Venezuela
MENGENAL Venezuela mungkin tampaknya seperti sedang berwisata keliling dunia. Apa yang akan saudara lihat? Mungkin seorang Indian yang sedang berburu di hutan dengan sebuah tombak. Seorang senora berbusana apik yang sedang berbelanja di butik mewah. Para tamu yang sedang menari mengikuti tabuhan gendang ala Afrika di sebuah pesta pada malam hari. Seorang bocah cilik merapatkan ponconya untuk menahan dinginnya angin gunung seraya ia berlari untuk mengumpulkan domba-dombanya. Dan lebih dari 71.000 Saksi-Saksi Yehuwa—tua dan muda, dari berbagai latar belakang—sedang sibuk berbicara kepada orang-orang lain tentang Allah yang sejati dan Kerajaan-Nya.
Mayoritas penduduk Venezuela berasal dari latar belakang campuran antara keturunan Indian, Spanyol, dan Afrika. Sejak perang dunia kedua, banyak imigran Eropa dari Italia, Portugal, dan Spanyol telah menjadi bagian terkemuka dari populasi negeri ini. Dan seorang pengamat mau tidak mau akan terkesan melihat begitu banyak anak muda di mana-mana.
Venezuela, yang terletak di pantai utara Amerika Selatan, benar-benar negeri yang memiliki kontras yang luar biasa. Garis pantai Karibia sepanjang 2.800 kilometer dengan embusan angin tropisnya sangat kontras dengan gunung-gunung berpuncak salju dan hutan rimba. Di sana tidak hanya terdapat dataran luas yang disebut llanos melainkan juga air terjun yang luar biasa indah, seperti Cuquenán, yang tingginya 600 meter, dan Salto Angel, atau Air Terjun Angel, air terjun tertinggi di dunia, 979 meter dari permukaan sungai bawah tanah yang berasal dari tatahan cadas di atasnya. Ibu kotanya, Caracas, yang berpenduduk sekitar 4.000.000 jiwa, adalah kota metropolitan yang modern dengan pusat-pusat perbelanjaan yang canggih. Jaringan jalan raya yang baik menghubungkannya dengan daerah pedalaman. Namun bila kita menilik tingkat kemakmuran Caracas, terdapat ratusan ribu orang yang tinggal di pemukiman liar di sisi bukit.
Situasi Keagamaan di Venezuela
Mayoritas terbesar penduduk Venezuela memeluk agama Katolik Roma, meskipun gereja tidak lagi memegang kendali atas masyarakat seperti halnya di masa lalu. Orang-orang Indian pribumi, sekalipun mengaku beragama Katolik, memiliki ritus dan takhayul mereka sendiri, seperti halnya orang-orang keturunan Afrika. Ilmu sihir dan spiritisme sangat populer di sini. Banyak orang mengenakan jimat untuk melindungi diri terhadap si mata jahat. Kultus María Lionza, yang mirip dengan voodoo, telah tersebar luas. Juga, kelompok-kelompok agama evangelis semakin bertambah jumlahnya.
”Santo” dan ”perawan” sangat berperan dalam kehidupan orang-orang Katolik di Venezuela. Setiap wilayah negeri itu memiliki ”santo” atau ”perawan”nya masing-masing. Di kebanyakan rumah ada lukisan keagamaan. Di beberapa rumah, di atas pintu masuk, ada potongan tanaman yang digantung untuk mengusir roh-roh jahat, atau sebuah Alkitab di atas meja dibiarkan terbuka pada Mazmur 91 karena percaya bahwa ini akan memberikan perlindungan tertentu kepada penghuni rumah.
Sering kali, di sebelah lukisan ”santo” favorit mereka terpampang lukisan Simón Bolívar, yang memperjuangkan kemerdekaan dari kekuasaan Spanyol bagi Venezuela dan empat negeri Amerika Selatan lainnya. Sebagai ungkapan rasa hormat terhadapnya, di sini di Venezuela, saudara akan menemukan Bandar Udara Internasional Simón Bolívar, Universitas Simón Bolívar, Jalan Simón Bolívar, Kota Bolívar, dan Negara Bagian Bolívar. Mata uang mereka pun bernama bolivar. Setiap kota di Venezuela memiliki sebuah plaza pusat, hampir selalu disebut Plaza Bolívar. Ungkapan yang ditujukan kepadanya sering kali terpampang pada tembok di tempat-tempat umum.
Akan tetapi, sejalan dengan itu, suatu sifat yang menonjol dari masyarakat Venezuela adalah mereka sangat menaruh respek akan Allah dan mengaku percaya kepada Alkitab. Hampir tidak pernah orang diejek karena ingin berbicara tentang perkara-perkara rohani. Sikap suka menyambut ini memungkinkan tersedianya tanah yang subur untuk menanam benih-benih kebenaran tentang Allah Yehuwa dan maksud-tujuan-Nya.
Para Wanita dengan Semangat Utusan Injil yang Sejati
Sementara sebagian besar dunia ini masih berupaya mengatasi keadaan yang diakibatkan perang dunia pertama dan sementara Adolf Hitler sedang menyulut masalah di Eropa, dua orang Saksi-Saksi Yehuwa yang tinggal di Texas, AS—seorang wanita bernama Kate Goas dan putrinya Marion—memutuskan bahwa mereka ingin berbuat lebih banyak untuk menyebarkan berita perdamaian yang terdapat di dalam Alkitab. Mereka menulis surat ke Brooklyn, New York, kantor pusat Lembaga Alkitab dan Risalah Menara Pengawal, menanyakan di mana mereka dapat melayani sebaik-baiknya; mereka menjelaskan bahwa mereka bisa berbahasa Spanyol. Penugasan mereka? Venezuela.
Mereka tiba dengan kapal pada tahun 1936 dan menyewa kamar di ibu kota, Caracas, yang pada waktu itu berpenduduk 200.000 jiwa. Lebih dari satu dekade sebelumnya, beberapa Siswa-Siswa Alkitab—sebutan bagi Saksi-Saksi Yehuwa ketika itu—sudah mengunjungi Venezuela dan menempatkan ribuan risalah Alkitab di kota-kota utama, namun mereka tidak menetap di negeri itu. Akan tetapi, Kate Goas dan putrinya berada di Venezuela bukan untuk kunjungan singkat saja. Meskipun berpenampilan anggun dan lemah, Kate menenteng sebuah tas besar berisi lektur dan fonograf seraya ia berkunjung dari rumah ke rumah. Ia dan putrinya secara sistematis mengerjakan seluruh Caracas. Setelah ini tercapai, mereka pindah ke pedalaman negeri itu, menempuh perjalanan jauh dengan bis di jalan yang berdebu dan belum beraspal. Mereka mengabar di tempat-tempat seperti Quiriquire, El Tigre, Ciudad Bolívar di timur, dan Maracaibo di barat.
Akan tetapi, pada bulan Juli 1944, mereka harus kembali ke Amerika Serikat karena Marion terkena malaria. Kate Goas, dalam suratnya kepada Lembaga tertanggal 2 Agustus 1944, menulis sebagai berikut, ”Kami telah menempatkan banyak lektur . . . Setelah memberikan kesaksian hampir di seluruh Republik ini, kami terus menemukan orang-orang yang menyukai lektur kami dan membacanya setiap kali kami berkunjung . . . Sekarang, setelah memberikan kesaksian secara tetap tentu selama dua tahun di Caracas, sebanyak tujuh orang, yang terdiri dari enam saudari dan satu saudara, telah mengambil pendirian bagi keadilbenaran, telah dibaptis . . . Saudara-saudari ini sangat senang akan pengetahuan Kristen mereka tentang Yehuwa dan Kerajaan-Nya . . . Suatu kesaksian yang baik benar-benar telah diberikan berulang-kali di seluruh Caracas, dan isi lektur kita telah sangat dikenal . . . Saudarimu Demi Teokrasi-Nya, Kate Goas.” ”Satu saudara” yang disebutkan di sini adalah Rubén Araujo yang masih muda, dan nanti kita akan mendengar lebih banyak tentangnya. (Uniknya, ketujuh orang yang telah dibaptis oleh Saudari Goas dibaptis ulang pada tahun 1946 oleh seorang saudara, selaras dengan pola Alkitab yang memperlihatkan bahwa pembaptisan dilakukan hanya oleh pria yang berada dalam hubungan yang diperkenan oleh Yehuwa.)
Meletakkan Dasar untuk Memperluas Kesaksian
Pada saat Kate Goas menulis surat kepada Lembaga, rencana-rencana sedang dibuat di Brooklyn untuk mengirim ke Venezuela utusan-utusan injil yang dilatih di Sekolah Alkitab Gilead Menara Pengawal. Nathan Knorr dan Fred Franz, yang pada waktu itu adalah presiden dan wakil presiden Lembaga Menara Pengawal, menempuh perjalanan ke Amerika Latin berulang-kali untuk membubuh dasar guna memperluas pekerjaan utusan injil di sana. Mereka menjadwalkan suatu kunjungan ke Venezuela untuk tahun 1946. Tiga orang utusan injil, lulusan Sekolah Gilead, telah ditugaskan ke Venezuela, namun sampai saat itu mereka belum mendapat visa. Siapa yang akan mengorganisasi segala sesuatu bagi kunjungan presiden Lembaga pada tanggal 9-12 April 1946?
Salah seorang dari tiga utusan injil dikirim lebih dahulu dengan menggunakan visa turis. Ia tiba lewat jalur udara dan tinggal di rumah Jeanette Atkins, seorang yang murah tangan yang telah mempelajari Alkitab dari Kate Goas. Namun tiga minggu setelah kedatangannya, utusan injil itu raib secara misterius. Induk semang dan teman-temannya mencari dia bersama-sama dengan polisi dan maskapai penerbangan, akhirnya diketahui bahwa ia telah pulang ke Amerika Serikat karena ia sangat merindukan kampung halamannya!
Akan tetapi, sebelum itu terjadi, Saudara Knorr dan Saudara Franz mengadakan suatu kunjungan yang paling memberi manfaat kepada sebuah kelompok di Venezuela. Rubén Araujo mengenang bahwa pada hari kedatangan mereka, sebuah perhimpunan diadakan di beranda rumah Jeanette Atkins, tempat 22 orang mendengar khotbah yang disampaikan oleh saudara-saudara yang sedang berkunjung.
Di antara mereka yang hadir adalah Pedro Morales, yang sangat berapi-api sehubungan dengan kabar baik. ”Pada akhir tahun 1930-an,” katanya kemudian, ”Kate Goas dan putrinya menempatkan buku Riches kepada saya di pasar induk di Maracaibo. Bertahun-tahun kemudian, saya mulai membacanya, dan buku itu menyingkapkan Alkitab kepada saya. Sewaktu saya sampai kepada bagian memberikan tanda di dahi orang-orang yang layak, itu bagaikan api! (Yeh. 9:4) Ini membuat saya mulai mencari orang-orang yang telah memiliki lektur ini. Saya menemukan empat orang yang telah menerima buku ini dari seorang Trinidad. Kami berkumpul bersama untuk mempelajari Riches setiap malam, menggunakan rumah kami masing-masing secara bergiliran sebagai tempat perhimpunan.”
Sewaktu Pedro menerima undangan pergi ke Caracas (yang jauhnya sekitar 700 kilometer) untuk perhimpunan yang akan diadakan selama kunjungan Saudara Knorr, ia dan seorang temannya bertekad datang. Namun ada problem yang harus diatasi. Pedro melanjutkan, ”Istri saya yang sedang mengandung mulai merasakan sakit bersalin, dan bisnis saya membutuhkan perhatian. Apa yang harus saya lakukan? Saya meminta seorang bidan untuk tinggal bersama istri saya dan mempercayakan bisnis pembuatan gula-gula kepada ketiga anak saya, yang berusia 14, 12, dan 10 tahun. Kemudian kami pergi dengan bis menuju Caracas, menempuh perjalanan berat selama dua hari di jalan tak beraspal.” Alangkah sukacitanya dia dapat berjumpa dengan Saksi-Saksi di Caracas! Selagi berada di sana, ia menerima telegram dari Maracaibo, ”Istri sehat. Anak lebih sehat. Saya urus bisnismu. Justo Morales.” Saudaranya sendiri tiba-tiba datang dari Kolombia dan mengurus segala sesuatu.
Pada hari pertama perhimpunan istimewa tersebut di Caracas, Saudara Franz menyampaikan khotbah, ”Saksi-Saksi Yehuwa Dalam Pengujian”. Kemudian Saudara Knorr melanjutkan tema itu sementara Fred Franz menjadi juru bahasanya. Alangkah jelasnya pembahasan itu! Khotbah itu memusatkan perhatian terhadap apa yang menurut Alkitab mau tidak mau harus dihadapi orang-orang Kristen di tangan dunia ini, dan itu memberi perincian mengenai penindasan hebat yang telah dialami Saksi-Saksi Yehuwa di Eropa selama Perang Dunia II.
Pada hari berikutnya, pembaptisan diadakan di Los Chorros, di sebuah kolam di kaki air terjun. Sepuluh orang dibaptis pada hari itu, termasuk Winston Blackwood (yang telah dikunjungi oleh Saudari Goas di Quiriquire) dan putranya Eduardo, Horacio Mier y Terán dan adik lelakinya Efraín, Pedro Morales, Gerardo Jessurun dari Surinam (Suriname), Israel Francis, dan José Mateus.
Pedro Morales dan dua saudara lagi dari sebelah barat negeri itu bersukacita sewaktu Saudara Knorr mengatakan bahwa Lembaga akan mengirimkan utusan injil ke Maracaibo segera setelah mendapat izin pemerintah. Pedro sendiri menjadi perintis biasa dan terus berada dalam dinas itu hingga akhir hayatnya.
Kasih akan Kebenaran Alkitab Mendorong Mereka
Sebelum para utusan injil tiba, kantor pusat Lembaga di Brooklyn telah menerima laporan dari kelompok kecil yang dibentuk oleh Saudari Goas. Di sana hanya terdapat beberapa penyiar, dengan sangat sedikit lektur. Buku-buku sering kali dipinjamkan kepada para peminat. Laporan yang dikirimkan pada bulan Maret 1946 memperlihatkan adanya sembilan pemberita kabar baik di Venezuela, yang diurus oleh Josefina López, karena ia yang paling aktif di kelompok tersebut.
Rubén Araujo mengenang teladan bagus yang diberikan Saudari López, ”Saya masih berusia belasan tahun ketika itu . . . Josefina López adalah seorang ibu dari empat putra dan dua putri, dan ia sangat antusias akan apa yang dipelajarinya dari Saudari Goas. Hampir setiap hari sepulang sekolah, saya akan pergi ke rumahnya dan membahas bersamanya hal-hal baru yang dipelajarinya tentang kebenaran. Sekalipun ia ibu rumah tangga yang sibuk, Saudari López dapat mengabar dari rumah ke rumah dan memimpin pengajaran Alkitab setiap hari sehabis makan siang, setelah suaminya dan putra-putranya yang paling besar kembali bekerja di siang hari. Ia adalah teladan yang baik bagi kami semua dan ia benar-benar memiliki semangat merintis, rata-rata antara 60 dan 70 jam sebulan sebagai seorang penyiar. Setelah lebih dari 40 tahun, masih terdapat surat-surat pujian yang hidup atas upayanya di Caracas.”
Seorang anggota lain dari kelompok yang mula-mula adalah Domitila Mier y Terán, seorang janda. Ia selalu cenderung kepada perkara-perkara rohani. Ayahnya mempunyai sebuah Alkitab yang sangat senang ia baca, dan ketika ayahnya meninggal, ia menggeledah seluruh rumah untuk menemukan buku itu. Alkitab ayahnya itulah satu-satunya warisan yang ia inginkan. Apa yang ia temukan hanyalah sebagian dari Alkitab, selebihnya telah koyak karena tidak terawat. Namun, ia bahkan menghargai bagian itu dan menggunakannya hingga belakangan ia dapat membeli sendiri Alkitab lengkap yang baru. Pada suatu hari, temannya yang memperoleh buku Lembaga berjudul Reconciliation membawanya kepada Domitila, mengatakan bahwa sebagai pembaca Alkitab yang rajin, Domitila akan lebih menghargai buku itu. Dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk menemukan penerbit buku itu, Domitila mengunjungi kelompok Adventis dan kelompok-kelompok Protestan lainnya. Akhirnya, Domitila merasa senang ketika Kate Goas mengunjungi rumahnya, dan Domitila langsung setuju untuk belajar Alkitab bersamanya. Dua dari antara putra-putranya, yang dibaptis pada kunjungan pertama Saudara Knorr dan Saudara Franz, belakangan melayani sebagai pengawas wilayah, dan putra ketiga, Gonzalo, sebagai penatua sidang. Namun, putra yang lain, Guillermo, meskipun ada sewaktu Kate Goas pertama kali mengunjungi rumah mereka, baru dibaptis pada tahun 1986.
”Dan untuk Berapa Lama Kalian Akan Tinggal?”
Pada tanggal 2 Juni 1946, tidak lama setelah kunjungan Saudara Knorr, tibalah dua utusan injil lain dari kelompok yang ditugaskan ke Venezuela. Mereka adalah Donald Baxter dan Walter Wan. Rubén Araujo yang masih muda datang untuk bertemu dengan mereka di Caracas. Mengamati mereka dengan ragu-ragu, pasti karena pengalaman utusan injil yang terdahulu masih segar dalam ingatannya, Rubén bertanya dalam bahasa Inggris yang terpatah-patah, ”Dan untuk berapa lama kalian akan tinggal?”
Rubén telah mengatur Pelajaran Menara Pengawal, dan itu diadakan pada hari kedatangan para utusan injil tersebut. Ia berupaya untuk mempraktekkan instruksi yang telah diberikan Saudara Franz kepadanya. Ia telah melakukan sebisa-bisanya, namun pelajaran tersebut hanya dihadiri oleh dia sendiri. Rubén membacakan pertanyaan. Kemudian ia menjawabnya. Kemudian ia membaca paragraf. Ia ingat bahwa pelajaran tidak boleh melebihi satu jam, jadi dengan patuh ia berhenti tepat waktu meskipun ia baru membahas 17 paragraf saja, yang masih belum mencakup seluruh pelajaran! Pengalaman akan datang bersama dengan waktu dan kesabaran.
Dewasa ini, bila mengingat keberangkatan yang mendadak dari utusan injil yang pertama, Rubén Araujo menambahkan, ”Tidak lama setelah itu, kekosongan yang ditinggalkannya diisi oleh dua lulusan Gilead yang baru. Alangkah senangnya perasaan kami atas pemberian dari organisasi Yehuwa berupa para utusan injil ini untuk membantu kami di Makedonia Venezuela!” (Bandingkan Kisah 16:9, 10.) Sebelumnya, Saudara Knorr pernah mengatakan kepada Saudara Baxter, ”Tetaplah dalam penugasan itu, sekalipun saudara harus kehilangan nyawa karenanya!” Ternyata, tidak demikian, dan Saudara Baxter masih melayani di Venezuela hampir 50 tahun berikutnya.
Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan yang Baru
Rumah utusan injil yang pertama di Caracas terletak di 32 Bucares Avenue, di suatu lokasi yang disebut El Cementerio. Di sini juga lokasi kantor cabang yang dibuka pada tanggal 1 September 1946, dengan Donald Baxter sebagai hamba cabang. Kondisi hidup masih jauh dari ideal. Jalan masih belum diaspal, dan tidak ada air ledeng. Dapat dimengerti, para utusan injil merasa agak lega pada tahun 1949 sewaktu kantor cabang dan rumah utusan injil pindah dari El Cementerio (kuburan) ke El Paraíso (firdaus), lokasi yang dilengkapi air ledeng.
Saudara Baxter mengenang masalah yang ”menyakitkan” bagi para utusan injil sehubungan dengan bahasa dan perasaan frustrasi mereka. Mereka sangat ingin menggunakan pelatihan Gilead mereka untuk membantu, namun setibanya mereka di sana, mereka tidak dapat berkomunikasi. Akan tetapi, kesulitan sementara ini tidak ada artinya jika dibandingkan dengan hasil-hasil baik di lapangan. Sehubungan dengan kesaksian di jalan yang pertama yang mereka lakukan, Saudara Baxter mengenang, ”Kami memutuskan untuk pergi ke daerah di pusat kota yang dikenal sebagai El Silencio dan melihat apa yang akan terjadi. Partner saya, Walter Wan, berdiri di satu sudut dan saya di sudut lainnya. Orang-orang sangat penasaran; mereka tidak pernah melihat sesuatu seperti ini sebelumnya. Kami hampir tidak perlu mengatakan sesuatu. Orang-orang benar-benar antre untuk mendapatkan majalah, dan kami menempatkan semua majalah kami dalam waktu 10 hingga 15 menit. Alangkah berbedanya hal ini dari apa yang biasa kami alami di Amerika Serikat!” Walter Wan mengatakan, ”Sewaktu menghitung berapa banyak publikasi yang saya tempatkan, di luar dugaan saya mendapati bahwa selama empat hari penuh kejadian dengan memuji Yehuwa di jalan dan di pasar seperti dilakukan Yesus dan para rasulnya, saya telah menempatkan 178 buku dan Alkitab.”
Laporan pertama yang dikirimkan oleh kantor cabang ke kantor pusat di Brooklyn, New York, memperlihatkan total 19 penyiar, termasuk dua utusan injil dan empat perintis biasa. Para perintis tersebut adalah Eduardo Blackwood, Rubén Araujo, Efraín Mier y Terán, dan Gerardo Jessurun. Eduardo Blackwood telah mulai merintis pada bulan kunjungan Saudara Knorr, dan tiga orang lainnya mendaftar tidak lama setelah itu. Sembilan saudara mengabar di daerah pedalaman di negeri itu. Winston dan Eduardo Blackwood, yang tinggal di El Tigre, memberikan kesaksian hingga ke selatan di Ciudad Bolívar dan ke timur hingga ke kamp minyak dekat Punta de Mata dan Maturín. Pedro Morales dan yang lain-lain mengabar di Maracaibo. Di sisi timur Danau Maracaibo di kamp minyak Cabimas dan Lagunillas, Gerardo Jessurun, Nathaniel Walcott, dan David Scott mengabar. Belakangan mereka disertai oleh Hugo Taylor, yang pada tahun 1995 masih melayani sebagai perintis istimewa. Seluruhnya, mereka mengerjakan daerah yang luas di negeri tersebut. Saudara Baxter dan Saudara Wan segera merasakan melalui pengalaman pribadi bagaimana rasanya melayani di sana.
Pengaturan untuk Mengunjungi Seluruh Kelompok
Selama bulan Oktober dan November 1947, dua orang utusan injil menempuh perjalanan jauh ke bagian barat dan ke bagian timur negeri itu untuk melihat apa yang dapat dilakukan untuk membantu kelompok-kelompok kecil. Tujuan mereka adalah untuk mengorganisasi kelompok-kelompok ini menjadi sidang-sidang. ”Kami mengadakan perjalanan dengan bis, yang benar-benar merupakan pengalaman tak terlupakan di Venezuela,” kenang Saudara Baxter sambil tersenyum seraya ia mengingat perjalanan yang penuh kenangan tersebut. ”Tempat-tempat duduk di bis sangat kecil dan saling berdekatan, karena orang-orang Venezuela rata-rata berperawakan kecil; jadi kami dua orang Amerika Utara mendapati hampir tidak ada cukup ruang untuk kaki kami. Pada bagian atas bis, tidak jarang terlihat ada kasur, mesin jahit, meja, ayam, kalkun, dan pisang, jadi satu dengan bagasi para penumpang. Jika seorang penumpang hanya ingin menempuh jarak yang dekat, ia tidak perlu meletakkan ayam atau barang bawaannya yang kecil di atas atap melainkan akan membawanya masuk ke dalam bis dan menumpuknya di lorong antara dua bangku. Bisnya mogok, jadi selama beberapa jam, hingga bis lainnya datang, kami terdampar di hutan yang hanya terdapat kaktus dan kambing. Setelah itu, kami kehabisan bensin.”
Pada masing-masing dari empat lokasi yang dikunjungi, mereka mendapati kelompok terdiri dari kira-kira sepuluh orang yang berhimpun di ruang tamu rumah seseorang. Para utusan injil memperlihatkan kepada mereka cara memimpin perhimpunan, cara melaporkan kegiatan mereka dengan tetap tentu ke kantor cabang, dan cara mendapatkan lektur untuk kegiatan pengabaran mereka.
Sewaktu berada di El Tigre, Saudara Baxter memperhatikan bahwa Alejandro Mitchell, salah seorang saudara baru di sana, telah melakukan secara harfiah seruan di Matius 10:27 untuk mengabar dari sotoh rumah. Ia memasang alat pengeras suara pada atap rumahnya, dan setiap hari selama setengah jam atau lebih ia membacakan dengan suara keras bagian-bagian yang dipilih dari buku Children atau The New World serta dari lektur Menara Pengawal lainnya. Ia melakukannya dengan volume yang sangat keras sehingga kedengaran sampai beberapa blok berikutnya! Tidak mengherankan, ini meresahkan para tetangga. Disarankan kepadanya agar ia lebih baik mengabar dari rumah ke rumah dan menyingkirkan alat pengeras suara itu.
Perjalanan untuk mengunjungi berbagai kelompok kecil terbukti sangat bermanfaat. Selama dua bulan menempuh perjalanan, saudara-saudara telah dapat membaptis 16 orang.
Para Utusan Injil Tiba di Maracaibo
Maracaibo, di sebelah barat laut negeri itu, merupakan kota terbesar kedua di Venezuela. Dua ciri yang menonjol adalah panasnya dan kelembapannya yang tinggi. Ini juga merupakan ibu kota minyak Venezuela. Bagian yang baru dari kota itu sangat kontras dengan kota tua di dekat dok; dan bagian yang lebih tua itu, dengan jalan yang sempit dan rumah-rumah terbuat dari batako bergaya kolonial, sama sekali tidak berubah sejak abad yang lalu.
Enam utusan injil tiba dengan kapal barang di Maracaibo pada tanggal 25 Desember 1948. Mereka membawa banyak pakaian musim dingin karena mereka baru saja tiba dari New York yang dingin. Di kelompok tersebut terdapat Ragna Ingwaldsen, yang dibaptis pada tahun 1918 dan masih merintis di Kalifornia, Bernice Greisen (sekarang ”Bun” Henschel, anggota keluarga Betel di kantor pusat sedunia), Charles dan Maye Vaile, Esther Rydell (saudari tiri Ragna), dan Joyce McCully. Mereka disambut di sebuah rumah kecil milik suami-istri yang baru bergabung dengan Saksi-Saksi. Di sinilah para utusan injil yang berkeringat ini menata ke-15 bagasi mereka dan 40 kardus lektur sebaik mungkin. Empat orang tidur di atas hammock (tempat tidur gantung dari semacam jala atau kanvas) dan dua orang lagi di atas tempat tidur yang terbuat dari kardus-kardus buku hingga mereka menemukan rumah sewaan sebagai rumah utusan injil mereka.
Ragna mengingat bahwa mereka berenam tampak sangat asing bagi para Maracuchos, sebutan populer bagi penduduk Maracaibo. Beberapa utusan injil berperawakan tinggi dan berambut pirang. ”Sering sewaktu kami berkunjung dari rumah ke rumah, kami dibuntuti lebih dari sepuluh bocah cilik tanpa busana, mendengarkan keanehan kami berbicara dalam bahasa mereka,” kata Ragna kemudian. ”Tak seorang pun dari kami berenam menguasai lebih dari belasan kata dalam bahasa Spanyol. Tetapi, ketika mereka menertawakan kami, kami turut tertawa bersama mereka.” Sewaktu para utusan injil ini tiba, hanya ada empat penyiar di Maracaibo. Pada awal tahun 1995 ada 51 sidang dengan total penyiar sebanyak 4.271.
Doanya Didengar
Suami-istri yang telah dengan baik hati menyambut keenam utusan injil ini adalah Benito dan Victoria Rivero. Benito telah menerima buku ”The Kingdom Is at Hand” dari Juan Maldonado, seorang perintis dari Caracas. Sewaktu Pedro Morales belakangan mengunjungi Benito untuk menawarkan pengajaran Alkitab, Benito merasa antusias; ia bukan hanya belajar melainkan ia segera mulai menghadiri perhimpunan dari kelompok kecil. Ia juga menganjurkan istrinya untuk hadir, memberi tahu istrinya—karena sang istri senang bernyanyi—bahwa nyanyian yang mereka nyanyikan sangat indah. Sang istri pergi menemaninya, namun ia benar-benar tidak memahami semua yang dikatakan, jadi sang istri ini sering tertidur.
Suatu malam di rumah, menyangka bahwa istrinya sudah tidur, Benito berdoa keras-keras kepada Yehuwa dan meminta-Nya untuk memberi pencerahan kepada istrinya. Sang istri mendengar doa itu dan merasa sangat tersentuh oleh perbuatan suaminya. Setelah kematian Benito pada tahun 1955, Victoria menjadi perintis biasa dan kemudian perintis istimewa.
Mencapai Daerah Pedalaman di Sekitar Maracaibo
Di antara orang-orang yang menyambut kebenaran di wilayah Maracaibo adalah ayah dari Rebeca (sekarang Rebeca Barreto). Rebeca baru berusia lima tahun ketika Gerardo Jessurun mulai memimpin pengajaran Alkitab dengan ayahnya, yang maju ke tahap pembaptisan pada tahun 1954. Rebeca memiliki kenangan indah tentang ambil bagian dalam pekerjaan pemberitaan sebagai wanita muda. ”Kami akan menyewa bis, dan seluruh sidang akan menempuh perjalanan ke daerah pedesaan,” kenangnya. ”Penduduk desa hanya mempunyai sedikit uang namun menghargai lektur. Sering terlihat pada sore hari saudara-saudari masuk ke dalam bis dengan membawa telur, limun, jagung, dan ayam hidup yang diberikan kepada mereka sebagai pengganti lektur.”
Namun tidak semua orang senang melihat mereka. Saudari Barreto mengenang suatu insiden yang terjadi di desa Mene de Mauroa. Ia mengatakan, ”Seraya kami pergi dari rumah ke rumah, imam Katolik setempat mengikuti kami, merobek-robek lektur yang orang-orang terima dan memberi tahu mereka agar jangan mendengarkan Saksi-Saksi Yehuwa. Ia menggerakkan suatu gerombolan yang melibatkan banyak anak muda dan berhasil menggugah luapan amarah mereka sehingga mereka melempari kami dengan batu. Beberapa saudara dan saudari terkena.” Sekelompok Saksi-Saksi cepat-cepat menghubungi prefecto kota itu untuk meminta bantuan. Karena memiliki kecenderungan yang baik terhadap Saksi-Saksi, ia memberi tahu imam bahwa ia perlu menempatkan imam itu di kantornya selama beberapa jam ’untuk melindunginya terhadap para pemberita ini’. Karena sudah tidak punya pemimpin, gerombolan ini pun bubar, dan Saksi-Saksi dengan sukacita menghabiskan sisa waktu dua jam berikutnya, bebas dari pelecehan, memberikan kesaksian dengan saksama di kota itu.
Lebih Banyak Bantuan Tiba
Wilayah negeri ini luas, dan bantuan tambahan sangat dibutuhkan untuk mengerjakan negeri ini. Lebih banyak pekerja yang baru lulus dari Sekolah Gilead tiba pada bulan September 1949 untuk ambil bagian dalam penuaian rohani. Mereka bersedia, ya, bersemangat sekali untuk ikut serta, namun itu tidak berarti bahwa segala sesuatunya mudah bagi mereka. Sewaktu cahaya pelabuhan mulai kelihatan melalui jendela di kabinnya pada kapal Santa Rosa, Rachel Burnham belum pernah merasa selega itu dalam hidupnya. Ia mabuk laut sejak kapal bertolak dari New York. Meskipun waktu menunjukkan pukul tiga dini hari, ia dengan gembira membangunkan ketiga gadis lainnya. Saudara perempuannya Inez dan gadis-gadis lainnya, Dixie Dodd dan saudara perempuannya Ruby (sekarang Baxter), telah menikmati perjalanan namun mereka senang tiba di tempat penugasan mereka yang baru.
Yang datang menyambut mereka adalah suatu kelompok terdiri dari Donald Baxter, Bill dan Elsa Hanna (utusan injil yang telah tiba pada tahun sebelumnya), dan Gonzalo Mier y Terán. Mereka naik bis untuk membawa keempat gadis tersebut dari pelabuhan ke Caracas. Sang supir kelihatannya ingin membuat perjalanan ini ekstra menegangkan bagi para pendatang baru, dan ia benar-benar berhasil. Sewaktu melewati tikungan, satu demi satu, ia meluncur, sering kali sepanjang tepian tebing dan dengan kecepatan tinggi! Hingga saat ini, saudari-saudari masih membicarakan tentang perjalanan itu.
Mereka ditugaskan ke kantor cabang dan rumah utusan injil di El Paraíso. Rachel melayani dengan setia di ladang utusan injil hingga akhir hayatnya pada tahun 1981; Inez, pada tahun 1991. Yang lain-lain dari kelompok itu masih melayani Yehuwa dengan loyal.
Sambil mengenang bulan-bulan pertama dalam penugasan mereka, Dixie Dodd mengatakan, ”Kami sangat rindu pulang. Namun kami bahkan tidak mampu pergi ke bandar udara jika kami menginginkannya. Uang kami tidak cukup!” Sebaliknya, mereka memusatkan perhatian mereka pada fakta bahwa organisasi Yehuwa telah mempercayakan kepada mereka penugasan sebagai utusan injil di suatu negeri asing. Akhirnya, mereka berhenti berpikir untuk pulang dan mengerahkan diri untuk melakukan pekerjaan.
Salah Pengertian
Bagi mayoritas utusan injil yang baru, bahasa merupakan masalah—setidaknya untuk sementara waktu.
Dixie Dodd mengenang bahwa salah satu hal yang diajarkan kepada mereka adalah untuk mengatakan ”Mucho gusto” apabila mereka diperkenalkan kepada seseorang. Pada hari itu juga, mereka dibawa ke Pelajaran Buku Sidang. Di dalam perjalanan dengan bis, mereka mengulangi ungkapan itu berkali-kali, ”Mucho gusto. Mucho gusto.” ”Tetapi sewaktu kami diperkenalkan,” kata Dixie, ”kami sudah lupa!” Akan tetapi, akhirnya mereka ingat juga.
Bill dan Elsa Hanna, yang melayani sebagai utusan injil sejak tahun 1948 hingga 1954, masih ingat beberapa dari kebingungan mereka. Suatu kali sewaktu Saudara Hanna ingin membeli selusin telur putih, ia meminta huesos blancos (tulang putih) bukannya huevos blancos. Pada kesempatan lain ia ingin membeli sapu. Karena takut kata-katanya tidak dimengerti, ia mencoba untuk lebih spesifik, ”Untuk menyapu ’el cielo’” (langit), katanya, bukannya el suelo (lantai). Sambil bergurau, penjaga toko menjawab, ”Tuan sangat berambisi.”
Sewaktu istri Bill, Elsa, pergi ke kedutaan, ia meminta mereka untuk remover (menyingkirkan) paspornya, bukannya renovar (memperbarui) paspornya. ”Apa yang Nyonya lakukan,” tanya sang sekretaris, ”menelannya?”
Genee Rogers, utusan injil yang tiba pada tahun 1967, merasa agak kecil hati pada mulanya karena setelah setiap persembahan yang sudah dilatihnya dengan cermat, tuan rumah menoleh kepada rekannya dan bertanya, ”¿Qué dijo?” (Dia bilang apa?) Namun Saudari Rogers tidak berhenti mencoba, dan dalam kira-kira 28 tahun sebagai utusan injil, ia telah membantu 40 orang untuk belajar kebenaran dan membuat kemajuan hingga tahap pembaptisan air.
Willard Anderson, yang tiba dari Gilead bersama istrinya, Elaine, pada bulan November 1965, secara terang-terangan mengakui bahwa bahasa bukan merupakan bakatnya. Selalu siap menertawakan kesalahannya sendiri, Willard mengatakan, ”Saya belajar bahasa Spanyol di sekolah menengah pertama selama enam bulan sampai-sampai guru saya menyuruh saya berjanji untuk tidak berada di kelasnya lagi!”
Namun berkat roh Yehuwa, ketekunan, dan selera humor yang baik, para utusan injil senang menggunakan bahasa mereka yang baru.
Bahkan Rumah Pun Punya Nama
Bukan hanya bahasa yang berbeda bagi para utusan injil. Mereka perlu menggunakan sistem yang berbeda untuk mengenali rumah-rumah yang ingin mereka kunjungi kembali. Pada zaman dulu, banyak rumah di Caracas tidak mempunyai nomor. Setiap pemilik rumah memilih suatu nama bagi rumahnya. Rumah yang kelasnya lebih baik dikenal sebagai quinta dan sering kali dinamai menurut nama nyonya rumah. Misalnya, seseorang mungkin beralamat Quinta Clara. Sering kali, nama rumah seseorang merupakan kombinasi dari nama anak-anak: Quinta Carosi (Carmen, Rosa, Simon). Pemilik rumah yang disewa Lembaga untuk kantor cabang dan rumah utusan injil mula-mula telah memilihkan nama Quinta Savtepaul (Saint Vincent de Paul), dan karena rumah itu terletak di tepi jalan utama, rumah itu langsung terkenal sebagai tempat perhimpunan Saksi-Saksi Yehuwa.
Pada tahun 1954 ketika dibeli sebuah rumah baru yang digunakan sebagai kantor cabang dan rumah utusan injil, terserah kepada saudara-saudara untuk menggunakan imajinasi mereka dan memilih nama yang cocok. Teringat nasihat Yesus agar membiarkan ”terangmu bersinar di hadapan manusia”, nama Luz (Terang) dipilih untuk rumah itu. (Mat. 5:16) Meskipun kantor cabang belakangan dipindahkan ke lokasi yang lebih luas, pada awal tahun 1995, Quinta Luz masih menjadi rumah bagi 11 utusan injil.
Pusat kota Caracas memiliki sistem alamat yang unik. Jika saudara menanyakan alamat gedung perkantoran atau bangunan apartemen tertentu, saudara mungkin diberi alamat seperti, ”La Fe a Esperanza”. ’”Iman menuju Harapan”? Kedengarannya tidak seperti alamat!’ mungkin demikian tanggapan saudara. Rupanya, di pusat kota Caracas, setiap persimpangan jalan mempunyai nama. Jadi alamat yang saudara cari berada di blok antara Iman dan Harapan.
Dari Venezuela Menuju Gilead dan Kembali
Selama ini, 136 utusan injil yang dilatih di Gilead, termasuk 7 saudara yang mengambil manfaat dari kursus Sekolah Pelatihan Pelayanan, telah datang ke Venezuela dari berbagai negeri—dari Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Swedia, Selandia Baru, Inggris, Puerto Riko, Denmark, Uruguay, dan Italia. Antara tahun 1969 dan 1984, tidak ada utusan injil baru yang tiba di Venezuela dari Gilead, karena ternyata mustahil untuk memperoleh visa. Akan tetapi, pada tahun 1984, suatu upaya terpadu untuk mendapatkan izin bagi dua pasang suami-istri untuk datang ke negeri itu ternyata berhasil, dan dua utusan injil lagi tiba pada tahun 1988. Enam Saksi setempat juga telah mengambil manfaat dari pelatihan Gilead.
Sewaktu Saudara Knorr berkunjung pada tahun 1946, Rubén Araujo yang masih muda bertanya apakah ia akan memenuhi syarat untuk mengikuti Sekolah Gilead suatu hari kelak. ”Ya, jika Saudara meningkatkan bahasa Inggris Saudara” demikian jawaban yang diberikan. ”Pokoknya, saya sangat bahagia,” kata Rubén. ”Tiga tahun kemudian, bulan Oktober 1949, saya menerima sepucuk surat undangan dari Saudara Knorr untuk mengikuti kelas ke-15, yang menurut jadwal mulai pada musim dingin awal tahun 1950.”
Kelima saudara lainnya yang mengikuti Sekolah Gilead dari Venezuela adalah Eduardo Blackwood dan Horacio Mier y Terán (keduanya dibaptis pada tahun 1946 pada kunjungan pertama Saudara Knorr), Teodoro Griesinger (yang mengenainya akan lebih banyak diceritakan), Casimiro Zyto (yang telah beremigrasi dari Prancis dan menjadi warga negara Venezuela), dan, baru-baru ini Rafael Longa (yang telah melayani sebagai pengawas wilayah).
Ada yang Menyelidiki, Ada Pula yang Tidak
Pada tahun 1948, Víctor Mejías, di Caracas, sedang memikirkan tentang suatu dunia yang lebih baik. Ia dengan tulus menyangka bahwa itu dapat dicapai melalui upaya manusia, dan ia siap melakukan bagiannya. Namun, ia juga memiliki keraguan.
Pada tahun itu, Josefina López, seorang Saksi yang sangat menyenangkan, meninggalkan buku ”The Truth Shall Make You Free” kepada istri Víctor, Dilia. Víctor tertarik melihat judulnya, maka ia segera membaca buku itu. Ia mempelajari mengapa umat manusia atas upaya sendiri tidak akan pernah dapat menghasilkan dunia yang benar-benar bebas. Segera ia dan istrinya menghadiri perhimpunan bersama Saksi-Saksi. Belakangan ia mengatakan, ”Meskipun orang-orang yang hadir tidak saya kenal, raut wajah mereka begitu ramah sehingga ini meyakinkan saya bahwa mereka berbeda. Saya juga ingat bahwa saya terkesan sewaktu melihat Saudara Knorr, presiden Lembaga, pada sebuah kebaktian di Club Las Fuentes di Caracas. Ia begitu berbeda dari para pemimpin agama, pahlawan, atau artis terkenal yang ingin dilihat oleh manusia. Kerendahan hati dan pembawaannya yang bersahaja sangat mengesankan saya.” Tak lama kemudian, Víctor juga turut membagikan kepada orang-orang lain kebenaran yang dapat memerdekakan orang—ya, kemerdekaan bahkan dari dosa dan kematian. Beberapa tahun yang lalu, sewaktu mengenang dekade-dekade yang telah dibaktikannya untuk membagikan kebenaran Alkitab kepada orang-orang lain, Saudara Mejías mengatakan, ”Tahun-tahun ini merupakan masa paling bahagia dalam seluruh kehidupan saya.”
Pada tahun 1950, tahun ketika Víctor Mejías dibaptis, seorang pemuda lain di Caracas, Teodoro Griesinger, bertanya kepada Ronald Pierce, yang belum lama memulai dinas utusan injilnya, ”Jelaskan kepada saya arti dari angka 666 dalam buku Penyingkapan.” Teodoro telah diwariskan sebuah Alkitab besar berbahasa Jerman oleh ayahnya dan ia membacanya dari waktu ke waktu. ”Saya tidak terlalu berminat pada masa lampau,” kata Teodoro menjelaskan, ”melainkan pada masa depan, hal-hal yang masih akan terjadi, yang disebutkan di Penyingkapan.” Puas dengan penjelasan yang diberikan oleh Saudara Pierce, ia setuju dengan tawaran Saudara Pierce untuk mempelajari buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya”. Buku tersebut dalam bahasa Spanyol, Alkitab Teodoro dalam bahasa Jerman, dan guru maupun murid berbahasa Inggris. Kemajuannya pesat. Menjelang tahun 1951, Teodoro mendaftar sebagai perintis, tahun berikutnya ia menerima penugasan sebagai perintis istimewa di Puerto La Cruz, pada tahun 1954 ia lulus dari Sekolah Gilead, dan kemudian ia memulai dinas sebagai pengawas wilayah di Venezuela.
Kira-kira pada waktu Ronald Pierce mulai belajar dengan Teodoro Griesinger, seorang pria yang sangat kasar, Nemecio Lozano, tinggal di perkampungan Indian di luar kota El Tigre dengan maksud menghindari polisi. Ia seorang jagoan dan tangkas menggunakan pisau. Kepala suku Indian takut kepadanya serta menuruti segala kata-katanya, sehingga praktis Lozanolah kepala kampung. Saksi-Saksi telah diperingatkan tentang dia, namun mereka mengabar juga kepadanya. Ia memotong percakapan dan berkata dengan singkat, ”Begini saja! Saya tidak suka kalian memberi penjelasan kepada saya. Saya mau membacanya sendiri.” Namun mereka kehabisan lektur. Ia mendesak untuk memiliki buku pribadi seorang saudara yaitu ”The Truth Shall Make You Free” (Kebenaran Akan Memerdekakan Kamu)—namun hanya setelah ia memastikan bahwa tak satu halaman pun hilang! Apakah buku itu ada manfaatnya bagi orang semacam dia?
Dalam seminggu ia telah membaca buku tersebut, telah memperoleh beberapa buku kecil untuk dibagikan, dan telah mulai mengabar sendirian. Ketika Saksi-Saksi kembali untuk menemuinya, mereka dengan rasa khawatir bertanya apa yang dikatakannya kepada orang-orang. Jawabnya, ”Anda dapat memiliki buku kecil ini dengan membayar sejumlah kecil medio” (mata uang setempat). Mereka dengan bijaksana menjelaskan bagaimana ia dapat mengekspresikan diri dengan lebih baik.
Untuk menghadiri perhimpunan di El Tigre, yang jauhnya 30 kilometer, ia naik kuda atau sepeda, dan kadang-kadang ia berjalan kaki. Secara bertahap, ia mengganti haluannya yang lama dengan sifat-sifat Kristen. Tak lama kemudian ia membaktikan begitu banyak waktu untuk mengabar sehingga pengawas wilayah menganjurkannya untuk mendaftar sebagai perintis. Pada tahun 1955, ia diutus sebagai perintis istimewa, dan ia bersama istrinya, Omaira, masih melayani dalam tugas tersebut.
Menjaga Kemurnian Rohani
Pada masa awal, terang Firman Allah tidak selalu bersinar dengan kecemerlangan yang penuh di segala tempat. Beberapa yang bergabung dengan kelompok belajar di El Tigre memiliki gagasan yang mereka bawa dari dunia. Rafael Hernández dan istrinya, yang telah mengadakan kontak dengan kebenaran pada tahun 1947, mengingat manakala ada seorang saudara di kelompok yang berhimpun di El Tigre yang mengartikan mimpi-mimpinya. Dan untuk sementara waktu, ada yang berpikir bahwa asalkan suami-istri setia terhadap satu sama lain, tidak perlu untuk mendaftarkan perkawinan mereka secara sah. Namun secara bertahap, pemikiran-pemikiran tersebut diganti sebagai hasil dari instruksi Alkitab yang sehat.
Akan tetapi, pada akhir tahun 1940-an, salah seorang dari sepuluh orang yang dibaptis pada tahun 1946 pada kunjungan pertama Saudara Knorr ke Venezuela mulai mempromosikan pengajarannya sendiri dalam upaya untuk mencari pengikut. Leopoldo Farreras, yang sekarang adalah penatua di Ciudad Guayana, mengenang apa yang terjadi. Ia pernah menjadi putra altar (monaguillo) yang utama di Gereja Katolik Roma namun telah meninggalkan jabatan itu pada usia 20 tahun karena perbuatan amoral yang terang-terangan dari para pemimpin agama. Sekarang ia melihat ada orang lain lagi yang menggunakan wewenang secara tidak patut. Meskipun belum banyak pengalaman dan masih berjiwa muda pada saat itu, Leopoldo mengambil haluan yang teguh di tengah masa-masa penuh kesukaran ini di El Tigre dan terbukti loyal kepada Yehuwa dan organisasi-Nya.
Beberapa tahun kemudian, istri dari Leonard Cumberbatch, yang sekarang adalah seorang penatua di El Tigre, mulai belajar bersama Saksi-Saksi Yehuwa. ”Reaksi saya sangat buruk,” demikian pengakuan Leonard. ”Kami berdua selalu hidup damai dan pengasih, namun begitu ia mulai belajar Alkitab, saya mulai menjadi kasar. Pada satu kesempatan ia menegur saya karena ngebut sewaktu mengendarai mobil. Saya mengatakan kepadanya tidak usah khawatir, bahwa Allahnya, Yehuwa, akan menyelamatkan dia—bagaimanapun juga, ia akan hidup selama-lamanya. Saya tidak mengurangi kecepatan.
”Saya memberi tahu dia bahwa Saksi-Saksi memanfaatkan dia, bahwa saya mengetahui lebih banyak tentang Alkitab daripada mereka, dan bahwa saya ingin berbicara kepada mereka. Mereka menerima tantangan saya. Ternyata itu menjadi percakapan yang menyenangkan. Saya tidak dapat membuktikan bahwa mereka mengajarkan kepalsuan, maka saya setuju untuk belajar Alkitab bersama mereka. Lima bulan setelah mulai belajar, saya dibaptis. Saya ditunjuk sebagai pemimpin pengajaran sebuah kelompok di Anaco, karena saya mempunyai mobil. Untuk melayani kelompok itu dibutuhkan perjalanan pulang pergi sejauh 160 kilometer. Kemudian saya diminta untuk mengurus kelompok lain yang jauhnya 30 kilometer. Sekarang terdapat sidang-sidang di kota-kota ini.”
El Tigre sendiri, yang terletak di sebelah timur Venezuela, adalah pusat niaga yang penting. Kota ini juga menjadi pusat penting dari ibadat yang sejati. Pada awal tahun 1995, terdapat tujuh sidang Saksi-Saksi Yehuwa di El Tigre, dengan total lebih dari 730 penyiar kabar baik.
Tukang Perhiasan Berhenti Membuat Patung
Di sebelah tenggara El Tigre terletak kota Ciudad Bolívar, di tepi sebelah selatan Sungai Orinoco. Itu adalah tempat yang sibuk, dengan lalu lintas sungai yang ramai. Pada tahun 1947, salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa mengunjungi María Charles di kota itu. María mengatakan, ”Saya adalah tukang perhiasan, dan pada suatu hari saya sedang duduk bekerja di toko ketika Alejandro Mitchell mampir sambil menyandang tas kain di pundaknya. Saya bertanya, ’Apa yang kaubawa?’ Jawabnya, ’Ah, harta yang istimewa.’ ’Nah, jika yang kaubawa itu emas, saya akan membelinya,’ kata saya, ’karena itulah bisnis saya.’ Ia mengatakan bahwa apa yang ia bawa lebih baik daripada emas. ’Setahu saya, satu-satunya yang lebih baik daripada emas adalah Alkitab,’ kata saya. Alejandro mengakui bahwa saya benar dan ia mengeluarkan Alkitab dan publikasi lain.
”Saya senang membaca namun belum pernah dapat memahami Alkitab, maka saya berkata kepadanya, ’Mari saya borong.’ Pada hari itu, saya mengambil 11 majalah darinya serta buku ”The Kingdom Is at Hand”, Salvation, dan sebuah Alkitab baru. Saya begitu kagum akan apa yang saya baca sehingga saya memutuskan untuk tidak bekerja di toko perhiasan selama satu minggu agar saya dapat memusatkan diri pada pembacaan saya. Ketika membaca buku ”The Kingdom Is at Hand”, saya terkesan akan teladan Yohanes Pembaptis dan berkata dalam hati, ’Saya ingin menjadi pemberita yang tak kenal gentar seperti dia.’”
María ke sana kemari menanyakan tempat perhimpunan Saksi-Saksi namun diberi tahu bahwa di Ciudad Bolívar belum ada. Yang terdekat adalah di El Tigre, sekitar 120 kilometer jauhnya. Tanpa gentar, ia pergi ke sana, menemukan tempatnya, menghadiri perhimpunan, dan meninggalkan surat untuk Alejandro Mitchell agar menghubunginya di Ciudad Bolívar.
Sementara itu, ia mendapati bahwa tukang jahit terdekat juga memiliki buku ”The Kingdom Is at Hand”. Ia tahu di mana kelompok kecil berkumpul untuk membahas Menara Pengawal. María ikut serta dan bertemu dengan Leopoldo Farreras, ibunya, kakak perempuannya, dan beberapa orang lain. Ia menikmati perhimpunan dan begitu antusias terhadap bahannya sehingga ia mengangkat tangan untuk setiap pertanyaan!
Ketika pelajaran usai, Leopoldo Farreras bertanya kepadanya, ”Saudari datang dari mana?” María menjawab, ”Dari toko perhiasan saya, tetapi saya tidak akan membuat patung lagi.” Sambil tersenyum melihat keterusterangannya, Farreras bertanya, ”Mengapa?” ”Karena apa yang dikatakan di Mazmur 115:4-8,” jawab María.
Kelompok itu belum diorganisasi untuk dinas pengabaran. Sebenarnya anggota yang terbaru, María Charles, yang mengusulkan agar mereka menuruti perintah Alkitab untuk mengabar. Mereka memperlengkapi diri dengan kartu kesaksian dan lektur serta mulai membawa kabar baik kepada penduduk Ciudad Bolívar dengan cara yang terorganisasi. Beberapa tahun pertama sangat sulit karena orang-orang takut kepada para pemimpin agama. Namun upaya-upaya yang setia dari kelompok yang bergairah ini membuahkan hasil. Sampai tahun 1995, di Ciudad Bolívar terdapat sembilan sidang dan total penyiar sebanyak 869.
Lebih Banyak Utusan Injil Tiba
Ada kabar gembira di kantor cabang di Caracas pada tahun 1950. Empat belas utusan injil lagi akan diutus ke Venezuela, dan tiga rumah utusan injil lagi akan dibuka—di Barquisimeto, Valencia, dan Maracay. Namun apakah para utusan injil ini bisa masuk ke negeri itu? Presiden negeri itu baru saja terbunuh; ada pemberlakuan jam malam pada pukul 18.00; komunikasi pun terganggu.
Pesawat terbang pertama yang memasuki negeri itu setelah peristiwa pembunuhan mendarat di bandar udara dekat Caracas. Empat belas utusan injil yang baru ini pun turun dari pesawat. Tetapi tidak ada seorang pun di sana yang menemui mereka. Di bawah keadaan seperti itu, mereka sama sekali tidak diharapkan datang. Ralphine (Penny) Gavette, salah seorang dari 14 utusan injil, mengenang, ”Kami masuk ke dalam tiga taksi dengan membawa alamat kantor cabang. Menemukan jalannya, Avenida Páez di Caracas, tidak sulit; tetapi jalan itu panjang sekali, dan kami tidak dapat menemukan rumahnya. Hari sudah gelap, sudah lewat jam malam, dan supir-supir taksi itu mulai gelisah. Akhirnya, Vin Chapman, salah seorang utusan injil, menyuruh supir berhenti dan ia turun serta mengetuk pintu rumah mana saja serta menanyakan alamat itu, meskipun bahasa Spanyolnya sangat terbatas. Sewaktu ia mengetuk pintu, Donald Baxter, pengawas cabang, membuka pintu. Alangkah leganya!”
Para utusan injil yang ditugaskan ke Barquisimeto, sekitar 270 kilometer sebelah barat daya Caracas, mendapati kota itu sangat religius. Pada tahun 1950-an, masyarakat di sana sangat terkungkung dalam tradisi dan menolak perubahan.
Namun reaksi orang berbeda-beda, bergantung pada apa yang dilakukan dan oleh siapa. Sehubungan dengan hari Sabtu pertama ketika para utusan injil melakukan kesaksian di jalan, Saudara Chapman mengenang, ”Kami berlima berdiri di sudut jalan utama area bisnis di tengah kota. Kami sangat menarik perhatian! Pada waktu itu, hampir tidak ada seorang Amerika pun di Barquisimeto dan tidak ada gadis-gadis muda Amerika. Saya tidak dapat menempatkan satu majalah pun, tetapi gadis-gadis menempatkannya seperti kacang goreng!” Akan tetapi, pada hari lain, ketika mereka pergi ke pasar untuk membeli makanan, keempat gadis ini memutuskan untuk mengenakan blue jeans. Dalam beberapa menit, hampir seratus wanita mengelilingi mereka, menunjuk dan berteriak, ”¡Mira! ¡Mira!” (Lihat! Lihat!) Mereka tidak biasa melihat gadis-gadis mengenakan pakaian seperti itu di tempat umum. Tentu saja, gadis-gadis itu langsung pulang ke rumah dan mengganti pakaian mereka.
Kebanyakan orang di daerah ini belum pernah melihat Alkitab. Bahkan sewaktu Alkitab Katolik digunakan, mereka tidak ingin menerima apa yang dikatakannya. Beberapa bahkan tidak ingin membaca ayat di dalam Alkitab, takut kalau-kalau mereka berdosa bila melakukannya. Selama tahun pertama, sangat sedikit kemajuan di Barquisimeto.
Akhirnya, Agama yang Sejati
Akan tetapi, tidak semua orang di Barquisimeto dibutakan selama bertahun-tahun oleh tradisi Katolik Roma. Contoh yang menonjol adalah Luna de Alvarado, seorang wanita lanjut usia yang telah menganut agama Katolik Roma selama bertahun-tahun. Ketika Saudari Gavette berkunjung ke rumahnya untuk pertama kali, wanita itu mengatakan, ”Senorita, sejak saya muda, saya menanti-nantikan seseorang datang ke rumah saya dan menjelaskan hal-hal yang baru saja Anda katakan. Begini, sewaktu masih muda, saya biasa membersihkan rumah imam, dan ia mempunyai Alkitab di perpustakaannya. Saya tahu bahwa kami dilarang membacanya, namun saya begitu ingin tahu mengapa demikian sehingga, pada suatu hari sewaktu tidak ada yang melihat, saya membawanya pulang dan membacanya diam-diam. Apa yang saya baca membuat saya sadar bahwa Gereja Katolik tidak mengajarkan kepada kami kebenaran dan karena itu bukanlah agama yang sejati. Saya takut mengatakannya kepada siapa pun, namun saya yakin bahwa suatu hari kelak orang-orang yang mengajarkan agama yang sejati akan datang ke kota kami. Ketika agama Protestan datang, saya pada mulanya pikir merekalah orangnya, namun saya segera mendapati bahwa mereka mengajarkan banyak dari kepalsuan yang sama dengan yang diajarkan Gereja Katolik. Nah, apa yang baru saja Anda katakan kepada saya adalah apa yang saya baca dalam Alkitab bertahun-tahun yang lalu.” Suatu pengajaran segera diselenggarakan, dan tidak lama kemudian Luna melambangkan pembaktiannya kepada Yehuwa. Meskipun ada tentangan berat dari pihak keluarga, ia melayani Yehuwa dengan setia hingga akhir hayatnya.
Eufrosina Manzanares juga memiliki hati yang menggerakkannya untuk memberi tanggapan kepada Firman Allah. Ketika Ragna Ingwaldsen untuk pertama kali datang mengunjunginya, Eufrosina belum pernah melihat Alkitab. Namun ia setuju untuk membiarkan Ragna belajar bersamanya. Ragna mengenang, ”Ia memang bersifat religius secara formal, menghadiri Misa setiap hari Minggu dan selalu menyalakan lampu minyak di hadapan patung ’santo’, yang tergantung di dinding. Untuk memastikan agar lampunya tidak pernah padam, ia menyimpan bergalon-galon minyak untuk maksud itu!” Namun Eufrosina menerapkan apa yang dipelajarinya dari Alkitab. Ketika ia mengetahui bahwa perkara-perkara tertentu tidak menyenangkan Yehuwa, ia membuat perubahan dalam kehidupannya. Maka, ia membuang semua patungnya, berhenti merokok, dan mendaftarkan perkawinannya secara resmi. Kemudian, ibunya turut belajar. Tidak mudah bagi Eufrosina untuk membuang cerutunya yang besar-besar. Sewaktu ia baru berusia dua tahun, ibunya selalu menaruh sebatang rokok di mulutnya supaya ia diam, dan ia mulai merokok sejak saat itu. Tetapi sekarang, untuk menyenangkan Yehuwa, ia berhenti merokok, dibaptis, dan menjadi penyiar yang sangat bergairah.
Enam tahun setelah utusan injil pertama dikirim ke Barquisimeto, baru terdapat sekitar 50 penyiar saja di sana. Namun Yehuwa telah memberkati upaya yang gigih untuk mencari orang-orang yang seperti domba. Pada tahun 1995, ke-28 sidang di Barquisimeto melaporkan total 2.443 penyiar.
Valencia, Ladang yang Subur
Kira-kira setengah perjalanan antara Barquisimeto dan Caracas terletak kota Valencia, kota terbesar keempat di republik ini. Suasana jalan-jalannya yang lebih tua dan sempit mirip suasana Spanyol di masa silam, dan seperti kembarannya, Spanyol, Valencia terkenal karena jeruknya.
Dari antara kelompok utusan injil yang tiba di Venezuela pada tahun 1950, delapan orang dikirim ke Valencia. Evelyn Siebert (sekarang Ward) ingat ketika ia mulai berdinas di Valencia dengan menggunakan persembahan yang dihafal. ”Meskipun pengetahuan bahasa Spanyol kami terbatas, kami memulai banyak pengajaran Alkitab,” kenangnya. Salah satunya adalah dengan Paula Lewis. Paula beragama Katolik, dan sangat berbakti kepada patung-patung, terutama kepada ”Hati Suci Yesus”, yang kepadanya ia dengan tetap tentu memohon bantuan. Ia pergi ke gereja setiap minggu, memberikan sumbangan sebesar tiga bolivar, dan berdoa kepada patung itu agar suaminya pulang untuk tinggal bersama keluarganya. Karena suaminya terus saja tinggal terpisah dari keluarga, ia memutuskan untuk berbicara lebih tegas kepada patung itu. ’Tuhan, jika kali ini tidak berhasil juga, ini akan menjadi sumbangan saya yang terakhir untukmu.’ Ia memasukkan tiga bolivar dan tidak pernah kembali lagi.
Pada bulan berikutnya, Evelyn Siebert berkunjung ke rumahnya. Paula senang mendengarkan, mengambil buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya” (meskipun ia tidak tahu membaca) dan, dengan bantuan Evelyn ia mulai mempelajari Alkitab. Paula dan salah seorang putrinya termasuk orang-orang Valencia pertama yang dibaptis. Suami Paula, Stephen, meskipun pada mulanya mengatakan tidak ingin berurusan dengan ”kebodohan ini”, sebagaimana ia menjulukinya, mempertimbangkan lagi, pulang kepada keluarganya, dan juga menjadi seorang hamba Yehuwa—ini bukan sebagai hasil mengabdi kepada sebuah patung yang dikenal sebagai Hati Suci Yesus melainkan karena pelajaran Alkitabnya.
Dua tahun setelah utusan injil lainnya tiba di Valencia, Lester Baxter (kakak lelaki Donald) dan istrinya, Nancy, menyertai mereka. Lester harus bekerja ekstra keras untuk menguasai bahasa Spanyol. Ia bukan hanya membutuhkannya untuk dinas pengabaran namun, sebagai satu-satunya saudara di kelompok utusan injil ini, ia bertanggung jawab untuk memimpin seluruh perhimpunan. Pelatihan yang bersemangat membuahkan hasil yang baik. Dua tahun kemudian, ketika distrik pertama dibentuk di Venezuela, Lester dilantik sebagai pengawas distrik. Sejak saat itu, ia melayani dalam pekerjaan keliling selama 30 tahun.
Di antara utusan injil yang melayani di Valencia, terdapat Lothar Kaemmer yang bertubuh pendek dan berambut pirang dari Jerman, dan Herbert Hudson dari Inggris yang bermata biru dengan pipi kemerahan. Mereka menjadi teman sekamar selama beberapa waktu dan merupakan pertunjukan nyata berkenaan dengan bagaimana kebenaran Alkitab mempengaruhi kehidupan. Rupanya, Lothar semasa mudanya pernah menjadi anggota Pemuda Hitler Jerman, dan Herbert pernah berdinas di Angkatan Udara Kerajaan Inggris—yang saling bermusuhan semasa perang! Namun Firman Allah telah mengubah pandangan hidup mereka. Sebagai utusan injil, mereka bekerja sama untuk mengajarkan kepada orang-orang bagaimana caranya hidup berdamai—pertama-tama dengan Allah, juga dengan satu sama lain.
Lompat Pagar atau Mengambil Pendirian Tegas?
Alice Palusky, salah seorang utusan injil di Valencia, mengunjungi Gladys Castillo yang berusia 18 tahun, pada tahun 1953. Gladys menyukai apa yang ia dengar; namun ia agak curiga karena Alice tidak menggunakan Alkitab Katolik. Maka Gladys pergi ke katedral di Valencia dan menghadap uskup. Ia menjelaskan bahwa ia sedang belajar dengan ”orang-orang Protestan”, karena ia mengira bahwa Saksi-Saksi adalah Protestan, namun ia menginginkan sebuah Alkitab Katolik untuk memeriksa semua ayatnya. Pada waktu itu Saksi-Saksi masih relatif sedikit dan tidak begitu terkenal di Valencia. Gagasan Gladys terdengar masuk akal bagi uskup, maka ia memberikan sebuah Alkitab kepadanya. Terkesan dengan apa yang dibacanya di dalam Alkitab, Gladys menyadari bahwa orang-orang Katolik tidak mempraktekkan apa yang diajarkan Alkitab. Ia memutuskan untuk meninggalkan gereja.
Pada tahun 1955, ketika ia sedang mempersiapkan diri untuk dibaptis, timbullah ujian atas imannya. Ia sedang menempuh pendidikan keguruan, dan wisuda hanya tinggal satu tahun lagi. Suatu perayaan akan diselenggarakan di kampusnya untuk menghormati Perawan Maria. Setiap siswa diharapkan untuk menghadiri Misa khusus. Gladys mengenang, ”Kala itu diktator Pérez Jiménez sedang berkuasa, dan siapa pun yang tidak mau mematuhi peraturan biasanya langsung dikeluarkan dari sekolah. Dalam pengumuman disebutkan bahwa siapa pun yang tidak menghadiri Misa harus mengambil surat pengusiran dari sekolah, yang juga berarti menutup kesempatan untuk meneruskan pendidikan di sekolah mana pun. Ini ujian yang berat bagi saya. Ketika tiba waktunya untuk menghadiri Misa, saya mempertimbangkan untuk bersembunyi di kamar mandi atau lompat pagar lalu pulang. Akhirnya, saya memutuskan untuk mengambil pendirian. Saya menjelaskan kepada direktur akademi bahwa saya tidak akan mengikuti Misa karena saya tidak lagi menganggap diri saya orang Katolik tetapi sedang belajar dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Meskipun ia sangat marah kepada saya, ia memperbolehkan saya pulang. Saya tidak dikeluarkan. Saya senang karena telah percaya sepenuhnya kepada Yehuwa.”
Sewaktu Para Pemimpin Agama Menerima Kesaksian
Para anggota dari golongan pemimpin agama juga termasuk di antara orang-orang yang menerima kesaksian. Marina Silva, salah seorang yang pertama yang menjadi Saksi di Valencia, mengenang hari manakala imam dari gereja yang biasa didatanginya sebelum ia menjadi Saksi mengunjunginya. Ia dapat berbicara panjang lebar dengan sang imam. Apa yang paling jelas diingatnya adalah ketika sang imam tidak dapat menemukan ayat yang Marina minta ia buka, sang imam mengakui, ’Di seminari, kami mempelajari segala hal kecuali Alkitab.’ Ia setuju dengan banyak pokok yang dikemukakan Marina; namun ketika Marina menganjurkannya untuk meninggalkan keimaman dan melayani Yehuwa, ia mengatakan, ”Lalu siapa yang akan memberikan kepada saya arepa?” (Arepa adalah roti setempat dari tepung jagung.)
Meskipun Marina sendiri dulunya penyembah ”Hati Suci Yesus”—membaktikan setiap hari Jumat kepada patung ini—kebenaran Alkitab mengubah kehidupannya. Ia dibaptis pada tahun 1953, menjadi perintis istimewa pada tahun 1968, dan sampai sekarang masih berada dalam dinas istimewa tersebut. Seraya ia ambil bagian dalam memberitakan kabar baik, Marina telah mendapat hak istimewa untuk turut membuka pekerjaan di San Carlos, Temerla, Bejuma, Chirgua, Taborda, Nirgua, dan Tinaquillo.
Sewaktu berita kebenaran pertama kali mencapai Tinaquillo, tepat di sebelah barat daya Valencia, reaksi awalnya sungguh sengit. Marina ingat sewaktu kelompok kecil itu mulai mengerjakan kota, imam setempat, ”Monsinyor” Granadillo, memasang pengeras suara untuk memperingatkan masyarakat. ”Kelompok demam kuning telah datang di Tinaquillo!” teriaknya. ”Jangan dengarkan orang-orang ini! Bela kota dan agama kalian! Bela misteri Tritunggal kudus!” Marina memutuskan untuk mengunjungi imam itu. Ia mendatangi rumahnya dan menunggu sampai imam itu pulang.
Marina menyapa sang imam, katanya, ”Saya bagian dari kelompok ’demam kuning’ yang Anda keluhkan pagi ini. Saya ingin menjelaskan bahwa kami adalah Saksi-Saksi Yehuwa. Kami sedang memberitakan suatu berita penting tentang Kerajaan Allah, berita yang seharusnya dikabarkan oleh gereja-gereja, namun ternyata tidak.” Ia dengan berani meminjam Alkitab sang imam dan menunjukkan ayat di Kisah 15:14 kepadanya, yang menubuatkan bahwa Yehuwa akan memisahkan dari antara bangsa-bangsa ”suatu umat bagi namanya”. Sikap sang imam berubah. Ia minta maaf, menyatakan bahwa ia belum mengetahui orang-orang macam apa kami sebenarnya. Di luar dugaan setiap orang, ia menghadiri khotbah umum atas undangan saudari ini. Setelah itu, ia menerima majalah pada beberapa kesempatan di plaza utama. Orang-orang lain yang mengamati ini merasa terdorong untuk menerima majalah juga. Pada tahun 1995, terdapat empat sidang di Tinaquillo, dan total penyiar sebanyak 385.
Benih Kebenaran Alkitab Bersemi di Maracay
Saudara tentu masih ingat bahwa selain diutus ke Barquisimeto dan Valencia, beberapa dari antara para utusan injil yang tiba pada tahun 1950 ditugaskan untuk memberi perhatian kepada Maracay. Ini adalah kota terbesar kelima di Venezuela, sekitar 120 kilometer di sebelah barat daya Caracas. Kota ini terletak di sisi timur Danau Valencia dan dikelilingi bukit-bukit.
Dengan kedatangan para utusan injil di Maracay, perhimpunan kini juga dapat diadakan di kota itu. Pada waktu itu, kelompok utusan injil terdiri dari saudara-saudara lajang. Akan tetapi, pada waktu Leila Proctor, seorang utusan injil kelahiran Australia, tiba pada tahun 1958, meskipun ada 12 hingga 20 orang yang menghadiri perhimpunan, hanya terdapat satu saudara yang terbaptis di Maracay. Ia adalah Keith Glessing, yang bersama istrinya Joyce, telah lulus dari Sekolah Gilead pada tahun 1955. Karena kekurangan tenaga saudara, bantuan saudari-saudari dibutuhkan dalam berbagai bidang. Saudari Proctor mengenang, ”Kami saudari-saudari mendapat bagian dalam Perhimpunan Dinas dan membantu mengurus keuangan, lektur, dan majalah. Setelah lima bulan dalam penugasan, saya ditugaskan untuk memimpin PBS. Pada mulanya, hanya ada satu penyiar yang tidak aktif dan saya sendiri. Perhimpunan diadakan di bawah cahaya lilin di sebuah rumah berlantai tanah. Tak lama kemudian, meskipun bahasa Spanyol saya parah, hadirin bertambah banyak sehingga ruang tamu, dapur, dan beranda penuh sesak. Ini semua terjadi berkat roh kudus Yehuwa.”
Begitu banyak orang di Maracay telah menunjukkan minat yang sungguh-sungguh untuk mengenal dan melayani Yehuwa sehingga pada awal tahun 1995, terdapat 30 sidang dan total 2.839 penyiar di kota itu.
’Jika Itu Benar, Saya Tembak Kamu!’
Dari antara orang-orang di Maracay yang memperlihatkan minat adalah María, istri dari Alfredo Cortez. Joyce Glessing telah belajar Alkitab bersamanya selama enam bulan. Kemudian pada suatu hari, suaminya pulang dan melihat ada gringa, sebutan setempat bagi wanita Amerika. Ia menanyakan istrinya berkenaan dengan apa yang sedang mereka lakukan. Sebagai penjelasan, sang istri memberikan majalah yang ditinggalkan Joyce untuknya. Majalah itu berisi sebuah artikel tentang spiritisme, mengaitkan ini dengan Rosikrusianisme. Ia membacanya dengan penuh minat karena ia terlibat dalam kepercayaan ini.
Sewaktu istrinya memberi tahu Saudari Glessing tentang minat suaminya terhadap majalah ini, dibuat pengaturan agar suami utusan injil ini, Keith, mengunjungi Tn. Cortez. Ia melakukannya, dan pengajaran Alkitab pun dimulai. Setelah tiga minggu saja—agak dini memang—utusan injil ini mengundang Tn. Cortez untuk menemaninya dalam pekerjaan dari rumah ke rumah. Ia melakukannya, sangat menikmatinya, dan menempatkan 16 majalah. Karena sangat gembira, malam itu juga ia pergi bersama teman-temannya yang bukan Saksi untuk merayakan keberhasilannya dan mabuk-mabukan, dan baru pulang pada pukul tiga pagi!
Pada hari berikutnya, ia merasa bersalah atas hal itu dan berpikir, ’Sekarang saya harus memilih antara melayani Yehuwa dengan sepatutnya atau kembali kepada gaya hidup yang lama.’ Dengan susah payah, ia didesak untuk meneruskan pengajaran Alkitabnya. Setelah secara bertahap meninggalkan jalan hidupnya yang lama, ia membuat kemajuan kepada pembaptisan pada tahun 1959.
Dua minggu kemudian, seorang kolonel yang marah, wali dari salah seorang putri Alfredo, datang untuk menjumpainya, menodongkan pistol ke dadanya, dan mengancam, ”Apakah benar yang saya dengar—bahwa kamu telah menjadi Saksi-Saksi Yehuwa? Jika kamu mengatakan benar, saya tembak kamu!” Alfredo tetap tenang dan menyatakan bahwa itu benar dan menjelaskan alasannya. Dengan perasaan muak, sang kolonel menyingkirkan pistolnya dan pergi, mengatakan bahwa ia tidak lagi menganggap dirinya sebagai wali bagi putrinya. Berkat roh Yehuwa dan gairah Alfredo dalam memberikan kesaksian kepada semua orang, ia telah menjadi alat untuk membantu 89 orang mengenal kebenaran dan membaktikan kehidupan mereka kepada Yehuwa. Ia sekarang melayani sebagai penatua di Cabudare, dekat Barquisimeto; salah seorang putranya menjadi perintis istimewa; dan putrinya, Carolina beserta suaminya melayani di kantor cabang.
Hati-Hati, Sekarang Waktunya Karnaval!
Waktu karnaval di Venezuela merupakan waktu untuk berpesta dan berbusana mencolok—dan untuk saling menyiramkan air! Anak-anak khususnya sangat senang untuk menyiram orang-orang yang lewat yang tidak waspada. Biasanya tidaklah bijaksana untuk keluar ke jalanan pada hari Senin dan Selasa pada pekan karnaval itu.
”Saya tidak mendengarkan peringatan itu,” demikian pengakuan Leila Proctor. ”Pada tahun pertama saya berada di Maracay, saya bermaksud untuk memimpin pengajaran Alkitab, apa pun yang terjadi. Maksud saya kesampaian, tetapi saya tiba di rumah pelajar Alkitab saya yang pertama dalam keadaan basah kuyup karena disiram seember air dari atas. Saya berjalan ke rumah pelajar Alkitab saya yang kedua dalam keadaan setengah kering, semata-mata untuk menjadi sasaran dari dua ember penuh air dalam perjalanan menuju sana. Sekali lagi, saya tiba di sana dalam keadaan basah kuyup.” Utusan injil lainnya menceritakan pengalaman yang sama.
Leila, yang sekarang tinggal di rumah utusan injil di Quinta Luz, Caracas, sekarang mengatur jadwalnya sedikit berbeda pada waktu karnaval.
”Ia Mendengarkan Doa Saya yang Sepenuh Hati”
Sewaktu Alfredo Amador masih kecil, ayahnya mengajaknya melihat langit yang berbintang dan memberitahukan nama beberapa rasi bintang. ”Allah menciptakan itu semua,” katanya. Namun ayah Alfredo meninggal sebelum putranya berusia sepuluh tahun. Alfredo, yang pada waktu itu tinggal di Turmero, Negara Bagian Aragua, mulai memiliki keraguan akan agamanya. Tampaknya tidak pantas menurutnya jika imam meminta uang untuk mengucapkan doa bagi orang mati atau jika orang kaya dapat mengeluarkan sanak saudara mereka dari api penyucian lebih cepat dibandingkan dengan orang-orang miskin. Karena dipenuhi dengan keraguan, ia terjerumus dalam pemabukan, perbuatan seksual yang amoral, kekerasan, dan penyalahgunaan obat bius. Seraya ia mulai menuai akibat dari apa yang ditaburnya, ia mencari jalan keluarnya. Lalu ia ingat malam-malam hari itu ketika ia memandang ke langit bersama ayahnya.
”Pada suatu sore, dengan perasaan sangat putus asa dan dengan berlinang air mata,” ceritanya, ”saya berdoa agar Allah mengizinkan saya mengenal-Nya. Tampaknya Ia mendengarkan doa saya yang sepenuh hati, karena tepat keesokan paginya, dua orang Saksi-Saksi Yehuwa mengetuk pintu rumah saya. Berlangsunglah diskusi yang menarik, namun saya menolak pengajaran Alkitab. Saya ingin membaca Alkitab sendiri, meskipun saya setuju untuk datang ke Balai Kerajaan. Saudara yang mengunjungi saya juga mengajak saya ke kebaktian terdekat di Cagua. Setelah mendengarkan khotbah-khotbah yang berbeda, saya menyadari bahwa inilah kebenaran. Ketika para calon untuk pembaptisan berdiri untuk menjawab pertanyaan, saya berdiri juga!”
Alfredo terkejut melihat seluruh calon berdiri di sisi lain dari auditorium, sementara ia berdiri di sisi yang berbeda. Namun ia ikut berbaris bersama mereka untuk dibaptis. Sesudah itu, seseorang bertanya kepadanya di sidang mana ia bergabung. Ia bahkan tidak tahu bahwa sidang-sidang mempunyai nama! Saat itu ia mendapati bahwa ia benar-benar belum siap untuk dibaptis.
Tidak lama setelah itu, ia menikahi wanita yang dengannya ia telah hidup bersama, dan dengan bantuan pengajaran Alkitab yang sistematis, ia memenuhi syarat untuk ambil bagian bersama saudara-saudara dalam memberikan kesaksian dari rumah ke rumah. Pada tahun 1975, ia dibaptis bersama dengan istrinya. Sekarang ia melayani sebagai seorang penatua Kristen di Maracay. Ia menanti-nantikan saat, dalam sistem baru Allah, manakala ayahnya akan hidup kembali melalui kebangkitan. Pada saat itu, ia akan dapat menceritakan kepada ayahnya bahwa nama Pencipta yang dibicarakan ayahnya bertahun-tahun yang lalu ialah Yehuwa, dan ia dapat menganjurkan ayahnya untuk mengenal Yehuwa dengan baik.
Bencana Alam di Maracay
Tanggal enam September 1987 merupakan hari yang akan selalu diingat oleh orang-orang yang tinggal di daerah Maracay. Serangkaian hujan deras mengakibatkan banjir dan meninggalkan endapan lumpur yang melanda atau sama sekali menghanyutkan ratusan rumah.
Banyak dari hampir 2.000 penyiar di Maracay menghadiri kebaktian distrik ketika bencana itu melanda. Ketika mereka kembali, mereka mendapati rumah dan harta mereka telah lenyap. Sedikitnya 160 orang tewas; ratusan lainnya dinyatakan hilang; dan 30.000 orang kehilangan tempat tinggal. Meski tak seorang Saksi pun kehilangan nyawa atau luka parah, seluruhnya 114 Saksi dan pelajar Alkitab termasuk di antara orang-orang yang kehilangan tempat tinggal, tanpa harta kecuali baju yang melekat di badan.
Saudara-saudara segera mengorganisasi panitia bantuan kemanusiaan dan memberikan berbagai bantuan dalam bentuk makanan, obat-obatan, pakaian, dan perlengkapan tempat tidur. Bertruk-truk bantuan ini dikirimkan oleh rekan-rekan Saksi yang merasa prihatin dari kota-kota dan desa lain hingga tidak ada lagi yang dibutuhkan. Sewaktu saudara-saudara yang bertugas menyadari bahwa tersedia lebih dari cukup bagi Saksi-Saksi dan pelajar-pelajar Alkitab, mereka juga menyediakan makanan dan pakaian bagi para tetangga yang sangat membutuhkan. Kemurahan hati yang besar dari saudara-saudara dan kesiagaan mereka untuk membantu benar-benar menguatkan iman.
Hasrat yang Luar Biasa untuk Berhimpun
Orang-orang Venezuela pada dasarnya sangat suka bergaul. Mereka senang berkumpul dalam jumlah besar—untuk makan bersama, pesta, dan jalan-jalan di pantai atau di pedesaan. Ketika mereka masuk ke organisasi Yehuwa, bagian dari kepribadian mereka ini masih sangat kuat. Mereka menyukai kebaktian wilayah dan distrik. Bagi banyak dari antara mereka, waktu, jarak, biaya, dan ketidaknyamanan bukan halangan asalkan mereka dapat berkumpul bersama.
Pada bulan Januari 1950, saudara-saudara sangat gembira seraya mereka mempersiapkan kebaktian dua hari di Maracaibo. Saudara Knorr dan Saudara Robert Morgan, dari kantor pusat sedunia, akan hadir. Pedro Morales kecewa karena tidak dapat mempublisitaskan kebaktian ini di surat kabar setempat karena tentangan dari gereja. Maka, seraya waktu kedatangan pesawat udara yang ditumpangi saudara-saudara mendekat, ia merancang metode lain. Ia belakangan mengatakan, ”Saya mengatur agar semua anak di sidang datang ke bandar udara, masing-masing membawa rangkaian bunga segar. Ini langsung menarik perhatian reporter surat kabar di sana, dan mereka bertanya apakah mereka sedang menantikan orang penting. Anak-anak, yang telah diajari dengan cermat, akan menjawab, ’Benar, Pak, dan ia akan memberikan ceramah di Gedung Masonic, Urdaneta Street No. 6, di sebelah kantor polisi.’ Begitu saudara-saudara ini tiba, para reporter sibuk memotret, dan informasi tentang kebaktian beserta fotonya muncul di surat kabar. Kami berhasil mendapatkan publisitas.”
Juga, selama dua hari sebelum Perhimpunan Umum, sebuah stasiun radio setempat, Ondas del Lago (Gelombang Danau), membuat pengumuman setiap setengah jam bahwa ceramah ini akan diberikan dan akan disiarkan di radio. Hasilnya sangat bagus. Selain 132 orang yang hadir di kebaktian, terdapat banyak pendengar yang mengikuti lewat radio. Pada tahun itu, terdapat rata-rata kenaikan tertinggi yang pernah dicatat di Venezuela—146 persen.
Kebaktian distrik lain yang dikenang oleh banyak orang diselenggarakan di arena adu banteng di Nuevo Circo, tanggal 23-27 Januari 1967. Itu merupakan kebaktian internasional kami yang pertama di Venezuela. Terdapat 515 delegasi asing di antara hadirin, termasuk para anggota dewan direksi Lembaga Menara Pengawal. Drama Alkitab merupakan corak baru pada saat itu. Dyah Yazbek, yang menjadi pengawas dari salah satu drama, mengenang, ”Drama Alkitab menimbulkan kesan yang dalam, bukan hanya karena drama ini merupakan hal baru dan membawa hikmah, melainkan juga karena jepretan 500 kamera delegasi tamu untuk mengabadikan peristiwa itu!” Pertemuan internasional semacam itu menarik perhatian. Meskipun terdapat kurang dari 5.000 Saksi di Venezuela pada waktu itu, hadirin mencapai 10.463 orang. Selama tiga tahun berikutnya, kenaikan jumlah Saksi-Saksi yang aktif di negeri itu adalah 13 persen, 14 persen, dan 19 persen.
Tidak jarang seorang peminat menghadiri kebaktian wilayah atau kebaktian distrik bahkan sebelum mendapat pengajaran Alkitab secara formal atau sebelum hadir di Balai Kerajaan. Hasrat untuk berhimpun ini diperlihatkan secara luar biasa pada bulan Januari 1988. Don Adams, dari kantor pusat di Brooklyn, sedang berkunjung sebagai pengawas zona. Sebuah arena adu banteng di Valencia telah disewa, dan acara selama dua jam telah diatur. Pada waktu itu, hanya terdapat 40.001 penyiar di seluruh Venezuela. Namun, 74.600 orang hadir untuk mendengarkan acara; mereka datang dari tempat-tempat yang paling jauh dari negeri ini. Ada yang bahkan telah menempuh perjalanan selama 12 jam atau lebih dengan bis agar dapat hadir; dan ketika acara selesai, mereka kembali naik bis untuk menempuh perjalanan pulang selama 12 jam. Namun bagi Saksi-Saksi asal Venezuela yang selalu tersenyum, riang, pantang mengeluh ini, mereka tidak merasa rugi karena mereka dapat berkumpul bersama banyak saudara-saudari rohani mereka selama setengah hari.
Berita Dibawa ke Andes
Rangkaian Pegunungan Andes terletak jauh di sebelah utara Venezuela. Tiga kota utama yang terdapat di wilayah Andes adalah Mérida, San Cristóbal, dan Valera. Cara hidup dan sikap orang-orang ini sangat berbeda dengan orang-orang yang terdapat di kota-kota pantai dan di kawasan kosmopolitan.
Rodney Proctor, pengawas distrik yang telah melayani di Andes, membuat pengamatan berikut berkenaan dengan masyarakat yang tinggal di sana, ”Sering kali orang tak dikenal diperlakukan seperti orang asing meskipun di negeri sendiri. Gereja masih menjalankan kendali kuat, dan secara umum, berita Kerajaan tidak langsung diterima. Setelah berada di kota itu satu tahun penuh, beberapa perintis istimewa baru mendapat tanggapan sewaktu menyapa orang-orang di jalan. Setelah tahun kedua, beberapa mungkin mulai belajar Alkitab. Tidak seperti bagian lain di negeri itu, sikap ’Apa kata orang nanti?’ tampaknya merupakan penghalang untuk mendengarkan sewaktu Saksi-Saksi berkunjung.”
Pada awal tahun 1950-an, Juan Maldonado, perintis dari Caracas, mengunjungi berbagai kota di Andes, menetap selama beberapa minggu di masing-masing kota, mengabar seraya ia bepergian. Sambutan di San Cristóbal pada mulanya tidak menganjurkan. Saudara Maldonado ditangkap beberapa kali karena pengabarannya yang terus terang.
Akan tetapi, ada keluarga yang memperlihatkan minat akan kebenaran dan mempelajari Alkitab bersamanya beberapa kali seminggu selama kunjungannya. Namun mereka dianiaya oleh sanak saudara dan imam setempat hingga sang ibu, Angelina Vanegas, tidak dapat memperoleh pekerjaan yang layak untuk menafkahi keluarganya.
Setelah melayani sebagai utusan injil di Barquisimeto, Vin dan Pearl Chapman ditugaskan ke San Cristóbal pada bulan Desember 1953. Angelina Vanegas dan keluarganya menyambut mereka sebagai persediaan indah dari Yehuwa dan langsung mulai berdinas bersama utusan injil tersebut. Beberapa bulan kemudian, sang ibu memutuskan untuk dibaptis. Bak kamar mandi di rumah utusan injil sangat besar, dan Angelina sangat kecil, jadi tidak ada masalah untuk memperoleh fasilitas yang cocok.
Istirahat Siang atau Keselamatan?
Suami-istri Chapman memulai pengajaran dengan pasangan suami-istri yang sangat miskin, Misael dan Edelmira Salas. Edelmira adalah pemeluk agama Katolik yang taat. Ia menjelaskan, ”Pengabdian saya begitu kuat sampai-sampai sewaktu saya mengandung, untuk memenuhi kaul yang saya buat di hadapan Allah, saya berziarah dengan kaki telanjang dari satu desa ke lain desa, kemudian jalan berlutut dari pintu gereja ke altar. Kemudian saya berjalan pulang dengan kaki telanjang, dan karena melakukan itu saya jatuh sakit dan keguguran.”
Pada waktu bayi mereka yang berikutnya lahir, Misael dan Edelmira mulai belajar Alkitab dengan suami-istri Chapman. Suatu hari, ketika sang bayi sakit keras, Edelmira memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Sebelum ia pergi, para tetangga mendesaknya untuk cepat-cepat membaptiskan sang bayi, mengatakan bahwa jika sang bayi keburu meninggal, bayi itu tidak boleh dikuburkan dan masuk ke Limbo. Edelmira memutuskan bahwa untuk menghindari kemungkinan itu, ia akan mampir ke gereja dalam perjalanan ke rumah sakit dan memohon imam untuk membaptis bayinya.
”Saya tiba sekitar tengah hari, dan imam tidak suka diganggu selama jam istirahat siangnya,” kenang Edelmira. ”Ia menyuruh saya pergi dan kembali lagi di waktu lain. Saya berkata kepada imam itu, ’Bayi saya sedang sekarat. Mana yang lebih penting, menyelamatkan seorang bayi dari Limbo atau istirahat siangmu?’ Sambil bersungut-sungut, ia mengalah dan membiarkan bayi itu dibaptis, namun ia menyuruh asistennya, seorang sakristan, untuk melakukannya.”
Bayi itu selamat, namun peristiwa itu menjadi titik balik bagi Edelmira. Sekarang karena sangat kecewa dengan gereja, ia mulai menganggap serius pelajaran Alkitabnya bersama Saksi-Saksi. Kemudian ia dan suaminya pindah ke kota yang bernama Colón, tempat tidak terdapat Saksi-Saksi. Sewaktu Casimiro Zyto mengunjungi San Cristóbal sebagai pengawas wilayah, para utusan injil memintanya untuk mengunjungi Edelmira. Alangkah bersyukurnya ia atas kunjungan tersebut! Pada kesempatan itulah ia dibaptis.
Berkat upayanya yang mula-mula, sekarang terdapat sidang di Colón. Ada pula tiga sidang di El Vigía, tempat ia membantu membuka pekerjaan sewaktu keluarganya pindah ke sana. Setelah beberapa tahun, suaminya pun dibaptis demikian pula ketiga putrinya.
Imam Menganjurkan Kekerasan
Di desa kecil lainnya di Andes, Luis Angulo sedang melayani sebagai perintis. Dikejutkan oleh suara ribut-ribut di luar rumahnya di suatu hari pada tahun 1985, ia melihat ke luar dan terkejut melihat sebuah meja di dekat pintu depan rumahnya dengan sebuah patung ”santo” di atasnya. Sekelompok orang yang marah berteriak-teriak menyuruh Saksi-Saksi pergi meninggalkan kota, dan mereka mengancam untuk membakar habis rumah itu. ”Kami memberi kalian tempo satu minggu untuk pergi dari kota ini!” seru mereka.
Saudara Angulo mengenang, ”Saya memutuskan bahwa yang terbaik adalah menghubungi prefecto di kota untuk meminta bantuan. Prefecto itu menaruh simpati dan meminta polisi untuk menciduk pemimpin gerombolan itu. ’Siapa yang mengorganisasi kalian untuk melakukan ini?’ tanyanya kepada mereka. Mereka akhirnya mengaku bahwa imam Katolik itulah orangnya. Dalam sebuah khotbah pada sebuah Misa, ia menganjurkan para anggota parokinya untuk mengusir kami ke luar kota, dengan tuduhan bahwa kami membahayakan kesejahteraan rohani seisi desa. ’Imam itu gila!’ seru sang prefecto. ’Sekarang pulanglah dan biarkan Saksi-Saksi dengan damai, atau kalian semua akan dipenjara.’”
Tidak lama sesudah itu, sang imam didapati terlibat dalam penipuan, dan sebagaimana yang begitu sering terjadi dalam kasus serupa, ia hanya dipindahkan ke daerah lain.
Seseorang yang Telah Berubah
Di Pueblo Llano, desa berikutnya, Alfonso Zerpa sangat terkenal. Ia terlibat dalam politik, pemabuk, pecandu obat bius, perokok, lelaki hidung belang, dan membuat penduduk setempat takut karena dengan sepeda motornya ia bolak-balik ngebut di dua jalan raya utama. Akan tetapi, setelah benih-benih kebenaran tertanam dalam hatinya pada tahun 1984, pertumbuhannya sangat pesat. Alfonso mulai melihat perlunya membuat perubahan besar dan mengenakan kepribadian baru.—Ef. 4:22-24.
Ketika ia menghadiri Perhimpunan Umum untuk pertama kali, dialah satu-satunya yang hadir selain para perintis istimewa. ”Mana yang lainnya?” tanyanya. Mungkin lebih baik dia satu-satunya yang hadir. Ia mengajukan begitu banyak pertanyaan sehingga para perintis sibuk menjawabnya dari Alkitab hingga tengah malam. Ia tidak pernah absen dari perhimpunan setelah itu, dan istrinya, Paula, ikut bersamanya. Ia membersihkan kepribadian dan kehidupannya dan akhirnya memenuhi syarat untuk menjadi penyiar. Daerah pertama yang dikerjakannya adalah kedua jalan raya utama yang sama di Pueblo Llano! Sekarang, dengan sopan dan berpakaian rapi dengan mengenakan jas dan dasi, ia dapat memberikan kesaksian yang bagus. Ia dan Alcides Paredes, yang Alfonso ajak ke perhimpunan dan diperkenalkan sebagai teman baiknya, sekarang adalah penatua-penatua yang melayani, bersama keluarga mereka, di Sidang Pueblo Llano. Lebih dari 20 sanak saudara Paula juga telah dibantu untuk menghargai kebenaran.
Akhirnya, penghalang yang kelihatannya tidak dapat ditanggulangi untuk membuat kemajuan dapat diatasi, dan menjelang tahun 1995, San Cristóbal mempunyai sepuluh sidang, Mérida mempunyai tujuh sidang, dan Valera mempunyai empat. Terdapat pula banyak kelompok-kelompok yang lebih kecil dan sidang-sidang di seluruh kawasan Andes.
Pria-Pria Dibutuhkan di Cumaná
Cumaná, ibu kota Negara Bagian Sucre, merupakan kota Hispanik tertua di Amerika Selatan. Kebenaran diperkenalkan kepada masyarakat Cumaná dengan cara yang terorganisasi pada tahun 1954 dengan datangnya para perintis istimewa. Belakangan, Rodolfo Vitez dan istrinya, Bessie, yang keduanya adalah utusan injil, datang membantu. Pada waktunya, ia ditugaskan ke pekerjaan wilayah—namun sebelumnya mereka mengatur untuk menyewa sebuah balai yang kecil, membersihkan dan mengecatnya, serta memperlengkapinya dengan beberapa bangku tua bekas tempat duduk di stadion baseball. Dengan mempunyai tempat berhimpun, jumlah hadirin meningkat cepat. Namun hampir seluruhnya adalah wanita dan anak-anak.
Penny Gavette dan Goldie Romocean telah ditugaskan ke kelompok utusan injil di Cumaná, dan kenangan mereka adalah bahwa setelah Saudara Vitez pergi untuk melakukan pekerjaan wilayah, tidak ada pria-pria yang mengambil pimpinan. Kaum pria benar-benar tidak ingin datang. Kata Penny, ”Mereka memberi tahu kami, ’Kami tidak suka agama itu. Agama itu tidak mengizinkan kami mabuk dan berselingkuh dengan wanita lain. Agama kami membiarkan kami berbuat sesuka kami.’ Bahkan sewaktu jumlah hadirin mencapai 70 atau 80, hanya terdapat lima atau enam pria yang hadir, dan kami saudari-saudari harus memimpin perhimpunan dari waktu ke waktu.”
Akan tetapi, lambat laun para pria mulai hadir dan membuat kemajuan sehingga cukup dapat dipercayakan tanggung jawab di sidang. Balai Kerajaan yang kecil pun segera penuh sesak. Ventilasi yang buruk dan kondisi balai yang penuh sesak bukan halangan bagi mereka untuk datang. Meskipun para utusan injil merasa bahwa berada di Balai Kerajaan pada waktu perhimpunan persis seperti sedang mandi uap, kasih akan kebenaran menggerakkan orang-orang untuk duduk dan mendengarkan selama dua jam. Pada waktunya, Yehuwa membuka jalan, dan sebuah Balai Kerajaan yang baru didirikan.
Pekerjaan di Cumaná terus bertumbuh. Menjelang tahun 1995, terdapat 17 sidang yang sedang berkembang, dengan total 1.032 penyiar kabar baik.
Mengikuti Jejak Kakaknya
Ketika Penny Gavette meninggalkan rumah di Kalifornia untuk mengikuti Sekolah Gilead pada tahun 1949, adiknya Eloise masih berusia lima tahun. Apa yang Penny lakukan sangat mengesankan Eloise. Ia ingat bahwa ia pernah berpikir, ’Jika saya besar nanti, saya juga ingin menjadi utusan injil.’ Keduanya merasa sangat girang, pada tahun 1971, ketika Eloise, yang juga lulusan Gilead, ditugaskan untuk menjadi pasangan Penny sebagai utusan injil di Cumaná.
Eloise, yang sekarang menikah dengan pengawas distrik Rodney Proctor, ingat akan daerah yang luas yang dikerjakannya bersama Penny. ”Setelah dua tahun bekerja di Cumaná, saya dan kakak memutuskan untuk memberikan perhatian lebih banyak kepada beberapa kota yang lebih kecil,” kisahnya. ”Kami mendapat izin dari kantor cabang untuk mengerjakan kota Cumanacoa dan Marigüitar serta menggunakan sepanjang hari atau akhir pekan di sana. Suhunya sangat panas, dan kami harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Di kedua tempat kelompok-kelompok dibentuk.”
Kabar Baik Mencapai Kota-Kota Perbatasan
Di belahan timur negeri itu, dikelilingi bukit berhutan di sebelah selatan Sungai Orinoco merupakan dataran tinggi sebelah utara perbatasan dengan Brasil. Terdapat banyak mesa (dataran tinggi terasing, dikelilingi jurang yang curam) yang mengesankan, yang mengandung batu pasir, dan yang tingginya mencapai 2.700 meter. Daerah yang jarang penduduknya ini merupakan daerah tambang emas dan berlian terkaya di Venezuela. Akan tetapi, ada harta jenis lain yang sedang dicari di kota-kota kecil di daerah ini. Ini adalah harta rohani, ”barang yang indah-indah kepunyaan segala bangsa”.—Hag. 2:8.
Pada tahun 1958, sebuah kelompok yang terdiri dari lima Saksi pergi ke daerah ini dengan pesawat terbang kecil. Mereka menempatkan ratusan majalah kepada penduduk Indian. Hampir 20 tahun kemudian, ketika pengawas keliling Alberto González pergi ke Santa Elena bersama sekelompok saudara dari Puerto Ordaz, 1.000 majalah ditempatkan. Pada waktu itu, belum ada listrik di kota itu, namun seorang pria meminjamkan generator kepada mereka supaya mereka dapat mempertunjukkan slide, dan ini dinikmati oleh hadirin yang terdiri dari 500 orang. Kemudian, pada tahun 1987, dua perintis istimewa, Rodrigo dan Adriana Anaya, tiba dari Caracas.
Kelompok-kelompok agama yang sampai ke daerah ini sebelumnya telah meletakkan dasar yang digunakan oleh Saksi-Saksi untuk membangun. Katolik dan Adven mengajar orang-orang Indian untuk berbicara dan membaca dalam bahasa Spanyol. Mereka juga memperkenalkan terjemahan Alkitab Valera, yang secara konsisten menggunakan nama ilahi Jehová.
Namun beberapa orang Indian mulai menyadari bahwa Gereja Katolik tidak terus terang dalam mengajarkan apa yang terdapat dalam Alkitab. Misalnya, salah seorang wanita Indian, ketika mempelajari mengenai pandangan Allah tentang patung-patung, berseru, ”Bayangkan, mereka mengajar kita bahwa adalah salah untuk menyembah matahari dan bahwa berhala-berhala Indian itu palsu, padahal patung-patung Gereja Katolik sendiri tidak menyenangkan Allah! Ingin rasanya saya pergi ke gereja dan memukuli imam dengan tongkat karena telah menipu saya sekian lama!” Ia dibujuk untuk tidak melakukannya, namun ia menyuarakan perasaan banyak penduduk daerah itu.
Orang-orang Indian di bagian selatan Negara Bagian Bolívar menyukai publikasi kita. Karena mereka adalah pencinta alam, mereka khususnya berminat dengan gambar-gambar berwarna dari ciptaan Allah. Sangat menarik untuk menyaksikan penempatan publikasi. Orang-orang Indian akan mengambil buku itu, merabanya, menciumnya, membukanya, menyuarakan kekagumannya akan setiap gambar berwarna, dan menggumamkan kesetujuannya dalam bahasa Pemón. Kadang-kadang mereka begitu berminat sehingga mereka akan mengambil lektur dari tas perintis dan mulai membagikannya kepada para anggota keluarganya. Masyarakat setempat sangat murah tangan dan sering menjamu orang-orang yang membawakan berita Kerajaan kepada mereka.
Acara Peringatan yang pertama setelah tibanya para perintis istimewa ini dihadiri oleh 80 orang. Sekarang di sana terdapat sebuah sidang. Namun tradisi Indian yang sangat berurat-berakar telah membuat kemajuannya lamban.
Sambutan Spontan di Amazon
Daerah Amazon di Venezuela terletak di bagian tengah-selatan dari negeri itu. Di sebelah perbatasan dengan Kolombia terdapat kota kecil bernama Puerto Ayacucho. Kota itu dikelilingi oleh hutan yang belum terjamah, dengan satwa liarnya yang menakjubkan dan sejumlah air terjun.
Pada tahun 1970-an, Willard Anderson, seorang pengawas wilayah, mengunjungi Puerto Ayacucho, sewaktu hanya terdapat tujuh penyiar di sana. Ia mendapati tanggapan yang luar biasa di kawasan itu; pada suatu pagi ia menempatkan 42 buku. Kelompok ini dengan optimis menempatkan sebanyak 20 kursi untuk pemutaran slide, namun bayangkan kejutan dan keriangan yang mereka rasakan sewaktu 222 orang hadir! Sekarang sebuah sidang yang sedang berkembang terdiri dari 80 pemberita Kerajaan di Puerto Ayacucho.
Indian Goajiro di Zulia
Jauh di sebelah barat Venezuela terdapat Negara Bagian Zulia. Penduduk asli daerah ini adalah Indian Goajiro. Di beberapa tempat, seperti La Boquita, mereka tinggal di rumah-rumah panggung yang terbuat dari anyaman tikar alang-alang. Kebiasaan dan pakaian mereka sangat beragam. Kaum prianya, dengan bertelanjang kaki, menunggangi kuda. Kaum wanitanya mengenakan busana panjang menyerupai tenda berwarna-warni serta sandal dengan pompon wol yang besar.
Orang-orang yang bersifat domba ditemukan di antara orang-orang Indian Goajiro ini. Reaksi awal mereka terhadap berita Alkitab sering kali agak tertutup karena kelompok-kelompok keagamaan Susunan Kristen telah memanfaatkan mereka. Namun ada yang memberikan tanggapan yang bagus.
Frank Larson, seorang utusan injil, membawa salah satu film Lembaga ke desa Goajiro. Pemutaran film tersebut diumumkan akan diadakan pada pukul 19.00, namun tak seorang pun datang. Akan tetapi, setelah rekaman yang rusak dari musik salsa yang populer diperdengarkan, 260 orang muncul, dan mereka menikmati film. Pada kesempatan lain, lebih dari 600 orang berkumpul untuk mendengar khotbah yang disampaikan oleh Mario Iaizzo, seorang pengawas wilayah.
Imigran yang dengan Bergairah Membagikan Kebenaran Alkitab
Di Venezuela, 1 dari antara 6 orang adalah kelahiran asing. Khususnya di tahun 1950-an, sejumlah besar imigran tiba dari Portugal, Italia, Spanyol, dan negeri-negeri Arab. Sering kali mereka datang dalam keadaan melarat, namun setelah bertahun-tahun banyak dari antara mereka telah membangun bisnis yang sukses. Mereka adalah pekerja keras; kehidupan mereka sarat dengan kepedulian akan keuntungan materi. Akibatnya, sering kali mereka sukar dijangkau dengan berita Kerajaan. Tentu saja, ada juga imigran dari negeri-negeri Amerika Selatan lainnya, khususnya Kolombia.
Di Venezuela, salah seorang Saksi dengan catatan dinas teokratis yang sangat panjang adalah Vilius Tumas, yang dibaptis di Lituania pada tahun 1923. Setelah lolos dari masa-masa kelam rezim Hitler di Eropa, Saudara Tumas pindah ke Venezuela setelah Perang Dunia II. Hingga kematiannya pada tahun 1993, ia merupakan teladan yang baik dari dinas yang setia bagi saudara-saudaranya di kota La Victoria, tempat ia melayani sebagai penatua sidang.
Remigio Afonso, seorang penduduk asli Kepulauan Canary, melayani sebagai pengawas keliling di Venezuela. Ia telah menghubungi imigran lainnya. Ia telah mendapati bahwa beberapa anggota keluarga mungkin tidak berminat namun anggota lainnya mungkin berminat untuk mendengar kebenaran Alkitab. Demikianlah, di Cumaná, sepasang suami-istri yang berbicara bahasa Arab yang menjalankan bisnis tidak bersedia mendengarkan, namun putri mereka bersedia. ”Ia meminta saya untuk membawakannya Alkitab,” tutur Remigio. ”Saya menyanggupinya, namun ia meragukan apakah saya akan menepati kata-kata saya. Kami mengatur hari dan waktunya, dan saya berupaya keras untuk datang tepat waktu, yang membuatnya terkesan. Ia mengambil Alkitab serta buku Kebenaran yang Membimbing kepada Hidup yang Kekal, dan pengaturan pun dibuat agar seorang saudari melanjutkan pengajaran yang telah saya mulai.
”Tidak lama kemudian, sewaktu saya sedang mengunjungi sidang di Güiria, saya melihat seorang pria duduk di pintu masuk sebuah toko di seberang Balai Kerajaan, sedang membaca buku bersampul hijau. Ia memanggil saya untuk mampir. Ia berbicara bahasa Arab dan bertanya apakah buku yang sedang dibacanya adalah salah satu terbitan kami. Buku itu berbahasa Arab, namun saya dapat mengenali bahwa itu adalah buku ’Karena Allah Itu Benar Adanya’. Ia menjelaskan bahwa ia menerima buku itu sebagai hadiah di negeri asalnya dan ia tidak pernah akan meminjamkannya apalagi menjualnya kepada siapa pun! Setelah memastikan bahwa ia juga bisa berbahasa Spanyol, saya menawarkan kepadanya buku Kebenaran, yang langsung diterimanya, dan kami pun memulai pengajaran. Ia menghadiri tiga perhimpunan pada minggu itu dan bahkan menjawab pada Pelajaran Menara Pengawal.”
Dua tahun kemudian pada kebaktian distrik di Maracay, seorang pria menjinjing tas kantor menyapa Saudara Afonso dan bertanya apakah Saudara Afonso masih ingat kepadanya. ”Saya dari Güiria,” katanya. ”Saya telah dibaptis dan sekarang memimpin tiga pengajaran Alkitab saya sendiri.” Pada tahun berikutnya di kebaktian distrik di Kolombia, setelah Saudara Afonso menyampaikan bagiannya dalam acara tersebut, seorang wanita muda menghampirinya dengan air mata sukacita dan memperkenalkan diri sebagai gadis dari Cumaná yang kepadanya ia telah memberikan kesaksian. Wanita ini menjelaskan bahwa ia pun telah menjadi Saksi yang terbaptis. Alangkah besar sukacita yang dihasilkan pengalaman-pengalaman seperti itu!
Pengalaman lain tentang seseorang yang datang dari luar negeri, menjadikan Venezuela sebagai rumahnya sendiri, dan telah menyaksikan kemajuan pekerjaan ialah Dyah Yazbek. Ia mengingat pergi mengabar bersama orang-tuanya, saudara-saudara lelaki dan perempuannya di berbagai desa dan kota di Lebanon, tempat ayahnya telah menerima kebenaran pada tahun 1930-an. Merupakan pukulan berat bagi keluarga Yazbek sewaktu sang ayah, Michel, meninggal dua bulan setelah mereka tiba di Venezuela; namun Dyah mengenang, ”Ibu dan kami anak-anak terus berada dalam kebenaran, menghadiri perhimpunan di Sidang North di Caracas. Saya dibaptis pada usia 16 tahun dan memasuki dinas perintis.” Problem keuangan di rumah membuat dinas perintis yang baru dijalaninya selama tiga tahun, terhenti. Namun setelah 28 tahun bekerja duniawi di dunia perbankan, ia merasa bahwa sekarang tibalah saatnya untuk mengundurkan diri tanpa merugikan istrinya, ketiga anaknya, dan ibunya, yang tinggal bersama mereka. Sekali lagi ia mendaftar sebagai perintis. Saudara Yazbek sekarang melayani sebagai anggota dari Panitia Cabang. Mengenang kembali lebih dari 40 tahun yang lalu, ia mengingat kebaktian distrik di Venezuela pada tahun 1956. Di sana, untuk pertama kalinya, hadirin melewati jumlah seribu. ”Sekarang,” katanya, ”total hadirin kebaktian distrik melebihi seratus ribu.”
Pengawas Keliling Membantu
Selama akhir tahun 1940-an, ketika Donald Baxter masih menjadi satu-satunya pengawas di kantor cabang dan ketika baru ada enam atau tujuh sidang di seantero negeri, Saudara Baxter selalu mengunjungi kelompok-kelompok ini karena ia sanggup melakukan hal itu.
Akan tetapi, sekembalinya Rubén Araujo yang berusia 21 tahun dari Gilead pada tahun 1951, ia ditugaskan untuk mengunjungi sidang-sidang dan kelompok-kelompok terpencil di seluruh negeri. Jumlah sidang telah meningkat menjadi 12 pada tahun itu. Karena belum punya mobil, Rubén akan menempuh perjalanan dengan bis atau taksi dan kadang-kadang dengan pesawat udara atau perahu kecil (chalanas) sewaktu mengunjungi tempat-tempat terpencil.
Ia masih mengingat suatu kunjungan yang diadakannya kepada salah seorang pelanggan Menara Pengawal di dekat Rubio, Negara Bagian Táchira, dekat perbatasan Kolombia. Pemilik ladang mengatakan bahwa ia berasal dari Swiss dan tidak bisa berbahasa Spanyol. ”Tapi Anda boleh berbincang-bincang dengan istri saya, karena ia menyukai Alkitab,” katanya. ”Setelah saya berbicara dengan istrinya,” kenang Rubén, ”ia memanggil ibunya, seorang wanita berusia 81 tahun. Ketika ia melihat buku yang saya miliki, ia bertanya apakah pekerjaan ini ada hubungannya dengan buku The Divine Plan of the Ages. Matanya berbinar, dan ia pun sangat gembira. Ia bertanya, ’Maksud Anda, Anda mengetahui tentang Tn. Rutherford?’ Putrinya menerjemahkan baginya ke dalam bahasa Spanyol karena nyonya lanjut usia ini hanya dapat berbahasa Jerman. Ia mengatakan bahwa ia telah membaca buku itu berulang-kali sejak ia menerimanya pada tahun 1920. Ia juga telah menyaksikan ’Drama-Foto Penciptaan’ dan telah mendengarkan khotbah ’Jutaan Orang yang Sekarang Hidup Tidak Akan Pernah Mati’. Dua belas tahun yang lalu, ketika ia datang ke Venezuela dari Swiss, ia kehilangan kontak dengan Saksi-Saksi. ’Saya teramat sangat merindukan kalian,’ katanya. Ia menunjukkan sukacitanya dengan menyanyikan lagu Kerajaan dalam bahasa Jerman, dan saya langsung ikut menyanyikan lagu itu dalam bahasa Spanyol. Kami menyanyi disertai air mata sukacita.”
Keith dan Lois West, lulusan kelas ke-19 Gilead, ambil bagian dalam pekerjaan wilayah selama 15 tahun. Keadaan yang mereka hadapi tidak selalu mudah. Kunjungan ke Monte Oscuro di Negara Bagian Portuguesa adalah salah satu contoh. Keith mengenang, ”Karena hujan lebat pada malam sebelumnya, mobil kami tidak bisa mencapai tempat tujuan kami, sehingga kami meninggalkan mobil dan berjalan jauh sampai mencapai sungai. Kami mencopot sepatu dan berjalan melawan arus dan kemudian mendaki gunung, yang membawa kami ke Balai Kerajaan kecil. Di sana tak seorang pun kelihatan. Namun seorang saudara yang menemani kami mengatakan, ’Jangan khawatir. Mereka pasti datang.’ Ia segera memukul-mukul pelek ban, dan akhirnya sekitar 40 orang datang. Saya menyampaikan khotbah—dalam keadaan basah, celana panjang yang berlepotan lumpur, dan sebagainya. Tampaknya paduan air sungai yang dingin, hawa panas karena mendaki ke balai, dan memberikan khotbah dengan celana panjang yang basah membuat otot saya terasa nyeri. Untuk beberapa waktu setelah itu, saya harus dibantu untuk naik dan turun panggung Balai Kerajaan dan harus sering istirahat sewaktu mengabar.”
Berbagai macam akomodasi sering merupakan tantangan bagi pengawas keliling. Sering kali tidak ada air ledeng. Atap seng membuat udara di dalam ruangan mencapai antara 30 dan 40 derajat Celsius. Masyarakat tidak biasa memasang tirai pada jendela dan pintu, sehingga kamar—dan kadang-kadang tempat tidur—harus berbagi dengan fauna setempat. Dan gaya hidup yang santai, terbuka, dan senang bergaul yang dinikmati keluarga-keluarga Venezuela kadang-kadang membutuhkan penyesuaian di pihak orang asing yang lebih terbiasa dengan privasi. Akan tetapi, sifat masyarakat Venezuela yang ramah dan suka menerima tamu sangat menonjol, dan ungkapan ”Usted está en su casa” (Anggap saja rumah sendiri) merupakan bagian dari sambutan yang diterima pengawas keliling sewaktu berkunjung.
Film dan slide Lembaga diputar di seluruh Venezuela oleh pengawas keliling. Orang-orang Venezuela sangat gemar menonton film. Oleh karena itu, pengawas wilayah selalu dapat memastikan bahwa acara akan dipadati hadirin. Orang-orang duduk di lantai, berdiri di dalam ruangan, atau menonton dari luar melalui jendela. Seorang pria yang berminat dengan senang hati mengecat sisi tembok rumahnya dengan warna putih sehingga itu dapat digunakan sebagai layar. Di sebuah daerah pemukiman di pegunungan dekat Carúpano, seorang penjaga toko yang ramah menyediakan listrik dari generatornya (satu-satunya sumber listrik yang ada dalam radius sekian kilometer) dan juga sebuah auditorium—arena sabung ayamnya. Kemudian ia membakar petasan roket agar orang-orang yang tinggal di atas bukit akan turun. Ada 85 dari antara mereka hadir, kebanyakan mengendarai keledai. Benar-benar teater mobil yang unik!
Gladys Guerrero, di Maracaibo, mempunyai kasih sayang istimewa kepada para pengawas keliling beserta istri mereka. Sewaktu dalam dinas pengabaran bersama Gladys yang masih muda di kota Punto Fijo, Nancy Baxter, istri pengawas keliling, mengamati bahwa gadis ini memiliki kesulitan dalam berbicara. Gladys menjelaskan bahwa ini diwarisi dari pihak ayah di dalam keluarga. Meskipun ia sering diejek karenanya, ia tidak sanggup berubah. Namun ia sangat terharu ketika Saudari Baxter meluangkan waktu untuk mengajarinya cara melafalkan kata-kata tertentu dengan tepat dan cara melatihnya. ”Kesabarannya tidak percuma,” kata Gladys. ”Sekarang saya dapat berbicara dengan sepatutnya.” Orang-orang lain juga menyumbang kepada kemajuan rohani Gladys.
Dengan Percaya kepada Yehuwa, Mereka Merintis
Sekarang, terdapat lebih dari 11.000 perintis di Venezuela. Banyak dari antara mereka mulai merintis berkat anjuran yang pengasih dari orang-orang lain dalam dinas sepenuh waktu.
Pedro Barreto mendapat anjuran semacam itu. Pada tahun 1954, pengawas cabang mengundangnya beserta tiga pemuda lain untuk memasuki dinas perintis istimewa. Pedro adalah yang tertua, berusia 18 tahun. Apa yang dapat dilakukannya? ”Saya masih muda dan belum berpengalaman, dan saya tidak bisa mencuci atau menyeterika pakaian. Malahan saya tidak bisa mandi sendiri!” kata Pedro sambil tertawa. Ia baru satu tahun dibaptis. Setelah berbincang-bincang dengan pengawas cabang selama sekitar satu jam, Pedro mengambil keputusan. Keempat pemuda ini ditugaskan ke Trujillo, ibu kota dari negara bagian dengan nama yang sama. Masyarakatnya, khususnya pada waktu itu, terkungkung tradisi dan sangat kuat beragama. Keempat perintis ini melakukan banyak dalam membubuh dasar pekerjaan di sana. Di antara orang-orang yang kepadanya mereka mengabar terdapat beberapa pemuka masyarakat, termasuk kepala kantor pos dan hakim pengadilan di Trujillo.
Pada suatu hari di plaza utama, empat perintis berhadapan langsung dengan seorang imam Katolik yang terkenal di Venezuela karena artikel-artikelnya yang pedas, penuh fitnah, dan tidak benar di surat kabar nasional sehubungan dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Sewaktu orang-orang mulai berkumpul, imam itu mengatakan kepada orang-orang agar tidak mendengarkan apa yang hendak dikatakan para pemuda itu karena, ia menyatakan, mereka mengganggu ketertiban kota dan meresahkan setiap orang. Ia mendesak orang-orang agar mengingat bahwa iman masyarakat adalah milik Gereja Katolik. ”Saking panik dan bingungnya,” kenang Pedro, ”imam itu mengeluarkan kata-kata ancaman kepada saya dengan nada rendah dan menggunakan bahasa kotor. Maka saya mengatakan dengan suara keras kepada masyarakat, ’Apakah kalian dengar apa yang baru saja dikatakan orang ini? . . . padahal dia seorang imam!’ dan saya kemudian mengulangi beberapa kata yang dilontarkannya kepada saya. Kemudian dengan geram ia mengatakan, ’Minggir, jika tidak saya tendang kamu dari sini.’ Kemudian saya mengatakan bahwa ia tidak usah menggunakan kakinya. Kami akan pergi.”
Insiden ini sampai ke telinga hakim yang disebutkan sebelumnya. Ia memuji para perintis, dengan mengatakan bahwa ia sangat menghargai pekerjaan yang sedang mereka lakukan. Berita kebenaran yang dikabarkan oleh keempat pemuda yang berani itu berakar di Trujillo, dan menjelang tahun 1995 terdapat dua sidang di kota itu selain sidang-sidang dan kelompok-kelompok di sebagian besar kota dan desa di sekitarnya.
Arminda López, saudara perempuan Pedro, mengingat bahwa pada akhir tahun 1950-an, semasa ia merintis di San Fernando de Apure bersama tiga saudari lain, Yehuwa selalu menyediakan hal-hal yang mereka butuhkan dalam kehidupan, sebagaimana dijanjikan-Nya kepada orang-orang yang mencari dahulu Kerajaan. (Mat. 6:33) Pada suatu bulan, tunjangan perintis istimewa mereka tidak datang pada waktu yang mereka harapkan, dan uang mereka telah habis. Lemari makan mereka benar-benar kosong. Untuk melupakan perut mereka yang keroncongan, mereka memutuskan untuk tidur lebih awal. Pada pukul 10 malam, mereka mendengar seseorang mengetuk pintu depan. Setelah mengintip lewat jendela, mereka melihat seorang pria yang kepadanya mereka memberikan pengajaran Alkitab. Ia minta maaf karena datang malam-malam namun ia mengatakan bahwa ia baru saja pulang dari bepergian dan membawakan oleh-oleh yang ia pikir dapat mereka gunakan—sekardus penuh buah-buahan, sayuran, dan bahan makanan lainnya! Mereka tidak jadi tidur lebih awal, dan tiba-tiba semua sibuk di dapur. ”Pastilah Yehuwa yang menggerakkan pria itu untuk datang pada malam itu,” kata Arminda, ”karena jadwal pengajaran bagi pria itu adalah keesokan harinya dan ia bisa saja menunggu kami datang.” Arminda masih melayani sebagai perintis biasa, sekarang di Cabimas.
Di antara para perintis yang bergairah, hampir tidak ada problem yang tampaknya terlalu berat. Usia, kesehatan yang buruk, atau anggota keluarga yang menentang tidak selalu merupakan rintangan yang tak tertanggulangi. Meskipun kaum muda pasti terwakili dalam barisan perintis—pada awal tahun 1995 terdapat 55 perintis biasa berusia antara 12 hingga 15 tahun—ini sama sekali bukan berarti bahwa mereka memonopoli corak dinas ini. Banyak saudari yang suaminya bukan Saksi bangun pada dini hari untuk mempersiapkan makanan dan mengurus anak-anak serta pekerjaan rumah tangga, supaya ia dapat menghadiri pemusatan dinas pengabaran setiap hari dan memimpin pengajaran Alkitab tanpa mengabaikan tanggung jawabnya sebagai seorang istri.
Juga, saudara-saudara yang telah menikah dan mempunyai keluarga mengatur aktivitas mereka dengan efisien dan berhasil memenuhi jadwal sebagai perintis. David González mulai meniti karier merintisnya sejak ia masih muda dan lajang pada tahun 1968. Kemudian, ia melayani sebagai perintis istimewa bersama istrinya, Blanca, hingga anak-anak mereka lahir. Sekarang ia dan istrinya serta seorang putrinya melayani sebagai perintis biasa. Selain memikul tanggung jawab atas ketiga anaknya, ia seorang penatua dan dengan tetap tentu melayani sebagai pengawas wilayah pengganti. Bagaimana mungkin? Ia mengatakan bahwa ia dapat melakukannya dengan mengorbankan perkara-perkara materi tambahan yang tidak penting dan dengan memiliki jadwal yang baik. Ia juga mendapat kerja sama yang penuh dari istrinya.
Selain itu, ada juga mereka yang berada pada usia senja dan yang keadaannya telah berubah dan yang sekarang dapat berpikir untuk memasuki dinas perintis. Mereka ini mencakup orang-tua yang anak-anaknya telah dewasa dan orang-orang lain yang telah pensiun dari pekerjaan duniawi. Ada juga yang seperti Elisabeth Fassbender. Elisabeth, lahir pada tahun 1914, dibaptis di Jerman seusai perang sebelum ia berimigrasi ke Venezuela pada tahun 1953 bersama suaminya yang tidak seiman. Selama 32 tahun, ia menanggung tentangan sengit hingga kematian suaminya pada tahun 1982. Pada usia 72 tahun, dengan kesempatan yang terbuka lebar untuk melayani Yehuwa lebih sepenuhnya, Elisabeth mewujudkan ambisinya sejak dulu dengan mendaftar sebagai perintis biasa.
Satu hal yang tidak diragukan turut menciptakan semangat merintis yang sukses di Venezuela adalah tidak adanya cara hidup yang materialistis di antara mayoritas saudara-saudara. Kebanyakan dari mereka tidak terjerat dalam perjuangan yang tak habis-habisnya untuk melengkapi rumahnya dengan barang-barang mewah atau untuk mencari uang demi liburan yang mahal. Tanpa ikatan finansial tambahan, sebagian besar dari umat Yehuwa mendapati bahwa hak istimewa merintis memang terjangkau.
Suatu Ladang yang Subur sedang Dipupuk
Masyarakat Venezuela secara keseluruhan adalah orang-orang yang toleran, penuh respek terhadap Alkitab; dan dengan sangat sedikit pengecualian, mereka mengaku percaya kepada Allah. Tangan besi Gereja Katolik selama bertahun-tahun telah melemah, dan banyak anggota paroki yang tulus namun tidak bahagia sedang mencari ke tempat lain untuk memuaskan kebutuhan rohaninya. Keterlibatan gereja dalam politik dan kasus-kasus perbuatan salah para imam secara perorangan yang tersingkap dari waktu ke waktu melemahkan kepercayaan orang kepada gereja.
Tidak diragukan semua faktor ini turut membuat relatif mudah untuk memulai pengajaran Alkitab di sini. Sampai bulan Agustus 1995, ke-71.709 Saksi-Saksi dari Yehuwa di Venezuela sedang memimpin lebih dari 110.000 pengajaran Alkitab di rumah. Tidak sulit bagi seorang penyiar yang tetap tentu mengabar dan bersungguh-sungguh membuat tindak lanjut atas orang-orang berminat untuk memulai pengajaran Alkitab yang progresif. Secara umum, siswa-siswa bersedia menghadiri perhimpunan dan cepat menyesuaikan diri dengan persyaratan Yehuwa yang adil-benar.
Pada tahun 1936, hanya terdapat dua pemberita kabar baik yang melaporkan kegiatan di Venezuela. Pada tahun 1980, jumlah penyiar adalah 15.025. Lima belas tahun kemudian, total pemberita Kerajaan melebihi 71.000. Pada tahun 1980, hanya ada 186 sidang di seluruh negeri. Sekarang, ada 937 sidang. Dan jumlah orang yang mengasihi dan melayani Yehuwa terus bertambah.
Waktu untuk Membangun
Dengan perkembangan luar biasa dalam jumlah penyiar pada tahun-tahun belakangan ini, banyak Balai Kerajaan tidak memiliki cukup ruang untuk menampung orang-orang yang datang berhimpun. Harga tanah, terutama di kawasan pusat kota, benar-benar tidak terjangkau. Di Caracas, yang sekarang ini memiliki 140 sidang dan harga tanah sangat tinggi, merupakan hal yang umum bila sebanyak lima sidang besar dengan jumlah hadirin yang berlimpah ruah menggunakan fasilitas yang sama. Pada hari Minggu, terdapat suatu pemandangan menarik bagi para tetangga sewaktu satu sidang selesai mengadakan perhimpunan dan sidang lain masuk, disertai begitu banyak jabat tangan dan peluk cium seraya saudara-saudari saling menyapa. Banyak yang harus berdiri sepanjang perhimpunan, dan ventilasi sering kali tidak memadai. Terdapat kebutuhan besar untuk memiliki lebih banyak Balai Kerajaan, dan dengan bantuan dari Dana Balai Kerajaan pusat di Venezuela, upaya-upaya dimulai untuk memenuhi kebutuhan ini.
Meskipun sumber daya terbatas, sambutan yang murah hati dari saudara-saudara memungkinkan dibangunnya Balai Kebaktian Venezuela yang pertama, di Cúa, Negara Bagian Miranda. Dyah Yazbek, yang melayani dalam panitia konstruksi, menceritakan beberapa perincian. ”Konstruksi balai di Cúa menghadapi beberapa problem setelah tahun pertama ketika, kerangka telah didirikan dan masih banyak pekerjaan yang tertunda, kami kekurangan dana. Pada tanggal 12 Oktober 1982, kami mengadakan rapat dengan para penatua dan pelayan sidang setempat dan mengemukakan situasinya kepada mereka serta mengimbau mereka untuk selanjutnya menyatakan hal ini kepada saudara-saudara di sidang. Hasilnya adalah bahwa tiga bulan kemudian, lebih dari yang diharapkan, 1,5 juta bolivar disumbangkan—jumlah yang luar biasa tinggi pada waktu itu. Ini memungkinkan kami untuk menyelesaikan proyek ini, termasuk AC dan tempat duduk yang nyaman. Balai ini telah menjadi berkat besar bagi ke-11 wilayah yang kini menggunakannya.” Venezuela sekarang telah memiliki dua Balai Kebaktian, yang satu lagi ada di Campo Elías, Negara Bagian Yaracuy.
Fasilitas Kantor Cabang yang Lebih Baik
Sebuah panitia terdiri dari enam saudara yang matang sekarang memimpin pekerjaan yang dilakukan oleh kantor cabang. Mereka adalah Teodoro Griesinger, Keith West, Stefan Johansson (sekarang koordinator Panitia Cabang), Eduardo Blackwood (yang juga melayani sebagai salah satu dari keempat pengawas distrik), Dyah Yazbek (perintis biasa dan pria yang berkeluarga), dan Rafael Pérez (pengawas wilayah).
Seraya pekerjaan pengabaran telah berkembang, juga dipandang perlu untuk memperluas fasilitas kantor cabang. Ketika Saudara Knorr dan Saudara Henschel mengunjungi Venezuela pada bulan November 1953, Saudara Knorr menyatakan bahwa sebaiknya Lembaga membeli tanah sendiri untuk rumah utusan injil dan kantor cabang. Maka sebuah rumah besar yang baru dan bertingkat dua di kawasan pemukiman yang tenang di Las Acacias, Caracas dibeli. Kantor cabang dan keluarga utusan injil pindah ke Quinta Luz pada bulan September 1954, dan kantor cabang beroperasi dari sana selama 22 tahun.
Sewaktu jumlah penyiar Kerajaan telah berkembang menjadi lebih dari 13.000, kantor cabang pindah lagi ke fasilitas yang baru—kali ini di kota La Victoria yang dekat, di Negara Bagian Aragua. Kompleks baru yang indah ini tampaknya sangat besar dibandingkan dengan kantor cabang sebelumnya, dan sukar bagi beberapa orang untuk membayangkan bahwa fasilitas itu bakal digunakan secara maksimal. Namun, pada tahun 1985, sebuah bagian baru dirampungkan dan ditahbiskan karena bagian sebelumnya sudah terlalu kecil.
Dalam beberapa tahun, kantor cabang sekali lagi menjadi terlalu sempit, dan pada tahun 1989, 14 hektar tanah bangunan yang bagus dibeli untuk membangun fasilitas cabang yang baru. Pekerjaan pendahuluan sudah dilakukan, dan diharapkan agar fasilitas yang baru ini dirampungkan dalam waktu dekat.
”Hendaklah Siapa Pun yang Haus Datang”
Ketika rasul Yohanes hampir menyelesaikan penulisan kitab Penyingkapan, Yesus Kristus memandang perlu agar ia menyertakan kata-kata ini, ”Roh dan pengantin perempuan terus mengatakan, ’Marilah!’ Dan hendaklah siapa pun yang mendengar mengatakan, ’Marilah!’ Dan hendaklah siapa pun yang haus datang; dan hendaklah siapa pun yang ingin, mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma.” (Pny. 22:17) Undangan yang murah hati itu telah diulurkan kepada masyarakat Venezuela selama kira-kira 70 tahun hingga sekarang. Dengan intensitas yang lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya, undangan itu menjangkau segala penjuru negeri itu—dengan hasil-hasil yang baik.
Meningkatnya kejahatan tidaklah memperlambat pekerjaan. Hampir tanpa kecuali, rumah dan apartemen memasang palang besi di pintu masuk, kadang-kadang memamerkan rantai tebal atau gembok besar. Penodongan, bahkan di siang bolong, merupakan bahaya yang senantiasa mengancam. Caraqueños (para penduduk Caracas) khususnya sangat waspada untuk tidak mengenakan perhiasan emas atau arloji mahal bila sedang berada di jalanan. Wisatawan yang tidak waspada sering kali menjadi sasaran para penodong. Sewaktu mengabar di daerah-daerah kumuh di kota, saudara-saudara kita harus sangat hati-hati. Pada umumnya, Saksi-Saksi Yehuwa dihormati. Akan tetapi, sekelompok penyiar pernah ditodong dengan pistol dan disuruh menyerahkan arloji, uang, dan perhiasan. Namun gairah saudara-saudara kita di daerah yang berbahaya ini tidak terpengaruh, dan kesaksian yang saksama sedang diberikan.
Kesabaran dan kegigihan dalam memberitakan kabar baik telah mendatangkan manfaat bagi segala lapisan masyarakat. Seorang insinyur dan keluarganya di Maracaibo telah menolak dengan tegas upaya tetangga Saksinya yang ramah untuk membahas Alkitab bersama mereka, dan selama 14 tahun, percakapan di antara kedua keluarga ini tidak lebih dari sekadar sapaan sopan. Kemudian pada suatu hari, pada tahun 1986, anak lelaki berusia lima tahun dari Saksi-Saksi itu berbicara dari balik pagar kepada gadis cilik tetangganya. Sewaktu mengakhiri percakapannya, anak lelaki ini mengatakan, ”Jika ayah saya memberi buku Penciptaan kepada ayahmu, ia akan memahami bahwa Yehuwalah yang menciptakan kita.” Keesokan paginya, merasa bahwa Yehuwa mungkin ingin agar ia mencoba lagi mengunjungi tetangganya, sang ayah pergi ke sebelah dan menceritakan percakapan anak-anak mereka. ”Jadi atas nama anak saya,” katanya, ”saya senang apabila Anda bersedia menerima buku Penciptaan ini sebagai hadiah.” Di luar dugaan saudara ini, dua hari kemudian suami-istri ini datang ke rumah Saksi-Saksi meminta maaf atas sikap mereka yang tidak terpuji selama ini dan menyatakan penghargaan mereka akan buku yang bagus tersebut. Sebuah pengajaran Alkitab dimulai, dan sekarang suami-istri dan kedua anak mereka yang sudah besar adalah Saksi-Saksi yang berbakti dan dibaptis dari Yehuwa.
Di Barquisimeto, Ana selalu mengusir Saksi-Saksi bila mereka mengunjungi rumahnya. Ia adalah penganut kultus María Lionza, dan sebagai anggotanya, ia terlibat dalam praktek-praktek spiritisme. Namun ia sangat ingin terbebas dari semua ini yang membuatnya terbelenggu. Ia berdoa kepada Allah untuk membantunya mengubah jalan hidupnya. Segera setelah itu, salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa, Esther Germanos, mengunjungi rumahnya. Ana tidak habis pikir apakah ada hubungannya antara doanya dan kunjungan dari Saksi ini. Ia menerima pengajaran Alkitab secara tetap tentu, mulai menghadiri perhimpunan, dan tidak lama kemudian meminta orang-orang yang menyewa rumahnya untuk pindah karena mereka amoral, membersihkan rumahnya dari segala objek yang berhubungan dengan spiritisme, membaktikan kehidupannya kepada Yehuwa pada tahun 1986, dan akhirnya mengalami kemerdekaan yang hanya dimungkinkan oleh kebenaran!
Hernán menjadi anggota kelompok yang mempraktekkan upacara spiritisme, memandang perbuatan seksual yang amoral sebagai hal yang normal, dan menenggak cukup banyak alkohol dalam upacara agama untuk ”menguatkan roh”, sebagaimana yang mereka katakan. Sewaktu ia pertama kali pergi ke Balai Kerajaan, ia mendengarkan apa yang dikatakan dan langsung pergi ke gerejanya dan memberikan khotbah yang sama. Namun setelah ia menghadiri suatu kebaktian, ia mulai memandang lebih serius apa yang dipelajarinya. Kemudian, suatu hari Minggu pada tahun 1981 ketika ia sampai di gereja, ia mendapati salah seorang yang mereka panggil ibu rohani berbusa-busa mulutnya. Orang-orang lain mengatakan kepadanya bahwa wanita itu dirasuki Setan si Iblis. Ia tidak pernah kembali lagi. Pada tahun berikutnya, ia dibaptis sebagai salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa. Ia, istrinya, dan putra tertuanya sekarang adalah perintis biasa.
Rumah tangga Martínez berada di ambang perpecahan. Terus-menerus ada ancaman untuk bercerai. Anak-anak memanfaatkan situasi itu untuk tujuan-tujuan mereka sendiri. Dalam keadaan putus asa untuk mencari kelegaan, sang istri mencari Saksi-Saksi Yehuwa yang pernah berbicara kepadanya tentang Alkitab, dan pengajaran pun dimulai tanpa sepengetahuan suaminya. Sementara itu, di tempat kerja, sekretaris sang suami memberikan kesaksian kepadanya, dan penyelenggaraan dibuat agar salah seorang penatua belajar bersamanya. Tidak lama kemudian ia memutuskan untuk membagikan kepada istrinya hal-hal yang telah dipelajari dari pelajaran Alkitabnya. Alangkah terkejutnya sang suami ketika mengetahui bahwa istrinya juga sedang belajar Alkitab bersama Saksi-Saksi Yehuwa dan menghadiri perhimpunan di Balai Kerajaan yang berbeda! Sejak saat itu, belajar Alkitab bersama-sama dan hadir di perhimpunan sekeluarga merupakan bagian yang tetap tentu dari kehidupan keluarga mereka. Keluarga itu, yang tadinya berada di ambang perpecahan, kini melayani Yehuwa dengan bahagia dan bersatu.
Beatriz selama hidupnya mendambakan pengertian akan Alkitab. Ia menikah dan, bersama suaminya, pindah ke Caracas, tempat mereka menjadi bagian dari kalangan kelas atas. Di sana, di ibu kota, ia menjalin persahabatan dengan pria lanjut usia yang telah meninggalkan keimaman, karena tidak setuju dengan ajaran dasar gereja. Pada suatu kesempatan, ia memberi tahu Beatriz, ”Satu-satunya pembaptisan yang sah adalah dibenamkan total seperti yang dipraktekkan Saksi-Saksi Yehuwa.” Bertahun-tahun kemudian, setelah bercerai dari suaminya, Beatriz menghadapi masalah pribadi yang menekan. Karena putus asa, ia berdoa kepada Allah. Suatu malam—26 Desember 1984—ia berdoa selama berjam-jam. Keesokan paginya, bel rumahnya berbunyi. Disertai perasaan marah, ia mengintip melalui lubang kecil pada pintu apartemennya dan melihat dua orang membawa tas kantor. Jengkel karena merasa terganggu, ia berseru dari balik pintu seolah-olah ia adalah pembantu, ”Nyonya tidak ada di rumah, dan saya tidak dapat membukakan pintu.” Namun sebelum mereka pergi, pasangan itu menyelipkan selebaran di bawah pintu. Beatriz memungutnya. ”Kenali Alkitab Anda”, demikian bunyinya. Kata-kata pria tua mantan imam kembali terngiang di telinganya. Mungkinkah tamu ini adalah orang-orang yang dimaksudnya, Saksi-Saksi Yehuwa? Mungkinkah kunjungan mereka ada hubungannya dengan doanya kemarin malam? Ia membuka pintu, namun mereka sudah pergi. Ia berteriak dari atas untuk meminta mereka kembali, meminta maaf atas reaksinya tadi, dan mengundang mereka masuk. Suatu pengajaran Alkitab segera dimulai, dan beberapa waktu kemudian Beatriz dibaptis sebagai salah seorang Saksi Kristen dari Yehuwa. Berbahagia karena akhirnya hasratnya telah tercapai, Beatriz sekarang menggunakan sebagian besar dari waktunya untuk membantu orang-orang lain mengenal Alkitab mereka.
Atas berkat Yehuwa, sidang-sidang berkembang pesat. Balai-Balai Kerajaan penuh sesak dan meluap. Sidang-sidang baru sedang terbentuk. Jumlah pemberita Kerajaan meluap demikian pula dengan barisan rohaniwan sepenuh waktu. Sejumlah besar hadirin Peringatan dan kebaktian menunjukkan bahwa masih ada banyak lagi yang akan bergabung dengan kita dalam menyembah Yehuwa sebelum akhir sistem ini.
Seraya Saksi-Saksi Yehuwa menggiatkan kesaksian mereka di kota, desa, dataran, dan pegunungan di Venezuela dan melihat hasil-hasil yang bagus, mereka diingatkan akan kata-kata rasul Paulus, ”Bukan dia yang menanam yang penting ataupun dia yang menyiram, melainkan Allah yang membuatnya bertumbuh.”—1 Kor. 3:7.
[Gambar penuh di hlm. 186]
[Gambar di hlm. 194]
Rubén Araujo, salah seorang Venezuela pertama yang menjadi Saksi yang terbaptis
[Gambar di hlm. 199]
Inez Burnham, Ruby Dodd (sekarang Baxter), Dixie Dodd, dan Rachel Burnham bertolak dari New York pada tahun 1949. Sebelum kapal meninggalkan dok tersebut, setiap orang merasa segalanya beres!
[Gambar di hlm. 200, 201]
Beberapa utusan injil yang telah melayani selama bertahun-tahun di ladang Venezuela: (1) Donald dan Ruby Baxter, (2) Dixie Dodd, (3) Penny Gavette, (4) Leila Proctor, (5) Ragna Ingwaldsen, (6) Mervyn dan Evelyn Ward, (7) Vin dan Pearl Chapman
[Gambar di hlm. 207]
Quinta Luz
[Gambar di hlm. 208]
Atas: Milton Henschel memberikan khotbah utama pada kebaktian di Club Las Fuentes, tahun 1958
Bawah: Nathan Knorr (kiri) disertai Teodoro Griesinger sebagai juru bahasa, tahun 1962
[Gambar di hlm. 227]
Pada tahun 1988, lebih dari 74.600 orang memadati arena adu banteng di Valencia untuk mengikuti acara khusus
[Gambar di hlm. 236]
Beberapa yang telah melayani sebagai pengawas wilayah dan distrik (bersama istri mereka): (1) Keith dan Lois West, (2) Alberto dan Zulay González, (3) Casimiro Zyto, (4) Lester dan Nancy Baxter, (5) Rodney dan Eloise Proctor, (6) Remigio Afonso
[Gambar di hlm. 244]
Beberapa dari antara mereka yang cukup lama berada dalam dinas perintis: (1) Dilia de Gonzáles, (2) Emilio dan Esther Germanos, (3) Rita Payne, (4) Ángel Maria Granadillo, (5) Nayibe de Linares, (6) Irma Fernández, (7) José Ramon Gomez
[Gambar di hlm. 252]
Atas: Kantor cabang di La Victoria
Panitia Cabang (dari kiri ke kanan): Dyah Yazbek, Teodoro Griesinger, Stefan Johansson, Keith West, Eduardo Blackwood, dan Rafael Pérez