Islandia
Ketika mendengar nama Islandia [harfiah, Negeri Es], kita mungkin akan membayangkan es, salju, dan rumah iglo. Kesan dingin itu akan bertambah apabila kita melihat peta. Tidak banyak orang tinggal di tempat yang begitu jauh di utara seperti Islandia. Bayangkan saja, ujung utara negeri pulau ini hampir menyentuh Lingkaran Arktik, dekat sekali dengan Kutub Utara!
Akan tetapi, sebenarnya Islandia tidaklah sedingin nama serta lokasinya. Arus laut yang hangat, yang berasal dari daerah dekat utara khatulistiwa, turut membuat iklim di sana tidaklah sedingin perkiraan orang. Tidak ada iglo di sana. Kehidupan masyarakat Islandia sangat modern, dan orang-orang tinggal di rumah-rumah bagus yang dilengkapi penghangat bertenaga panas bumi.
Islandia adalah negeri yang penuh kontras. Selama pertengahan musim dingin, matahari hanya mengintip di atas cakrawala selama beberapa jam saja setiap harinya. Meskipun malam-malam musim dingin yang gelap dan panjang itu sering kali dihiasi oleh cahaya langit utara yang spektakuler, atau aurora borealis, matahari tampaknya enggan tinggal berlama-lama. Tetapi, hal ini diimbangi dengan cahaya matahari yang terus memancar selama beberapa bulan di musim panas. Di ujung paling utara negeri ini, matahari bisa terus berada di atas cakrawala selama berminggu-minggu. Di sana, kita dapat melihat matahari pada tengah malam.
Islandia disebut negeri es dan api, dan sebutan itu cocok. Gletser meliputi sekitar sepersepuluh bagian negeri itu. Ada juga api—di Islandia terdapat banyak kegiatan gunung berapi dan panas bumi. Banyak gunung berapi telah meletus di sana, dan selama beberapa abad terakhir ini, rata-rata terjadi letusan setiap lima atau enam tahun. Mata air panas juga banyak.
Negeri yang jarang penduduknya ini memiliki alam yang indah dan satwa liar yang beragam. Udara yang bersih, air terjun yang mengesankan, gunung-gunung yang terjal, dan padang belantara yang luas telah mengundang banyak pengunjung. Di awal musim semi, burung-burung yang bermigrasi akan pulang ke habitat musim panas mereka di tebing-tebing sekitar pantai dan di rawa-rawa. Di antaranya adalah burung dara-laut Arktika, yang setiap tahun bermigrasi ke Antartika, di kutub bumi yang satunya. Betet laut, itik bulu kapas, dan camar laut banyak terlihat di tebing-tebing dan pantai. Domba merumput di daerah pedesaan, dan kuda poni Islandia yang kecil namun tangguh berkeliaran di dataran tinggi. Pada awal musim panas, ribuan ikan salmon pulang, berenang dan berloncatan ke arah hilir dan ke atas jeram untuk bertelur.
Ke-290.570 penduduk Islandia adalah keturunan orang Viking, yang bermukim di sana lebih dari 1.100 tahun yang lalu. Para pemukim ini kebanyakan berasal dari Norwegia, yang menggunakan bahasa Norse Tua, sumber bahasa Islandia. Keterampilan membaca turun-temurun dan letaknya yang cukup terpencil turut melestarikan bahasa Islandia. Karena itu, sampai sekarang orang masih dapat membaca cerita-cerita rakyat kuno, yang kebanyakan ditulis pada abad ke-13. Penduduk Islandia bangga akan bahasa mereka, dan mereka tidak mau memasukkan kata-kata asing.
Sebagian besar pemukim masa awal adalah orang ”kafir”, dan baru pada awal abad kesepuluh ada upaya untuk mengganti agama orang Islandia menjadi ”Kristen”. Tidak lama sebelum abad itu berakhir, beberapa pemimpin Islandia yang utama telah berganti agama, dan pada tahun 1000, parlemen Islandia, yang disebut Althing, meminta seorang pemimpin agama kafir yang terkemuka untuk menilai agama mana yang lebih baik. Anehnya, ia memutuskan bahwa satu-satunya agama yang sebaiknya dianut adalah ”Kristen”. Hal ini tampaknya disetujui tanpa banyak protes. Akan tetapi, ia memperbolehkan umat menyembah dewa-dewi kafir secara diam-diam dan terus melakukan kebiasaan-kebiasaan kafir. Walaupun keputusan di atas lebih bersifat politis daripada religius, hal itu turut membuat orang Islandia berpikiran terbuka, liberal dalam soal-soal agama.
Dewasa ini, kira-kira 90 persen penduduk adalah anggota Gereja Lutheran Evangelis, agama resmi di Islandia. Meskipun ada Alkitab di hampir setiap rumah, tidak banyak orang yang mempercayainya sebagai Firman Allah.
Kabar Baik Mencapai Islandia
Pada awal abad ke-20, banyak orang Islandia beremigrasi ke Kanada, antara lain untuk menghindari kesulitan akibat letusan gunung berapi dan udara dingin yang menggigit. Di sanalah beberapa orang mendengar kabar baik Kerajaan Allah untuk pertama kali. Salah satunya ialah Georg Fjölnir Lindal. Tidak lama setelah ia membaktikan diri kepada Allah Yehuwa, ia menjadi perintis. Saudara Lindal dapat berbahasa Islandia, jadi pada tahun 1929, ketika ia berusia 40 tahun, ia memutuskan untuk pindah ke Islandia. Ia tiba di Reykjavík pada tanggal 1 Juni tahun itu, dan menjadi pemberita kabar baik yang pertama di Islandia.
Saudara Lindal menunggu selama tiga bulan sebelum pengiriman lektur pertamanya tiba, tetapi segera setelah itu, ia mulai memberikan kesaksian untuk mencapai setiap orang di negeri itu. Menjelang akhir bulan Oktober 1929, ia telah menempatkan 800 buku The Harp of God (Harpa Allah) dalam bahasa Islandia. Pada waktu itu, ia menulis, ”Sejak tiba di sini, saya telah mengerjakan beberapa kota yang penduduknya kira-kira berjumlah 11.000 orang. Penduduk Islandia seluruhnya ada sekitar 100.000 orang atau lebih sedikit, jadi masih ada sekitar 90.000 orang yang harus diberi kesaksian. Jika yang mengerjakan semua daerah di sini hanya satu orang, butuh waktu yang sangat lama, karena daerah-daerah itu sangat sulit dicapai. Islandia adalah negeri yang bergunung-gunung, garis pantainya berkelok-kelok, tidak ada rel kereta, dan jalan yang bisa dilalui mobil hanya sedikit, jadi saya hampir selalu bepergian dengan perahu.”
Tidak ada nada keluhan dalam beberapa surat yang ditulis tangan di map tua dari karton manila yang diberi label stensilan ”Islandia”. Di surat yang sama, yang ditulis pada tahun 1929 itu, Lindal mengatakan, ”Saya senang sekali menceritakan pengalaman membina yang saya dapatkan baru-baru ini. Saya berkesempatan mengunjungi kembali suatu tempat yang pernah saya kerjakan. Saya bertemu dengan beberapa orang yang membeli buku ketika saya pertama kali pergi ke sana. Seorang pria berkata, ’Saya telah membaca buku Harp dua kali dan sedang membacanya untuk ketiga kali. Buku itu bagus sekali. Terima kasih sudah datang berkunjung.’ Yang lain mengatakan, ’Oh, akhirnya Anda datang juga. Buku itu bagus sekali. Mengapa Anda tidak menerbitkan semua buku Hakim Rutherford dalam bahasa Islandia?’ Saya memberi tahu dia bahwa banyak buku dapat diperoleh dalam bahasa Denmark. Dia mengatakan, ’Kirimkan semua yang Anda punya. Ya, buku-bukunya Pastor Russell juga, supaya ada cukup buku untuk saya pelajari selama musim dingin ini.’ Yang lain juga mengatakan bahwa mereka senang membaca buku-buku itu. Saya bersyukur kepada Allah karena saya bisa membawakan berita kebenaran kepada orang-orang yang mau mendengarkan.”
Bekerja seorang diri untuk mengabar ke setiap orang di pulau ini, yang luasnya kira-kira dua per tiga Pulau Jawa, sungguh merupakan tugas yang berat. Islandia terbentang kira-kira 300 kilometer dari utara ke selatan dan kira-kira 500 kilometer dari timur ke barat. Panjang garis pantainya, termasuk semua fyord dan teluknya, hampir 6.400 kilometer. Namun, dalam sepuluh tahun Saudara Lindal telah mengerjakan seluruh pulau, memberitakan kabar baik dan menyebarkan lektur. Ia menyusuri pantai dengan perahu, dan sewaktu mengunjungi perladangan di daerah pedalaman, ia menggunakan dua kuda poni, yang satu untuk ia tunggangi dan yang satu lagi untuk mengangkut lektur dan barang-barangnya. Menurut saudara-saudara yang sempat bekerja sama dengannya beberapa tahun sebelum ia meninggalkan Islandia, Saudara Lindal adalah saudara yang penuh pengabdian dan berpikiran serius, pemalu dan tertutup, serta tidak banyak bicara. Perawakannya tinggi besar, nyaris terlalu besar untuk kuda poni Islandia yang ia tunggangi. Kadang-kadang, jika tidak ada kuda, ia cukup kuat untuk mengangkat sendiri buku-buku dan barang-barangnya.
Pada waktu memulai misinya di Islandia pada tahun 1929, Saudara Lindal tidak menyadari betapa sulitnya pekerjaan itu dan betapa banyaknya kesabaran serta ketekunan yang dibutuhkan untuk melakukannya. Selama hampir 18 tahun, Saudara Lindal adalah satu-satunya Saksi di Islandia. Meskipun ia sudah bekerja begitu giat, tidak seorang pun berpihak pada Kerajaan. Pada tahun 1936, ia menulis, ”Selama berada di sini, saya telah menempatkan sekitar 26.000 hingga 27.000 buku kepada orang-orang. Banyak yang telah membacanya. Ada yang tampaknya menentang kebenaran, tetapi kebanyakan tetap bersikap masa bodoh.”
Namun, ada yang menghargai berita yang disampaikan kepada mereka. Sebagai contoh, seorang pria tua menerima sebuah buku The Harp of God. Ketika Saudara Lindal mengunjunginya kembali beberapa bulan kemudian, ia bertemu dengan anak perempuan pria itu, yang memberi tahu bahwa ayahnya menyukai buku tersebut dan telah mempelajarinya dengan saksama sebelum ia meninggal. Sesuai dengan kebiasaan kafir, ia bahkan mengamanatkan agar buku itu dimasukkan ke dalam peti jenazah jika ia mati, dan hal itu telah dilakukan.
Akhirnya, pada tanggal 25 Maret 1947, setelah lama bekerja sendirian di Islandia, Saudara Lindal mulai ditemani oleh beberapa lulusan Sekolah Alkitab Gilead Menara Pengawal. Ia terus melayani di sana hingga ia pulang ke Kanada pada tahun 1953. Enam belas tahun kemudian, Páll Heine Pedersen, yang pada saat itu melayani sebagai perintis istimewa di Islandia, memutuskan untuk pergi ke Winnipeg, Kanada, guna menemui Saudara Lindal dan memperoleh keterangan langsung tentang pekerjaannya di Islandia karena, pada waktu itu, para utusan injil yang telah bekerja bersama Saudara Lindal di Islandia telah pergi dari negeri itu. Ketika sedang cuti di Amerika Serikat, Saudara Pedersen naik bus ke Winnipeg. Begitu tiba, ia diberi tahu bahwa Saudara Lindal baru saja menyelesaikan kehidupannya di bumi pagi itu. Ia telah melayani Yehuwa dengan setia hingga kematiannya.
Lebih Banyak Pekerja untuk Panen
Pada tahun 1947, kedatangan dua utusan injil pertama lulusan Gilead asal Denmark memulai babak baru dalam pemberitaan kabar baik. Salah satunya adalah Leo Larsen. Dua utusan injil lain lagi tiba pada bulan Desember 1948, yaitu Ingvard Jensen dari Denmark dan Oliver Macdonald dari Inggris. Para pekerja panen yang baru ini melanjutkan pekerjaan yang telah dilakukan Saudara Lindal dan menempatkan banyak sekali lektur. Selama musim dingin, mereka bekerja di Reykjavík dan sekitarnya, dan pada musim panas yang singkat, mereka mengarahkan perhatian untuk mengerjakan daerah pedesaan di sepanjang pesisir. Ingvard Jensen khususnya mengingat salah satu ekspedisi pengabaran itu. Ia menulis, ”Sepanjang musim panas saya yang pertama di Islandia, saya menyertai salah seorang utusan injil pergi ke daerah pedesaan. Pada umumnya, kami naik bus atau perahu ke daerah yang telah ditentukan; kami membawa sepeda, tenda, kantong tidur, lektur, dan perbekalan. Nah, pada suatu sore kami berlayar ke kota Stykkishólmur di pantai barat, dan tiba keesokan siangnya. Rencananya, kami akan mengunjungi semua rumah di kota itu lalu bersepeda ke kota Borgarnes, sejauh kira-kira 100 kilometer. Dari sana, ada feri yang setiap hari pergi ke Reykjavík. Pada awalnya semua lancar-lancar saja. Ketika itu adalah pertengahan bulan Juni, dan matahari bersinar terang. Pada malam yang pertama, kami beringsut masuk ke dalam kantong tidur setelah mengerjakan sebagian daerah kota. Tetapi, sepanjang malam itu kami merasa kedinginan, dan esok paginya barulah kami tahu apa sebabnya: Salju telah turun pada malam itu hingga setebal sepuluh sentimeter! Kami tidak mungkin lagi mempersingkat perjalanan, karena tidak ada perahu selama seminggu. Jadi, kami harus mengikuti jadwal, mengerjakan kota itu, dan bersepeda ke kota berikutnya di balik gunung, sambil mengabar di perladangan sepanjang jalan.”
Mereka tiba di Borgarnes empat hari kemudian, setelah mengayuh sepeda di tengah-tengah guyuran salju, hujan, dan embusan angin kencang berkecepatan hingga 110 kilometer per jam. Tetapi, kami sedikit terhibur karena keramahtamahan yang luar biasa dari para petani di sepanjang perjalanan, yang selalu mengundang kami masuk untuk minum kopi dan makan. Saudara Jensen ingat bahwa mereka makan delapan sampai sepuluh kali sehari! Ia mengatakan, ”Saya merasa bahwa orang akan tersinggung jika kami menolak tawaran mereka yang baik hati, dan hal itu menyediakan kesempatan untuk memberikan kesaksian yang saksama tentang Kerajaan Yehuwa yang telah berdiri.”
Selama tiga tahun pertama kegiatan utusan injil di Islandia, saudara-saudara menempatkan lebih dari 16.000 eksemplar lektur. Akan tetapi, kunjungan kembali dan pengajaran Alkitab tidak bertambah secara seimbang—orang senang menerima lektur tetapi tidak menyambut beritanya. Sebagai contoh, Saudara Larsen dan istrinya, Missie—yang datang dari Denmark pada tahun 1950 untuk menikah dengannya—pergi ke pantai timur, dan mereka mengerjakan kota Höfn, Eskifjördhur, Neskaupstadhur, dan Seydhisfjördhur. Selama perjalanan yang sulit itu, mereka menempatkan 300 buku dan kira-kira 300 buku kecil. Pembatas halaman yang memuat keterangan singkat dari Alkitab dan alamat para utusan injil di Reykjavík telah dicetak dan diselipkan ke dalam semua buku itu. Semua yang mengambil lektur diundang untuk menulis surat guna mendapatkan lebih banyak keterangan tentang kebenaran—tetapi, tidak ada yang melakukannya.
Pada tahun 1952, diputuskan bahwa daerah di pantai utara patut mendapat lebih banyak perhatian. Maka, pada bulan Juni tahun itu, Oliver Macdonald dan istrinya, Sally, yang datang dari Inggris pada tahun 1949 untuk menikah dengannya, ditugasi ke Akureyri sebagai perintis istimewa. Di sana, mereka menghadapi tentangan sengit dari kelompok Bruder Plymouth yang dipimpin oleh konsul Inggris di kota itu. Sang konsul memiliki banyak pengikut, dan orang-orang mendengarkan dia ketika dia menyerang para Saksi dalam ceramah-ceramah dan tulisan-tulisannya. Meskipun para perintis tidak terbiasa dengan tentangan demikian di Reykjavík, mereka menghadapi serangan itu tanpa takut, terus bekerja seperti biasa dan menggunakan setiap kesempatan untuk menyanggah tuduhan palsu. Beberapa surat kabar memuat jawaban-jawaban mereka.
Selain mengerjakan daerah kota, para perintis itu juga pergi ke daerah yang terpencil, menempatkan lektur, dan menikmati kebaikan penduduk yang memang ramah-ramah tetapi tidak benar-benar berminat pada berita Kerajaan. Saudara dan Saudari Macdonald kembali ke Reykjavík pada bulan Juli 1953, tetapi sebelum mereka meninggalkan Akureyri, mereka telah menanamkan benih-benih kebenaran, yang belakangan akan tumbuh.
Fondasi Terbentuk
Setelah 27 tahun menanam dan menyiram, saudara-saudara di Islandia akhirnya mulai melihat buah-buah kerja keras mereka. Pada awal tahun 1956, tujuh orang baru berpihak pada Kerajaan dan membaktikan diri kepada Yehuwa. Sebelum tahun itu, kebanyakan orang yang tadinya berminat tidak terus berpaut pada kebenaran, kecuali Iris Åberg, seorang wanita asal Inggris yang dibaptis dan belakangan meninggalkan Islandia. Sekarang, ada tujuh orang baru yang dibaptis dan terbentuklah fondasi yang kuat. Namun, pada tahun 1957, para utusan injil dan perintis, yang telah bekerja begitu keras untuk melihat kebenaran tertanam, terpaksa meninggalkan Islandia, kebanyakan karena alasan kesehatan.
Maka, pada tahun 1957, seorang saudari perintis istimewa—Edith Marx, yang datang dari Denmark pada tahun sebelumnya—harus mengurus sidang kecil itu. Karena itu, dibutuhkan pekerja-pekerja panen untuk membantu kelompok ini, yang tiba-tiba kehilangan orang-orang yang telah membantu orang-orang baru untuk belajar kebenaran dan menjadi kuat. Namun tidak lama kemudian, beberapa perintis istimewa datang dari Denmark, Swedia, dan Jerman. Selain itu, banyak penyiar dan perintis pindah ke Islandia untuk memberitakan Kerajaan. Sejak itu, pertambahan pun berlanjut, lambat tapi pasti.
Pertambahan ini diiringi dengan perkembangan-perkembangan menarik, termasuk kunjungan pengawas wilayah secara teratur dan kebaktian distrik tahunan. Lebih banyak lektur dibutuhkan dalam bahasa Islandia. Majalah Menara Pengawal dalam bahasa Islandia mulai tersedia sejak terbitan 1 Januari 1960. Majalah ini memberikan dorongan yang besar bagi pengabaran. Alangkah bersukacitanya saudara-saudara karena bisa menawarkan publikasi ini kepada penduduk Islandia dalam bahasa ibu mereka! Dan, alangkah dikuatkannya iman saudara-saudara dengan adanya makanan rohani yang bergizi ini setiap bulan! Pada waktu ada pengumuman di kebaktian wilayah di Reykjavík bahwa Menara Pengawal akan diterbitkan dalam bahasa Islandia, replika majalah berukuran besar yang dipasang di belakang pembicara ditampilkan. Saudara-saudara menyambut hadiah baru dari Yehuwa ini dengan tepuk tangan yang meriah!
Saudara Pedersen ingat bahwa pada waktu ia datang ke Islandia pada bulan Oktober 1959, buku kecil ”This Good News of the Kingdom” (”Kabar Baik Kerajaan Ini”) adalah satu-satunya publikasi yang ada dalam bahasa Islandia untuk digunakan dalam dinas, dan banyak penghuni rumah sudah memilikinya. Para penyiar menawarkan Menara Pengawal dan Sedarlah! dalam bahasa Denmark, Inggris, Jerman, atau Swedia kepada orang-orang yang dapat membacanya. Meskipun banyak yang dapat mengerti salah satu bahasa itu, mereka akan jauh lebih tersentuh jika membaca Menara Pengawal dalam bahasa ibu mereka. Publikasi dalam bahasa Islandia ini besar pengaruhnya terhadap pekerjaan pengabaran. Ke-41 penyiar dan perintis memperoleh 809 langganan dan menempatkan 26.479 majalah selama tahun dinas tersebut. Selain itu, ada pertambahan dalam jumlah pengajaran Alkitab.
Tonggak sejarah lain terjadi dengan didirikannya kantor cabang pada tanggal 1 Januari 1962. Sebelumnya, Islandia ada di bawah pengawasan cabang Amerika Serikat dan sebelumnya cabang Denmark. Kemudian, pada tahun 1969, Saksi-Saksi Yehuwa mendapatkan pengakuan resmi dan didaftarkan di Departemen Kehakiman dan Urusan Agama. Sekarang, Saksi-Saksi di Islandia memiliki hak-hak yang sama dengan semua agama lain dan mendapat wewenang untuk mengesahkan perkawinan dan memimpin upacara pemakaman.
Tentangan dari para Pemimpin Agama
Pada bulan ketika kantor cabang didirikan, saudara-saudara mengalami tentangan dari para pemimpin agama. Pada suatu pagi, kepala berita dalam sebuah surat kabar besar mengumumkan bahwa uskup gereja nasional telah menerbitkan sebuah buku yang memperingatkan umatnya agar tidak mendengarkan Saksi-Saksi Yehuwa. Judul buku itu adalah Vottar Jehóva—advörun (Awas Saksi-Saksi Yehuwa!). Surat kabar lain juga mengupas soal Saksi-Saksi Yehuwa. Vísir, harian sore terkemuka, menerbitkan wawancara dengan seorang saudara yang melayani di kantor cabang. Artikel itu menjelaskan kepercayaan kita, dan segera surat-surat kabar lain ikut memuat artikel tentang Saksi-Saksi Yehuwa. Hal ini memberikan kesaksian yang luar biasa sehingga banyak orang jadi tahu tentang pekerjaan kita. Beberapa pembaca menulis surat yang mendukung para Saksi, dan ini dimuat di surat-surat kabar. Sang uskup membalas dengan menerbitkan sebuah ”jawaban” untuk kita. Tetapi, dalam sebuah artikel sehalaman penuh di surat kabar terbesar, Morgunbladid, Saksi-Saksi Yehuwa mengupas tuntas pekerjaan dan kepercayaan mereka.
Buku berisi peringatan itu disebarkan ke seluruh negeri. Hasilnya adalah publisitas besar bagi Saksi-Saksi Yehuwa, dan pengaruhnya masih terasa di daerah pengabaran sampai bertahun-tahun kemudian. Karena semua publisitas itu, sebuah surat kabar melaporkan, ”Uskup menjadi manajer periklanan bagi Saksi-Saksi Yehuwa.” Umat Yehuwa menjadi terkenal bahkan di daerah-daerah terpencil di negeri itu yang belum dikerjakan oleh para Saksi. Meskipun ada yang mengikuti saran sang uskup, kebanyakan orang malah merasa penasaran. Akan tetapi, ada sikap bermusuhan di Akureyri di utara. Heinrich dan Katherine Karcher, yang melayani sebagai perintis di sana, kadang-kadang dilempari batu oleh beberapa anak muda. Beberapa tahun kemudian, para penentang dari agama lain di Akureyri membagikan ulang buku dari uskup itu, setelah mencetaknya lagi di percetakan setempat. Orang Pantekosta juga melakukannya di Reykjavík, karena mengira bahwa mereka dapat menghentikan atau menghambat pengabaran kita.
Tantangannya Mengorganisasi Kebaktian
Kebaktian selalu merupakan acara membahagiakan yang ditunggu-tunggu umat Allah di Islandia. Bahkan sewaktu jumlah penyiar masih sedikit, saudara-saudara tidak ragu-ragu untuk mengorganisasi kebaktian. Kebaktian pertama diadakan pada bulan Juli 1951, sewaktu dua saudara—Percy Chapman dari Kanada dan Klaus Jensen dari Brooklyn—mengunjungi Islandia dalam perjalanan menuju rangkaian kebaktian yang diadakan di Eropa pada musim panas itu. Meskipun penyiar di Islandia pada waktu itu hanya sedikit, puncak hadirin kebaktian ada 55 orang. Kebaktian berikutnya diadakan tujuh tahun kemudian, pada bulan Juni 1958, pada kunjungan pengawas zona, Filip Hoffmann, dan ada 38 hadirin yang mendengarkan khotbah umum. Sejak itu, kebaktian diadakan setiap tahun.
Fridrik Gíslason adalah salah satu dari sedikit saudara yang mendapat beberapa bagian dalam acara kebaktian selama tahun 1950-an. Ia menceritakan, ”Saya ingat bekerja sebagai pengawas Departemen Konsumsi di kebaktian-kebaktian awal. Selain harus melakukan sendiri sebagian besar pekerjaan, saya sudah biasa mendapat tiga atau empat bagian acara setiap harinya. Kalau bekerja di dapur, saya memakai celemek. Nah, ketika cepat-cepat mau ke panggung untuk berkhotbah, saya segera memakai jas, tetapi kadang-kadang saya lupa untuk melepas celemek, sehingga saudara-saudara harus mengingatkan saya. Sekarang kebaktian dihadiri oleh 400 sampai 500 orang, dan ada banyak penatua cakap yang memenuhi syarat untuk menyampaikan bagian-bagian acara.”
Drama Alkitab adalah puncak acara kebaktian distrik yang sangat menarik dan berisi pengajaran. Tetapi, karena penyiar di Islandia terlalu sedikit, drama hanya diperdengarkan melalui kaset. Cabang Denmark membantu menghidupkan drama itu dengan menyediakan slide-slide berwarna yang dapat diiringi dengan suara kaset. Meskipun demikian, drama tetap membutuhkan banyak persiapan. Pertama-tama, drama itu harus diterjemahkan ke dalam bahasa Islandia, lalu harus direkam dengan menggunakan suara saudara-saudari yang dapat berbicara bahasa tersebut. Selain itu, musik dan efek suara ditambahkan dari kaset bahasa Inggris. Ada yang harus mengisi suara beberapa peran, dengan menyesuaikan suara mereka agar cocok dengan tokohnya. Akhirnya, beberapa drama dipentaskan oleh saudara-saudari dengan kostum lengkap.
Yang pertama adalah tentang Ratu Ester, yang dimainkan pada kebaktian distrik tahun 1970. Saudara-saudara antusias mengerjakan proyek ini dan berlatih dengan penuh semangat. Baru kali ini mereka mengenakan pakaian seperti pada zaman Alkitab dan saudara-saudara memasang janggut palsu di wajah mereka. Para pemain drama merahasiakan hal ini, sehingga pementasannya menjadi kejutan yang menyenangkan. Di kebaktian kecil, hampir semua orang saling mengenal dan setiap orang duduk dekat panggung, jadi ada yang mencoba mengenali siapa yang sedang main. Setelah melihat sebuah drama, seorang saudari mengatakan, ”Masakan saya hanya bisa mengenali satu saudara di drama itu, yang main sebagai Raja Nebukhadnezar!” Dia menyebutkan nama saudara itu dan terkejut ketika ternyata dia salah. Saudara-saudara sangat menghargai kerja keras dari begitu banyak orang untuk menampilkan acara itu di kebaktian yang kecil. Semua bisa mendapatkan manfaat dari pelajaran-pelajaran bagus dalam drama yang ditampilkan dalam bahasa mereka sendiri.
Kebaktian Internasional Mendatangkan Sukacita
Seraya tahun-tahun berlalu, saudara-saudara di Islandia juga senang dapat menghadiri kebaktian di negeri lain. Lima delegasi dari Islandia berkesempatan menghadiri Kebaktian Internasional Kehendak Ilahi di New York pada tahun 1958. Banyak yang menghadiri Kebaktian Para Penyembah yang Bersatu di Eropa pada tahun 1961 dan Kebaktian ”Kabar Baik yang Abadi” pada tahun 1963. Yang lain menikmati pergaulan bersama saudara-saudara dari banyak negeri pada Kebaktian Internasional ”Kemenangan Ilahi” pada tahun 1973. Lebih dari seratus penyiar Islandia menghadiri Kebaktian Internasional ”Damai di Bumi” di Kopenhagen, Denmark, pada tanggal 5-10 Agustus 1969. Inilah jumlah terbanyak delegasi Islandia yang menghadiri kebaktian internasional di negeri lain. Pada musim panas itu, 80 persen penyiar Islandia pergi ke luar negeri untuk menghadiri kebaktian.
Karena ada begitu banyak yang merencanakan datang ke kebaktian tahun 1969, cabang Denmark mengatur agar saudara-saudara dari Islandia duduk bersama di sana. Sebelum sesi pagi dimulai, saudara-saudara berkumpul di bagian khusus delegasi Islandia untuk mendengarkan ringkasan acara dalam bahasa mereka sendiri.
Di antara mereka yang menghadiri kebaktian ini ada seorang pemuda bernama Bjarni Jónsson. Ia adalah putra pengacara pemilik bangunan yang disewa saudara-saudara di Reykjavík untuk rumah utusan injil dan kantor cabang. Bjarni tidak banyak tahu tentang kebenaran, dan tujuan ia pergi bersama saudara-saudara ke Kopenhagen bukanlah untuk menghadiri kebaktian. Bagaimana sampai bisa begitu?
Begini, pada waktu itu ada urusan yang harus dibicarakan oleh Kjell Geelnard, hamba cabang kala itu, dengan ayah Bjarni. Kjell menceritakan bahwa akan ada kebaktian internasional di Kopenhagen dan bahwa ada sekelompok saudara yang merencanakan hadir. Mendengar itu, sang pengacara bertanya apakah putra sulungnya boleh ikut. Ia mengatakan kepada Saudara Geelnard bahwa putranya baru saja lulus SMA, maka ia ingin menghadiahi anaknya jalan-jalan ke luar negeri, dan tampaknya Kopenhagen cocok juga. Menurut Kjell, itu ide bagus. Ia memberi tahu sang pengacara bahwa jika Bjarni ingin ikut melihat seperti apa kebaktian itu, ia dapat mengatur agar ada pemondokan di Kopenhagen. Sang pengacara senang mendengarnya dan ia menanyai putranya apakah ia mau ikut dengan rombongan Saksi-Saksi Yehuwa yang akan pergi ke kebaktian. Putranya langsung mau.
Departemen Pemondokan dihubungi untuk mendapatkan pemondokan bagi Bjarni di Kopenhagen. Saudara-saudara mendapatkan tempat untuknya di satu keluarga Saksi. Seorang delegasi asal Amerika tadinya akan ditempatkan satu kamar dengan seorang saudara Islandia bernama Jakob. Tetapi ia telah membatalkan pesanannya, jadi ada tempat untuk Bjarni. Namun, entah mengapa, Jakob tidak jadi datang. Karena itu, hanya Bjarni yang pergi ke pemondokan itu. Karena Departemen Pemondokan tidak memberi tahu keluarga tersebut bahwa saudara Amerika itu akan digantikan oleh Bjarni, mereka mengira Bjarni itu Jakob.
Seperti biasa, jika saudara-saudara dari berbagai tempat bertemu, mereka saling bercerita pengalaman. Saudara-saudara Denmark merasa aneh mengapa si ”Jakob” ini tidak punya cerita apa-apa. Di pihak lain, Bjarni juga agak bingung ketika keluarga Saksi itu terus memanggilnya Jakob. Ia pikir, karena Jakob adalah nama Alkitab, Saksi-Saksi Yehuwa mungkin biasa menggunakan nama Alkitab dalam percakapan. Kesalahpahaman ini dijernihkan ketika seorang saudara di rumah tempat Bjarni menginap bertemu dengan saudara asal Denmark yang merintis di Islandia. Ia bertanya apakah ”Jakob” itu orang baru dalam kebenaran karena ia tidak tahu apa-apa tentang pengabaran di Islandia. Saudara tersebut menjelaskan bahwa ”Jakob” itu sebenarnya Bjarni, anak SMA dari Islandia yang ikut bersama saudara-saudara ke Kopenhagen. Keluarga Saksi itu memperlakukan Bjarni dengan sangat baik dan mengundangnya untuk tinggal seminggu lagi supaya bisa melihat-lihat Denmark. Kebaikan hati ini menyentuh hati Bjarni.
Bjarni bahkan menghadiri kebaktian. Dan walaupun ia tidak sepenuhnya menikmati acara karena belum mengenal kebenaran, ia sangat terkesan dengan apa yang ia lihat dan dengar. Segera setelah kembali ke Islandia, ia dan keluarganya mulai belajar Alkitab. Bjarni membuat kemajuan yang bagus dalam kebenaran dan dibaptis pada tahun 1971. Ia melayani sebagai anggota Panitia Cabang di Islandia sejak tahun 1979.
Svanberg Jakobsson sudah bertahun-tahun menjadi penerjemah di cabang Islandia dan sekarang adalah pengawas Departemen Penerjemahan. Sewaktu masih muda, ia pernah menghadiri Kebaktian Internasional ”Kemenangan Ilahi” di London, Inggris, pada tahun 1973. Ia menceritakan, ”Saya ingat betapa tergetarnya hati saya melihat ribuan saudara-saudari memasuki stadion kebaktian. Saya terpukau melihat banyak saudara-saudari dari Afrika, yang semuanya mengenakan pakaian tradisional yang berwarna-warni. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan bisa berada bersama puluhan ribu saudara-saudara, mendengarkan acara bersama, menyanyi bersama, berdoa bersama, makan bersama, dan sekadar berada di situ bersama mereka.”
Sólborg Sveinsdóttir, yang dibaptis pada tahun 1958, berlayar selama enam hari ke Denmark bersama keempat anaknya untuk menghadiri kebaktian di Kopenhagen pada tahun 1961. Sólborg tergabung dalam kelompok kecil yang terpencil di Keflavík. Apa pengaruhnya hadir di kebaktian internasional yang besar? Saudari ini mengatakan, ”Sungguh mengharukan bisa mendengar lebih dari 30.000 saudara bersatu menyanyikan lagu Kerajaan dalam lima bahasa—hati saya sangat tersentuh. Semuanya begitu teratur.”
Pergi ke kebaktian internasional memang mahal, tetapi saudara-saudara merasa bahwa manfaatnya jauh melebihi biaya yang dikeluarkan. Benar-benar suatu berkat untuk menikmati jamuan rohani yang begitu menakjubkan yang disiapkan oleh Yehuwa dan untuk berada di antara ribuan saudara-saudari seiman.
Kunjungan Seorang ”Pramusaji” Rohani
Banyak yang telah pindah ke Islandia untuk melayani di tempat yang lebih membutuhkan. Bagi mereka semua, kepindahan itu juga berarti perjuangan yang panjang dan sulit untuk mempelajari bahasa Islandia yang rumit. Meskipun demikian, kesalahpahaman bahasa kadang-kadang malah menguntungkan. Sebagai contoh, suatu hari Heinrich Karcher sedang mengabar dari rumah ke rumah, dan memperkenalkan diri sebagai seorang rohaniwan. Di sebuah rumah, seorang wanita muda membukakan pintu, dan segera setelah Heinrich memperkenalkan diri, wanita ini mengundangnya masuk. Ia salah mengerti siapa Heinrich karena dalam bahasa Islandia, kata ”rohaniwan” dapat juga berarti ”pramusaji”. Ia mengira saudara kita adalah rekan sekerja suaminya, seorang pramusaji di hotel setempat. Ia tahu bahwa suaminya akan segera pulang, maka ia undang saja orang yang ia kira rekan sekerja suaminya ini untuk menunggu sebentar. Tentu saja, setelah tahu yang sebenarnya, mereka pun tertawa geli.
Sang suami pulang, dan ”pramusaji” rohani kita pun menghidangkan makanan rohani yang bergizi kepada pasangan muda ini, yang ternyata sangat mereka sukai. Mereka bahkan mengundang Heinrich untuk datang lagi bersama istrinya. Segera, pengajaran Alkitab yang teratur diadakan, dan suami istri peminat ini mulai memberikan kesaksian kepada orang lain. Bahkan ketika bekerja di hotel setempat, sang pramusaji muda ini berbicara kepada semua yang mau mendengarkan. Akhirnya, suami istri ini dibaptis. Mereka bahagia karena ada ”pramusaji” rohani yang telah mengunjungi mereka dan tidak segan-segan memberikan kesaksian dalam bahasa yang asing baginya.
Seraya tahun-tahun berlalu, ada banyak kejadian lucu akibat kesalahpahaman sewaktu saudara-saudara asing mempelajari bahasa Islandia. Misalnya, tidak lama setelah tiba di Islandia, Sally Macdonald mempersiapkan kata pengantar, ”Saya sedang mengunjungi orang-orang di daerah ini untuk menceritakan beberapa hal menarik dari Alkitab.” Tetapi, ia menggunakan kata ofsækja (menindas) dan bukannya heimsækja (mengunjungi) dan sambil tersenyum ia mengatakan, ”Saya sedang menindas orang-orang di daerah ini.”
Pendeta Lutheran Ikut Mengabar
Sudah bertahun-tahun Holger dan Tove Frederiksen dari Denmark melayani dengan setia sebagai perintis istimewa di Islandia, dan mereka pernah melayani sebentar dalam pekerjaan keliling. Meskipun sulit bagi Tove untuk belajar dan menguasai bahasa Islandia, ia membantu banyak orang masuk kebenaran karena semangat dan gairahnya.
Sekali peristiwa, ketika sedang melayani dalam pekerjaan wilayah, Holger dan seorang penyiar muda mengabar dari rumah ke rumah di sebuah desa kecil. Namun, sungguh mengejutkan, seorang pendeta Lutheran ikut mengabar bersama mereka. Bagaimana bisa begitu?
Tidak lama sebelumnya, mereka datang ke rumah pendeta ini. Ia memasang wajah ramah dan mengundang mereka masuk ke kantornya. Setelah sang pendeta melihat buku-buku yang mereka tawarkan, ia mengatakan, ”Ini semua isinya ajaran palsu!” Lalu tiba-tiba ia berdiri, mengangkat kedua lengannya, dan menyerukan kutuk Tuhan atas mereka. ”Saya larang kalian mendatangi jemaat saya!” teriaknya. Holger mengatakan bahwa pendeta itu tidak berhak melarang mereka dan bahwa mereka akan meneruskan pengabaran. Lalu sang pendeta berkata, ”Kalau kalian masih mau terus mendatangi jemaat saya, saya harus ikut.” Holger mengatakan bahwa boleh-boleh saja ia ikut.
Setelah sang pendeta mengikuti mereka mengunjungi dua rumah terdekat, mereka bertemu dengan Tove dan saudari lain, yang terkejut melihat siapa yang telah ikut mengabar dari rumah ke rumah. Lalu sang pendeta mengundang mereka semua ke rumahnya untuk minum kopi. Mereka mengobrol baik-baik. Holger merasa bahwa keramahtamahan yang tiba-tiba dan tak terduga-duga yang ditunjukkan oleh sang pendeta itu bertujuan agar mereka tidak mengabar ke semua orang di daerah tersebut. Jadi, keesokan harinya, mereka kembali dan mengerjakan seluruh desa itu, menempatkan banyak lektur dan bertemu dengan banyak orang yang mau mendengarkan.
Terhenti oleh Longsoran Salju
Untuk mengabar kepada orang-orang yang tinggal di pedesaan, kami sering harus berkendara melalui jalan-jalan di gunung yang berlapis es dan tertutup tumpukan salju selama bulan-bulan musim dingin yang gelap. Pada bulan Desember 1974, dalam pekerjaan keliling, Kjell dan Iiris Geelnard mengunjungi Akureyri di pantai utara. Selama pekan bersama sidang yang ada di sana, mereka pergi sejauh 80 kilometer lebih menuju kota Húsavík. Mereka mengajak Holger dan Tove Frederiksen. Mereka berempat mengerjakan daerah di Húsavík dan sekitarnya selama beberapa hari dan mengakhiri kunjungan itu dengan menyampaikan khotbah umum dan pertunjukan slide di sebuah sekolah. Belum lama perhimpunan dimulai, badai bergerak menuju daerah itu, disertai angin yang membekukan, salju, dan hujan es. Setelah perhimpunan itu, seraya hadirin berkemas-kemas untuk pulang, seluruh kota menjadi gelap karena listrik mati akibat badai salju tersebut. Saudara-saudara meninggalkan sekolah itu dalam kegelapan, tetapi semuanya senang karena slide sudah sempat dipertunjukkan sebelum lampu padam.
Saudara-saudari Geelnard dan Frederiksen harus kembali ke Akureyri. Mereka bertanya kepada polisi setempat dan beberapa sopir bus dan truk tentang kondisi jalan, dan diberi tahu bahwa sejak tadi belum ada banyak masalah. Jadi mereka memutuskan untuk pergi sesegera mungkin, tetapi rupanya makan waktu juga untuk membereskan barang-barang dengan hanya diterangi cahaya lilin. Dan, pada waktu mereka pergi membeli bensin untuk mobil mereka, petugasnya harus memompa bensin itu dengan tangan. Akhirnya, mereka baru siap untuk pergi sekitar pukul sembilan malam.
Kjell menceritakan perjalanan itu, demikian, ”Pada awalnya, semua lancar-lancar saja, tetapi salju turun semakin lebat. Kadang-kadang, sulit sekali untuk melihat jalan sehingga Holger harus turun dari mobil untuk memastikan arah dengan lampu senter. Beberapa kali kami terhalang tumpukan salju. Kami masih bisa lewat dengan menyingkirkannya pakai sekop atau mendorongnya, namun akhirnya kami terhenti oleh dinding salju yang besar. Belakangan kami tahu bahwa itu adalah longsoran salju dari gunung di atas. Dalam keadaan normal, biasanya hanya butuh dua jam dari Húsavík ke Akureyri, tetapi hingga saat itu kami sudah berada di jalan selama enam jam dan itu pun baru setengah jalan.
”Di sanalah kami terjebak pada pukul tiga pagi—dalam keadaan basah, lelah, dan kedinginan. Bayangkan, alangkah senangnya kami ketika melihat ada lampu yang menyala di sebuah perladangan tidak jauh dari situ. Karena itu, kami memberanikan diri untuk pergi ke sana dan mengetuk pintu. Holger, yang sopan dan penuh timbang rasa, mengetuk pintu depan. Karena tidak ada jawaban, ia pun membukanya, naik ke loteng, dan pelan-pelan mengetuk pintu kamar. Sekalipun kaget, sang petani dan istrinya tidak marah dengan kedatangan kami yang tiba-tiba. Mereka menjelaskan bahwa mereka pergi tidur ketika listrik mati dan lupa mematikan lampu!
”Di sinilah kami merasakan keramahtamahan orang Islandia yang menghangatkan hati. Sang petani dan istrinya memindahkan anak-anak mereka yang sudah tidur ke kamar lain sehingga kami berempat dapat tidur di dua kamar, dan tidak lama kemudian, tersaji kopi panas dan roti yang lezat di meja dapur. Keesokan paginya setelah sarapan, sang petani berkeras agar kami tinggal untuk makan siang. Setelah makan siang bersama keluarga itu, kami meneruskan perjalanan ke Akureyri karena pada saat itu salju sudah dibersihkan oleh dua kendaraan besar penyingkir salju. Keramahan sang petani dan istrinya memberi kami kesempatan untuk menceritakan kebenaran Alkitab kepada mereka.”
Mengabar di atas Kapal Pukat
Beberapa tahun yang lalu, Kjell Geelnard bertemu dengan seorang pemuda di dinas lapangan. Namanya Fridrik. Ia adalah putra sulung di keluarganya, berpikiran rohani, dan senang membahas Alkitab. Ia mempunyai banyak pertanyaan dan sangat berminat untuk memperoleh pengetahuan Alkitab. Tetapi, tidaklah mudah untuk bertemu kembali dengannya, karena ia adalah operator mesin di sebuah kapal pukat. Dia lebih sering melaut, dan hanya beberapa hari saja tinggal di rumah sebelum berangkat lagi. Namun, dengan memeriksa jadwal kapal dan dengan bertanya kepada ibunya kapan ia pulang, Kjell dapat bertemu dengannya, kadang-kadang di pelabuhan, kadang-kadang di rumah. Demikianlah saudara-saudara membantunya untuk maju secara rohani.
Menjelang akhir tahun 1982, Fridrik diundang untuk menghadiri kebaktian di Reykjavík. Pada waktu itu, imannya kepada Yehuwa sudah mulai bertumbuh, dan ia berdoa agar ada jalan supaya ia bisa hadir. Kebetulan, ada seorang awak kapal yang tiba-tiba memutuskan untuk tidak jadi mengambil waktu liburnya. Dengan demikian, Fridrik diperbolehkan mengambil libur kerja dan hadir di kebaktian. Fridrik sangat terkesan pada acara kebaktian, dan ia pun yakin bahwa ia ingin melayani Yehuwa.
Ketika Fridrik pulang ke kota asalnya, ia memberi tahu tunangannya tentang keputusan yang ia buat dan dampaknya atas kehidupan Fridrik selanjutnya. Fridrik mengatakan bahwa ia ingin dia menjadi istrinya tetapi jika dia tidak mau menikah dengan seorang saksi Yehuwa, dia harus memutuskan hubungan mereka. Keesokan paginya, terdengar ketukan di pintu rumah utusan injil. Yang datang ternyata Fridrik dan tunangannya. Kata-kata Fridrik singkat tetapi tegas, ”Helga mau belajar Alkitab!” Maka, para utusan injil memulai pengajaran dengan Helga. Belakangan pada hari itu, salah seorang adik lelaki Fridrik juga meminta pengajaran Alkitab. Dan pada minggu yang sama, Fridrik mengajak adik perempuannya yang bungsu ke perhimpunan dan ia mengatakan, ”Unnur mau belajar Alkitab!”
Fridrik ingin melambangkan pembaktiannya kepada Yehuwa dengan baptisan air. Namun pertama-tama, ia harus memiliki cukup pengetahuan dan membahas pertanyaan baptisan. Masalahnya, ia lebih sering berada di laut. Jika Fridrik tidak bisa dikunjungi di rumah, mungkin di tempat kerjanya bisa. Jalan keluarnya? Fridrik mempekerjakan Kjell di kapal pukat itu untuk membantunya di ruang mesin. Pada awal tahun 1983, dengan membawa Alkitab dan bahan pelajaran, Kjell ikut berlayar di kapal Svalbakur.
”Bekerja dan berdinas di kapal Svalbakur adalah pengalaman tak terlupakan,” kenang Kjell. ”Kami mulai bekerja pada pukul 6.30 dan selesai pada pukul 18.30. Siang harinya, kami makan siang, dan ada rehat minum kopi pada pagi dan sore hari. Waktu di luar jam kerja saya gunakan untuk belajar bersama Fridrik, dan ada banyak kesempatan untuk memberikan kesaksian kepada awak kapal lainnya. Malam hari kami gunakan untuk mempelajari dan mendiskusikan hal-hal rohani. Adakalanya baru lewat tengah malam kami tidur. Selama istirahat siang, kami berupaya untuk tidak berlama-lama di ruang makan agar kami dapat membahas ayat harian di kabin Fridrik.”
Tentu saja, orang-orang di kapal itu heran bahwa ada misionaris yang menjadi anggota kru kapal. Selama beberapa hari pertama, orang-orang itu menjaga jarak dengan Kjell, karena mereka tidak tahu mau apa Kjell di kapal itu. Tetapi, beberapa awak kapal antusias mendengarkan Kjell. Salah seorang dari mereka sangat berminat, dan ketika ia tahu ada pembahasan ayat harian pada waktu istirahat siang, ia ingin ikut. Pada suatu hari, sewaktu kami mengobrol agak lama di ruang makan, ia menjadi tidak sabar dan mengatakan kepada Kjell dan Fridrik di depan semua orang, ”Bukannya sekarang kita mesti ke kabin untuk baca ayat harian?”
Pada suatu malam, Kjell dan Fridrik mengundang para awak untuk datang ke kabin Fridrik guna membahas suatu bahan dari majalah Sedarlah! tentang alkoholisme. Ada tujuh awak kapal yang datang ke pertemuan yang tak terlupakan itu, dan kabar tentang pertemuan tersebut didengar oleh para awak di kapal-kapal pukat lain juga.
”Setelah hampir dua minggu berdinas dan bekerja di atas kapal Svalbakur, kami pun merapat ke pelabuhan,” kata Kjell. ”Pada waktu itu, saya telah membahas semua pertanyaan baptisan bersama Fridrik, selain mempelajari banyak pokok Alkitab lain bersamanya, memberikan kesaksian kepada para awak lain, dan menempatkan majalah serta lektur kepada mereka.” Fridrik dibaptis pada musim semi tahun 1983. Tunangannya, Helga, juga ibu serta adik perempuan Fridrik, semua berpihak kepada kebenaran.
Pengajaran melalui Telepon
Memberitakan kabar baik kepada orang-orang yang tinggal di tempat terpencil di pulau besar ini selalu merupakan tantangan. Telepon adalah alat efektif untuk mencari dan menjaga kontak dengan orang-orang yang berminat.
Banyak yang telah mendapat manfaat dari cara memberitakan kabar baik ini. Beberapa tahun silam, seorang wanita bernama Oddný Helgadóttir mengunjungi putra dan menantunya, yang sedang belajar dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Pada waktu mereka menceritakan kepadanya apa yang mereka pelajari, ia ingin belajar Alkitab juga. Tetapi, Oddný tinggal di daerah terpencil di pantai barat laut Islandia, 300 kilometer lebih dari sidang terdekat. Pada waktu seorang saudari, Gudrún Ólafsdóttir, menawarkan pengajaran lewat telepon, ia menerimanya dengan gembira. Setelah dibuka dengan doa, Oddný dengan mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di buku. Oddný mempersiapkan pelajaran dengan saksama dan menuliskan isi ayat-ayat yang dicantumkan sehingga ia dapat langsung membacakannya sewaktu ayat-ayat itu dirujuk. Jadi, ia tidak perlu mencari-cari ayat selama pelajaran berlangsung. Sekali peristiwa, mereka belajar di rumah Gudrún karena Oddný sedang berkunjung ke daerah itu. Mereka berdua merasa agak kikuk, sebab inilah pertama kalinya mereka belajar dengan bertatap muka. Jadi, Gudrún dengan bergurau menyarankan agar ia pergi ke ruang sebelah yang ada teleponnya juga!
Pada waktu Oddný mulai memahami kebenaran, ia pun memberikan kesaksian kepada suaminya, Jón. Ketika sang suami menunjukkan minat, ia tidak yakin apakah ia boleh mengajar suaminya. Akhirnya, ia tahu bahwa ia boleh memimpin pengajaran tetapi harus mengenakan penutup kepala selama mengajar. Selain mengajar suaminya, ia juga memberikan kesaksian kepada para tetangganya. Selanjutnya, ia menyatakan keinginan untuk dibaptis. Gudrún mengatur agar ia membahas pertanyaan-pertanyaan dalam buku Diorganisir untuk Melaksanakan Pelayanan Kita lewat telepon bersama seorang penatua, untuk memastikan apakah ia memenuhi syarat. Jelaslah ia sudah memenuhi syarat, kecuali satu hal: Ia belum mengundurkan diri secara resmi dari gereja.
Sekitar seminggu kemudian, Oddný menelepon Gudrún untuk memberi tahu bahwa ia sekarang sudah mengundurkan diri dari gereja. Suaminya juga. Itu adalah keputusan penting bagi sang suami, sebab selama ini ia adalah seorang ketua dewan paroki. Belakangan, Oddný dibaptis di sebuah kebaktian wilayah. Kebaktian tersebut merupakan pengalaman menyenangkan baginya karena sebelum itu baru satu kali ia ikut berhimpun, itu pun dalam kelompok kecil. Sewaktu diwawancarai di kebaktian itu, ia ditanya apakah ia merasa sulit karena tinggal begitu terpencil. Ia menjawab bahwa ia tidak pernah merasa kesepian, karena ia tahu bahwa Yehuwa juga ada di pantai barat laut Islandia. Lalu ia menambahkan bahwa ia sedih suaminya tidak dapat menghadiri kebaktian itu tetapi ia diyakinkan oleh sang suami bahwa dia akan datang jika sudah siap dibaptis. Sang suami menepati janjinya! Tidak lama kemudian, mereka pindah ke daerah yang lebih padat penduduknya agar mereka dapat menghadiri perhimpunan secara rutin.
Dibutuhkan Rumah Utusan Injil dan Balai Kerajaan
Sewaktu Nathan H. Knorr dari kantor pusat sedunia Saksi-Saksi Yehuwa mengunjungi Islandia pada tahun 1968, ia ingin mencari bangunan yang lebih cocok untuk kantor cabang dan untuk menampung para utusan injil. Sebelumnya, berbagai rumah telah disewa. Sekarang saudara-saudara mulai mencari tanah untuk mendirikan bangunan yang akan mencakup Balai Kerajaan, rumah utusan injil, dan kantor cabang. Sementara itu, kami menyewa sebuah rumah yang cocok di Jalan Hrefnugata No. 5 di Reykjavík, dan pada tanggal 1 Oktober 1968, keenam utusan injil pindah ke sana. Bangunan ini menjadi pusat kegiatan di Islandia selama lima tahun berikutnya. Belakangan, saudara-saudara mendapatkan sebidang tanah yang strategis di Jalan Sogavegur No. 71 di Reykjavík. Pada musim semi tahun 1972, pembangunan gedung cabang yang baru pun dimulai. Proyek ini ternyata sangat sulit bagi saudara-saudara di sana yang cuma sedikit jumlahnya, yang tidak banyak tahu soal teknik dan konstruksi. Karena tidak ada yang bekerja sebagai kontraktor atau tukang bangunan, mereka harus menyewa kontraktor yang bukan Saksi. Para kontraktor ini sangat mudah diajak bekerja sama dan memperbolehkan saudara-saudara ikut bekerja. Saudara-saudara menyewa sebagian dari rumah tua di sebelah lokasi pembangunan sebagai bedeng tempat mereka makan. Saudari-saudari bergantian memasak makanan di rumah mereka dan membawanya ke lokasi pembangunan untuk para pekerja.
Pembangunan itu menjadi kesaksian yang bagus di daerah tersebut. Para kontraktor dan kalangan berwenang kota jadi punya banyak kesempatan untuk mengenal Saksi-Saksi Yehuwa. Yang lain-lain berhenti di lokasi untuk melihat perkembangan pembangunan. Ketika tiba waktunya untuk memlester dinding bagian dalam, seorang saudara dari Denmark yang berprofesi di bidang itu datang membantu. Saudari-saudari juga melakukan banyak pekerjaan. Sewaktu beberapa pejabat kota datang berkunjung ke lokasi pembangunan, mereka melihat saudari-saudari yang sedang mengoperasikan mesin pengaduk semen. Salah seorang pejabat mengatakan, ”Menurut saya, para wanita di gereja kami bisa belajar dari sini. Pembangunan gereja pasti lebih berhasil dengan bekerja dan bukannya berkeliling-keliling membawa kotak kolekte, meminta-minta uang.” Bangunan ini ditahbiskan pada bulan Mei 1975, sewaktu Milton G. Henschel datang ke Islandia dan menyampaikan khotbah penahbisan. Selama bertahun-tahun, bangunan ini berfungsi sebagai rumah utusan injil yang utama di negeri ini dan juga sebagai Balai Kerajaan bagi sidang-sidang di Reykjavík. Sekarang, bangunan ini berfungsi sebagai kantor cabang.
Pada tahun 1987, sebuah Balai Kerajaan dan rumah utusan injil yang baru dibangun di kota Akureyri. Bukti persatuan dan persaudaraan internasional di kalangan umat Yehuwa sangat nyata ketika lebih dari 60 saudara-saudari dari Finlandia dan Swedia datang untuk membantu saudara-saudara di Islandia dalam proyek pembangunan itu.
”Kayu Terlezat”
Dari waktu ke waktu, wakil-wakil dari Badan Pimpinan Saksi-Saksi Yehuwa berkunjung ke Islandia, dan saudara-saudara selalu merasa sangat dikuatkan dengan kunjungan-kunjungan ini. Peristiwa menonjol pada tahun 1968 adalah kunjungan Saudara Knorr, yang telah disebutkan sebelumnya. Ia menyampaikan khotbah yang menggugah kepada saudara-saudara, menceritakan pengalaman, dan membahas kemajuan pekerjaan pengabaran Kerajaan di Islandia.
Saudara Henschel datang untuk pertama kali ke Islandia pada bulan Mei 1970. Para utusan injil yang masih mengantuk menyambut dia. Alasannya tidak hanya karena Saudara Henschel tiba pada pagi-pagi buta, tetapi juga karena gunung berapi yang terkenal di sana, Gunung Hekla, mulai meletus sehari sebelumnya, dan para utusan injil bergadang menontonnya!
Saudara Henschel memberikan perhatian khusus kepada para utusan injil dan perintis istimewa. Ia mengundang mereka semua untuk menghadiri pertemuan istimewa dan menceritakan pengalaman-pengalaman ketika ia sendiri merintis selama masa Depresi Besar. Ia menceritakan bagaimana para perintis menukar lektur dengan ayam, telur, mentega, sayur mayur, kacamata, bahkan anak anjing! Dengan demikian, pekerjaan dapat berlanjut selama masa sulit, dan para perintis tidak berkekurangan.
Orang-orang yang berkunjung ke Islandia akan segera memperhatikan bahwa makanan di sana berbeda dengan apa yang biasa mereka makan. Salah satu hidangan istimewa di Islandia adalah svid, kepala domba yang dibelah dua dan direbus. Bayangkan bahwa di piring Saudara ada separuh kepala domba beserta gigi dan matanya yang cuma sebelah! Banyak orang asing tidak sampai hati untuk ”bertatapan” dengan svid. Tentu saja, ikan segar selalu tersedia. Salah satu sajian istimewa di Islandia adalah hardfiskur: daging ikan tanpa tulang yang dikeringkan. Ikan ini dimakan tanpa dimasak, paling enak pakai mentega. Biasanya, ikan ini keras dan harus dipukul-pukul supaya lunak. Jadi, para utusan injil dengan penuh rasa ingin tahu menanti-nanti reaksi Saudara Henschel ketika ikan ini dihidangkan kepadanya. Setelah mencicipinya, para utusan injil bertanya bagaimana rasanya. Ia berpikir sejenak lalu menjawab dengan diplomatis, ”Ya, saya kira inilah kayu terlezat yang pernah saya makan.”
Banyak kunjungan lain dari wakil Badan Pimpinan menjadi peristiwa yang berkesan dan menguatkan. Kunjungan-kunjungan ini menanamkan dalam diri saudara-saudara di Islandia bahwa meskipun mereka sedikit dan tinggal terpencil, mereka adalah bagian dari persaudaraan internasional yang dipersatukan dalam ikatan kasih Kristen.
Menggalang Kerja Sama dengan Dokter dan Media
Panitia Penghubung Rumah Sakit (PPRS) yang terdiri dari empat saudara mulai melayani di Islandia pada tahun 1992. Untuk pelatihan, dua dari mereka menghadiri seminar PPRS di Inggris, dan dua lagi menghadiri seminar yang diadakan di Denmark. Setelah PPRS yang baru dibentuk itu terorganisasi, suatu pertemuan diadakan bersama staf medis rumah sakit besar milik sebuah universitas. Seratus tiga puluh orang hadir di pertemuan itu, termasuk para dokter, perawat, pengacara, dan pengelola rumah sakit. Karena ini adalah pertemuan pertama yang diadakan PPRS dengan para praktisi medis, maklum jika saudara-saudara agak khawatir. Tetapi, pertemuan itu sukses, dan setelahnya, mereka mengatur untuk mengadakan pertemuan yang lebih kecil dengan para dokter dan praktisi lain dari berbagai rumah sakit. Saudara-saudara juga menjalin hubungan yang baik dengan beberapa ahli bedah dan anestesiolog terkemuka. Hubungan ini turut mencegah dan memecahkan masalah-masalah tentang pengobatan tanpa darah.
Sebuah undang-undang baru tentang hak pasien dikeluarkan pada tahun 1997. Undang-undang ini menetapkan bahwa pengobatan apa pun tidak boleh diberikan kepada seorang pasien tanpa persetujuannya dan bahwa jika permintaan seorang pasien yang tidak sadar diketahui, itu harus direspek. Hukum itu juga menyatakan bahwa anak-anak berusia 12 tahun ke atas harus selalu ditanya dulu tentang pengobatan yang akan mereka jalani. Gudmundur H. Gudmundsson, ketua PPRS, melaporkan, ”Pada umumnya, para dokter sangat kooperatif, dan jarang timbul problem. Bahkan operasi besar dapat dilakukan tanpa darah.”
Sewaktu Sedarlah! terbitan 8 Januari 2000 tentang pengobatan dan pembedahan nondarah diterbitkan, kantor cabang menganjurkan saudara-saudara untuk mengadakan upaya khusus guna menyebarkan terbitan itu sebanyak-banyaknya. Kantor cabang memberikan saran-saran tentang cara menawarkan majalah itu dan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah darah. Pada mulanya, beberapa orang ragu-ragu untuk menawarkan majalah itu, tetapi mereka segera memperhatikan bahwa orang-orang ingin tahu tentang pokok tersebut. Lebih dari 12.000 eksemplar dibagikan kepada masyarakat umum. Itu berarti ada 1 majalah untuk setiap 22 penduduk negeri itu. Seorang saudara mengatakan, ”Problem saya justru menyelesaikan daerah karena ada begitu banyak orang yang mau berdiskusi.” Seorang saudari mengatakan, ”Hanya ada dua orang yang tidak mau menerima majalah itu dari saya!”
Seorang wanita, yang membawakan acara mingguan di sebuah radio yang dapat didengar di seluruh negeri, menerima majalah tentang pengobatan nondarah. Dalam acaranya, ia menceritakan bagaimana ia mendapatkan majalah itu, lalu ia meninjau sejarah transfusi darah sebagaimana dijelaskan dalam Sedarlah! Pada akhir acara, ia mengatakan bahwa siapa pun yang ingin mengetahui lebih banyak tentang pengobatan nondarah dapat meminta sebuah publikasi mengenai pokok ini dari para Saksi.
Kampanye istimewa dengan terbitan Sedarlah! ini membuka mata banyak orang bahwa pendirian kita tentang darah sebenarnya masuk akal. Selain itu, mereka jadi tahu bahwa Saksi-Saksi Yehuwa bukannya ingin mati. Sebaliknya, mereka mengupayakan perawatan medis yang sebaik mungkin. Sebagai hasilnya, orang-orang yang tadinya mendapat informasi yang salah mengenai pendirian kita tentang darah kini mau mendengar berita Kerajaan.
Dua Balai dalam Empat Hari
Bagi saudara-saudara di Islandia, peristiwa penting pada tahun dinas 1995 adalah pembangunan dua Balai Kerajaan selama bulan Juni, satu di Keflavík dan satu lagi di Selfoss. Kedua balai itu menjadi Balai Kerajaan pertama di Islandia yang didirikan dengan metode pembangunan cepat. Hanya dibutuhkan waktu empat hari untuk membangun keduanya. Proyek ini dapat terlaksana berkat bantuan yang pengasih dari saudara-saudara di Norwegia. Cabang Norwegia mengirimkan sebagian besar bahan bangunan, dan lebih dari 120 saudara-saudari dari Norwegia datang untuk membantu proyek ini. Komentar yang paling umum terdengar di lokasi pembangunan adalah, ”Luar biasa!” Saudara-saudara di Islandia sudah pernah membaca dan mendengar tentang Balai Kerajaan yang dibangun dengan cepat, tetapi sekarang mereka melihatnya dengan mata kepala sendiri. Ya, bagaimana tidak luar biasa, jumlah Balai Kerajaan di Islandia meningkat dua kali lipat hanya dalam beberapa hari!
Selain memperoleh dua Balai Kerajaan baru, saudara-saudara di Islandia terbina oleh pergaulan yang menyenangkan dengan saudara-saudari yang datang dari Norwegia atas biaya sendiri dan menggunakan waktu libur mereka untuk ikut membangun balai-balai itu. Hal ini benar-benar membuktikan persaudaraan internasional kita! Saudara-saudara di Islandia juga berperan serta dalam proyek pembangunan ini. Lebih dari 150 penyiar setempat ikut bekerja, itu berarti sekitar setengah dari seluruh penyiar di negeri itu.
Proyek Balai Kerajaan ini juga menjadi kesaksian bagus bagi masyarakat. Dua stasiun televisi nasional meliput jalannya pembangunan dalam acara berita mereka dan menayangkan gambar-gambar tentang kedua lokasi tersebut. Proyek ini juga dilaporkan oleh beberapa stasiun radio dan surat kabar. Pendeta dari gereja di Selfoss tidak suka dengan perhatian yang diberikan kepada para Saksi. Di surat kabar setempat, ia menerbitkan artikel berisi peringatan terhadap apa yang ia anggap sebagai ajaran sesat yang berbahaya dari Saksi-Saksi Yehuwa. Ia menyebutkan bahwa yang khususnya harus waspada adalah orang-orang yang lemah dan mudah terpengaruh. Pada sebuah wawancara radio, ia mengulang-ulangi peringatan tersebut. Tetapi, kata-kata sang pendeta tidak menimbulkan reaksi seperti yang ia inginkan. Kebanyakan orang malah terkesan pada proyek Balai Kerajaan itu, dan banyak orang yang ditemui dalam pengabaran mengatakan bahwa mereka kaget dengan sikap sang pendeta.
Kira-kira satu minggu setelah peringatan sang pendeta diterbitkan, surat kabar itu memuat sebuah gambar kartun. Di latar depan kartun itu ada gambar gereja, dan di latar belakangnya, Balai Kerajaan. Di antara kedua bangunan itu, ada sebuah sungai, dan saudara-saudara kita yang berpakaian rapi dan tersenyum sedang berjalan di jembatan dari arah Balai Kerajaan menuju gereja, sambil menjinjing tas dinas. Di luar gereja, seorang wanita dengan panik melompat dari kursi rodanya. Seorang pria yang kakinya digips dan seorang pria lain, yang tampaknya buta, berlari sambil berteriak, ”Lari, lari, Saksi-Saksi datang!” Di tangga gereja terlihat sang pendeta berdiri dengan wajah terkejut. Banyak orang menyukai kartun ini. Staf redaksi surat kabar tersebut memilihnya sebagai kartun terbaik tahun itu, memperbesarnya, dan memajangnya di dinding kantor mereka, sampai bertahun-tahun.
Pameran yang Menjadi Kesaksian Bagus
Selama tahun dinas 2001 diadakan suatu pameran yang menyoroti pendirian netral Saksi-Saksi Yehuwa sebelum dan selama Perang Dunia II seraya mereka bertekun menghadapi penganiayaan Nazi. Pameran itu diadakan di tiga lokasi dengan jumlah total pengunjung 3.896 orang. Pada akhir pekan yang terakhir, balai pameran di Reykjavík dipenuhi lebih dari 700 pengunjung. Video Saksi-Saksi Yehuwa Berdiri Teguh di bawah Serangan Nazi dalam bahasa Islandia diputar terus-menerus sepanjang pameran di ketiga lokasi. Banyak pengunjung yang duduk dan menonton video itu sampai habis.
Pendirian teguh para Saksi di kamp konsentrasi mengesankan pengunjung yang belum pernah mengetahui aspek ini dari sejarah kita. Seorang dosen wanita yang beberapa kali mengunjungi pameran itu mengatakan bahwa ia sangat terkesan dan telah berubah pandangan terhadap Saksi-Saksi Yehuwa. Ia khususnya tergugah oleh kuatnya iman para Saksi dalam kamp-kamp konsentrasi. Tidak seperti tahanan lainnya, mereka sebenarnya bisa bebas jika mereka menyangkal kepercayaan mereka.
Pameran ini juga diliput dengan baik oleh sebuah stasiun televisi nasional dan oleh beberapa stasiun televisi dan radio setempat. Sewaktu pameran dibuka, seorang pendeta Lutheran datang bersama istri dan anak perempuannya. Kemudian, seorang saudara mengundang sang pendeta untuk berkunjung ke Betel, dan ia bersedia. Beberapa hari setelahnya, ada seorang wanita yang bertanya kepadanya tentang sebuah ayat Alkitab. Sang pendeta menganjurkan dia untuk menghubungi kantor cabang Saksi-Saksi Yehuwa karena ia yakin mereka dapat menjawabnya. Seorang saudara belakangan memimpin pengajaran Alkitab bersama pendeta itu.
Penerjemahan dari Tahun ke Tahun
Bagi para penyiar di Islandia yang jumlahnya sedikit, sering kali sulit untuk menerjemahkan semua makanan rohani dari ”budak yang setia dan bijaksana” ke dalam bahasa Islandia. (Mat. 24:45) Pada tahun-tahun awal, para Saksi Islandia yang tinggal di Kanada-lah yang mengerjakan sebagian besar penerjemahan. Belakangan, pekerjaan ini dilakukan di Islandia. Setelah para utusan injil pertama tiba pada tahun 1947, mereka berkenalan dengan seorang penyair tua yang tinggal serumah dengan mereka. Ia bisa berbahasa Inggris dan membantu para utusan injil untuk mempelajari bahasa Islandia. Ia juga menawarkan untuk melakukan penerjemahan bagi mereka, maka saudara-saudara membayarnya untuk menerjemahkan buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya” dan buku kecil The Joy of All the People (Sukacita bagi Semua Orang). Sayangnya, ia menggunakan gaya puitis yang kuno dengan banyak sekali kata dan ungkapan yang ketinggalan zaman, dan sekalipun seorang utusan injil baru dan Saudara Lindal telah memeriksa dan mengetik ulang terjemahan itu, buku tersebut tidak pernah menjadi alat bantu pengajaran yang baik sesuai dengan yang diharapkan. Meskipun demikian, buku itu telah disebarkan secara luas sejak cetakan pertamanya, dan seluruhnya ada 14.568 eksemplar yang dicetak. Lebih dari 20.000 eksemplar buku kecil tersebut dicetak pada tahun 1949. Belakangan, saudara-saudara membayar orang lain untuk menerjemahkan buku What Has Religion Done for Mankind? (Apa yang Telah Dilakukan Agama bagi Umat Manusia?)
Selama tahun-tahun tersebut, beberapa saudara membentuk tim kecil untuk menerjemahkan sejumlah buku kecil. Salah satunya adalah ”This Good News of the Kingdom” (”Kabar Baik Kerajaan Ini”), yang diterbitkan pada tahun 1959. Buku kecil tersebut telah membantu saudara-saudara memulai banyak pengajaran Alkitab. Setelah itu, kami mendapat persetujuan untuk menerbitkan Menara Pengawal dalam bahasa Islandia.
Banyak buku bagus diterjemahkan dan diterbitkan pada tahun-tahun sebagai berikut: ”This Means Everlasting Life” (”Ini Berarti Kehidupan Abadi”) diterbitkan pada tahun 1962; Dari Firdaus Hilang Sampai Firdaus Dipulihkan, 1966; Kebenaran yang Membimbing kepada Hidup yang Kekal, 1970; Saudara Dapat Hidup Kekal dalam Firdaus di Bumi, 1984; dan Pengetahuan yang Membimbing kepada Kehidupan Abadi, 1996. Sedarlah! edisi tiga bulanan juga ditambahkan ke dalam daftar publikasi berbahasa Islandia pada tahun 1982.
Selama bertahun-tahun, saudara-saudara tidak mempunyai buku nyanyian dalam bahasa Islandia. Pada tahun 1960, empat lagu diterjemahkan dan distensil untuk digunakan di kebaktian. Lalu pada kebaktian distrik di bulan November 1963, diperkenalkanlah sebuah buku nyanyian kecil dengan 30 lagu pilihan, yang disambut dengan penuh sukacita oleh saudara-saudara.
Hingga saat itu, di sidang saudara-saudara menyanyi dengan bahasa yang berbeda-beda. Günther dan Rut Haubitz tiba di Islandia dari Jerman pada tahun 1958 sebagai perintis istimewa. Rut masih ingat bahwa saudara-saudara asing menggunakan buku nyanyian mereka masing-masing dalam bahasa Denmark, Finlandia, Inggris, Jerman, Norwegia, atau Swedia. Saudara-saudara Islandia ikut bernyanyi dengan bahasa apa pun yang paling mereka mengerti. Katanya, ”Ini mirip paduan suara yang campur aduk!” Lambat laun, tahun demi tahun, lebih banyak lagu Kerajaan yang diterjemahkan, tetapi baru pada tahun 1999 buku nyanyian lengkap dengan 225 lagu tersedia dalam bahasa Islandia. Alangkah bersyukurnya saudara-saudara atas sarana baru untuk memuji Yehuwa ini!
Di kebaktian distrik yang diadakan pada bulan Agustus 1999, ada sesuatu yang baru bagi saudara-saudara di Islandia. Buku Perhatikanlah Nubuat Daniel! dalam bahasa Islandia diterbitkan serempak dengan edisi bahasa Inggris. Di kebaktian itu, mula-mula pembicara mengumumkan terbitnya buku tersebut dalam bahasa Inggris, dan seluruh hadirin bertepuk tangan. Namun kali ini, lain dari biasanya, ia tidak mengatakan bahwa buku itu akan diterbitkan juga dalam bahasa Islandia. Sebaliknya, ia mengacungkan buku itu dalam bahasa Islandia, sambil mengatakan bahwa buku itu sudah diterjemahkan. Seluruh hadirin menyambut dengan sangat meriah! Sejak itu, buku Nubuat Yesaya—Terang bagi Seluruh Umat Manusia I dan II juga diterbitkan serempak dengan edisi bahasa Inggrisnya.
Perluasan Betel dan Pertambahan Lebih Lanjut
Fasilitas cabang direnovasi pada tahun 1998. Dua apartemen di seberang jalan dibeli sebagai tempat tinggal para pekerja Betel sehingga ada lebih banyak ruang kantor untuk Departemen Penerjemahan. Belum lama ini, para penerjemah juga mendapat manfaat dari kunjungan saudara-saudara dari kantor pusat sedunia di New York. Saudara-saudara ini mengajarkan caranya menggunakan program komputer yang telah dikembangkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa, yang telah dirancang khusus untuk pekerjaan penerjemahan.
Baru-baru ini, wakil-wakil dari kantor pusat mengadakan Kursus Peningkatan Pemahaman Bahasa Inggris di cabang Islandia. Kursus ini telah membantu para penerjemah lebih memahami teks Inggris sebelum mereka mulai bekerja.
Kantor cabang menulis, ”Kalau mengenang masa-masa dahulu, kami senang bahwa ada yang berani mulai menerjemah ke dalam bahasa Islandia, walaupun dengan kondisi yang primitif dan pengetahuan yang terbatas. Meskipun mutu terjemahan pada masa awal itu tidak sama dengan yang sekarang ini, kami tidak ’memandang hina hari perkara-perkara kecil’. (Za. 4:10) Kami bersukacita karena melihat bahwa nama dan Kerajaan Yehuwa juga telah diberitakan di Islandia dan banyak orang telah belajar kebenaran.”
Sekarang ini, ada delapan pekerja sepenuh waktu di kantor cabang. Yang lain-lain berkomuter ke Betel dan membantu secara penggal waktu. Sebagai ganti Balai Kerajaan yang ada di cabang, sebuah Balai Kerajaan baru kini telah dibangun untuk sidang-sidang di Reykjavík. Oleh karena itu, rancangan sedang dibuat untuk merenovasi bangunan kantor cabang guna menampung lebih banyak pekerja Betel.
Memberitakan kabar baik di Islandia menuntut ketekunan, semangat rela berkorban, dan kasih. Tidak diragukan, kerja keras para pemberita Kerajaan yang bergairah di Islandia selama 76 tahun terakhir ini tidaklah sia-sia. Banyak saudara dan saudari yang setia telah turut berperan dalam pekerjaan penuaian ini. Banyak yang telah pindah dari negeri-negeri lain untuk melayani selama beberapa tahun, dan kerja keras mereka akan selalu dikenang. Ada juga yang menetap di sana dan menjadikan Islandia tempat tinggal mereka untuk seterusnya. Ketekunan banyak penyiar asli Islandia yang bergairah juga patut dipuji.
Rata-rata jumlah penyiar Kerajaan tidak banyak, tetapi Saksi-Saksi Yehuwa terkenal di seluruh negeri. Sekarang ada tujuh utusan injil yang melayani di daerah pedesaan dan di sidang-sidang kecil di pulau ini. Pada tahun dinas yang lalu, 543 orang menghadiri Peringatan kematian Kristus, dan ada hampir 180 pengajaran Alkitab di rumah yang sedang dipimpin.
Mungkin suatu hari saudara-saudara di Islandia akan mengalami jenis pertambahan yang digambarkan di Yesaya 60:22, ”Yang sedikit akan menjadi seribu, dan yang kecil akan menjadi bangsa yang perkasa. Aku, Yehuwa, akan mempercepatnya pada waktunya.” Sementara ini, Saksi-Saksi Yehuwa di Islandia bertekad untuk melaksanakan pekerjaan yang telah dipercayakan kepada mereka oleh sang Raja, Yesus Kristus—memberitakan kabar baik Kerajaan. Mereka yakin bahwa Allah akan menumbuhkan benih kebenaran di hati orang-orang yang suka menyambut dan menghargainya!—Mat. 24:14; 1 Kor. 3:6, 7; 2 Tim. 4:5.
[Kotak di hlm. 205]
Nama Depan Menjadi Nama Belakang
Sesuai dengan tradisi setempat, orang Islandia tidak mempunyai nama keluarga; orang dipanggil dengan nama depan. Nama belakang seorang anak ditentukan dengan menggabungkan nama depan sang ayah dengan akhiran -son untuk anak laki-laki dan -dóttir untuk anak perempuan. Misalnya, anak lelaki dan anak perempuan seorang pria yang bernama Haraldur akan memiliki nama belakang Haraldsson dan Haraldsdóttir. Nama wanita tidak berubah pada waktu ia menikah. Karena ada begitu banyak orang yang namanya sama, buku telepon tidak saja mencantumkan nama, alamat, dan nomor telepon seseorang, tetapi juga pekerjaannya. Berkat adanya catatan silsilah, orang Islandia dapat menelusuri garis silsilah mereka hingga lebih dari seribu tahun.
[Kotak di hlm. 208]
Sekilas tentang Islandia
Negeri: Negeri ini, yang adalah sebuah pulau, terletak persis di bawah Lingkaran Arktik dekat Kutub Utara, di antara Samudra Atlantik Utara, Laut Greenland, dan Laut Norwegia. Ada banyak sekali gunung berapi, mata air panas, dan geiser yang mengeluarkan uap panas. Gletser meliputi sepersepuluh bagian negeri ini.
Penduduk: Orang Islandia adalah keturunan orang Viking yang kebanyakan datang dari Norwegia, umumnya suka bekerja keras, inovatif, dan toleran. Sebagian besar penduduk tinggal dekat pantai.
Bahasa: Meskipun bahasa resminya adalah bahasa Islandia, banyak orang Islandia dapat memahami dua atau lebih bahasa asing, umumnya Inggris, Jerman, atau salah satu bahasa Skandinavia.
Mata pencaharian: Industri perikanan memainkan peranan penting dalam perekonomian Islandia. Kapal pukat menangkap ikan kapelin, ikan kod, ikan hadok, dan ikan haring, yang kebanyakan diawetkan dan diekspor.
Makanan: Umumnya ikan dan domba. Hidangan istimewa Islandia adalah kepala domba rebus.
Iklim: Iklimnya tidak begitu dingin karena dihangatkan oleh arus Atlantik. Suhu pada musim dingin tidak begitu menggigit tetapi banyak angin. Musim panasnya sejuk.
[Kotak/Gambar di hlm. 210]
6 September 1942: ”Hanya ada satu perintis yang bekerja di negeri ini, jadi tidak banyak yang bisa dilaporkan. Penduduk Islandia berjumlah kira-kira 120.000 jiwa, dan ada kira-kira 6.000 rumah di perladangan. Satu-satunya cara untuk mencapai perladangan-perladangan ini adalah dengan naik kuda poni. Untuk mengunjungi semua rumah ini, diperlukan perjalanan sejauh kira-kira 16.000 kilometer, dan ada banyak gunung dan sungai yang harus dilalui. Sejauh ini, hanya sedikit orang yang berminat pada berita Kerajaan.”
Kata-kata Georg F. Lindal ini ditulis setelah ia merintis di Islandia selama 13 tahun. Lima tahun kemudian, ia tetap satu-satunya penyiar di Islandia.
[Kotak/Gambar di hlm. 213, 214]
Riwayat Kesetiaan dalam Pelayanan
Oliver Macdonald adalah salah satu utusan injil pertama yang ditugasi ke Islandia, setelah lulus dari Gilead kelas ke-11. Ia tiba pada bulan Desember 1948 bersama Ingvard Jensen. Mereka pergi dari New York dengan kapal barang. Perjalanan itu memakan waktu 14 hari, dan Laut Atlantik Utara sedang bergelora. Mereka berdua mabuk laut hampir sepanjang perjalanan.
Pada bulan Maret 1950, Saudara Macdonald menikah dengan Sally Wild dari Inggris, yang pernah bekerja di Betel Inggris. Mac, panggilan akrabnya, dan Sally sangat produktif selama tahun-tahun awal itu, dan orang-orang yang belajar dengan mereka masih melayani Yehuwa dengan setia.
Pada tahun 1957, Mac dan Sally pulang ke Inggris, dan Sally meninggal karena kanker yang telah didiagnosis di Islandia. Mac memasuki dinas sepenuh waktu lagi setelah Sally meninggal dan melayani sebagai perintis biasa lalu sebagai pengawas keliling selama 13 tahun. Pada tahun 1960, ia menikah dengan Valerie Hargreaves, seorang perintis istimewa. Mereka berdua melayani di berbagai wilayah di Inggris, dari Skotlandia Utara sampai ke Kepulauan Selat, di selatan Inggris. Sewaktu mengerjakan wilayah mereka ke arah utara dan terus ke Kepulauan Shetland di utara Skotlandia, Mac sering mengatakan, ”Tujuan berikutnya adalah Islandia!” tanpa menyangka bahwa mereka akan benar-benar ke sana.
Dan betul saja, pada tahun 1972, Mac dan Valerie dilantik sebagai utusan injil dan ditugasi kembali ke Islandia. Mac melayani sebagai hamba cabang dan belakangan sebagai koordinator Panitia Cabang. Ia dan Valerie tinggal di Islandia selama tujuh tahun lalu ditugasi ke Irlandia sebagai utusan injil, mula-mula di Dublin dan belakangan di Irlandia Utara. Setelah melayani di Irlandia selama 20 tahun, Mac meninggal karena kanker pada bulan Desember 1999, setelah 60 tahun dalam dinas sepenuh waktu. Valerie masih melayani sebagai perintis biasa di Belfast, Irlandia Utara.
[Gambar]
Valerie dan Oliver Macdonald di Reykjavík, tahun 1970-an
[Kotak/Gambar di hlm. 218]
Reykjavík
Reykjavík, yang berarti ”Teluk Beruap”, adalah ibu kota Islandia. Nama itu diberikan oleh pemukim permanen yang pertama, yaitu Ingólfur Arnarson, karena banyaknya uap yang mengepul dari mata-mata air panasnya. Sekarang ini, Reykjavík adalah kota modern yang sibuk dengan total penduduk sekitar 180.000 jiwa.
[Kotak/Gambar di hlm. 223, 224]
Mereka Menganggap Islandia Rumah Sendiri
Páll Heine Pedersen berasal dari Denmark. Ia ditugasi ke Islandia sebagai perintis istimewa pada tahun 1959. Pada tahun 1961, ia menghadiri dua Kebaktian Internasional ”Para Penyembah yang Bersatu” di Eropa. Di sana ia bertemu dengan Violet, yang datang dari Kalifornia, AS, untuk menghadiri beberapa kebaktian ini.
Setelah kebaktian, Páll kembali ke Islandia, dan Violet pulang ke Kalifornia. Mereka berkoresponden selama lima bulan, dan pada bulan Januari 1962, Violet datang ke Islandia untuk menikah dengan Páll. Páll masih merintis dan adalah satu-satunya Saksi di daerah yang jarang penduduknya di bagian barat laut Islandia. Mereka tinggal di kota kecil yang di pertengahan musim dingin tidak mendapat cahaya matahari selama dua bulan. Untuk menjumpai beberapa orang di daerah itu, mereka harus melalui jalan-jalan curam di pegunungan yang sering diselimuti es, dan sarana transportasi yang mereka miliki hanyalah sepeda motor yang Páll bawa dari Denmark. Karena Violet dibesarkan di Kalifornia yang selalu cerah, banyak saudara mengira bahwa ia tidak akan betah di Islandia. Tetapi ia ternyata betah dan mulai mencintai negeri itu dan orang-orangnya.
Páll dan Violet merintis bersama sampai anak perempuan mereka, Elísabet, lahir pada tahun 1965. Páll terus merintis hingga tahun 1975, dan Violet sesekali merintis sepanjang tahun-tahun tersebut. Pada tahun 1977, mereka memutuskan untuk pindah ke Kalifornia karena Páll sakit. Belakangan, mereka merasa ingin sekali melayani di tempat yang lebih membutuhkan penyiar Kerajaan. Jadi, mereka pun merintis lagi, dan pada waktu anak perempuan mereka selesai bersekolah dan sudah cukup besar, mereka ditugasi untuk kembali ke Islandia sebagai utusan injil. Mereka melayani di ladang utusan injil dan pekerjaan keliling selama beberapa tahun. Pada tahun 1989, Páll diminta untuk melayani sebagai anggota Panitia Cabang. Lalu pada tahun 1991, Rumah Betel secara resmi dibuka di Islandia, dan Páll bersama Violet termasuk anggota pertama keluarga Betel. Mereka terus melayani di sana.
[Kotak/Gambar di hlm. 228, 229]
Terkenal Suka Menerima Tamu
Fridrik Gíslason dan istrinya, Ada, termasuk di antara tujuh orang yang dibaptis pada tahun 1956. Fridrik dan Ada belajar kebenaran dengan Oliver dan Sally Macdonald. Pada mulanya, yang belajar Alkitab adalah Fridrik, sedangkan Ada sibuk dengan kegiatan di klub jahitnya sepanjang musim dingin. Pada waktu klub jahit itu berakhir pada musim semi, ia sering duduk di dapur selama pelajaran berlangsung. Akhirnya, karena ingin tahu, ia pun bertanya apakah ia bisa ikut duduk selama pembahasan Alkitab berlangsung hanya untuk mendengarkan. Namun, tidak lama kemudian, ia mulai berpartisipasi sepenuhnya.
Belakangan, diadakan pembahasan Pelajaran Menara Pengawal secara teratur di rumah mereka dalam bahasa Inggris. Mereka mulai berhimpun di rumah utusan injil. ”Saya ingat bahwa kami berhimpun di ruangan kecil di atap rumah para utusan injil,” kata Fridrik. ”Ruangan itu cukup untuk 12 kursi, tetapi kadang-kadang jika ada lebih banyak yang hadir, kami membuka pintu kamar yang kecil di sebelah. Berbeda sekali sekarang—sudah ada tiga sidang yang menggunakan Balai Kerajaan di Reykjavík!”
Fridrik dan Ada terkenal suka menerima tamu. Meskipun mereka mempunyai enam anak, rumah mereka selalu terbuka untuk saudara-saudara. Selama tahun-tahun awal, banyak yang datang ke Islandia dari negeri-negeri lain senang tinggal di rumah Fridrik dan Ada, yang menampung mereka hingga mereka mendapatkan tempat tinggal sendiri.
[Kotak/Gambar di hlm. 232]
Alkitab Berbahasa Islandia
Terjemahan Alkitab paling awal ke dalam bahasa Islandia ditemukan dalam sebuah buku dari abad ke-14 yang disebut Stjórn, yang memuat terjemahan dan saduran beberapa bagian Kitab-Kitab Ibrani. Alkitab ”Perjanjian Baru” lengkap yang pertama dalam bahasa Islandia dicetak pada tahun 1540. Penerjemahnya adalah Oddur Gottskálksson, putra uskup dari Hólar. Ia bergabung dengan Gereja Reformasi ketika berada di Norwegia dan pernah bertemu dengan Martin Luther di Jerman. Menurut sejarah, setelah pulang ke Islandia, Oddur dengan susah payah mengerjakan terjemahannya di sebuah kandang sapi karena tidak ingin membuat marah majikannya yang beragama Katolik, yaitu uskup dari Skálholt. Oddur menerjemahkan naskah dari Vulgata Latin, dan ia membawa sendiri manuskrip hasil terjemahannya ke Denmark untuk dicetak. Pada tahun 1584, Uskup Gudbrandur Thorláksson memerintahkan agar Alkitab lengkap pertama dalam bahasa Islandia dicetak. Terjemahan Alkitab lengkap pertama dari bahasa aslinya, Ibrani dan Yunani, dicetak pada tahun 1908, dan edisi revisinya, pada tahun 1912.
[Gambar]
”Gudbrandsbiblía”, Alkitab lengkap pertama dalam bahasa Islandia
[Daftar/Gambar di hlm. 216, 217]
ISLANDIA—LINTAS SEJARAH
1929: Georg F. Lindal tiba, penyiar pertama di negeri ini.
1940
1947: Tibanya para utusan injil pertama dari Gilead.
1950: Sebuah sidang kecil terbentuk.
1960
1960: Menara Pengawal dalam bahasa Islandia diterbitkan.
1962: Kantor cabang didirikan di Reykjavík.
1975: Kantor cabang yang baru dan diperbesar rampung serta ditahbiskan.
1980
1992: Panitia Penghubung Rumah Sakit dibentuk.
1995: Dua Balai Kerajaan dibangun dalam empat hari pada bulan Juni.
2000
2004: 284 penyiar aktif di Islandia.
[Grafik]
(Lihat publikasinya)
Total Penyiar
Total Perintis
300
200
100
1940 1960 1980 2000
[Peta di hlm. 209]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
ISLANDIA
Stykkishólmur
Borgarnes
Húsavik
Akureyri
Hólar
Seydhisfjördhur
Neskaupstadhur
Eskifjördhur
Höfn
REYKJAVÍK
Keflavík
Skálholt
Selfoss
[Gambar penuh di hlm. 202]
[Gambar di hlm. 207]
Kanan: Georg F. Lindal, 1947
[Gambar di hlm. 207]
Bawah: Saudara Lindal dengan kuda poni Islandia, awal tahun 1930-an
[Gambar di hlm. 212]
Sebagian dari para utusan injil pertama di Islandia: Ingvard Jensen, Oliver Macdonald, dan Leo Larsen
[Gambar di hlm. 220]
Bangunan ini digunakan sebagai kantor cabang dari tahun 1962 sampai 1968
[Gambar di hlm. 227]
Lebih dari seratus penyiar asal Islandia menghadiri Kebaktian Internasional ”Damai di Bumi” di Kopenhagen, Denmark, 1969
[Gambar di hlm. 235]
Iiris dan Kjell Geelnard di Akureyri, Januari 1993
[Gambar di hlm. 238]
Kanan: kapal pukat ”Svalbakur”
[Gambar di hlm. 238]
Bawah: Fridrik dan Kjell
[Gambar di hlm. 241]
Kanan: Oddný Helgadóttir
[Gambar di hlm. 241]
Bawah: Gudrún Ólafsdóttir
[Gambar di hlm. 243]
Kanan: Balai Kerajaan dan rumah utusan injil di Akureyri
[Gambar di hlm. 243]
Bawah: Bjarni Jónsson di depan kantor cabang
[Gambar di hlm. 249]
Atas: Pembangunan Balai Kerajaan di Selfoss, 1995
[Gambar di hlm. 249]
Kanan: Bangunan yang telah rampung
[Gambar di hlm. 253]
Keluarga Betel Islandia
[Gambar di hlm. 254]
Panitia Cabang, dari kiri ke kanan: Bjarni Jónsson, Gudmundur H. Gudmundsson, Páll H. Pedersen, dan Bergthór N. Bergthbórsson