YUNANI
Nama ini berasal dari Grai·koiʹ, nama satu suku di Yunani barat laut. Orang Italia menerapkan nama itu (Lat., Graeci) untuk penduduk Yunani secara keseluruhan. Akhirnya, bahkan Aristoteles menggunakan istilah itu dengan cara serupa dalam tulisan-tulisannya.
Nama sebelumnya, Ionia, muncul sejak abad kedelapan SM dalam catatan-catatan Asiria yang berhuruf paku, dan juga dalam catatan-catatan sejarah Persia dan Mesir. Nama ini berasal dari nama Yawan (Ibr., Ya·wanʹ), putra Yafet dan cucu Nuh. Yawan adalah leluhur bangsa-bangsa Yafetik masa awal di Yunani dan pulau-pulau sekitarnya, dan tampaknya juga mencakup penduduk awal Siprus, daerah-daerah bagian selatan Italia, Sisilia, dan Spanyol.—Kej 10:1, 2, 4, 5; 1Taw 1:4, 5, 7; lihat ELISYA; KITIM; YAWAN.
Meskipun ”Ionia” sekarang secara geografis memaksudkan laut di antara Italia selatan dan Yunani selatan, termasuk rangkaian pulau di sepanjang pesisir barat Yunani, nama tersebut pernah memaksudkan daerah yang lebih luas yang lebih selaras dengan penggunaan ”Yawan” dalam Kitab-Kitab Ibrani. Nabi Yesaya, pada abad kedelapan SM, menyebutkan masa manakala orang-orang Yehuda buangan yang telah kembali akan diutus kepada bangsa-bangsa yang jauh, termasuk ke ”Tubal dan Yawan, pulau-pulau yang jauh sekali”.—Yes 66:19.
Dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen, negeri ini disebut Hel·lasʹ (”Yunani”, Kis 20:2), dan penduduknya, Helʹle·nes. Orang Yunani sendiri telah menggunakan nama-nama tersebut sejak beberapa abad sebelum Tarikh Masehi dan terus menggunakannya. ”Hellas” mungkin ada kaitannya dengan ”Elisya”, salah seorang putra Yawan. (Kej 10:4) Nama Akhaya juga memaksudkan Yunani tengah dan selatan setelah ditaklukkan oleh Roma pada tahun 146 SM.
Negeri dan Ciri-cirinya. Yunani terdapat di bagian selatan Sem. Balkan yang bergunung-gunung dan pulau-pulau di dekatnya, dengan L. Ionia di sebelah barat dan L. Aegea di sebelah timur. Di sebelah selatan terdapat L. Tengah. Batas utara tidak dapat dipastikan, teristimewa karena pada periode-periode sebelumnya keturunan Yawan di Yunani tidak bersatu menjadi suatu bangsa tersendiri. Akan tetapi, pada masa belakangan ”Yunani” telah mencakup wilayah Iliria, yang berbatasan dengan pesisir Adriatik, dan wilayah Makedonia. Sesungguhnya, orang Makedonia mungkin berasal dari keluarga yang sama dengan orang-orang yang belakangan disebut orang Yunani.
Seperti sekarang, negeri ini pada zaman dahulu tidak rata dan berbatu-batu; tiga perempat wilayahnya terdiri dari gunung batu kapur yang kasar. Lereng-lereng gunungnya ditutupi hutan lebat. Langkanya dataran dan lembah yang subur, serta keadaan tanahnya yang berbatu-batu sangat mengurangi potensi pertanian negeri ini. Akan tetapi, iklimnya yang sedang cocok untuk pertumbuhan zaitun dan anggur. Hasil bumi lainnya adalah barli, gandum, apel, ara, dan delima. Kawanan domba dan kambing merumput di daerah yang tidak digarap. Selain itu, terdapat beberapa kandungan mineral—perak, seng, tembaga, timbal—dan gunung-gunungnya menyediakan banyak sekali marmer halus. Dalam nubuat Yehezkiel (27:1-3, 13), Yawan termasuk di antara bangsa-bangsa yang berdagang dengan Tirus dan ”barang tembaga” tercantum di antara barang-barang yang diperdagangkan.
Keuntungan maritim. Perjalanan darat lambat dan sulit karena banyaknya gunung. Pada musim dingin, kereta-kereta yang dihela oleh binatang mudah terjebak dalam lumpur. Jadi, laut merupakan sarana terbaik untuk transportasi dan komunikasi orang Yunani. Garis pantai yang panjang dan bergerigi, dengan lekukan-lekukan dalam karena teluk-teluk, memungkinkan adanya banyak sekali pelabuhan dan naungan bagi kapal-kapal. Karena ada beberapa teluk yang menjorok sangat jauh ke dalam, beberapa tempat dalam batas-batasnya pada zaman dahulu terletak lebih dari 60 km dari laut. Bagian selatan daratan utama Yunani, yang disebut Peloponesus, hampir-hampir dapat disebut sebagai pulau. Hanya ada sebidang tanah sempit, di antara Tel. Saronik dan Tel. Korintus, yang menghubungkan Peloponesus dengan Yunani tengah. (Dewasa ini, Kanal Korintus memotong tanah genting itu sepanjang kira-kira 6 km tanpa pintu air, sehingga bagian itu benar-benar terpisah.)
Keturunan Yawan di Yunani pada awalnya menjadi bangsa pelaut. Tumit ”sepatu bot” Italia berada hanya kira-kira 160 km di seberang Sel. Otranto dari Yunani barat laut. Di sebelah timur, berbagai arsipelago (rangkaian pulau yang terbentuk oleh pegunungan bawah laut yang puncak-puncaknya menonjol di atas permukaan laut) menjadi batu-batu loncatan raksasa melintasi L. Aegea ke Asia Kecil. Di sudut timur laut L. Aegea, sebuah lintasan sempit, Sel. Helespontus (disebut juga Sel. Dardanela), mengarah ke L. Marmara dan kemudian melewati Sel. Bosporus menuju L. Hitam. Selain itu, dengan berlayar di sepanjang pesisir selatan Asia Kecil, kapal-kapal Yunani masa awal mengadakan perjalanan menuju pantai Siria dan Palestina. Sebuah kapal dapat menempuh jarak hingga 100 km sewaktu hari terang. Oleh karena itu, pengiriman surat Paulus kepada jemaat di Tesalonika, Makedonia, yang tampaknya ditulis di Korintus, mungkin memakan waktu seminggu atau lebih, bergantung pada kondisi cuaca (dan jumlah pelabuhan yang disinggahi di sepanjang pelayaran).
Pengaruh dan permukiman orang Yunani sama sekali tidak terbatas di daratan utama Yunani. Pulau-pulau yang banyak jumlahnya di L. Ionia dan L. Aegea dianggap bagian dari Yunani seperti halnya daratan utama. Italia bagian selatan dan Sisilia termasuk apa yang disebut Hellas Besar atau, dalam bahasa Latin, Graecia Magna. Bukti sejarah menunjukkan bahwa keturunan Yawan di Yunani memelihara kontak dan hubungan dagang dengan keturunan Yawan di Tarsyis (Spanyol), jauh mengungguli orang Fenisia. Hubungan serupa terjalin antara orang Yunani dan keturunan Yawan di Siprus.
Asal Usul Suku-Suku Yunani. Para sejarawan modern menyajikan berbagai gagasan tentang asal usul suku-suku Yunani dan bagaimana mereka tiba di daerah itu. Pandangan populer tentang ”serbuan” silih berganti oleh suku-suku di sebelah utara sebagian besar didasarkan atas mitos Yunani dan rekaan arkeologis. Sejarah sekuler Yunani sebenarnya baru dimulai kira-kira pada abad kedelapan SM (Olimpiade pertama diselenggarakan pada tahun 776 SM), dan catatan yang saling berkaitan baru ada sejak abad kelima SM. Air Bah sudah berlalu berabad-abad sebelumnya, demikian juga dengan tercerai-berainya keluarga-keluarga manusia karena dikacaukannya bahasa umat manusia di Babel. (Kej 11:1-9) Selama abad-abad ini, kelompok-kelompok lain mungkin menyusup ke dalam keturunan asli Yawan dan putra-putranya, tetapi selama periode sebelum milenium pertama SM, hanya ada teori-teori yang diragukan nilainya.
Suku-suku utama Yunani. Suku-suku utama di Yunani antara lain: Akhaya di Tesali, Peloponesus tengah, dan Beosia; Aeolia di bagian timur Yunani tengah dan bagian barat laut Asia Kecil yang disebut Aeolia, serta pulau-pulau di dekatnya; Doria di bagian timur Peloponesus, kepulauan selatan L. Aegea, dan bagian barat daya Asia Kecil; dan Ionia di Atika, P. Eubea, kepulauan di bagian tengah L. Aegea, dan pesisir barat Asia Kecil. Akan tetapi, hubungan antara suku-suku ini dan orang Makedonia pada periode-periode sebelumnya tidak dapat dipastikan.
Tradisi Patriarkat dan Negara-Kota. Suku-suku berbahasa Yunani cukup independen, dan bahkan dalam suku-suku itu, berbagai negara-kota yang berkembang juga cukup independen. Hal ini turut dipengaruhi oleh ciri-ciri geografis. Banyak orang Yunani tinggal di pulau, tetapi di daratan utama, mayoritas tinggal di lembah-lembah kecil yang dikelilingi pegunungan. Mengenai struktur sosial mereka pada masa awal, The Encyclopedia Americana menyajikan pandangan ini, ”Unit sosial yang fundamental adalah rumah tangga patriarkat. . . . Tradisi patriarkat sangat berurat berakar dalam budaya Yunani, yakni warga negara yang aktif dalam sebuah negara-kota (polis) hanyalah pria-pria dewasa. Keluarga patriarkat tercakup dalam serangkaian lingkaran kekerabatan yang berkembang secara berurutan dari kaum (genos) ke fratri [atau kelompok keluarga] kemudian suku.” (1956, Jil. XIII, hlm. 377) Hal ini benar-benar selaras dengan penyelenggaraan patriarkat pasca-Air Bah yang diuraikan di buku Kejadian dalam Alkitab.
Pola di Yunani agak mirip dengan pola di Kanaan; di sana berbagai suku (keturunan Kanaan) membentuk kerajaan-kerajaan kecil, sering kali berpusat di kota tertentu. Negara-kota Yunani disebut poʹlis. Istilah ini tampaknya mula-mula digunakan untuk akropolis, atau tempat tinggi berbenteng, yang di sekitarnya berkembang permukiman-permukiman. Belakangan, istilah ini memaksudkan seluruh daerah tersebut dan warga negara yang membentuk negara-kota itu. Kebanyakan negara-kota di Yunani tidaklah besar, biasanya dihuni kurang dari 10.000 warga (ditambah wanita, budak, dan anak-anak). Selama kejayaannya, pada abad kelima SM, Athena konon hanya memiliki kira-kira 43.000 warga pria. Sparta hanya memiliki kira-kira 5.000. Seperti kerajaan-kerajaan kecil orang Kanaan, berbagai negara-kota di Yunani adakalanya bersekutu dan juga saling berperang. Negeri itu terus terbagi-bagi secara politik hingga zaman Filipus (II) dari Makedon.
Eksperimen-Eksperimen Demokratis. Meskipun metode pemerintahan di kebanyakan negara-kota di Yunani tidak banyak diketahui, dan hanya metode pemerintahan di Athena dan Sparta yang cukup dikenal, tampaknya pemerintahan mereka banyak berbeda dengan pemerintahan di Kanaan, Mesopotamia, atau Mesir. Setidaknya selama apa yang secara sekuler disebut periode sejarah, berbagai negara-kota di Yunani tidak memiliki raja, tetapi sebagai gantinya ada para pejabat, dewan-dewan, dan sebuah majelis warga (ek·kle·siʹa). Athena bereksperimen dengan pemerintahan demokratis langsung (kata ”demokrasi” berasal dari kata Yunani deʹmos, artinya ”rakyat”, dan kraʹtos, artinya ”pemerintahan”). Dalam penyelenggaraan ini, seluruh warga membentuk badan legislatif, memiliki hak suara dan hak memilih dalam majelis tersebut. Akan tetapi, yang disebut ”warga” hanyalah minoritas, karena kaum wanita, penduduk yang lahir di negeri asing, dan para budak tidak memiliki hak kewarganegaraan. Di banyak negara-kota, jumlah budak diperkirakan mencapai sepertiga populasi, dan tidak diragukan, tenaga kerja budak memungkinkan para ”warga” memiliki waktu luang yang dibutuhkan untuk ambil bagian dalam majelis politik. Patut diperhatikan bahwa catatan paling awal tentang Yunani dalam Kitab-Kitab Ibrani, kira-kira pada abad kesembilan SM, menyebutkan tentang orang Yehuda yang dijual oleh Tirus, Sidon, dan Filistia sebagai budak kepada ”putra-putra orang Yunani [harfiah, ”keturunan Yawan” atau ”orang Ionia”]”.—Yl 3:4-6.
Manufaktur dan Perdagangan. Selain kegiatan utama berupa pertanian, orang Yunani menghasilkan dan mengekspor banyak produk manufaktur. Vas Yunani terkenal di seluruh daerah L. Tengah; barang-barang dari perak dan emas serta kain wol juga penting. Ada banyak toko kecil yang mandiri milik para perajin, yang dibantu oleh beberapa pekerja, budak atau orang merdeka. Di kota Korintus di Yunani, rasul Paulus bergabung dengan Akuila dan Priskila dalam usaha pembuatan kemah, tampaknya menggunakan kain dari bulu kambing, yang banyak tersedia di Yunani. (Kis 18:1-4) Korintus menjadi pusat niaga karena letaknya yang strategis di dekat Tel. Korintus dan Tel. Saronik. Kota-kota niaga utama lainnya adalah Athena dan Aegina.
Budaya dan Seni Yunani. Pendidikan Yunani hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki, dan tujuan utamanya adalah menghasilkan ”warga yang baik”. Tetapi setiap negara-kota memiliki konsepnya sendiri tentang warga yang baik. Di Sparta, pendidikan hampir seluruhnya berupa pelatihan jasmani (kontraskan dengan nasihat Paulus kepada Timotius di 1Tim 4:8), anak-anak lelaki diambil dari orang tuanya pada usia 7 tahun dan ditempatkan di barak-barak hingga usia 30 tahun. Di Athena, yang akhirnya lebih diutamakan adalah kesusastraan, matematika, dan seni. Seorang budak yang dipercaya, disebut pai·da·go·gosʹ, menemani sang anak ke sekolah, tempat pelatihan dimulai pada usia enam tahun. (Perhatikan bagaimana Paulus membandingkan Hukum Musa dengan seorang pai·da·go·gosʹ di Gal 3:23-25; lihat PEMBIMBING.) Puisi sangat populer di Athena, dan murid-murid diharuskan menghafal banyak puisi. Meskipun Paulus menempuh pendidikan di Tarsus, Kilikia, ia menggunakan kutipan puisi singkat untuk menyampaikan beritanya di Athena. (Kis 17:22, 28) Drama, baik tragedi maupun komedi, menjadi populer.
Filsafat dianggap sangat penting di Athena, dan belakangan, di seluruh Yunani. Kelompok-kelompok filsafat utama antara lain ialah kaum Sofis, yang menganggap kebenaran sebagai soal opini pribadi; pandangan ini (mirip pandangan orang Hindu) ditentang oleh filsuf-filsuf Yunani kenamaan seperti Sokrates dan muridnya, Plato, serta Aristoteles, murid Plato. Filsafat-filsafat lain berhubungan dengan sumber kebahagiaan yang fundamental. Golongan Stoa berpendapat bahwa kebahagiaan diperoleh dengan hidup menurut penalaran dan hanya itulah hal yang penting. Golongan Epikuros percaya bahwa kesenangan adalah sumber sejati kebahagiaan. (Kontraskan dengan pernyataan Paulus kepada jemaat di Korintus di 1Kor 15:32.) Para filsuf dari dua aliran yang disebutkan belakangan ini termasuk di antara orang-orang yang bercakap-cakap dengan Paulus di Athena, yang kemudian membawanya ke Areopagus untuk dengar pendapat. (Kis 17:18, 19) Aliran filsafat lain adalah dari kaum Skeptik yang berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada yang penting dalam kehidupan.
Sebagai bangsa, setidaknya pada periode-periode belakangan, orang Yunani memperlihatkan sifat ingin tahu dan suka membahas serta membincangkan hal-hal yang baru. (Kis 17:21) Mereka berupaya memecahkan beberapa pertanyaan utama tentang kehidupan dan alam semesta melalui logika (dan spekulasi) manusia. Itu sebabnya orang Yunani menganggap diri sebagai cendekiawan di dunia zaman dahulu. Surat pertama Paulus kepada jemaat di Korintus menaruh hikmat dan kecerdasan manusia tersebut pada tempatnya, sewaktu ia antara lain mengatakan, ”Jika seseorang di antara kamu berpikir bahwa ia berhikmat dalam sistem ini, biarlah ia menjadi orang bodoh, agar ia menjadi berhikmat. . . . ’Yehuwa tahu bahwa pertimbangan orang-orang berhikmat itu sia-sia.’” (1Kor 1:17-31; 2:4-13; 3:18-20) Terlepas dari semua debat dan penyelidikan filsafat tersebut, tulisan-tulisan mereka memperlihatkan tidak adanya dasar yang sejati untuk memiliki harapan. Seperti ditandaskan Profesor J. R. S. Sterrett dan Profesor Samuel Angus, ”Tidak ada karya lain yang memuat lebih banyak ratapan yang mengenaskan tentang suramnya kehidupan, berlalunya kasih, tipu daya harapan, dan bengisnya kematian.”—Funk and Wagnalls New Standard Bible Dictionary, 1936, hlm. 313.
Agama Yunani. Pengetahuan paling awal tentang agama Yunani diperoleh melalui puisi epik Homerus. Para sejarawan memperkirakan bahwa dua puisi epik, Iliad dan Odyssey, adalah karyanya. Bagian-bagian papirus tertua yang berisi puisi-puisi ini diyakini berasal dari suatu waktu sebelum tahun 150 SM. Menurut George G. A. Murray, seorang profesor dalam bidang Yunani, teks-teks awal ini ”sangat berbeda dengan vulgata kita”, yakni dari teks yang telah diterima umum pada abad-abad belakangan. (Encyclopædia Britannica, 1942, Jil. 11, hlm. 689) Jadi, berbeda dengan Alkitab, integritas teks-teks Homerus tidak dilestarikan, tetapi sangat mudah berubah-ubah, seperti diperlihatkan oleh Profesor Murray. Puisi-puisi karya Homerus bercerita tentang pahlawan-pahlawan dan dewa-dewi yang sangat mirip manusia.
Ada bukti pengaruh Babilonia atas agama Yunani. Sebuah fabel Yunani kuno nyaris merupakan terjemahan harfiah dari dongeng asli Akad.
Pujangga lain, Hesiodus, mungkin dari abad kedelapan SM, dianggap berperan dalam menyusun mitos dan legenda Yunani yang sangat banyak itu secara sistematis. Bersama puisi-puisi Homerus, Theogony karya Hesiodus menjadi tulisan-tulisan suci, atau teologi, utama orang Yunani.
Sewaktu membahas mitos Yunani, menarik untuk melihat bagaimana Alkitab menjelaskan apa yang tampaknya atau bahkan kemungkinan besar adalah asal usulnya. Seperti diperlihatkan oleh Kejadian 6:1-13, sebelum Air Bah, para malaikat putra-putra Allah turun ke bumi, menjelma menjadi manusia, dan hidup bersama dengan wanita-wanita yang menarik. Mereka menghasilkan keturunan yang disebut Nefilim, atau para Penumbang, yakni ”orang-orang yang menyebabkan orang lain jatuh”. Sebagai akibat ikatan yang tidak wajar antara makhluk roh dan manusia ini, dan ras hibrida yang dihasilkannya, bumi dipenuhi perbuatan amoral dan tindak kekerasan. (Bdk. Yud 6; 1Ptr 3:19, 20; 2Ptr 2:4, 5; lihat NEFILIM.) Seperti orang lain pada masa pasca-Air Bah, Yawan, bapak leluhur orang Yunani, pastilah mendengar kisah tentang masa dan keadaan pra-Air Bah, mungkin dari ayahnya, Yafet, yang selamat dari Air Bah. Sekarang, perhatikan apa yang disingkapkan oleh tulisan Homerus dan Hesiodus.
Dewa-dewi yang sangat banyak yang mereka lukiskan berwujud manusia dan sangat rupawan, meskipun banyak yang berperawakan raksasa dan adimanusiawi. Mereka makan, minum, tidur, berhubungan seks di antara mereka atau dengan manusia, hidup sebagai keluarga, bertengkar dan berkelahi, menggoda dan memperkosa. Meskipun dianggap suci dan tak berkematian, mereka dapat melakukan segala jenis penipuan dan kejahatan. Mereka dapat membaur di antara manusia secara kelihatan maupun tidak. Para penulis dan filsuf Yunani di kemudian hari berupaya menghilangkan beberapa tindakan yang sangat hina dari dewa-dewi tersebut dalam kisah-kisah Homerus dan Hesiodus.
Kisah-kisah ini, meskipun dalam bentuk yang sangat diperluas, ditambah-tambahi, dan simpang siur, mungkin mencerminkan kisah autentik tentang kondisi pra-Air Bah yang dicatat dalam buku Kejadian. Kesesuaian lain yang menakjubkan adalah, selain dewa-dewi utama, legenda-legenda Yunani mengisahkan pribadi-pribadi setengah dewa atau para pahlawan yang merupakan keturunan dewa dan manusia. Pribadi-pribadi setengah dewa ini memiliki kekuatan adimanusiawi tetapi dapat mati (Herkules satu-satunya di antara mereka yang dikaruniai hak istimewa meraih peri tidak berkematian). Jadi, pribadi-pribadi setengah dewa ini sangat mirip dengan Nefilim di kisah dalam buku Kejadian.
Sewaktu mengomentari kesesuaian yang mendasar ini, seorang Orientalis bernama E. A. Speiser menunjukkan bahwa tema mitos-mitos Yunani berasal dari Mesopotamia. (The World History of the Jewish People, 1964, Jil. 1, hlm. 260) Mesopotamia adalah lokasi Babilon dan juga titik asal tersebarnya umat manusia setelah bahasa mereka dikacaukan.—Kej 11:1-9.
Dewa-dewi utama Yunani konon tinggal di tempat-tempat tinggi di puncak G. Olimpus (2.917 m), yang terletak di sebelah selatan kota Berea. (Paulus berada cukup dekat lereng Olimpus sewaktu melayani orang Berea dalam perjalanan utusan injilnya yang kedua; Kis 17:10.) Dewa-dewi yang tinggal di Olimpus ini antara lain: Zeus (disebut Yupiter oleh orang Romawi; Kis 28:11), dewa langit; Hera (Yuno menurut orang Romawi), istri Zeus; Ge atau Gaea, dewi bumi, juga disebut Bunda Agung; Apolo, dewa matahari, dewa kematian mendadak, yang menembakkan panah-panah mautnya dari jauh; Artemis (Diana menurut orang Romawi), dewi perburuan; ibadat kepada Artemis yang lain sebagai dewi kesuburan sangat menonjol di Efesus (Kis 19:23-28, 34, 35); Ares (Mars menurut orang Romawi), dewa perang; Hermes (Merkuri menurut orang Romawi), dewa perjalanan, perdagangan, dan kecakapan berbicara, pembawa berita bagi dewa-dewi (di Listra, Asia Kecil, Barnabas disebut ”Zeus, tetapi Paulus mereka sebut Hermes, karena dialah yang memimpin ketika berbicara”; Kis 14:12); Afrodit (Venus menurut orang Romawi), dewi kesuburan dan cinta, dianggap sebagai ”saudara perempuan Istar, dewi orang Asiria-Babilonia, dan Astarte, dewi orang Siria-Fenisia” (Greek Mythology, karya P. Hamlyn, London, 1963, hlm. 63); dan banyak lagi dewa-dewi lain. Sebenarnya, setiap negara-kota tampaknya memiliki dewa-dewi bawahan, yang disembah menurut kebiasaan setempat.
Perayaan dan pesta olahraga. Perayaan sangat berperan dalam agama Yunani. Pertandingan atletik serta drama, upacara pengorbanan, dan doa menarik orang-orang dari tempat-tempat yang jauh, dengan demikian perayaan-perayaan ini menjadi pemersatu berbagai negara-kota yang terpisah secara politik. Perayaan-perayaan yang paling menonjol antara lain: Pesta Olahraga Olimpiade (di Olimpia), Pesta Olahraga Tanah Genting (diselenggarakan di dekat Korintus), Pesta Olahraga Pitia (di Delfi), dan Pesta Olahraga Nemea (dekat Nemea). Penyelenggaraan Pesta Olahraga Olimpiade setiap empat tahun menjadi dasar untuk menghitung Era Yunani, periode empat tahun itu masing-masing dinamakan Olimpiad.—Lihat PERMAINAN DAN PERTANDINGAN.
Peramal, astrologi, dan kuil. Peramal, yaitu medium yang melaluinya dewa-dewi konon menyingkapkan pengetahuan tersembunyi, memiliki banyak pengikut. Para peramal yang paling terkenal tinggal di kuil-kuil di Delos, Delfi, dan Dodona. Dengan harga tertentu, seseorang dapat memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada para peramal di sana. Jawaban itu biasanya tidak jelas dan perlu ditafsirkan oleh para imam. Di Filipi, Makedonia, seorang gadis yang memiliki ilmu ramal (yang darinya Paulus mengusir suatu hantu) ”memberi majikan-majikannya banyak keuntungan”. (Kis 16:16-19) Profesor G. Ernest Wright menelusuri astrologi modern hingga ke orang Yunani, lalu sampai ke para penenung Babilon. (Biblical Archaeology, 1962, hlm. 37) Kuil-kuil penyembuhan juga populer.
Ajaran filsafat mengenai peri tidak berkematian. Karena para filsuf Yunani berminat akan pertanyaan fundamental tentang kehidupan, pandangan mereka juga membentuk pandangan religius bangsa itu. Sokrates, dari abad kelima SM, mengajarkan tentang jiwa manusia yang tidak berkematian. Dalam Phaedo (64C, 105E), Plato mengutip percakapan Sokrates dengan dua koleganya, ”’Apakah kita menganggap kematian itu memang ada? . . . Bukankah kita percaya bahwa kematian adalah pemisahan jiwa dari tubuh, dan bahwa keadaan mati adalah terpisahnya tubuh dari jiwa dan menjadi tersendiri dan terpisahnya jiwa dari tubuh dan menjadi tersendiri? Adakah makna lain kematian?’ ’Tidak, inilah satu-satunya makna,’ katanya. ’Dan apakah jiwa tidak dapat mati?’ ’Tidak.’” Sokrates melanjutkan, ”’Jadi jiwa tidak berkematian.’ ’Ya.’” Kontraskan dengan Yehezkiel 18:4 dan Pengkhotbah 9:5, 10.
Kuil dan berhala. Untuk menghormati dewa-dewi, dibangunlah kuil-kuil yang megah, dan sebagai lambang dewa-dewi mereka, dibuatlah patung-patung marmer dan perunggu yang sangat indah. Reruntuhan beberapa kuil yang paling terkenal terdapat di Akropolis Athena dan mencakup Partenon dan Erekhteum, serta Propilea. Di kota itu juga, Paulus berbicara kepada sekelompok pendengar, mengomentari bahwa orang Athena secara mencolok takut kepada dewa-dewi, dan dengan terus terang memberi tahu mereka bahwa Pencipta langit dan bumi ”tidak tinggal di kuil-kuil buatan tangan” dan bahwa, sebagai keturunan Allah, mereka hendaknya tidak menyangka bahwa sang Pencipta ”seperti emas atau perak atau batu, seperti sesuatu yang dipahat dengan seni dan rancangan manusia”.—Kis 17:22-29.
Periode Perang Persia. Bangkitnya Imperium Media-Persia di bawah pimpinan Kores (yang menaklukkan Babilon pada tahun 539 SM) menjadi ancaman bagi Yunani. Kores telah menaklukkan Asia Kecil, termasuk koloni-koloni Yunani di sana. Pada tahun ketiga pemerintahan Kores (tampaknya sebagai penguasa Babilon), malaikat-utusan Yehuwa memberi tahu Daniel bahwa raja keempat Persia akan ”menggerakkan segala sesuatu untuk menentang kerajaan Yunani”. (Dan 10:1; 11:1, 2) Raja ketiga Persia (Darius Histaspis) mematahkan pemberontakan koloni-koloni Yunani pada tahun 499 SM dan bersiap-siap untuk menyerbu Yunani. Armada Persia yang datang menyerbu dihancurkan oleh badai pada tahun 492 SM. Kemudian, pada tahun 490, suatu pasukan besar dari Persia menyerbu Yunani tetapi dikalahkan oleh pasukan Athena yang kecil di Dataran Maraton, di sebelah timur laut Athena. Putra Darius, Xerxes, bertekad untuk membalas kekalahan ini. Sebagai ’raja keempat’ yang dinubuatkan, ia menggerakkan seluruh imperium itu untuk membentuk pasukan militer yang sangat besar dan pada tahun 480 SM ia menyeberangi Sel. Helespontus.
Meskipun beberapa negara-kota utama di Yunani kini memperlihatkan persatuan yang langka di antara mereka untuk berjuang menghentikan penyerbuan itu, pasukan Persia bergerak melewati Yunani utara dan tengah, tiba di Athena, dan membakar tempat tingginya yang berbenteng, Akropolis. Akan tetapi, di laut, orang Athena dan pendukungnya sesama orang Yunani mengungguli dan menghancurkan armada Persia (dengan orang Fenisia dan sekutunya yang lain) di Salamis. Kemenangan ini dilanjutkan dengan kekalahan orang Persia di darat, yaitu di Platea dan sekali lagi di Mikale, pesisir barat Asia Kecil, dan setelah itu pasukan Persia meninggalkan Yunani.
Keunggulan Orang Athena. Athena kini meraih tampuk pimpinan di Yunani berkat angkatan lautnya yang kuat. Periode selanjutnya, yang berlangsung hingga kira-kira tahun 431 SM, adalah ”Zaman Keemasan” Athena, manakala karya seni dan arsitektur yang paling terkenal dihasilkan. Athena mengepalai Liga Delos yang terdiri atas beberapa kota dan pulau di Yunani. Karena Liga Peloponesus, yang dikepalai Sparta, tidak senang dengan popularitas Athena, pecahlah Perang Peloponesus. Perang itu berlangsung dari tahun 431 sampai tahun 404 SM, dan orang Athena akhirnya kalah total di tangan orang Sparta. Pemerintahan Sparta yang kaku bertahan hingga kira-kira tahun 371 SM, dan kemudian Tebes meraih keunggulan. Orang Yunani memasuki periode kemerosotan politik, meskipun Athena masih menjadi pusat kebudayaan dan filsafat di kawasan L. Tengah. Akhirnya, kuasa Makedonia yang bangkit di bawah Filipus II menaklukkan Yunani pada tahun 338 SM, dan Yunani dipersatukan di bawah kendali Makedonia.
Yunani di bawah Pemerintahan Aleksander Agung. Pada abad keenam SM, Daniel telah menerima suatu penglihatan yang menubuatkan penggulingan Imperium Media-Persia oleh Yunani. Putra Filipus, Aleksander, telah dididik oleh Aristoteles dan, setelah pembunuhan Filipus, Aleksander menjadi pahlawan di mata orang-orang berbahasa Yunani. Pada tahun 334 SM, Aleksander mulai membalas serangan Persia atas kota-kota Yunani di pesisir barat Asia Kecil. Penaklukannya yang secepat kilat atas Asia Kecil, lalu Siria, Palestina, Mesir, dan seluruh Imperium Media-Persia sampai ke India menggenapi gambaran nubuat di Daniel 8:5-7, 20, 21. (Bdk. Dan 7:6.) Dengan merebut kendali atas Yehuda pada tahun 332 SM, Yunani kini menjadi kuasa dunia berikutnya, yang kelima, yang berhubungan dengan bangsa Israel—empat yang sebelumnya adalah Mesir, Asiria, Babilon, dan Media-Persia. Pada tahun 328 SM, penaklukan Aleksander selesai, dan kini bagian selanjutnya dalam penglihatan Daniel mengalami penggenapan. Aleksander mati di Babilon pada tahun 323 SM, dan sebagaimana dinubuatkan, imperiumnya kemudian terbagi menjadi empat daerah kekuasaan, tidak satu pun yang kekuatannya setara dengan imperium yang semula.—Dan 8:8, 21, 22; 11:3, 4; lihat PETA, Jil. 2, hlm. 334; ALEKSANDER No. 1.
Akan tetapi, sebelum kematiannya, Aleksander telah memperkenalkan kebudayaan dan bahasa Yunani ke seluruh wilayah kekuasaannya yang luas. Koloni-koloni Yunani didirikan di banyak negeri taklukan. Kota Aleksandria dibangun di Mesir dan menandingi Athena sebagai pusat ilmu pengetahuan. Dengan demikian, dimulailah Helenisasi (atau Yunanisasi) atas sebagian besar kawasan L. Tengah dan Timur Tengah. Bahasa Yunani sehari-hari atau Koine menjadi lingua franca, digunakan oleh orang-orang dari berbagai bangsa. Ini adalah bahasa yang digunakan oleh para pakar Yahudi di Aleksandria untuk menghasilkan terjemahan Kitab-Kitab Ibrani mereka, Septuaginta. Belakangan, Kitab-Kitab Yunani Kristen ditulis dalam bahasa Koine, dan popularitas internasional bahasa ini membantu tersebarnya kabar baik Kristen secara cepat di seluruh kawasan L. Tengah.—Lihat YUNANI, BAHASA.
Dampak Helenisasi terhadap Orang Yahudi. Sewaktu Yunani dibagi di antara jenderal-jenderal Aleksander, Yehuda menjadi negara perbatasan antara rezim Ptolemeus di Mesir dan dinasti Seleukus di Siria. Negeri itu mula-mula dikuasai Mesir, tetapi direbut oleh dinasti Seleukus pada tahun 198 SM. Sebagai upaya mempersatukan Yehuda dengan Siria dalam kebudayaan Helenik, agama, bahasa, kesusastraan, dan busana Yunani semuanya dimasyarakatkan di Yehuda.
Koloni-koloni Yunani didirikan di seluruh daerah orang Yahudi, termasuk di Samaria (kemudian disebut Sebaste), Ako (Ptolemais), dan Bet-syean (Skitopolis), serta beberapa koloni di sebelah timur S. Yordan yang didirikan di lokasi yang sebelumnya tak berpenghuni. (Lihat DEKAPOLIS.) Sebuah gimnasium dibangun di Yerusalem dan menarik minat kaum muda Yahudi. Karena pesta-pesta olahraga Yunani berkaitan dengan agama Yunani, gimnasium menyimpangkan orang Yahudi sehingga tidak berpaut pada prinsip-prinsip Alkitab. Bahkan keimaman banyak disusupi Helenisme pada periode ini. Dengan cara ini, kepercayaan-kepercayaan yang sebelumnya dianggap asing oleh orang Yahudi lambat laun berurat berakar; ini mencakup ajaran kafir mengenai jiwa manusia yang tidak berkematian dan gagasan tentang suatu tempat penyiksaan orang mati di alam baka.
Tindakan Antiokhus Epifanes menodai bait di Yerusalem (168 SM) dengan memperkenalkan ibadat kepada Zeus di sana menandai titik ekstrem Helenisasi atas orang Yahudi dan memicu Perang Makabe.
Di Aleksandria, Mesir, kota yang sektor Yahudinya cukup besar, pengaruh Helenisasi-nya juga kuat. (Lihat ALEKSANDRIA.) Beberapa orang Yahudi di Aleksandria membiarkan diri dibuai oleh popularitas filsafat Yunani. Beberapa penulis Yahudi merasa terdesak untuk mencoba menyesuaikan kepercayaan Yahudi dengan apa yang disebut ”tren modern” pada waktu itu. Mereka mencoba memperlihatkan bahwa gagasan-gagasan filsafat Yunani pada saat itu sebenarnya didahului oleh gagasan-gagasan serupa dalam Kitab-Kitab Ibrani atau bahkan berasal darinya.
Pemerintahan Romawi atas Negara-Negara Yunani. Makedonia dan Yunani (salah satu dari empat pecahan imperium Aleksander) jatuh ke tangan orang Romawi pada tahun 197 SM. Pada tahun berikutnya, jenderal Romawi memproklamirkan ”kemerdekaan” atas semua kota di Yunani. Hal ini berarti bebas dari tuntutan upeti, tetapi Roma mengharapkan kerja sama penuh untuk keinginan-keinginannya. Perasaan anti-Romawi lambat laun berkembang. Makedonia berperang melawan orang Romawi tetapi kalah lagi pada tahun 168 SM dan kira-kira 20 tahun kemudian menjadi provinsi Romawi. Di bawah pimpinan Korintus, Liga Akhaya memberontak pada tahun 146 SM, lalu pasukan dari Roma bergerak ke Yunani bagian selatan dan membinasakan Korintus. Provinsi ”Akhaya” pun dibentuk dan pada tahun 27 SM mencakup seluruh Yunani selatan dan tengah.—Kis 19:21; Rm 15:26; lihat AKHAYA.
Selama pemerintahan Romawi, Yunani mengalami kemerosotan secara politik dan ekonomi. Hanya kebudayaan Yunani yang tetap kuat dan diterima secara luas oleh orang Romawi yang berjaya. Mereka mengimpor patung dan kesusastraan Yunani dengan antusias. Bahkan ada kuil-kuil yang seluruhnya dipereteli dan dikapalkan ke Italia. Banyak pemuda Roma dididik di Athena dan pusat ilmu pengetahuan lain di Yunani. Sementara itu, Yunani lebih berkonsentrasi ke urusan dalam negeri dan berkecimpung dengan masa lalu, menyukai hal-hal yang sudah kuno.
”Hellenes” pada Abad Pertama M. Pada masa pelayanan Yesus Kristus dan rasul-rasulnya, penduduk asli Yunani atau yang memiliki asal usul Yunani masih dikenal sebagai Helʹle·nes (tunggal, Helʹlen). Orang Yunani menyebut orang non-Yunani sebagai ”orang barbar”, artinya orang asing atau orang yang berbahasa asing. Demikian juga, rasul Paulus mengontraskan ”orang Yunani” dengan ”orang Barbar” di Roma 1:14.—Lihat BARBAR, ORANG.
Akan tetapi, dalam beberapa kesempatan Paulus juga menggunakan istilah Helʹle·nes dalam pengertian yang lebih luas. Khususnya sewaktu mengontraskan dengan orang Yahudi, ia menggunakan kata Helʹle·nes, atau orang Yunani, untuk mewakili semua orang non-Yahudi. (Rm 1:16; 2:6, 9, 10; 3:9; 10:12; 1Kor 10:32; 12:13) Jadi, di 1 Korintus pasal 1 Paulus tampaknya menyejajarkan ”orang Yunani” (ayat 22) dengan ”bangsa-bangsa” (ayat 23). Pastilah hal ini dilakukan mengingat menonjolnya bahasa dan kebudayaan Yunani di seluruh Imperium Romawi. Dengan kata lain, orang Yunani ’berada di urutan pertama dalam daftar’ bangsa non-Yahudi. Akan tetapi, bukan berarti Paulus atau para penulis Kitab-Kitab Yunani Kristen lain menggunakan Helʹle·nes dengan cara yang sangat bebas sehingga Helʹlen semata-mata memaksudkan orang non-Yahudi, seperti disiratkan oleh beberapa komentator. Paulus memperlihatkan bahwa Helʹle·nes digunakan untuk mengidentifikasi bangsa tertentu, sewaktu ia, di Kolose 3:11, membedakan ”orang Yunani” dengan ”orang asing [barʹba·ros]” dan ”orang Skit”.
Selaras dengan apa yang dijelaskan di atas, pakar Yunani bernama Hans Windisch mengomentari, ”Makna ’orang non-Yahudi’ [untuk kata Helʹlen] tidak dapat dibuktikan, . . . baik dari Yudaisme yang Helenistik atau dari PB.” (Theological Dictionary of the New Testament, diedit oleh G. Kittel; penerjemah dan editor, G. Bromiley, 1971, Jil. II, hlm. 516) Namun, ia menyajikan beberapa bukti bahwa para penulis Yunani adakalanya menggunakan istilah Helʹlen untuk orang-orang dari ras lain yang menerima bahasa dan kebudayaan Yunani—orang-orang yang ”di-Helenisasi”. Jadi, sewaktu membahas istilah Helʹle·nes, atau orang Yunani, di Alkitab, dalam banyak kasus harus dipertimbangkan pula kemungkinan bahwa mereka bukan orang Yunani melalui kelahiran atau keturunan.
Wanita ”Yunani” berkebangsaan Sirofenisia yang putrinya disembuhkan oleh Yesus (Mrk 7:26-30) tampaknya dianggap sebagai keturunan Yunani dalam pengertian tersebut. ’Beberapa orang Yunani yang datang untuk beribadat’ pada Paskah dan yang ingin berbicara dengan Yesus tampaknya adalah orang Yunani yang menjadi proselit agama Yahudi. (Yoh 12:20; perhatikan pernyataan nubuat Yesus di ayat 32 mengenai ’menarik segala macam orang kepada dirinya’.) Titus dan ayah Timotius disebut Helʹlen (Kis 16:1, 3; Gal 2:3), yang mungkin memaksudkan bahwa mereka mempunyai darah Yunani. Akan tetapi, mengingat kecenderungan beberapa penulis Yunani yang menggunakan Helʹle·nes untuk memaksudkan orang non-Yunani yang berbahasa dan berkebudayaan Yunani, dan mengingat Paulus menggunakan istilah itu untuk mewakili semua orang non-Yahudi seperti disebutkan di atas, ada kemungkinan bahwa orang-orang ini adalah orang Yunani dalam pengertian yang kedua. Meskipun demikian, fakta bahwa wanita Yunani itu ada di Sirofenisia, atau bahwa ayah Timotius tinggal di Listra, Asia Kecil, atau bahwa Titus tampaknya pernah tinggal di Antiokhia di Siria, tidak membuktikan bahwa mereka bukan etnik Yunani atau keturunan Yunani—karena imigran dan penduduk koloni Yunani terdapat di semua kawasan ini.
Sewaktu Yesus memberi tahu sekelompok orang bahwa ia hendak ’pergi kepada dia yang telah mengutusnya’ dan bahwa ”kamu tidak dapat datang ke tempat aku [kelak] berada”, orang-orang Yahudi berkata satu sama lain, ”Ke mana orang ini berniat pergi, sehingga kita tidak akan menemukan dia? Ia tidak berniat pergi kepada orang-orang Yahudi yang tersebar di antara orang-orang Yunani dan mengajar orang-orang Yunani, bukan?” (Yoh 7:32-36) Pernyataan ”orang-orang Yahudi yang tersebar di antara orang-orang Yunani” tampaknya memiliki makna harfiah—bukan orang Yahudi yang tinggal di Babilon melainkan yang tersebar di kota-kota di Yunani dan negeri-negeri yang jauh ke arah barat. Kisah-kisah perjalanan utusan injil Paulus menyingkapkan bahwa ada banyak sekali imigran Yahudi di kawasan-kawasan Yunani tersebut.
Kisah 17:12 dan 18:4 memang memaksudkan orang-orang keturunan Yunani, karena ayat-ayat itu sedang membahas peristiwa-peristiwa di kota Berea dan Korintus di Yunani. Demikian juga dengan ”orang Yunani” di Tesalonika, Makedonia (Kis 17:4); di Efesus di pesisir barat Asia Kecil, yang telah lama dikolonisasi oleh orang Yunani dan pernah menjadi ibu kota Ionia (Kis 19:10, 17; 20:21); dan bahkan di Ikonium di bagian tengah Asia Kecil (Kis 14:1). Kombinasi ”orang Yahudi dan orang Yunani” yang muncul dalam sebagian dari ayat-ayat itu mungkin menunjukkan bahwa Lukas, seperti Paulus, menggunakan ”orang Yunani” untuk mewakili orang-orang non-Yahudi secara umum, meskipun demikian, sebenarnya hanya Ikonium yang secara geografis terletak di luar kawasan utama Yunani.
Helenik. Dalam buku Kisah terdapat istilah lain: Hel·le·ni·staiʹ (tunggal, Hel·le·ni·stesʹ). Istilah ini tidak terdapat dalam kesusastraan Yunani maupun Yahudi Helenistik; jadi, maknanya tidak diketahui secara jelas. Akan tetapi, kebanyakan leksikograf berpendapat bahwa istilah itu memaksudkan ”orang Yahudi berbahasa Yunani” di Kisah 6:1 dan 9:29. Di ayat yang pertama, istilah Hel·le·ni·staiʹ ini dikontraskan dengan ”orang Yahudi berbahasa Ibrani” (E·braiʹoi [teks Yunani Westcott dan Hort]). Pada hari Pentakosta tahun 33 M, orang Yahudi dan proselit dari banyak negeri hadir. Bukti bahwa banyak orang berbahasa Yunani datang ke kota itu adalah ”Inskripsi Teodotus” yang ditemukan di Bukit Ofel, Yerusalem. Inskripsi yang ditulis dalam bahasa Yunani itu berbunyi, ”Teodotus, putra Vetenus, imam dan kepala sinagoga, putra seorang kepala sinagoga dan cucu seorang kepala sinagoga, telah membangun sinagoga untuk pembacaan Hukum dan pengajaran Perintah-Perintah itu, dan (ia telah membangun) rumah tamu serta kamar-kamar dan perigi-perigi agar tersedia akomodasi bagi orang-orang yang membutuhkannya sewaktu datang dari jauh—(sinagoga) yang didirikan oleh bapak-bapaknya, para tua-tua, dan Simonides.” (Biblical Archaeology, karya G. Ernest Wright, 1962, hlm. 240) Ada yang mengaitkan inskripsi ini dengan ”Sinagoga Orang yang Dimerdekakan”, yang anggota-anggotanya ikut bertanggung jawab atas kematian Stefanus sebagai martir.—Kis 6:9; lihat MERDEKA, ORANG.
Akan tetapi, bentuk Hel·le·ni·staiʹ yang muncul di Kisah 11:20 untuk penduduk tertentu di Antiokhia, Siria, mungkin memaksudkan ”orang-orang berbahasa Yunani” secara umum, bukan orang Yahudi berbahasa Yunani. Hal ini tampaknya terlihat dari petunjuk bahwa, sebelum kedatangan orang-orang Kristen dari Kirene dan Siprus, pemberitaan firman di Antiokhia terbatas kepada ”orang-orang Yahudi saja”. (Kis 11:19) Jadi, Hel·le·ni·staiʹ yang disebutkan di sini mungkin memaksudkan orang-orang dari berbagai bangsa yang telah di-Helenisasi, yang menggunakan bahasa Yunani (dan mungkin hidup menurut kebiasaan Yunani).—Lihat ANTIOKHIA No. 1; KIRENE.
Rasul Paulus mengunjungi Makedonia dan Yunani dalam perjalanan utusan injilnya yang kedua dan ketiga. (Kis 16:11–18:11; 20:1-6) Ia menggunakan waktu untuk melayani di kota-kota penting di Makedonia, yakni Filipi, Tesalonika, dan Berea, serta kota-kota utama di Akhaya, yakni Athena dan Korintus. (Kis 16:11, 12; 17:1-4, 10-12, 15; 18:1, 8) Ia membaktikan satu setengah tahun untuk melayani di Korintus dalam perjalanannya yang kedua (Kis 18:11), dan selama waktu itu ia menulis dua pucuk surat kepada jemaat di Tesalonika dan mungkin sepucuk surat kepada jemaat di Galatia. Dalam perjalanannya yang ketiga, ia menulis surat dari Korintus kepada jemaat di Roma. Setelah pemenjaraan pertama di Roma, Paulus tampaknya kembali mengunjungi Makedonia, antara tahun 61 dan tahun 64 M, dan dari sana ia mungkin menulis surat yang pertama kepada Timotius dan mungkin juga surat kepada Titus.
Sepanjang abad-abad awal Tarikh Masehi, kebudayaan Yunani terus mempengaruhi Imperium Romawi, dan Yunani melestarikan prestasi-prestasi intelektualnya; salah satu universitas utama di Imperium Romawi terdapat di Athena. Konstantin berupaya melebur Kekristenan dengan beberapa praktek dan ajaran kafir, dan tindakannya itu melatarbelakangi dijadikannya agama leburan tersebut sebagai agama resmi imperium itu. Hal ini menjadikan Yunani bagian dari Susunan Kristen.
Dewasa ini, Yunani menempati wilayah seluas 131.957 km2 dan berpenduduk 10.750.000 (sensus tahun 2000).
[Gambar di hlm. 1319]
Zeus. Dewa-dewi Yunani berwujud manusia dan sering kali dianggap sangat amoral