Tiranë kehilangan komunikasi dengan para penyiar di Kukës. Meski demikian, kelompok yang terdiri dari tujuh penyiar yang belum terbaptis menyelenggarakan Peringatan di dua tempat. Walaupun mereka merasa khawatir jangan-jangan mereka tidak melakukan Peringatan itu dengan sempurna, mereka senang melaporkan bahwa ada 19 orang yang hadir di kedua tempat itu. Sungguh mengherankan, walaupun jam malam diberlakukan dan keadaannya sulit pada tahun 1997, ada 3.154 orang yang menghadiri Peringatan di seluruh Albania. Dan, meski ada anarki, para penyiar tetap mengabar, memberikan penghiburan seraya mereka juga tetap berhati-hati.
Pada waktu Panitia Negeri mengetahui bahwa saudara-saudara di Gjirokastër membutuhkan makanan dan lektur, mereka membahas apakah aman untuk mengirimkan satu truk perbekalan ke sana. Namun, pembahasan terhenti oleh seorang saudari yang mengatakan bahwa seorang wanita pembawa acara radio ingin bertemu dengan saudara-saudara dan boleh jadi membawa informasi yang dibutuhkan.
Tanpa mengetahui apa yang sedang dibahas oleh panitia itu, sang pembawa acara menyarankan, ”Apa pun yang kalian lakukan, pokoknya besok jangan pergi ke daerah selatan. Kami telah menerima laporan bahwa akan ada sesuatu yang membahayakan yang sedang direncanakan di Tepelenë.” Karena truk ke Gjirokastër harus melewati Tepelenë, saudara-saudara membatalkan perjalanan itu.
Keesokan harinya, tak lama setelah pukul 11.00, buletin berita khusus melaporkan bahwa telah terjadi pertikaian yang penuh kekerasan dan pertumpahan darah dan jembatan di kota itu telah diledakkan. Betapa bersyukurnya saudara-saudara itu kepada Yehuwa bahwa mereka tidak jadi pergi ke sana pada hari itu!
Selama berminggu-minggu keluarga Betel biasa mendengar suara tembakan sepanjang malam, dan mereka sering mengadakan ibadat pagi sambil mendengar suara tembakan senapan mesin dan ledakan bom. Senjata-senjata ditembakkan secara membabi buta, dan selalu ada risiko terkena peluru nyasar. Demi keamanan, keluarga Betel tetap tinggal di dalam rumah, dan para penerjemah duduk di lantai dan jauh dari jendela sewaktu mereka melanjutkan pekerjaan mereka.
Pada bulan April 1997, pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 7.000 serdadu tiba untuk memulihkan keamanan. Pada bulan Agustus, pasukan PBB meninggalkan Albania, dan hal itu memungkinkan saudara-saudara menyelenggarakan kebaktian distrik. Para penyiar sangat senang; selama berbulan-bulan mereka hanya berhimpun dalam kelompok-kelompok kecil.
Perampok bersenjata telah menahan beberapa bus yang dicarter saudara-saudara untuk membawa mereka ke kebaktian. Namun, sewaktu mereka mengetahui bahwa para penumpangnya adalah Saksi-Saksi Yehuwa, mereka mengatakan, ”Kalian berbeda! Kami tidak akan mencelakai kalian.”
Bagaimana pengaruh trazira atas pekerjaan pengabaran di Albania? Sebaliknya daripada menghambat perkembangan, bahaya dan kekhawatiran tampaknya membuat banyak orang lebih menyadari kebutuhan rohani mereka. Alhasil, dalam tempo 15 bulan saja, ada 500 penyiar baru yang mulai ikut dalam dinas lapangan, sehingga jumlah seluruh penyiar menjadi lebih dari 1.500 orang.
MASALAH DI KOSOVO
Setelah era trazira, tampaknya senjata-senjata telah menghilang, dan sidang terus berkembang. Namun, timbul masalah di negeri tetangga, Kosovo. Perang yang terjadi di sana berpengaruh atas Albania, seraya gelombang pengungsi terus berdatangan melewati perbatasan. Para penyiar Albania langsung menggunakan kesempatan itu untuk membantu para pengungsi mendengar berita pengharapan dan menerima lektur yang menghibur. Mereka juga mengurus dengan baik kelompok yang terdiri dari 22 Saksi-Saksi Yehuwa beserta anak-anak mereka yang masih kecil.
Pada bulan Agustus, sewaktu perang berakhir, saudara-saudara Kosovo kembali ke rumah mereka, namun tidak sendirian. Mereka ditemani oleh saudara-saudara Albania dan Italia, termasuk sepuluh perintis istimewa, yang ingin menyediakan bantuan rohani yang dibutuhkan. Pada akhir tahun dinas 1999, terdapat 1.805 penyiar di Albania dan 40 di Kosovo.
STABILITAS ROHANI MENINGKAT
”Saya senang bahwa sudah begitu banyak bahan yang diterjemahkan,” kata Nasho Dori sebelum dia meninggal, ”tetapi apa yang sebenarnya kita butuhkan adalah Terjemahan Dunia Baru—terjemahan Alkitab yang bermutu yang dapat menjadi dasar untuk membina iman kita!” Persis tiga tahun setelah kematian Nasho, pada tahun 1999, Badan Pimpinan menyetujui penerjemahan Kitab-Kitab Yunani Kristen Terjemahan Dunia Baru ke dalam bahasa Albania.
Pada kebaktian tahun 2000, suatu kejutan yang menakjubkan menanti hadirin di Albania—dirilisnya Kitab-Kitab Yunani Kristen Terjemahan Dunia Baru dalam bahasa Albania! Tim penerjemah yang bekerja keras telah mencurahkan segenap hati dan jiwa mereka dalam proyek ini dan menyelesaikannya dalam tempo kurang dari satu tahun saja. Seorang perintis biasa yang adalah mantan anggota parlemen dari fraksi Komunis menulis, ”Sungguh luar biasa! Hanya setelah mempelajari terjemahan ini barulah saya dapat menghargai betapa indahnya Alkitab itu, prosanya, puisinya, dan kisahnya. Sewaktu membaca bagaimana Yesus melakukan mukjizat dan dihardik serta dicemooh, saya merasakan luapan emosi yang belum pernah saya rasakan. Saya dapat membayangkan setiap adegan yang menyentuh hati dengan jelas sekali.”
Kini, ada 2.200 penyiar di Albania dan keluarga Betel bertambah menjadi 40 orang. Apartemen telah disewa, namun dibutuhkan lebih banyak kamar. Karena itu, Badan Pimpinan menyetujui pembelian sebidang tanah seluas tiga hektar di pinggiran kota Tiranë di Mëzez. Guna membantu mengawasi pekerjaan yang berkembang di ladang Albania dan di Kosovo, Panitia Negeri mulai berfungsi sebagai Panitia Cabang pada tahun 2000.
Pada bulan September 2003, sewaktu pembangunan fasilitas cabang dimulai, Albania melaporkan 3.122 penyiar. Pada waktu yang sama, penerjemahan Kitab-Kitab Ibrani ke dalam bahasa Albania mulai berjalan. Bukan hanya pekerjaan pengabaran yang maju dengan pesat, para penyiar pun membuat kemajuan rohani yang patut dipuji. Ada 20 saudara muda yang mengikuti kelas pertama Sekolah Pelatihan Pelayanan di Albania pada bulan Agustus 2004. Kebanyakan di antara mereka masih berusia remaja sewaktu melayani sidang-sidang selama era trazira beberapa tahun sebelumnya. Betapa senangnya mereka sekarang karena mendapatkan pelatihan teokratis lebih lanjut.
’SI IBLIS MARAH’
”Yehuwa Mengajar Orang-Orang untuk Bunuh Diri!” demikian bunyi kepala berita pada bulan Februari 2005. Laporan berita di televisi dan surat-surat kabar memuat selentingan yang tidak benar bahwa seorang remaja putri yang bunuh diri adalah seorang Saksi Yehuwa. Sebenarnya, gadis itu belum pernah belajar maupun berhimpun. Namun, para penentang memanfaatkan berita tersebut untuk melancarkan serangan habis-habisan.
Guru-guru mengejek anak-anak Saksi. Saudara-saudara di-PHK. Masyarakat menggembar-gemborkan bahwa pekerjaan kita harus dilarang. Meski saudara-saudara berupaya memberikan penjelasan kepada media, laporan berita malah semakin buruk.
Sudah jelas bahwa hamba-hamba Yehuwa membutuhkan petunjuk dan dukungan untuk mengatasi serangan yang baru ini. Maka, cabang mengatur agar khotbah istimewa disampaikan untuk menjelaskan manfaatnya terus mengabarkan kebenaran agar dapat menangkis tuduhan keji tersebut. Saudara-saudara dianjurkan untuk bertukar pikiran dengan orang-orang dan tidak takut akan manusia. Mereka dapat menunjukkan kepada orang-orang berhati jujur bahwa jumlah Saksi-Saksi Yehuwa telah meningkat secara menakjubkan selama beberapa tahun terakhir, yang tidak mungkin akan seperti itu seandainya para Saksi telah bunuh diri. Jenis serangan ini bukanlah hal baru. Saudara-saudara diingatkan tentang laporan palsu mengenai tindakan bunuh diri Spiro Vruho pada tahun 1960-an. Mereka diberi tahu bahwa laporan yang beredar itu akan gagal total, dan memang itulah yang terjadi!
Beberapa bulan kemudian, pada bulan Agustus, David Splane anggota Badan Pimpinan bersama 4.675 delegasi dari Albania dan Kosovo menghadiri kebaktian distrik mereka. Hadirin tak dapat lagi menahan luapan kegembiraan mereka ketika Saudara Splane merilis Kitab Suci Terjemahan Dunia Baru yang lengkap dalam bahasa Albania!
”Tak heran kalau Setan berupaya keras merintangi kita!” kata seorang saudara kawakan. ”Setan marah karena ada begitu banyak hal baik yang dialami umat Yehuwa.”
Meskipun media memuat berita negatif, hamba-hamba Allah di Albania terus bertambah kuat. Banyak suami yang tidak seiman dan kaum kerabat yang melihat kepalsuan laporan berita itu mulai belajar Alkitab dan menjadi penyiar. Meski Setan melancarkan serangan ganas yang sangat keji, kehendak Yehuwa tetap terlaksana. Keluarga Betel pindah ke gedung cabang yang baru, dan kelas kedua dari Sekolah Pelatihan Pelayanan dimulai.
PENAHBISAN CABANG
Pada bulan Juni 2006, Theodore Jaracz dan Gerrit Lösch, kedua-duanya dari Badan Pimpinan, termasuk di antara 350 orang delegasi dari 32 negeri yang hadir pada penahbisan fasilitas cabang yang baru. Yang juga hadir pada penahbisan itu adalah Sotir Ceqi, yang telah disiksa dengan setrum listrik pada tahun 1940-an. Kini, pada usia 70-an, ia terus melayani dengan bersukacita.
”Sudah lama saya mengimpikan hari ini,” kata Frosina Xheka, yang masih tetap melayani dengan setia meski mengalami penderitaan yang berat selama puluhan tahun. Polikseni Komino, janda Jani, hadir di sana untuk menceritakan tentang putri-putri dan cucu-cucu perempuannya, yang melayani sebagai perintis biasa. Selain itu, hadir juga Vasil Gjoka, yang sekarang sudah bungkuk karena bertahun-tahun menderita. Air matanya berlinang seraya ia mengenang saat ketika mengunjungi Leonidha Pope dan dibaptis secara diam-diam pada tahun 1960.
Gedung cabang yang lama di Tiranë diubah menjadi kompleks Balai Kerajaan dan rumah utusan injil yang menampung 14 orang utusan injil. Enam kelas Sekolah Pelatihan Pelayanan telah membuahkan hasil berupa para perintis istimewa yang setia dan rela berkorban, menjadi aset yang sangat berharga di ladang Albania. Lebih dari 950 perintis biasa dan perintis istimewa setempat memancarkan semangat menginjil yang sama.
MASA DEPAN
Saudara-saudari kita di Albania sangat menghargai Alkitab dan lektur yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa ibu mereka. Pekerjaan Yehuwa di bagian ladang ini terus maju dengan mantap. Selain pria-pria muda yang terampil dan bersemangat, yang dilatih untuk mengemban tanggung jawab teokratis, ada pula ’wanita-wanita yang memberitakan kabar baik yang merupakan bala tentara yang besar’.—Mz. 68:11.
Saksi-Saksi Yehuwa di Albania adalah saksi hidup dari kata-kata terilham, ”Senjata apa pun yang ditempa untuk melawanmu tidak akan berhasil, dan setiap lidah yang bangkit melawanmu di pengadilan akan kauhukum. Inilah milik pusaka hamba-hamba Yehuwa.” (Yes. 54:17) Karena kebaikan hati dan kekuatan dari Yehuwa yang tidak selayaknya diperoleh, mereka tidak dapat dipatahkan oleh pemerintahan totaliter, penyiksaan, pengasingan, pemberitaan yang keji oleh media, dan berbagai problem pribadi.
Umat Yehuwa di Albania menatap masa depan dengan keyakinan mutlak akan berkat dan kasih Allah yang loyal. Meski menghadapi berbagai kesukaran, mereka bersukacita atas hak istimewa untuk membuat hati Bapa surgawi mereka senang dan atas harapan yang disediakan bagi mereka. (Ams. 27:11; Ibr. 12:1, 2) Satu hal yang menggema sepanjang sejarah teokratis di Albania ialah: Yehuwa tidak pernah melupakan pengorbanan, besar dan kecil, yang telah dibuat oleh hamba-hamba-Nya yang loyal, tua maupun muda.—Ibr. 6:10; 13:16.
[Blurb di hlm. 130]
Judulnya mula-mula diterjemahkan menjadi The Guitar of God
[Blurb di hlm. 140]
”Jika kamu Kristen, seharusnya kamu ikut perang sama seperti para imam!”
[Blurb di hlm. 189]
”Kami baru saja kehabisan slip laporan dinas”
[Kotak/Gambar di hlm. 132]
Sekilas tentang Albania
Negeri
Albania terletak di Eropa bagian tenggara di sebelah utara Yunani dan di sebelah timur bagian tumit semenanjung Italia yang berbentuk sepatu bot. Luas daratannya 28.750 kilometer persegi, dan garis pantainya membentang sejauh 362 kilometer di sepanjang Laut Adriatik dan Ionia. Pantainya yang berpasir putih dan airnya yang berwarna biru kehijauan dengan latar gunung-gunung yang tinggi menghiasi pesisir Albania, yang memanjang dari Vlorë sampai ke Sarandë. Bagian utara dan pedalaman negeri itu bergunung-gunung, sedangkan bagian barat dayanya dataran rendah yang subur yang digunakan untuk perladangan.
Penduduk
Jumlah penduduknya diperkirakan 3.600.000 orang dan kebanyakan terdiri dari etnik Albania, dengan sejumlah kecil kelompok etnik Rom, Yunani, dan Serbia.
Iklim
Pada musim panas, suhu di sepanjang daerah pantai yang rata kurang lebih 26 derajat Celsius. Namun, pada musim dingin di daerah utara Pegunungan Dibër, suhu bisa turun hingga minus 25 derajat Celsius.
Makanan
Pastel berkulit renyah berisi bayam, keju, tomat, dan bawang atau berbagai macam sayuran lainnya atau daging disebut byrek. Daging ayam atau domba yang dipanggang dengan saus lezat dari yogurt dan adas manis disebut tava e kosit. Orang Albania suka makan dengan sendok, karena sup dan rebusan adalah makanan yang umum disajikan. Sering kali pada acara istimewa sewaktu daging domba disajikan, tamu terhormat akan disuguhi kepala domba. Di antara banyak makanan pencuci mulut di Albania adalah baklava (gambar di sebelah kanan) dan kadaif, adonan kue panggang yang diolesi dengan sirup atau madu dan kacang. Bagi orang Albania, roti adalah makanan pokok. Jika ingin memberi tahu seseorang bahwa kita sudah makan, kita cukup mengatakan, ”Hëngra bukë”, artinya ”Saya sudah makan roti”.
[Kotak/Gambar di hlm. 134]
Kebaktian yang Mula-Mula
Selain Perhimpunan Umum dalam bahasa Albania pada hari Minggu, orang-orang Albania di New England, AS, pada umumnya bergabung dengan sidang berbahasa Inggris atau Yunani. Pada tahun 1920-an dan 1930-an, orang Albania senang hadir di kebaktian berbahasa Yunani. Namun, mereka lebih senang menggunakan lencana dalam bahasa sendiri, yang berbunyi, ”Kebaktian Tiga Hari Siswa-Siswa Alkitab Albania.”
[Gambar]
Lencana (kanan) dipakai oleh saudara-saudara Albania (bawah) di kebaktian Boston pada akhir tahun 1920-an
[Kotak/Gambar di hlm. 151, 152]
”Yehuwa Tidak Pernah Meninggalkan Kami”
FROSINA XHEKA
LAHIR 1926
BAPTIS 1946
PROFIL Ia belajar kebenaran sewaktu remaja. Meskipun orang tuanya menentangnya dan para pejabat mengasingkannya, saudari ini selalu merasa dekat kepada Yehuwa dan organisasi-Nya. Ia meninggal dalam keadaan setia pada tahun 2007.
◼ FROSINA belajar kebenaran dari abang-abangnya pada tahun 1940-an. Orang tuanya yang non-Saksi mengusirnya dari rumah karena dia tidak mau dijodohkan dengan pilihan orang tuanya. Seorang saudara, Gole Flloko ,mengundangnya untuk tinggal bersama keluarganya dan memperlakukan dia seperti putrinya sendiri.
”Saya pernah ditahan karena tidak mau memberikan suara dalam pemilihan,” kata Frosina. ”Saya sendirian di sebuah kamar dan 30 orang petugas mengelilingi saya. Seorang petugas berteriak, ’Tahu enggak kamu bisa kami apakan?’ Karena merasa bahwa Yehuwa menyertai, saya mengatakan, ’Bapak tidak akan bisa berbuat apa-apa tanpa izin Tuan yang Berdaulat Yehuwa!’ Mereka pikir saya sudah gila, maka mereka berkata, ’Keluar dari sini!’ Saudara lihat, bukan, yang saya katakan benar. Yehuwa menyertai saya!”
Pada tahun 1957, Frosina menikah dengan Luçi Xheka, dan kemudian dikaruniai tiga orang anak. Pada awal tahun 1960-an, Luçi dilantik sebagai anggota Panitia Negeri yang baru dibentuk, yang mengawasi pekerjaan di Albania. Tak lama kemudian, dia dihukum di internim (internir) selama lima tahun di Gramsh, jauh dari Frosina dan anak-anak. Di sana, Luçi terus mengabar dan berbicara tentang organisasi. Orang-orang di Gramsh masih mengingat dia hingga hari ini.
Karena Luçi di internim, Partai Komunis memasukkan Frosina dalam daftar hitam, sehingga secara resmi dia tidak diperbolehkan membeli makanan. Frosina mengatakan, ”Tidak apa-apa. Saudara-saudara yang jumlahnya sedikit saling membagi makanan mereka! Kami bertahan karena Yehuwa tidak pernah meninggalkan kami!”
Setelah kematian Luçi, perhimpunan bersama saudara-saudara semakin jarang diadakan. Namun, Frosina terus mengabar. Ia mengenang, ”John Marks mengunjungi kami pada tahun 1960-an. Sewaktu saya bertemu dengan istrinya, Helen, pada tahun 1986, rasanya seperti kami sudah saling mengenal selama bertahun-tahun! Luçi dan saya diam-diam telah mengirimkan berita-berita kepada suami istri Marks, dan mereka meneruskannya kepada saudara-saudara di Brooklyn.”
Sewaktu pelarangan dicabut pada tahun 1992, Frosina adalah satu di antara sembilan Saksi terbaptis yang masih tinggal di Albania. Ia teratur menghadiri perhimpunan dan keluar dalam dinas bahkan sampai hari ia meninggal pada tahun 2007. Tak lama sebelum meninggal, Frosina mengatakan, ”Saya mengasihi Yehuwa dengan segenap hati saya! Tidak terpikir sedikit pun untuk menyangkal iman saya. Saya tahu bahwa saya mempunyai keluarga besar di seluruh dunia, tetapi sekarang saya senang sekali melihat betapa besarnya keluarga teokratis kita di Albania. Yehuwa selalu menyertai kita, dan Ia masih menuntun kita dengan tangan-Nya yang pengasih!”
[Gambar]
Frosina Xheka pada tahun 2007
[Kotak/Gambar di hlm. 159, 160]
Dulu Lektur Sedikit, Sekarang Limpah
VASIL GJOKA
LAHIR 1930
BAPTIS 1960
PROFIL Ia berdiri teguh membela kebenaran di bawah pemerintahan totaliter. Sekarang, ia melayani sebagai penatua di Tiranë.
◼ SAYA masih ingat sewaktu melihat Menara Pengawal dalam bahasa Yunani di desa saya di Barmash pada tahun 1930-an. Sambil menunjuk ke majalah itu ayah saya berkata, ”Orang-orang itu benar!” Saya tidak tahu apa yang dia maksudkan dengan kata-kata itu hingga bertahun-tahun kemudian. Saya senang membaca Alkitab, walaupun berbahaya kalau memilikinya. Pada waktu pemakaman kerabat saya, saya bertemu dengan seorang saudara dari Tiranë. Saya bertanya tentang tanda ”hari-hari terakhir” yang disebut di Matius pasal 24. Ia menjelaskannya, dan saya langsung menceritakan kepada siapa saja tentang apa yang saya pelajari.
Pada tahun 1959, saya menghadiri pertemuan pribadi dengan beberapa saudara di rumah Leonidha Pope. Saya telah membaca buku Penyingkapan dan bertanya tentang identitas binatang buas serta Babilon Besar. Sewaktu mereka menjelaskannya, saya tahu ini adalah kebenaran! Saya dibaptis setahun kemudian.
Saya bersemangat mengabar, dan karena itu, saya dipecat dari pekerjaan saya. Maka, saya mendapatkan sebuah gerobak kayu yang sudah tua dan mengantar barang-barang di Tiranë. Meski saya tidak bisa banyak melakukan kontak dengan saudara-saudara lain dan tidak punya lektur, saya tetap mengabar.
Pada awal tahun 1960-an, sebelum Leonidha Pope dikirim ke internim, ia berhasil mendapatkan beberapa publikasi berbahasa Yunani yang diselundupkan ke Albania. Ia menerjemahkannya dengan suara keras dan saya menuliskannya di sebuah notes. Kemudian, atas petunjuknya, saya membuatkan salinan dan mengirimkannya kepada beberapa saudara, di Berat, Fier, dan Vlorë.
Sungguh mencolok perubahan yang terjadi sejak tahun 1990-an! Saya tergetar melihat limpahnya lektur yang Yehuwa berikan kepada kami. Sejak tahun 1992 hingga sekarang, kami telah menyiarkan lebih dari 17 juta majalah dalam bahasa Albania! Publikasi-publikasi baru diterjemahkan ke dalam bahasa Albania, dan kami memiliki Terjemahan Dunia Baru yang lengkap dalam bahasa kami! Ketika saya mengenang tahun-tahun tanpa lektur, saya tidak dapat menahan air mata sukacita. Karena begitu lama hanya memiliki sedikit lektur, kami penuh penghargaan!
[Kotak/Gambar di hlm. 163, 164]
Mendapatkan Pekerjaan Sejati di Kampung Halaman
ARDIAN TUTRA
LAHIR 1969
BAPTIS 1992
PROFIL Ia belajar kebenaran di Italia dan belakangan kembali ke Albania. Ia adalah anggota Panitia Cabang Albania.
◼ PADA tahun 1991, ketika berusia 21 tahun, saya meninggalkan Albania bersama ribuan pengungsi. Kami membajak sebuah kapal yang menuju Italia. Albania sedang terpuruk, maka saya senang dapat meninggalkan negeri itu. Saya menganggapnya sebagai impian yang menjadi kenyataan.
Setelah dua hari berada di Brindisi, Italia, saya menyelinap ke luar kamp pengungsi untuk mencari pekerjaan. Seorang pria memberikan kepada saya lembaran kecil fotokopi yang berisi berita Alkitab dalam bahasa Albania dan mengundang saya menghadiri perhimpunan pada sore harinya. Segera muncul dalam benak saya, ’Yah, boleh juga. Siapa tahu ada yang memberi saya pekerjaan!’
Saya sama sekali tidak menduga bahwa saya akan mendapat sambutan yang ramah. Setelah perhimpunan di Balai Kerajaan, semua datang menyapa saya, dan mereka hangat dan pengasih. Satu keluarga mengundang saya makan. Mereka benar-benar menunjukkan kebaikan hati dan respek terhadap saya—padahal saya hanyalah pengungsi Albania yang lusuh dan ilegal!
Pada perhimpunan berikutnya, Vito Mastrorosa menawarkan PAR kepada saya. Saya menerimanya dan tak lama kemudian saya menyadari bahwa ini adalah kebenaran. Pada bulan Agustus 1992, saya dibaptis di Italia.
Akhirnya, dokumen kependudukan saya beres. Saya mendapatkan pekerjaan yang baik dan saya dapat mengirimkan uang kepada keluarga saya di Albania. Namun, saya mulai berpikir, ’Karena sekarang pekerjaan sudah bebas di Albania, tenaga sangat dibutuhkan. Apakah saya lebih baik pulang dan melayani di sana? Tetapi, bagaimana reaksi keluarga nanti? Mereka membutuhkan uang yang selama ini saya kirimkan. Apa kata orang-orang nantinya?’
Kemudian, saya menerima telepon dari kantor di Tiranë, menanyakan apakah saya bersedia ke sana dan mengajarkan bahasa Albania kepada sekelompok perintis istimewa Italia yang pindah ke Albania pada bulan November itu. Teladan mereka membuat saya berpikir dengan sungguh-sungguh. Mereka akan berangkat ke daerah yang telah saya tinggalkan. Mereka tidak bisa berbahasa Albania namun senang pergi ke sana. Sedangkan bahasa dan kebudayaan saya adalah Albania. Untuk apa saya tinggal di Italia?
Saya membuat keputusan dan naik kapal bersama-sama para perintis istimewa itu. Saya langsung mulai melayani bersama keluarga Betel yang masih kecil. Pada pagi harinya, saya mengajar bahasa Albania dan pada sore harinya bekerja di bagian penerjemahan. Mula-mula, keluarga saya tidak senang. Tetapi, setelah mereka memahami alasan saya kembali ke Albania, mereka mulai mau mendengarkan kabar baik. Tak lama kemudian, orang tua, dua kakak perempuan saya, dan abang saya dibaptis.
Apakah saya menyesal meninggalkan pekerjaan dan uang di Italia? Sama sekali tidak! Saya telah mendapatkan pekerjaan sejati di Albania. Menurut saya, pekerjaan yang benar-benar penting dan menghasilkan sukacita yang langgeng adalah melayani Yehuwa dengan segala sesuatu yang kita miliki!
[Gambar]
Ardian bersama istrinya, Noadia
[Kotak/Gambar di hlm. 173, 174]
Berakhirnya Perhimpunan Tersembunyi
ADRIANA MAHMUTAJ
LAHIR 1971
BAPTIS 1993
PROFIL Ia diundang menghadiri perhimpunan tersembunyi, dan kemudian segala sesuatunya berubah secara drastis. Sekarang saudari ini melayani sebagai perintis istimewa.
◼ SEWAKTU sepupu saya meninggal pada tahun 1991, saya mendengarkan seorang wanita bernama Barie membesarkan hati tante saya dengan pokok-pokok Alkitab. Saya langsung mengajukan berbagai pertanyaan dan saya diundang untuk bertemu dengan temannya yang bernama Rajmonda di tempat kerjanya. Keluarga Rajmonda menghadiri ”kelas”. Rajmonda mengatakan bahwa untuk sementara saya perlu mengikuti pembahasan Alkitab, karena orang baru tidak diperbolehkan langsung mengikuti kelas. Saya senang dengan apa yang saya pelajari, dan tak lama kemudian saya diperbolehkan hadir.
Kelas itu terdiri dari orang-orang yang belum terbaptis yang pada awalnya bertemu dengan Sotir Papa dan Sulo Hasani. Bertahun-tahun sebelumnya, Sigurimi telah menyusup di kelas-kelas dan menyerahkan saudara-saudara ke polisi. Jadi, semua sangat berhati-hati, dan mereka tidak sembarangan mengundang orang ke perhimpunan!
Pada perhimpunan saya yang pertama, kami dianjurkan untuk membuat sebuah daftar nama teman-teman kami dan memberi tahu mereka apa yang kami pelajari. Saya langsung berbicara kepada Ilma Tani. Tak lama kemudian, ia diperbolehkan menghadiri kelas. Kelas kecil kami yang terdiri dari 15 orang bertumbuh dengan pesat.
Pada bulan April 1992, Michael dan Linda DiGregorio mengunjungi Berat. Kami disarankan untuk leluasa mengundang orang-orang ke khotbah yang akan disampaikannya. Alhasil, ada 54 orang yang hadir. Belum ada di antara kami yang terbaptis. Setelah perhimpunan, kami mengajukan pertanyaan yang bertubi-tubi kepada suami istri DiGregorio selama berjam-jam. Akhirnya, kami mengetahui bagaimana kelompok kami seharusnya berfungsi.
Tak lama kemudian, Saksi-Saksi Yehuwa diakui secara resmi. Saya bersama Ilma, dan dua saudara, berangkat ke Tiranë untuk belajar cara mengabar dari rumah ke rumah. Kami diminta untuk memperlihatkan kepada saudara-saudara lainnya di Berat apa yang telah kami pelajari. Kami berupaya sebisa-bisanya. Sewaktu empat perintis istimewa Italia ditugasi ke Berat pada bulan Maret 1993, sidang benar-benar maju, dengan dua perhimpunan yang terbuka untuk umum setiap minggu.
Pada bulan Maret tahun itu, saya dan Ilma dibaptis pada kebaktian istimewa yang pertama di Tiranë. Ada 585 orang yang hadir. Kami menjadi perintis biasa dan tak lama kemudian diundang untuk menjadi perintis istimewa lokal yang pertama. Tidak ada lagi yang tersembunyi. Kami ditugasi ke Korçë.
Belakangan, Ilma menikah dengan Arben Lubonja, yang telah mengabar sendirian di Korçë hanya beberapa bulan sebelumnya. Akhirnya, mereka ditugasi dalam pekerjaan wilayah, dan sekarang melayani di Betel. Saya senang bahwa dahulu saya mengundang Ilma ke kelas itu!
Baru-baru ini, sewaktu duduk di kebaktian distrik bersama lebih dari 5.500 hadirin, saya teringat akan kelas kami yang tersembunyi. Alangkah besarnya perubahan yang telah Yehuwa buat! Perhimpunan dan kebaktian sudah terbuka lebar sekarang. Meski ratusan saudara telah meninggalkan Berat karena alasan ekonomi, kelas kami yang semula kecil kini telah menjadi lima sidang yang bertumbuh pesat!
[Gambar]
Ilma (Tani) dan Arben Lubonja
[Kotak/Gambar di hlm. 183]
”Oke, Setuju!”
ALTIN HOXHA DAN ADRIAN SHKËMBI
LAHIR Keduanya pada tahun 1973
BAPTIS Keduanya pada tahun 1993
PROFIL Mereka meninggalkan universitas untuk merintis, dan sekarang mereka melayani sebagai penatua.
◼ PADA awal tahun 1993, mereka adalah mahasiswa di Tiranë. Seorang teman berbicara kepada mereka tentang apa yang dia pelajari dari Saksi-Saksi Yehuwa. Semua penjelasan didukung oleh Alkitab. Belakangan, mereka belajar lebih banyak lagi, menerapkan apa yang mereka pelajari, dan dibaptis pada tahun yang sama. Belakangan pada tahun itu, mereka pergi mengabar ke Kuçovë, kota yang belum ada penyiar.
Setelah kembali ke Tiranë, Adrian berkata kepada Altin, ”Buat apa kita terus kuliah? Mari kita lakukan pekerjaan pengabaran di Kuçovë!”
Altin menanggapi dengan mengatakan, ”Oke, setuju!” Tujuh bulan setelah mereka dibaptis, mereka kembali ke Kuçovë.
Yehuwa memberkati upaya mereka dengan limpah. Kini, ada lebih dari 90 penyiar yang aktif di Kuçovë. Sekitar 25 Saksi telah pindah dari sana untuk melayani sebagai perintis atau melayani di Betel. Sebagian besar dari mereka dahulu diberi PAR oleh Adrian dan Altin.
Sewaktu teringat akan universitas, Altin tersenyum dan mengatakan, ”Rasul Paulus memutuskan untuk tidak mengejar karier duniawi, dan pada tahun 1993, saya membuat keputusan yang sama. Saya tidak pernah menyesal mengatakan, ’Oke, setuju!’”
[Kotak/Gambar di hlm. 191, 192]
Dahulu Mengajar Ateisme Kini Mengajar Kebenaran
ANASTAS RUVINA
LAHIR 1942
BAPTIS 1997
PROFIL Ia mengajarkan ateisme kepada semua anak buahnya di militer sebelum mempelajari kebenaran dari anak-anaknya. Kini, ia melayani sebagai penatua dan perintis istimewa.
◼ PADA tahun 1971, setelah lulus dari akademi militer, saya menjadi komisaris brigade politik. Pangkat itu digunakan karena pemerintah telah menghapus jenjang militer pada tahun 1966. Tugas-tugas saya antara lain mengindoktrinasi orang-orang yang ada di bawah komando saya tentang ideologi bahwa Allah tidak ada. Saya menjelaskan secara terperinci filsafat bahwa agama adalah candu masyarakat.
Saya mempunyai seorang istri dan tiga orang anak. Pada tahun 1992, putra saya, Artan, mulai menghadiri pertemuan agama Saksi-Saksi Yehuwa di Tiranë. Belakangan, dia mengajak adik perempuannya Anila. Saya menganggap hal itu memboroskan waktu dan sangat bodoh. Akibatnya, kami sering bertengkar di rumah.
Pada suatu hari, karena rasa ingin tahu, saya mengambil sebuah majalah Menara Pengawal. Anehnya, penjelasannya masuk akal. Namun, meski Artan dan Anila terus memberi dorongan, saya tetap tidak mau mempelajari Alkitab. Saya bernalar bahwa tidak ada gunanya mempelajari Alkitab jika tidak percaya akan keberadaan Allah. Pada tahun 1995, buku Kehidupan—Bagaimana Asal Mulanya? Melalui Evolusi atau melalui Penciptaan? diterbitkan dalam bahasa Albania. Artan dan Anila memberikan satu eksemplar kepada saya. Buku itu sudah cukup untuk meyakinkan saya bahwa Allah benar-benar ada! Saya sudah tidak punya dalih lagi; saya harus belajar. Segera, istri saya Lirie ikut belajar, dan kami diyakinkan akan kebenaran.
Sejujurnya, kemajuan saya sangat lambat. Saya berusia 53 tahun pada waktu itu. Tidak mudah bagi saya untuk melepaskan cara berpikir saya yang bersifat politik dan militer. Saya harus mengakui bahwa yang membantu saya untuk maju adalah sang Pencipta, Yehuwa.
Saya tidak ingin menjadi penyiar karena saya khawatir kalau-kalau saya mengabar kepada orang-orang yang justru telah saya ajari ateisme. Nanti, apa yang mereka katakan tentang diri saya? Pada suatu hari sewaktu belajar, Vito Mastrorosa membacakan kepada saya kisah Saul dari Tarsus. Hal itu mengena betul pada diri saya! Saul menganiaya orang Kristen, belajar kebenaran, dan kemudian mengabar. Dengan bantuan Yehuwa, saya sadar bahwa saya juga dapat melakukan hal yang sama.
Kadang-kadang, saya masih menertawakan diri saya, seraya Yehuwa terus membantu saya untuk tidak sekeras dulu, lebih bersikap masuk akal, dan tidak bersikap seperti komandan militer yang memberi perintah. Lambat laun saya membuat kemajuan.
Saya tidak berbantah lagi dengan anak-anak saya tentang kebenaran. Sebaliknya, saya bangga terhadap mereka. Artan melayani sebagai perintis istimewa dan penatua. Putri-putri saya, Anila dan Eliona, melayani bersama-sama di Betel di Tiranë.
Saya dan Lirie melayani sebagai perintis istimewa. Kami senang mendapat hak istimewa untuk mengajarkan kepada orang-orang kebenaran tentang Pencipta Agung kita dan menyaksikan perubahan dalam kehidupan mereka. Kami benar-benar bersukacita karena dapat menawarkan harapan sejati yang berdasarkan janji-janji dari satu-satunya Allah yang hidup dan benar, Yehuwa!
[Gambar]
Dari kiri ke kanan: Artan, Anila, Lirie, Anastas, Eliona, dan suaminya, Rinaldo Galli
[Bagan/Grafik di hlm. 176, 177]
LINTAS SEJARAH—Albania
1920-1922 Orang Albania belajar kebenaran di Amerika Serikat.
1922 Thanas Idrizi kembali ke Gjirokastër membawa kebenaran.
1925 Tiga kelas kecil pelajaran Alkitab diadakan di Albania.
1928 ”Drama-Foto Penciptaan” dipertunjukkan di banyak kota.
1930
1935-1936 Kampanye pengabaran yang luas diadakan.
1939 Saksi-Saksi Yehuwa dilarang.
1940
1940 Sembilan saudara dipenjarakan karena kenetralan.
1946 Pemerintahan Komunis mulai.
1950
1960
1960 Panitia Negeri mulai mengawasi pekerjaan di Albania.
1962 Anggota panitia dikirim ke kamp kerja.
1967 Albania secara resmi menjadi negara ateis.
1980
1990
1992 Saksi-Saksi Yehuwa diakui secara resmi.
1996 Milton Henschel hadir pada penahbisan pertama Betel.
1997 Era trazira mulai.
2000
2005 Terjemahan Dunia Baru yang lengkap dirilis dalam bahasa Albania.
2006 Kantor cabang ditahbiskan di Mëzez, Tiranë.
2010
[Grafik]
(Lihat publikasi)
Total Penyiar
Total perintis
4.000
3.000
2.000
1.000
1930 1940 1950 1960 1980 1990 2000 2010
[Peta di hlm. 133]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
MONTENEGRO
KOSOVO
MAKEDONIA
YUNANI
Ioannina
Danau Scutari
Danau Ohrid
Danau Prespa
LAUT ADRIATIK
ALBANIA
TIRANË
Shkodër
Kukës
Burrel
Mëzez
Durrës
Kavajë
Gramsh
Kuçovë
Fier
Berat
Korçë
Vlorë
Tepelenë
Këlcyrë
Barmash
Përmet
Gjirokastër
Sarandë
[Gambar penuh di hlm. 126]
[Gambar di hlm. 128]
Setelah belajar kebenaran di New England, AS, Thanas Idrizi membawa kabar baik ke Gjirokastër, Albania
[Gambar di hlm. 129]
Sokrat Duli mengajarkan kebenaran kepada adiknya
[Gambar di hlm. 137]
Nicholas Christo menyampaikan kabar baik kepada para pejabat tinggi Albania
[Gambar di hlm. 142]
Surat dua halaman yang dikirimkan kepada Enver Hoxha oleh saudara-saudara Albania di Boston
[Gambar di hlm. 145]
Leonidha Pope
[Gambar di hlm. 147]
”Yehuwa mengajar saya untuk tidak menandatangani apa yang tidak saya katakan.”—Sotir Ceqi
[Gambar di hlm. 149]
Helen dan John Marks sebelum John kembali ke Albania
[Gambar di hlm. 154]
Spiro Vruho melayani sebagai pengawas keliling
[Gambar di hlm. 157]
Llopi Bllani
[Gambar di hlm. 158]
Meskipun sendirian, Kulla Gjidhari tetap merayakan Peringatan
[Gambar di hlm. 167]
Michael dan Linda DiGregorio
[Gambar di hlm. 172]
SK No. 100 yang memberikan pengakuan hukum terhadap Saksi-Saksi Yehuwa
[Gambar di hlm. 175]
Perhimpunan di Balai Kerajaan yang pertama, pada tahun 1992, Tiranë
[Gambar di hlm. 178]
Areti Pina dengan setia mengabar sendirian
[Gambar di hlm. 184]
Sebuah vila tua dirombak menjadi perkantoran modern
[Gambar di hlm. 186]
”Jika kalian dipenjarakan, jangan khawatir.”—Nasho Dori
[Gambar di hlm. 194]
David Splane merilis ”Terjemahan Dunia Baru” yang lengkap dalam bahasa Albania
[Gambar di hlm. 197]
Para utusan injil yang kini melayani di Albania
[Gambar di hlm. 199]
Cabang Albania
Panitia Cabang: Artan Duka, Ardian Tutra, Michael DiGregorio, Davide Appignanesi, Stefano Anatrelli