Makanlah Kebenaran-Kebenaran Alkitab Secara Teratur!
GURU terbesar yang pernah hidup menyatakan bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi juga membutuhkan makanan rohani, Firman Allah. Atas dasar ini, tidakkah dapat kita simpulkan secara masuk akal bahwa orang Kristen hendaknya makan teratur secara rohani, sama seperti secara jasmani? Tentulah demikian. (Matius 4:4) Makanan rohani ini mencakup bukan hanya Alkitab tetapi juga bacaan-bacaan yang membantu kita memahami Alkitab. Itulah sebabnya badan penerbitan dan administrasi yang mewakili Saksi-Saksi Yehuwa, Lembaga Menara Pengawal, tidak saja mengurus pencetakan Alkitab, tetapi juga menerbitkan alat-alat bantuan pelajaran Alkitab secara teratur untuk membantu para pembaca memperoleh pengertian yang lebih lengkap tentang Alkitab.
Telah timbul pertanyaan mengenai apa manfaatnya membaca secara teratur publikasi-publikasi ini, sebab kadang-kadang pokok yang sama mungkin muncul untuk dibahas kembali. Tetapi tidakkah kita makan roti, kentang atau nasi berulang-ulang? Juga, rasul Petrus menulis, ”Karena itu aku senantiasa bermaksud mengingatkan kamu akan semuanya itu, sekalipun kamu telah mengetahuinya dan telah teguh dalam kebenaran yang telah kamu terima (2 Petrus 1:12) Patut diperhatikan juga bahwa bila suatu pokok dibahas lebih dari satu kali, sering muncul segi-segi baru, sudut-sudut pandangan baru, pengertian yang bertambah, dan penyampaian yang makin bertambah dan mencapai sasaran. Sebagaimana ditegaskan oleh Amsal 4:18, ”Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari.”
MAKIN MEMAHAMI PERANAN HATI NURANI
Contoh yang spesifik adalah soal hati nurani. Dalam bulan Nopember 1973 Menara Pengawal menerbitkan sejumlah artikel mengenai hati nurani manusia dengan peranannya sebagai ”pemberi kesaksian”. Artikel-artikel ini memperlihatkan bahwa hati nurani kita bekerja sebagai saksi yang dibawa sejak lahir, yang memberi kesaksian untuk membela atau menuduh diri kita, dan bahwa ia berfungsi bahkan sebelum Allah Yehuwa memberi kepada manusia kaidah-kaidah atau hukum-hukum tertulis. Juga ditegaskan perlunya menghargai hati nurani orang lain dan peranan apa yang dimainkan oleh hati nurani dalam hal-hal yang menyangkut pekerjaan mencari nafkah. Tadinya hal-hal ini belum pernah disoroti sebegitu jelas.
Kemudian dalma bulan Mei 1976, dua artikel lagi muncul mengenai hati nurani. Dari berbagai hal yang ditandaskan oleh artikel-artikel ini antara lain menyangkut adanya dua peranan utama yang dimainkan oleh hati nurani. Salah satu adalah apa yang dapat dipandang sebagai tugas mengadili. Inilah peranan yang dimainkan oleh hati nurani ”setelah sesuatu terjadi”, apabila ia mengadili kita sebagai orang yang bersalah karena kita telah melanggar dengan cara tertentu. (2 Samuel 24:10) Akan tetapi, bagi orang Kristen, hati nurani hendaknya lebih sering memainkan peranan yang dapat disebut bersifat legislatif. Tentu ini tidak berarti bahwa hati nurani mengadakan hukum-hukum baru bagi seorang Kristen. Tetapi, berdasarkan hukum-hukum dan prinsip-prinsip dalam Alkitab, hati nurani yang kuat dari seorang Kristen akan menjadi pembimbing bagi dia. Seolah-olah hati nurani itu mengadakan undang-undang bagi dia sebelum munculnya suatu haluan salah tertentu. Contoh yang terkenal dalam Alkitab adalah pengalaman Yusuf putra Yakub yang menolak desakan-desakan dari istri Potifar.—Kejadian 39:9.
Kemudian, The Watchtower (1 September 1976) menampilkan artikel yang membahas lebih jauh tentang hati nurani berjudul ”Training Our Conscience to Do More for Us” (”Melatih Hati Nurani Kita untuk Berbuat Lebih Banyak bagi Kita”). Umumnya, bila masalah hati nurani dibahas, timbul pertanyaan apakah suatu hal baik atau buruk, benar atau salah. Tetapi dalam artikel ini ditandaskan bagaimana Alkitab menghubungkan hati nurani dengan yang baik dengan iman dan kasih. (1 Timotius 1:5) Ya, bukan saja hati nurani kita menjaga kita agar tidak melangkahi hukum-hukum Allah Yehuwa tetapi juga berperan supaya kita memanfaatkan kesempatan untuk berbuat hal-hal yang tidak mementingkan diri, luhur, baik budi, dan penuh kasih.—Bandingkan dengan Lukas 10:29-37.
Maka, bila suatu artikel dalam Menara Pengawal membahas pokok yang sudah pernah ditinjau, jangan terlalu cepat berkesimpulan bahwa artikel tersebut hanya sekedar mengulangi. Memang, kadang-kadang segi-segi yang makin berkembang tidak terlalu banyak, namun semuanya itu menambah sesuatu yang menyingkapkan kebenaran Alkitab sehingga menjadi lebih indah, lebih berarti, ya lebih bermanfaat bagi kita.
Semua ini mengingatkan kita kepada anekdot tentang Michelangelo. Seorang teman mengagumi patung yang diukir oleh Michelangelo. Setelah beberapa waktu kemudian, teman tersebut datang kepadanya dan merasa kaget karena Michelangelo masih terus mengerjakan patung yang sama. Michelangelo menunjukkan semua hal-hal yang diperkembangkannya selama waktu tersebut. Dan temannya menanggapi, ’Tapi itu hanya bagian-bagian kecil.’ Michelangelo menjawab, ’Ya, memang benar. Tetapi hal-hal kecil membuat sesuatu menjadi sempurna dan kesempurnaan bukanlah hal yang kecil!’ Jadi walaupun pengertian-pengertian yang diperkembangkan sering kali mungkin kelihatannya bukan hal-hal yang sangat penting, hal-hal tersebut sebenarnya membantu kita untuk memahami suatu pokok dengan semakin lengkap dan semakin sempurna.
SELALU SIAP BERJUANG
Bukan itu saja. Alkitab dan publikasi-publikasi yang membantu kita lebih memahami Alkitab tidaklah hanya menyangkut pengetahuan dalam otak. Firman Allah itu ’pelita bagi kaki kita dan terang bagi jalan kita’. (Mazmur 119:105) Juga dikatakan bahwa Firman Allah ”bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”. (2 Timotius 3:16, 17) Tetapi maksud-maksud ini dapat dicapai hanya jika kita menerapkannya dalam kehidupan kita. Dan bagaimana kita dapat menerapkannya jika kita melupakan apa yang telah kita baca?
Bahwa kita terus-menerus diingatkan tentang nasihat dalam Firman Allah memang sangat penting, sebab, ada tiga musuh yang harus kita lawan. Antara lain dunia ini; persahabatan dengan dunia berarti permusuhan dengan Allah Yehuwa. (Yakobus 4:4) Mengenai perlawanan kita menghadapi dunia ini, rasul Yohanes menulis, ”Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.” (1 Yohanes 5:4) Iman tergantung pada pengetahuan—pengetahuan yang masih segar dalam ingatan, bukan keterangan yang telah lama dilupakan. Karena dunia ini menekan kita begitu hebat hari demi hari, kita perlu terus-menerus diingatkan agar tidak mengasihi dunia ini serta perkara-perkara yang terdapat di dalamnya; sebab dunia ini dan segala yang ada di dalamnya akan lenyap tetapi orang yang melakukan kehendak Allah akan tetap selama-lamanya.—1 Yohanes 2:15-17.
Kemudian ada Iblis dan hantu-hantunya sebagai musuh kita. ”Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1 Petrus 5:8) Ia dan hantu-hantunya berperang melawan kita sehingga kita perlu mengenakan segenap senjata rohani dari Allah, yang diuraikan oleh rasul Paulus di Efesus 6:11-17. Apakah kita mengenakan dan menggunakan senjata ini, juga tergantung pada apakah kita terus-menerus makan dari Firman Allah. Sudah pasti bahwa untuk dapat memainkan ’pedang roh, firman Allah’, dengan berhasil, firman itu harus segar dalam pikiran dan hati kita.
Musuh kita yang ketiga tak lain dari kecenderungan-kecenderungan dosa warisan yang kita bawa sejak lahir, yang harus terus-menerus kita lawan dengan sungguh-sungguh. Karena kita masing-masing ’dikandung oleh ibu dalam dosa dan dilahirkan dalam kesalahan’, maka kecenderungan kita sejak lahir adalah jahat. (Kejadian 8:21; Mazmur 51:5) Karena halnya demikian, semua kita dapat merasakan kesedihan seperti yang dirasakan oleh rasul Paulus, ”Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.” (Roma 7:19) Karena warisan ini, kita menyadari bahwa hati nurani suka menyesatkan, tak dapat diandalkan, suka menipu. Tetapi dengan bantuan Firman Allah dan alat-alat bantuan pelajaran Alkitab yang membantu kita memahami dan menerapkan prinsip-prinsip Alkitab, kita dapat mengatasi musuh ini yang terdapat dalam diri kita. Akan tetapi, seperti rasul Paulus, kita harus mengajar tubuh kita dengan keras dan menuntunnya sebagai budak.—Amsal 3:32; Yeremia 17:9; 1 Korintus 9:27.
KAPAN WAKTUNYA?
Kehidupan seorang Kristen memang penuh. Alkitab harus dibaca, bersama brosur baru tiap bulan, persiapan harus dibuat untuk acara perhimpunan dan untuk menghadirinya, serta ikut dalam pekerjaan besar menjadikan sebagai murid-murid orang-orang yang senang mendengarkan. Juga, ada kewajiban—kewajiban sehari-hari yang bersifat jasmani bagi diri kita dan keluarga. Masing-masing patut menanyai diri: Berapa banyak waktu yang kupakai untuk membaca publikasi-publikasi, suratkabar dan majalah duniawi? Berapa banyak waktu yang kupakai untuk menonton televisi atau mendengarkan musik populer? Memang, hal-hal ini adalah bentuk rekreasi dan hiburan, sedangkan persiapan untuk perhimpunan Kristen dan pembacaan bahan-bahan Kristen dianggap oleh banyak orang sebagai ’pekerjaan yang begitu banyak’. Tetapi perlukah persiapan serta pembacaan sedemikian dipandang dengan cara seperti itu? Penulis mazmur berkata, ”Aku gembira atas janjiMu, seperti orang yang mendapat banyak jarahan.” (Mazmur 119:162) Jadi kita perlu mempertimbangkan dengan hati-hati apakah haluan hidup kita benar-benar menunjukkan diri kita sebagai orang-orang rohani sebaliknya dari pada orang-orang jasmani.—1 Korintus 2:14-16.
Semua ini mengingatkan kita kepada kata-kata Yesus tentang kebahagiaan dari orang-orang yang menyadari kebutuhan rohani mereka. (Matius 5:3) Makhluk-makhluk yang lebih rendah di bumi—burung-burung, serangga, binatang menyusui, ikan, dan sebagainya—tidak memiliki kebutuhan rohani. Tetapi manusia memilikinya. Sikap manusia yang mengabaikannya telah turut menyebabkan keadaan serba kacau dan menyedihkan dalam dunia dewasa ini. Filsafat-filsafat dan ideologi-ideologi yang bersifat materialistis menghalau manusia semakin jauh dari Allah. Kebutuhan jasmani mereka—makanan, pakaian dan tempat berteduh—dan seks, maupun kesenangan, atau nafsu akan kekuasaan, menjadi yang paling penting dalam kehidupan mereka. Tetapi jika kita benar-benar menyadari kebutuhan rohani kita, kita akan makan kebenaran-kebenaran Alkitab secara teratur, mengusahakan waktu untuk hal itu dan menghargainya sungguh-sungguh. Imbalannya? Ya, kita akan dibantu untuk mengejar haluan pengabdian yang saleh, yang ”berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang”.—1 Timotius 4:8.