-
TUDUNG KEPALAPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
Pada waktu sang rasul menulis surat kepada orang-orang Kristen di Korintus, mereka ini tinggal di antara orang Eropa dan Semitik, yakni orang-orang yang tidak membuat perbedaan alami dalam hal panjang rambut pria dan wanita.
-
-
TUDUNG KEPALAPemahaman Alkitab, Jilid 2
-
-
Sebagai Tanda Ketundukan. Selain sebagai salah satu perlengkapan pakaian, tudung kepala memiliki makna rohani yang penting di kalangan hamba Allah yang berkaitan dengan kekepalaan dan ketundukan. Rasul Paulus menguraikan prinsip kekepalaan yang ditetapkan Allah yang berlaku dalam sidang Kristen, dengan mengatakan, ”Kepala dari setiap pria adalah Kristus; selanjutnya kepala dari seorang wanita adalah pria; selanjutnya kepala dari Kristus adalah Allah.” (1Kor 11:3) Paulus menekankan bahwa apabila seorang wanita berdoa atau bernubuat di dalam sidang, ia hendaknya mengenakan tudung kepala sebagai ”tanda wewenang”, yang menunjukkan bahwa ia mengakui kekepalaan pria dan tunduk kepada wewenang teokratis yang patut. (1Kor 11:4-6, 10) Tidak diragukan hal itu juga menjadi kebiasaan para nabiah zaman dahulu, seperti Debora (Hak 4:4) dan Hana (Luk 2:36-38), sewaktu mereka bernubuat.—Lihat RAMBUT.
Sebaliknya, sang rasul memperlihatkan bahwa pria hendaknya tidak mengenakan tudung kepala sewaktu memimpin di hadapan sidang jemaat, misalnya sewaktu berdoa atau bernubuat. Itulah kedudukan normal seorang pria di bawah penyelenggaraan Allah. Apabila pria mengenakan tudung kepala dalam kasus-kasus itu, ia akan mempermalukan kepalanya sendiri. Selain itu, jika ia melakukan hal itu ia tidak menunjukkan respek kepada Yesus Kristus sebagai kepalanya maupun kepada Kepala Tertinggi, Allah Yehuwa, karena pria adalah ”gambar dan kemuliaan Allah”, yang semula diciptakan sebagai wakil Allah di bumi. Pria hendaknya tidak mengaburkan fakta itu dengan mengenakan tudung kepala. Pria diciptakan pertama, sebelum wanita; wanita ”berasal dari pria” dan diciptakan ”demi kepentingan pria”. Sifat-sifat wanita merupakan ungkapan kehormatan dan martabat pria, sama seperti sifat-sifat pria merupakan cerminan kehormatan dan martabat Allah. Oleh karena itu, wanita Kristen hendaknya dengan senang hati mengakui kedudukannya yang lebih rendah dengan memperlihatkan kesahajaan dan ketundukan; ia juga hendaknya bersedia mempertunjukkan sifat itu secara terang-terangan dengan mengenakan kerudung atau bahan lain sebagai tudung kepala. Ia hendaknya tidak berupaya merebut kedudukan pria, tetapi sebaliknya menjunjung kekepalaan pria.—1Kor 11:4, 7-10.
Pada waktu sang rasul menulis surat kepada orang-orang Kristen di Korintus, mereka ini tinggal di antara orang Eropa dan Semitik, yakni orang-orang yang tidak membuat perbedaan alami dalam hal panjang rambut pria dan wanita. Budak-budak wanita dan orang-orang yang kedapatan melakukan percabulan atau perzinaan dicukur rambutnya. Dalam suratnya Paulus menarik perhatian kepada rambut panjang alami milik kaum wanita di sidang itu, dan menyebutnya sebagai pengingat tetap dari Allah bahwa kodrat wanita adalah untuk tunduk kepada pria. Oleh sebab itu, wanita hendaknya mengakui hal ini sewaktu melakukan apa yang biasanya menjadi tugas pria dalam sidang Kristen, dan ia hendaknya mengenakan semacam tudung kepala di samping rambut alaminya. Dengan demikian, ia akan memperlihatkan bahwa ia mengakui prinsip kekepalaan yang ditetapkan Allah dan bahwa ia membedakan antara kegiatan normalnya sehari-hari dan tugas-tugas khusus yang dilaksanakan dalam sidang, misalnya sewaktu tidak ada pria yang memenuhi syarat, atau sewaktu ia mengajar orang-orang lain secara pribadi dalam suatu forum resmi berupa pengajaran Alkitab yang dihadiri oleh suaminya atau anggota pria dari sidang.—1Kor 11:11-15.
Guna memberikan alasan yang jitu kepada sidang Allah agar mengikuti prosedur tersebut, sang rasul menunjuk kepada para malaikat Allah, yang ”diutus untuk melayani mereka yang akan mewarisi keselamatan”. (Ibr 1:13, 14) Pribadi-pribadi roh yang perkasa itu berminat dan peduli akan terjaganya kedudukan orang Kristen dalam penyelenggaraan Allah sehingga tatanan teokratis dan ibadat murni dapat terus terpelihara di hadapan Allah.—1Kor 11:10.
Kita dapat memahami dengan lebih baik perlunya nasihat itu bagi sidang di Korintus zaman dahulu apabila kita tahu bahwa pada waktu itu merupakan kebiasaan umum bagi kaum wanita untuk selalu berkerudung di depan umum. Hanya orang-orang bertingkah laku bebas yang tidak berkerudung. Dan imam wanita kafir di kuil-kuil tampaknya ikut-ikutan menyingkirkan kerudung mereka dan membiarkan rambut mereka tergerai acak-acakan sewaktu mengaku mendapat ilham ilahi. Praktek semacam itu dalam sidang Kristen akan mendatangkan aib dan cemooh atas penyelenggaraan Allah Yehuwa berupa kekepalaan dan ketundukan. Paulus mengakhiri argumennya dengan mengatakan bahwa sekalipun ada orang yang membantah oleh karena suatu kebiasaan mana pun selain kebiasaan yang telah Paulus tetapkan, sidang hendaknya mengikuti nasihat sang rasul sehubungan dengan mengenakan tutup kepala. Dengan demikian, instruksi tersebut dapat diterapkan dalam sidang Kristen di mana-mana dan kapan pun.—1Kor 11:16.
-