Pandangan yang Tepat terhadap Pemecatan
”TUHAN [Yehuwa], . . . siapa yang boleh diam di gunungMu yang kudus? Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil.”—Mzm. 15:1, 2.
1, 2. Dari mana kita tahu bahwa Allah mengharapkan para penyembahNya untuk menjunjung patokan-patokanNya?
YEHUWA adil dan suci. Walaupun Ia berbelas kasihan terhadap manusia yang tidak sempurna, Ia mengharapkan para penyembahNya untuk mencerminkan kesucianNya dengan berusaha menjunjung patokan-patokanNya yang adil.—Mzm. 103:8-14; Bil. 15:40.
2 Seorang Israel yang dengan sengaja melanggar perintah-perintah Allah, misalnya perintah-perintah yang melarang kemurtadan, perzinahan atau pembunuhan, harus disingkirkan, dihukum mati. (Bil. 15:30,31; 35:31; Ul. 13:1-5; Im. 20:10) Keteguhan ini dalam menjunjung patokan-patokan Allah yang masuk akal dan adil menghasilkan kebaikan bagi semua orang Israel, sebab dengan demikian kemurnian sidang dapat dipelihara. Juga setiap orang akan menjadi takut untuk menyebarkan kebobrokan di kalangan umat yang atasnya nama Allah berada.
3. Bagaimana keadaan seorang Yahudi yang dikeluarkan dari sinagoga?
3 Di abad pertama M. orang-orang Yahudi yang diperintah oleh negara Roma tidak memiliki wewenang untuk menjalankan hukuman mati. (Yoh. 18:28-31) Tetapi seorang Yahudi yang bersalah karena melanggar Torat dapat dikucilkan dari sinagoga. Akibat dari hukuman yang berat ini adalah bahwa orang-orang Yahudi lainnya akan menghindari atau menjauhi orang-orang yang dikucilkan. Konon orang-orang lain bahkan tidak mengadakan transaksi dagang dengan dia selain menjual kepadanya kebutuhan hidup sehari-hari.a—Yoh. 9:22; 12:42; 16:2.
4, 5. Bagaimana sidang Kristen seharusnya memperlakukan seorang pedosa yang tidak bertobat?
4 Setelah sidang Kristen dibentuk, sidang itu menggantikan bangsa Yahudi sebagai umat yang atasnya nama Allah berada. (Mat. 21:43; Kis. 15:14) Sesuai dengan itu, sepatutnyalah orang-orang Kristen diharapkan untuk menjunjung keadilan Yehuwa. Rasul Petrus menulis, ”Hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: ’Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.’” (1 Ptr. 1:14-16) Yehuwa mengasihi umatNya dan ingin melindungi kemurnian sidang Kristen. Maka Ia menggariskan tata cara untuk menolak atau mengeluarkan seseorang yang berkeras dalam haluan yang mendatangkan cela bagi Allah dan membahayakan sidang.
5 Rasul Paulus menasihatkan, ”Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi. Engkau tahu bahwa orang yang semacam itu benar-benar sesat dan dengan dosanya menghukum dirinya sendiri.” (Tit. 3:10, 11) Ya, para penatua rohani, seperti Titus, lebih dahulu berusaha dengan penuh kasih membantu orang yang berbuat salah. Jika ia tidak menyambut bantuan mereka dan berkeras dalam haluan ”dosa”, mereka berwenang untuk membentuk sebuah panitia yang terdiri atas para penatua untuk ’mengadili anggota-anggota jemaat’. (1 Kor. 5:12) Kasih kepada Allah dan demi kemurnian umatNya menuntut supaya mereka yang berada dalam sidang, atau jemaat, menolak orang tersebut.
6. Mengapa adil dan pantas bila para pedosa yang tidak bertobat dikucilkan?
6 Di abad pertama muncul beberapa orang yang melakukan kesalahan sedemikian. Himeneus dan Aleksander termasuk di antaranya, yakni orang-orang yang telah ’kandas iman’. Paulus berkata, ”[mereka] telah kuserahkan kepada Iblis, supaya jera mereka menghujat”. (1 Tim. 1:19, 20) Kedua orang yang dipecat itu mendapat ganjaran yang berat, atau disiplin, semacam hukuman yang dapat mengajar mereka agar tidak menghujat Allah yang suci dan hidup. (Bandingkan dengan Lukas 23:16; di dalam ayat ini digunakan akar kata Yunani yang sering diterjemahkan sebagai ”disiplin”.) Sudah sepatutnya bahwa para penghujat ini diserahkan kepada wewenang Setan, dicampakkan ke dalam kegelapan dunia yang berada di bawah pengaruh Setan.—2 Kor. 4:4; Ef. 4:17-19; 1 Yoh. 5:19; bandingkan dengan Kisah 26:18.
BAGAIMANA ORANG-ORANG YANG DIPECAT SEHARUSNYA DIPERLAKUKAN
7, 8. Bagaimana kita dapat menentukan sikap terhadap seorang yang telah dipecat?
7 Akan tetapi, mungkin timbul beberapa pertanyaan mengenai bagaimana sepatutnya kita memperlakukan seorang anggota yang telah dipecat. Betapa kita patut berterima kasih, karena Allah menyediakan FirmanNya jawaban-jawaban dan petunjuk-petunjuk, dan kita tahu dengan pasti bahwa semua jawaban dan petunjuk ini sempurna, adil dan benar.—Yer. 17:10; Ul. 32:4.
8 Seorang pria di sidang Korintus mempraktekkan imoralitas dan rupanya ia tidak bertobat. Paulus menulis bahwa pria ini ’harus disingkirkan dari tengah-tengah mereka’, sebab ia menjadi seperti sedikit ragi yang bisa mengkhamirkan seluruh adonan, atau merusakkan seluruh kelompok itu. (1 Kor. 5:1, 2, 6) Tetapi, apabila ia telah dipecat, apakah ia patut diperlakukan sama seperti setiap orang lain di dunia ini yang mungkin ditemui oleh orang-orang Kristen di lingkungan tempat tinggal mereka atau dalam kegiatan sehari-hari? Perhatikanlah apa yang Paulus katakan.
9. Bagaimana nasihat Paulus mengenai cara memperlakukan orang-orang yang tidak benar pada umumnya?
9 ”Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini.” (1 Kor. 5:9, 10) Dalam pernyataan ini Paulus mengakui kenyataan bahwa kebanyakan orang yang kita jumpai sehari-hari belum pernah mengenal atau mengikuti jalan Tuhan. Mungkin mereka adalah orang-orang yang imoral, penipu atau penyembah berhala, sehingga mereka bukanlah rekan-rekan bagi orang-orang Kristen untuk bergaul secara teratur dan dekat. Akan tetapi, kita hidup di atas planit ini di antara umat manusia dan mungkin harus berada di sekitar orang-orang sedemikian dan harus berbicara kepada mereka di tempat pekerjaan, di sekolah dan di lingkungan tempat tinggal kita.
10, 11. Mengapa orang-orang Kristen harus bertindak dengan cara yang berbeda terhadap seorang pedosa yang telah dipecat?
10 Di ayat berikutnya Paulus mempertentangkan antara keadaan ini dan cara yang pantas bagi orang Kristen untuk memperlakukan seseorang yang pernah menjadi ”saudara” tetapi yang telah dipecat dari sidang karena perbuatan salah, ”Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama.”—1 Kor. 5:11.
11 Orang yang dipecat tidak patut dipandang sekedar seperti orang dunia yang belum mengenal Allah dan belum menempuh jalan hidup yang saleh. Sebaliknya, ia telah mengetahui jalan kebenaran dan keadilan, tetapi ia telah meninggalkan jalan itu dan dengan sikap tidak bertobat menempuh haluan dosa sampai akhirnya dia harus dipecat. Jadi ia harus diperlakukan dengan cara yang berbeda.b Petrus memberi komentar mengenai perbedaan antara bekas orang Kristen sedemikian dengan orang-orang ”pada umumnya”. Rasul ini melanjutkan, ”Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula. . . . Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: ’Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.’”—2 Ptr. 2:20-22; 1 Kor. 6:11.
12. (a) Mengapa ”pemecatan [Inggris, disfellowshiping]” suatu istilah yang cocok? (b) Apa yang diperlihatkan oleh sejarah mengenai cara orang-orang yang menganut Kekristenan memperlakukan para pedosa di abad pertama?
12 Ya, Alkitab memerintahkan orang-orang Kristen supaya tidak bergaul dengan seseorang yang telah dipecat dari sidang. Jadi dengan sepatutnya Saksi-Saksi Yehuwa menyebut ”pemecatan [Inggris, disfellowshipping]” sebagai mengeluarkan dan selanjutnya menghindari si pelanggar yang tidak bertobat ini. Karena mereka tidak bergaul [Inggris, fellowship] secara rohani dan sosial dengan seseorang yang dipecat, maka loyalitas kepada patokan-patokan Allah serta ketaatan kepada perintahNya di 1 Korintus 5:11, 13 menjadi lebih nyata. Ini sejalan dengan nasihat Yesus bahwa orang sedemikian patut dianggap sama seperti ”seorang yang tidak mengenal Allah” menurut pandangan orang-orang Yahudi pada waktu itu. Untuk beberapa waktu setelah para rasul meninggal, orang-orang yang menganut Kekristenan tentu mengikuti prosedur Alkitab.c Tetapi berapa banyakkah gereja dewasa ini yang mengikuti petunjuk-petunjuk yang dengan jelas Allah berikan dalam hal ini?
ORANG-ORANG YANG MENGUCILKAN DIRI
13. Apa yang hendaknya dilakukan jika seseorang menjadi lemah dan tidak aktif?
13 Seorang Kristen bisa menjadi lemah secara rohani, barangkali oleh karena tidak tetap tentu mempelajari Firman Allah, karena menghadapi problem-problem pribadi atau karena mengalami penindasan. (1 Kor. 11:30; Rm. 14:1) Orang sedemikian mungkin tidak lagi menghadiri perhimpunan-perhimpunan Kristen. Apa yang harus kita lakukan? Ingatlah bahwa para rasul meninggalkan Yesus pada malam ia ditangkap. Namun Kristus telah mendesak Petrus, ”Jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu [yang juga meninggalkan Yesus].” (Luk. 22:32) Karena itu, didorong oleh kasih, para penatua Kristen dan yang lain-lain dapat mengunjungi serta membantu orang yang telah menjadi lemah dan tidak aktif. (1 Tes. 5:14; Rm. 15:1; Ibr. 12:12, 13) Akan tetapi, lain halnya apabila seseorang menyangkal iman sebagai orang Kristen dan mengucilkan diri.
14. Bagaimana mungkin sampai seseorang mengucilkan diri?
14 Seseorang yang telah menjadi Kristen sejati bisa jadi menyangkal jalan kebenaran, dengan mengatakan bahwa ia tidak lagi menganggap diri sebagai salah seorang dari Saksi-Saksi Yehuwa atau tidak lagi dikenal sebagai salah seorang dari mereka. Apabila kejadian yang jarang ini timbul, orang tersebut telah menyangkal kedudukannya sebagai seorang Kristen, dan dengan sengaja mengucilkan diri dari sidang. Rasul Yohanes menulis, ”Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita.”—1 Yoh. 2:19.
15, 16. (a) Dengan cara lain apa lagi seseorang mungkin mengucilkan diri? (b) Bagaimana sepatutnya orang-orang Kristen memandang dan memperlakukan orang-orang yang mengucilkan diri?
15 Atau, seseorang mungkin menyangkal kedudukannya dalam sidang Kristen melalui tindakan-tindakannya, misalnya dengan menjadi sebagian dari suatu organisasi yang tujuannya bertentangan dengan Alkitab, dan, karena itu, akan dihukum oleh Allah Yehuwa. (Bandingkan Wahyu 19:17-21; Yesaya 2:4.) Jadi jika seseorang yang telah menjadi Kristen mengambil keputusan untuk menggabungkan diri dengan orang-orang yang tidak diperkenan oleh Allah, patutlah apabila sidang membuat pernyataan berupa pengumuman singkat bahwa ia telah mengucilkan diri dan bukan lagi seorang Saksi Yehuwa.
16 Orang-orang yang menjadikan diri ”tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita” karena dengan sengaja menolak iman serta kepercayaan dari Saksi-Saksi Yehuwa, sudah sepatutnya dipandang dan diperlakukan sama seperti orang-orang yang telah dipecat karena perbuatan salah.
BEKERJA SAMA DENGAN SIDANG
17, 18. Apa yang tersangkut dalam sikap kerja sama yang kita tunjukkan terhadap sidang sehubungan dengan pemecatan?
17 Walaupun orang-orang Kristen menikmati pergaulan rohani pada waktu mereka membahas atau mempelajari Alkitab bersama saudara-saudara mereka atau orang-orang berminat, mereka tidak ingin menikmati pergaulan sedemikian dengan seorang pedosa yang telah dipecat (atau seorang yang telah menyangkal iman dan kepercayaan Saksi-Saksi Yehuwa, sehingga mengucilkan diri). Orang yang dipecat itu telah ’ditolak’, oleh karena ”menghukum dirinya sendiri” akibat ’perbuatan dosa’, dan orang-orang di dalam sidang menerima serta menjunjung keputusan hukum dari Allah. Akan tetapi, dalam hal pemecatan masih tercakup lebih banyak dari pada hanya sekedar tidak mengadakan pergaulan secara rohani.—Tit. 3:10, 11.
18 Paulus menulis, ”Jangan bergaul . . . ; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama.” (1 Kor. 5:11) Waktu makan merupakan kesempatan untuk bersantai dan bergaul. Karena itu, Alkitab juga tidak memperbolehkan pergaulan seperti ikut bersama-sama dengan seorang yang dipecat dalam kegiatan piknik atau pesta, bermain bola, pergi ke pantai atau menonton suatu pertunjukan, atau duduk bersama-sama menikmati hidangan makanan.d (Problem-problem khusus yang menyangkut salah seorang dari sanak keluarga yang dipecat dibahas dalam artikel berikut.)
19. Mengapa kadang-kadang kelihatannya sulit untuk mendukung tindakan pemecatan, tetapi mengapa penting agar kita mendukungnya?
19 Kadang-kadang seorang Kristen mungkin merasa adanya tekanan yang berat untuk mengabaikan nasihat Alkitab. Emosinya sendiri mungkin menciptakan tekanan itu, atau barangkali dilancarkan oleh kenalan-kenalannya. Umpamanya, seorang saudara ditekan untuk melakukan tugas resmi pada pernikahan dua orang yang dipecat. Dapatkah pelayanan sedemikian dibenarkan sebagai suatu kebaikan hati? Mungkin ada yang merasa demikian. Tetapi mengapakah pelayanan saudara itu yang diharapkan, dan bukan pelayanan dari walikota setempat atau pejabat pemerintah lain yang bertugas pada upacara pernikahan? Bukankah oleh karena kedudukannya sebagai seorang juru layan Allah serta kesanggupannya untuk memberikan nasihat Firman Allah mengenai pernikahan? Bila ia menyerah kepada tekanan sedemikian maka ia akan terlibat dalam pergaulan dengan pasangan tersebut, orang-orang yang telah dipecat dari sidang karena cara mereka yang tidak saleh.—1 Kor. 5:13.
20. Bagaimana hendaknya reaksi kita jika seorang rekan bisnis dipecat?
20 Problem-problem lain timbul sehubungan dengan urusan bisnis atau pekerjaan. Bagaimana andai kata saudara bekerja pada seseorang yang kini telah dipecat oleh sidang, atau saudara mempekerjakan seseorang yang kemudian dipecat? Bagaimana sikap saudara? Jika saudara mempunyai kewajiban berupa perjanjian atau urusan keuangan yang harus berkelanjutan dalam bisnis untuk masa sekarang, sudah tentu saudara akan menunjukkan sikap yang berbeda terhadap orang yang dipecat ini. Pembicaraan mengenai urusan bisnis dengan dia atau hubungan pekerjaan mungkin perlu, tetapi pembicaraan-pembicaraan yang bersifat rohani serta pergaulan tak dapat lagi dilanjutkan. Dengan demikian saudara dapat membuktikan ketaatan saudara kepada Allah dan akan ada batas yang melindungi saudara sendiri. Juga, ini dapat mengesankan dia seberapa banyak kerugian yang harus ia alami dalam berbagai hal akibat perbuatan dosa yang ia lakukan.—2 Kor. 6:14, 17.
BERBICARA DENGAN ORANG YANG DIPECAT ATAU MENGUCILKAN DIRI?
21, 22. Alkitab menyediakan nasihat apa dalam soal berbicara dengan seseorang yang telah dipecat?
21 Untuk menjunjung keadilan Allah serta penyelenggaraanNya mengenai pemecatan, apakah seorang Kristen tidak boleh berbicara sama sekali dengan orang yang dipecat, sekalipun hanya untuk mengatakan ”Selamat siang”? Ada yang menanyakan hal ini, mengingat nasihat Yesus untuk mengasihi musuh-musuh kita dan agar jangan ’memberi salam hanya kepada saudara-saudari kita’.—Mat. 5:43-47.
22 Memang, sesuai dengan hikmat Allah, Ia tidak menyingkapkan setiap keadaan yang mungkin timbul. Yang perlu adalah agar kita memahami makna pernyataan Yehuwa mengenai cara memperlakukan seseorang yang telah dipecat, sebab dengan demikian kita dapat berjuang untuk menjunjung pandanganNya. Melalui rasul Yohanes, Allah menjelaskan,
”Setiap orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi yang melangkah keluar dari situ, tidak memiliki Allah. . . . Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya. Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat.”—2 Yoh. 9-11.
23, 24. Mengapa bijaksana untuk tidak berbicara kepada orang-orang yang dipecat?
23 Rasul yang memberikan peringatan yang bijaksana itu dekat dengan Yesus dan mengetahui benar apa yang telah Kristus katakan dalam hal memberi salam kepada orang-orang lain. Ia juga mengetahui bahwa ucapan salam yang umum pada waktu itu adalah ”damai sejahtera”. Berbeda dengan ”musuh” pribadi atau orang berwenang di dunia yang menentang orang-orang Kristen, seorang yang dipecat atau mengucilkan diri dan berusaha membenarkan jalan pikirannya yang murtad atau berkeras dalam tingkah lakunya yang tidak saleh, tentulah bukan termasuk di antara orang-orang yang patut menerima salam ”damai sejahtera”. (1 Tim. 2:1, 2) Dan dari pengalaman kita selama bertahun-tahun jelas bagi kita semua bahwa ucapan ”selamat siang” kepada seseorang bisa menjadi langkah pertama yang berkembang menjadi suatu percakapan, dan mungkin bahkan suatu persahabatan. Apakah kita mau mengambil langkah pertama sedemikian terhadap seorang yang telah dipecat?
24 ’Tetapi bagaimana jika ia kelihatannya bertobat dan membutuhkan anjuran?’ seseorang mungkin bertanya. Ada persediaan yang diatur untuk menangani situasi sedemikian. Para pengawas di dalam sidang melayani sebagai gembala-gembala rohani dan pelindung bagi kawanan domba. (Ibr. 13:17; 1 Ptr. 5:2) Andai kata seorang yang dipecat atau mengucilkan diri ternyata mulai mengajukan pertanyaan untuk mendapat keterangan, atau ada bukti bahwa ia ingin kembali ke dalam perkenan Allah, para penatua dapat berbicara kepadanya. Dengan ramah mereka akan menjelaskan apa yang ia perlu lakukan dan kepadanya dapat diberikan anjuran yang cocok. Mereka dapat memperlakukannya berdasarkan kenyataan-kenyataan mengenai dosa yang ia lakukan di masa laku dan sikap-sikapnya. Orang-orang lain di dalam sidang tidak mengetahui informasi sedemikian. Jadi jika seseorang merasa bahwa orang yang dipecat atau mengucilkan diri ’telah bertobat’, mungkinkah penilaian tersebut didasarkan atas kesan belaka sebaliknya dari pada berdasarkan informasi yang saksama? Jika para pengawas yakin bahwa orang tersebut telah bertobat dan telah menghasilkan buah-buah pertobatan,e maka ia akan diterima kembali ke dalam sidang. Apabila hal sedemikian terjadi, yang lain-lain di dalam sidang dapat menyambut dia dengan hangat pada perhimpunan-perhimpunan, mengulurkan pengampunan, menghibur dia serta meneguhkan kasih mereka terhadap dia, sebagaimana Paulus anjurkan dengan sangat kepada orang-orang Korintus untuk dilakukan terhadap pria yang diterima kembali di Korintus.—2 Kor. 2:5-8.
TIDAK IKUT TERLIBAT DALAM PERBUATAN-PERBUATAN JAHAT
25, 26. Apa yang Allah nasihatkan agar kita tidak ’melibatkan diri’ dengan seseorang yang dipecat?
25 Setiap orang yang setia perlu mencamkan kebenaran serius yang Allah ilhamkan untuk ditulis oleh Yohanes, ”Sebab barangsiapa memberi salam [seorang pedosa yang dipecat yang terus membenarkan ajaran palsu atau tidak menghentikan tingkah laku yang saleh], ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat.”—2 Yoh. 11.
26 Banyak pengulas dalam Susunan Kristen menolak 2 Yohanes 11. Mereka menyatakan bahwa ayat ini merupakan ’nasihat yang tidak sesuai dengan semangat Kristen, bertentangan dengan semangat Tuhan kita’, atau bahwa isinya menganjurkan sikap tidak memelihara kerukunan. Namun, sikap yang dipengaruhi oleh perasaan sedemikian muncul dari organisasi-organisasi agama yang tidak menerapkan perintah Allah untuk ’mengusir orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu’, yang jarang, kalaupun pernah, memecat dari gereja-gereja mereka orang-orang yang sudah terang-terangan melakukan perbuatan salah. (1 Kor. 5:13) ”Kerukunan” yang mereka perlihatkan tidaklah berdasarkan Alkitab, tidak sesuai dengan semangat Kristen.—Mat. 7:21-23; 25:24-30; Yoh. 8:44.
27. Bagaimana seorang Kristen bisa menjadi ’terlibat’ dalam hal ini, dan apa akibatnya?
27 Tetapi tidaklah salah untuk bersikap loyal kepada Allah yang benar dan adil yang mengilhamkan Alkitab. Ia memberitahu kita bahwa Ia mau menerima ’di gunungNya yang kudus’ hanya orang-orang yang berjalan tanpa cela, yang mempraktekkan keadilan dan berbicara kebenaran. (Mzm. 15:1-5) Tetapi, jika seorang Kristen melibatkan diri dengan seorang pelanggar yang telah ditolak oleh Allah dan dipecat, atau telah mengucilkan diri, maka hal itu sama saja seperti mengatakan ’saya tidak ingin mendapat tempat di gunung Allah yang kudus sama seperti orang itu’. Jika para penatua memperhatikan dia mulai menjurus ke sikap sedemikian dengan sering bergaul bersama seorang yang dipecat, dengan penuh kasih dan sabar mereka akan berusaha membantu dia supaya kembali memahami pandangan Allah. (Mat. 18:18; Gal. 6:1) Mereka akan memberi anjuran kepadanya dan, jika perlu ’menegor dia dengan tegas’. Mereka ingin membantu dia agar tetap tinggal ’di gunung Allah yang kudus’. Tetapi jika ia tidak mau menghentikan pergaulan dengan orang yang dipecat itu maka ia sendiri telah ’ikut melibatkan diri (menunjang atau ikut melakukan) dalam perbuatan-perbuatan jahat’ dan harus disingkirkan juga dari sidang, dipecat.—Tit. 1:13; Yud. 22, 23; bandingkan Bilangan 16:26.
LOYAL TERHADAP PANDANGAN ALLAH
28. Bagaimana kita dapat memperlihatkan loyalitas kita terhadap pandangan Yehuwa?
28 Loyalitas terhadap Allah Yehuwa dan persediaan-persediaanNya menjadi sumber kebahagiaan, sebab semua jalanNya benar, adil dan baik. Juga demikian halnya mengenai persediaanNya untuk memecat orang-orang yang berbuat salah dan tidak bertobat. Bila kita bekerja sama dengan penyelenggaraan tersebut, kita dapat mempercayai kata-kata Daud, ”Ketahuilah bahwa Yehuwa pasti akan membedakan orangnya yang loyal.” (Mzm. 4:3, NW) Ya, Allah mengkhususkan, memberi kehormatan dan membimbing orang-orang yang loyal kepadaNya serta kepada jalan-jalanNya. Di antara sekian banyak berkat yang kita terima karena memelihara sikap loyal sedemikian adalah sukacita karena termasuk di antara orang-orang yang Allah perkenan dan yang Ia terima ’di gunungNya yang kudus’.—Mzm. 84:10, 11.
APAKAH SAUDARA MENGINGAT POKOK-POKOK INI?
Bila orang-orang Yahudi dikucilkan dari sinagoga, bagaimanakah mereka diperlakukan?
Paulus memperlihatkan perbedaan apa dalam memperlakukan
(1) orang-orang imoral di dunia?
(2) orang-orang imoral yang dipecat dari sidang?
Bagaimana sepatutnya orang-orang Kristen memandang seseorang yang mengucilkan diri dari sidang?
”Memecat” juga mencakup pengertian dihentikannya pergaulan dalam bentuk-bentuk apa?
Mengapa orang-orang Kristen tidak memberi salam atau berbicara dengan orang-orang yang dipecat?
Sehubungan dengan pemecatan, apa yang perlu kita lakukan agar tetap berada ’di gunung Allah yang kudus’?
[Catatan Kaki]
a ”Karena itu ia dianggap seperti orang yang telah meninggal. Ia tidak diperbolehkan belajar bersama orang-orang lain, hubungan [sosial] tidak boleh dilakukan dengan dia, bahkan menunjukkan jalan kepadanya tidak boleh. Memang, ia dapat membeli keperluan sehari-hari, tetapi dilarang untuk makan atau minum bersama orang sedemikian.”—The Life and Times of Jesus the Messiah, oleh A. Edersheim, Jil. II, hal. 184.
b Selaras dengan ajaran Alkitab, Adam Clarke menonjolkan perbedaan tersebut, dengan menyatakan, ”Janganlah berhubungan dengan [pedosa yang dipecat] dalam hal-hal yang suci atau dalam urusan-urusan sipil. Anda boleh mengadakan transaksi dagang secara duniawi dengan seseorang yang tidak mengenal Allah, yang tidak menganut Kekristenan, bagaimanapun tingkah laku moralnya; tetapi, kamu jangan bahkan sejauh itupun menerima seseorang yang menganut Kekristenan yang tingkah lakunya telah menjadi skandal. Biarlah dia merasakan sikap anda yang luar biasa jijik terhadap semua dosa.”
c Ahli sejarah gereja Joseph Bingham menulis tentang abad-abad permulaan, ”Disiplin gereja terdiri atas kuasa untuk tidak memberikan kepada orang-orang segala persediaan dan hak-hak istimewa dari baptisan, dengan mengucilkan mereka dari masyarakat dan persekutuan gereja, . . . dan setiap orang menjauhi dan menghindari mereka dalam percakapan antara sesama, yang antara lain bertujuan untuk menegaskan pembatasan-pembatasan yang dijalankan oleh gereja serta tata cara yang menentang mereka, dan juga untuk membuat mereka menjadi malu dan sebagian lagi untuk membentengi diri terhadap bahaya penularan.” ” . . . Tidak seorangpun boleh menerima ke dalam rumah orang-orang yang dikucilkan, maupun untuk makan semeja dengan mereka; tidak boleh bercakap-cakap dengan mereka terlalu akrab, walaupun sedang bersama-sama; juga tidak akan melakukan upacara penguburan bagi mereka, apabila mereka meninggal, . . . Petunjuk-petunjuk ini digariskan mengikuti contoh aturan-aturan para rasul, yang melarang orang-orang Kristen untuk memberi kesempatan apapun juga kepada orang-orang yang secara terang-terangan melanggar hukum.”—The Antiquities of the Christian Church, hal. 880, 891.
d Artikel pertama dalam brosur ini, membahas 2 Tesalonika 3:14, 15, di mana Alkitab mengatakan bahwa mungkin perlu ’menandai’ seorang Kristen yang berkeras dalam tingkah laku yang tidak tertib. Ia tetap seorang saudara dan dinasihati sebagai saudara, namun orang-orang Kristen lainnya ”jangan bergaul dengan dia”. Jika mereka harus menghindari pergaulan dengan dia secara sosial, sepatutnya terdapat keterpisahan yang lebih nyata terhadap pelanggar-pelanggar yang dipecat atau mengucilkan diri.
e Pembahasan tentang pertobatan dapat diperiksa pada artikel kedua dalam brosur ini.
[Gambar di hlm. 18]
”Janganlah kamu sekali-kali makan bersama” seseorang yang dipecat