ASIRIA
Nama negeri yang pada zaman dahulu menempati daerah di ujung utara Dataran Mesopotamia atau bagian paling utara daerah yang sekarang dikenal sebagai negeri Irak. Pada dasarnya, Asiria terletak di daerah segitiga yang terbentuk oleh S. Tigris dan S. Zab Kecil. Kedua sungai itu secara umum menjadi batasnya di sebelah barat dan sebelah selatan, sedangkan gunung-gunung di Armenia kuno menjadi batas utara, dan Peg. Zagros dan negeri Media menjadi batas timur. Akan tetapi, patut diperhatikan bahwa batas-batas ini sering berubah, karena pada waktu Babilon menjadi lemah, wilayah Asiria meluas sampai ke daerah selatan S. Zab Kecil, tetapi menyusut pada waktu situasi politik Asiria merosot dan Babilon berjaya. Perubahan demikian juga terjadi pada batas-batas lainnya dan khususnya S. Tigris, karena sejak awal Asiria telah memperluas pengaruhnya ke arah barat sungai tersebut. Memang, Imperium Asiria akhirnya meliputi daerah yang jauh lebih luas.—PETA, Jil. 1, hlm. 954.
Hubungan yang akrab antara Asiria dan Babilon terus terjalin sepanjang sejarah mereka. Kedua negara itu bertetangga, bersama-sama menempati suatu daerah tanpa ada batas-batas alam yang nyata antara wilayah-wilayah mereka. Akan tetapi, wilayah Asiria kebanyakan terdiri dari tanah tinggi, yang umumnya tidak rata, dengan iklim yang lebih menyegarkan daripada iklim di Babilonia. Orang Asiria lebih energik dan lebih agresif daripada orang Babilonia. Pada relief-relief, mereka digambarkan tegap, berkulit gelap, dengan alis dan jenggot yang lebat, serta hidung yang besar.
Kota Assyur, yang terletak di sebelah barat S. Tigris, dianggap sebagai ibu kota semula kawasan tersebut. Akan tetapi, setelah itu Niniwe menjadi ibu kotanya yang paling terkemuka, meskipun Kala dan Khorsabad kadang-kadang digunakan oleh para penguasa Asiria sebagai ibu kota. Salah satu rute perdagangan menuju L. Tengah dan Asia Kecil terentang di bagian utara Asiria, dan rute-rute lainnya bercabang memasuki Armenia dan wilayah D. Urmia. Asiria melancarkan banyak peperangan untuk memperoleh atau mempertahankan kendali atas rute-rute perdagangan tersebut.
Militerisme. Asiria pada dasarnya adalah negara militer, dan kesan yang ditinggalkannya dalam sejarah tentang petualangannya adalah kekejaman dan keserakahan yang luar biasa. (GAMBAR, Jil. 1, hlm. 958) Salah seorang raja-pejuangnya, Asyurnasirpal, menguraikan bagaimana ia menghukum beberapa kota yang memberontak, sebagai berikut:
”Aku membangun sebuah pilar di seberang gerbang kotanya, dan aku menguliti semua orang terkemuka yang telah memberontak, dan aku membungkus pilar itu dengan kulit mereka; beberapa orang aku kurung dalam pilar itu, beberapa aku pantek pada pilar itu di atas tiang-tiang, . . . dan aku memotong kaki dan lengan para perwira, para pejabat kerajaan yang telah memberontak. . . . Banyak tawanan kubakar, dan banyak yang kubawa hidup-hidup sebagai tawanan. Beberapa di antara mereka kupotong tangan dan jarinya, dan yang lain-lain kupotong hidungnya, telinganya, dan jari-jarinya(?), banyak yang kucungkil matanya. Aku membuat pilar dari orang yang hidup, dan pilar lain dari kepala-kepala, dan aku mengikat kepala mereka pada tiang-tiang (batang-batang pohon) di seluruh kota. Pemuda-pemuda dan gadis-gadis mereka kubakar . . . Dua puluh orang kutangkap hidup-hidup dan mereka kutanam dalam tembok istananya. . . . Yang masih tersisa di antara mereka [para pejuang] kubiarkan mati kehausan di gurun S. Efrat.”—Ancient Records of Assyria and Babylonia, karya D. D. Luckenbill, 1926, Jil. I, hlm. 145, 147, 153, 162.
Pada relief-relief sering diperlihatkan bagaimana para tawanan digiring dengan tali yang dipasang pada kait-kait yang dicocokkan pada hidung atau bibir, atau bagaimana mata mereka dicungkil dengan ujung tombak. Jadi, penyiksaan yang sadis sering menjadi ciri peperangan Asiria, dan mereka tanpa malu membual tentang hal itu dan mencatatnya dengan teliti. Kekejaman mereka yang dikenal luas ini tidak diragukan memberi mereka keuntungan secara militer, karena menimbulkan perasaan ngeri di hati bangsa-bangsa yang bakal mereka serang sehingga kerap kali tidak memberikan perlawanan. Niniwe, ibu kota Asiria, dengan tepat digambarkan oleh nabi Nahum sebagai ”sarang singa” dan ”kota penumpahan darah”.—Nah 2:11, 12; 3:1.
Seperti apa agama yang dipraktekkan orang Asiria?
Agama Asiria sebagian besar diwarisi dari Babilon, dan meskipun orang Asiria menganggap Assyur, dewa nasional mereka sendiri, paling unggul, mereka tetap menganggap Babilon sebagai pusat utama keagamaan. Raja Asiria menjadi imam besar bagi Assyur. Salah satu meterai, yang ditemukan oleh A. H. Layard dalam reruntuhan sebuah istana Asiria dan yang sekarang disimpan di British Museum, menggambarkan dewa Assyur dengan tiga kepala. Kepercayaan akan dewa tiga serangkai dan juga dewa lima serangkai menonjol dalam ibadat Asiria. Dewa tiga serangkai yang utama terdiri dari Anu, yang menggambarkan surga; Bel, yang menggambarkan wilayah yang dihuni manusia, binatang, dan burung-burung; dan Ea, yang menggambarkan air di darat dan di bawah permukaan tanah. Dewa tiga serangkai yang kedua terdiri dari Sin, dewa bulan; Syamas, dewa matahari; dan Raman, dewa badai, meskipun kedudukannya sering ditempati oleh Istar, ratu bintang-bintang. (Bdk. 2Raj 23:5, 11.) Selain itu, ada lima dewa yang menggambarkan lima planet. Ketika mengomentari dewa-dewa yang membentuk kelompok-kelompok tiga serangkai, Unger’s Bible Dictionary (1965, hlm. 102) menyatakan, ”Ketika meminta bantuan kepada dewa-dewa ini, umat kadang-kadang menggunakan kata-kata yang tampaknya mengunggulkan yang satu di atas yang lain secara bergantian.” Akan tetapi, jajaran dewa mereka mencakup tidak terhitung banyaknya dewa-dewi lain yang kurang terkemuka, dan banyak di antaranya bertindak sebagai pelindung kota. Disebutkan bahwa Nisrokh sedang disembah oleh Sanherib pada waktu ia dibunuh.—Yes 37:37, 38.
Agama yang dipraktekkan sehubungan dengan dewa-dewa ini bersifat animistik, dalam hal bahwa orang Asiria percaya bahwa dalam setiap benda dan fenomena alam terdapat suatu roh yang memberikan nyawa kepada hal-hal itu. Ini agak berbeda dengan bentuk penyembahan lain kepada alam, yang umum di kalangan bangsa-bangsa di sekitarnya, karena bagi orang Asiria, perang merupakan cara yang paling benar untuk mengekspresikan agama nasional mereka. (GAMBAR, Jil. 1, hlm. 956) Misalnya, tentang pertempurannya, Tiglat-pileser I mengatakan, ”Tuanku ASYUR mendorong aku.” Dalam catatan sejarahnya, Asyurbanipal mengatakan, ”Atas perintah ASUR, SIN, dan SYAMAS, dewa-dewa besar, tuan-tuanku yang melindungi aku, aku memasuki Mini dan berbaris dengan berkemenangan.” (Records of the Past: Assyrian and Egyptian Monuments, London, 1875, Jil. V, hlm. 18; 1877, Jil. IX, hlm. 43) Sargon secara teratur memohon bantuan Istar sebelum pergi berperang. Bala tentara berbaris di belakang panji-panji para dewa itu, berupa lambang-lambang dari kayu atau logam yang dipasang pada tiang-tiang. Pertanda-pertanda dianggap sangat penting, yang mereka tentukan dengan memeriksa liver binatang yang dikorbankan, terbangnya burung, atau posisi planet. Buku Ancient Cities, karya W. B. Wright (1886, hlm. 25) menyatakan, ”Bertempur adalah pekerjaan sehari-hari bangsa itu, dan para imamnya terus menghasut mereka untuk berperang. Sebagian besar tunjangan untuk para imam berasal dari jarahan perang; mereka selalu diberi bagian tertentu sebelum orang lain, karena ras penjarah ini sangat religius.”
Kebudayaan, Kesusastraan, dan Hukum. Orang Asiria membangun istana-istana yang sangat megah, dan menghiasi tembok-temboknya dengan lempeng-lempeng batu berukir gambar-gambar yang sangat hidup tentang peperangan dan perdamaian. Lembu-lembu yang bersayap dan berkepala manusia, yang dipahat dari sebongkah batu kapur utuh seberat 36 ton, menghiasi gerbang-gerbang. Pada meterai silinder mereka terdapat ukiran yang sangat halus. (Lihat ARKEOLOGI.) Dari tuangan logam mereka, terlihat bahwa mereka mempunyai cukup banyak pengetahuan tentang metalurgi. Raja-raja mereka membangun akuaduk-akuaduk dan mengembangkan sistem-sistem irigasi; mereka membuat kebun-kebun raya dan kebun-kebun binatang yang berisi tanaman, pohon, dan satwa dari banyak negeri. Dari bangunan-bangunan istana mereka sering terlihat bahwa mereka memiliki sistem drainase yang dirancang dengan baik dan sanitasi yang cukup baik.
Yang khususnya menarik ialah perpustakaan-perpustakaan besar yang dibangun oleh beberapa penguasa Asiria, yang berisi puluhan ribu lempeng tanah liat, prisma, dan silinder berhuruf paku, yang memuat peristiwa-peristiwa utama dalam sejarah, data keagamaan, serta masalah hukum dan perdagangan. Akan tetapi, hukum-hukum tertentu yang berasal dari salah satu periode dalam sejarah Asiria, sekali lagi melukiskan kebengisan yang begitu sering dinyatakan sebagai ciri bangsa itu. Mutilasi merupakan hukuman untuk kejahatan tertentu. Sebagai contoh, budak perempuan tidak boleh tampil di depan umum dengan berkerudung; jika ia melanggar peraturan itu, kedua telinganya harus dipotong. Tidak adanya perlindungan hukum bagi wanita yang sudah menikah terlihat dari sebuah hukum yang menyatakan, ”Di samping hukuman yang berkaitan dengan wanita yang sudah menikah, yang tertera pada lempeng, seorang pria boleh mencambuk istrinya, menjambak rambutnya, merobek dan melukai telinganya. Tidak ada hukum yang menyatakan hal-hal ini sebagai perbuatan salah.”—Everyday Life in Babylonia and Assyria, karya H. W. F. Saggs, 1965, hlm. 152.
Dalam Sejarah Sekuler dan Alkitab. Asiria pertama kali disebutkan dalam catatan Alkitab di Kejadian 2:14. Di ayat itu, Musa menyatakan bahwa pada zamannya, S. Hidekel (S. Tigris), yang semula adalah salah satu dari empat hulu sungai ”yang mengalir dari Eden”, ”mengalir ke sebelah timur Asiria”.—Kej 2:10.
Nama negeri itu berasal dari nama Assyur, putra Sem. (Kej 10:22) Jadi, tampaknya negeri itu mula-mula dihuni oleh keturunan Sem tidak lama setelah Air Bah. Tetapi tidak lama kemudian negeri ini juga dimasuki orang-orang luar, sebab Nimrod, cucu Ham, datang ke Asiria dan membangun ”Niniwe, Rehobot-Ir, Kala, dan Resen, di antara Niniwe dan Kala: inilah kota yang besar itu”. (Kej 10:11, 12; bdk. Mi 5:6.) Tidak dinyatakan apakah hal itu terjadi setelah Menara Babel didirikan dan bahasa-bahasa dikacaukan sebagai akibatnya (Kej 11:1-9), meskipun dalam Kejadian pasal sepuluh telah disebutkan adanya berbagai ”bahasa”. (Kej 10:5, 20, 31) Namun, tidak diragukan lagi, asal mula Niniwe, ibu kota Asiria, ialah dari Babilon, dan hal ini selaras dengan sejarah sekuler. Belakangan, suku-suku keturunan Ismael, putra Abraham, yang hidup sebagai nomad sampai ke Asiria.—Kej 25:18.
Periode antara kira-kira tahun 1100 dan tahun 900 SM (setelah pemerintahan Tiglat-pileser I) merupakan masa kemunduran bagi Asiria, dan hal ini dianggap sebagai faktor yang menguntungkan bagi perluasan batas-batas bangsa Israel di bawah pemerintahan Daud (1077-1038 SM) dan perluasan pengaruh Israel lebih jauh di bawah pemerintahan Salomo (1037-998 SM). Namun, ekspansi tersebut berhasil terutama tentu karena adanya dukungan Allah dan karena itu, tidak bergantung pada kelemahan Asiria.—2Sam 8, 10; 1Raj 4:21-24.
Asyurnasirpal II dan Syalmaneser III. Agresi Asiria semakin mendekati Israel pada masa pemerintahan Asyurnasirpal II yang, sebagaimana telah disebutkan, terkenal karena kekejamannya dan kampanye militernya yang tidak mengenal belas kasihan. Dalam inskripsi-inskripsi diperlihatkan bahwa ia menyeberangi S. Efrat dan menduduki bagian utara Siria dan menuntut upeti dari kota-kota di Fenisia. Penggantinya, Syalmaneser III, adalah raja pertama yang mencatat adanya kontak langsung dengan kerajaan Israel di utara. Catatan Asiria memperlihatkan bahwa Syalmaneser maju menuju Karkar dekat S. Orontes; menurut dia, di sanalah dia bertempur melawan suatu koalisi raja-raja. Hasil pertempuran itu tidak jelas. Obelisk Hitam Syalmaneser di Nimrud menyebutkan bahwa Yehu (± 904-877 SM) membayar upeti kepadanya, dan relief pada obelisk itu mungkin menggambarkan utusan Yehu menyerahkan upeti itu kepada penguasa Asiria.—Lihat SYALMANESER No. 1.
Adad-nirari III dan para penggantinya. Syamsyi-Adad V, pengganti Syalmaneser III, digantikan oleh Adad-nirari III sebagai raja Asiria. Inskripsi-inskripsi melaporkan bahwa ia menyerang Damaskus dan menerima upeti dari Yehoas dari Samaria. Mungkin sekitar pertengahan abad kesembilan SM (± 844), nabi Yunus diutus dengan suatu misi ke ibu kota Asiria, Niniwe, yaitu untuk memperingatkan kota itu tentang pembinasaan yang akan menimpanya, dan sebagai hasilnya, seluruh kota tersebut, termasuk rajanya, menanggapi hal itu dengan bertobat. (Yun 3:2-6) Bisa jadi, raja Asiria pada waktu itu adalah Adad-nirari III, tetapi hal ini tidak dapat dipastikan.
Menurut catatan sejarah, di antara raja-raja setelah Adad-nirari III terdapat Syalmaneser IV, Asyur-dan III, dan Asyur-nirari V, semuanya putra Adad-nirari III. Periode ini merupakan masa kemunduran sehubungan dengan keagresifan Asiria.
Tiglat-pileser III. Raja Asiria yang pertama disebutkan namanya dalam Alkitab ialah Tiglat-pileser III (2Raj 15:29; 16:7, 10), yang juga disebut ”Pul” di 2 Raja-Raja 15:19. Di 1 Tawarikh 5:26, kedua nama itu digunakan, dan pada masa lampau hal ini menimbulkan pendapat bahwa mereka adalah raja-raja yang berbeda. Akan tetapi, Daftar Raja Babilonia dan Asiria menunjukkan bahwa kedua nama itu memaksudkan orang yang sama. Beberapa orang berpendapat bahwa raja ini semula dikenal sebagai Pul dan bahwa ia menggunakan nama Tiglat-pileser setelah naik takhta Asiria.—Lihat PUL No. 1
Pada masa pemerintahan Menahem dari Israel (± 790-781 SM), Tiglat-pileser III memasuki wilayah yang dikuasai oleh kerajaan utara itu. Menahem membayar seribu talenta perak ($6.606.000) kepadanya dan Asiria pun mundur dari sana. (2Raj 15:19, 20) Tetapi belakangan, Raja Pekah dari Israel (± 778-759 SM) bergabung dengan Raja Rezin dari Siria untuk melawan raja Yehuda, Ahaz (761-746 SM). Meskipun menurut nubuat Yesaya, ancaman dari pasukan gabungan Siria-Israel ini pasti akan disingkirkan melalui kuasa raja Asiria (Yes 7:1-9, 16, 17; 8:3, 4), Ahaz memilih haluan yang tidak bijaksana dengan mengirimkan uang suap kepada Tiglat-pileser agar dia menyerang pasukan gabungan itu dan dengan demikian membebaskan Yehuda dari tekanan. Penguasa Asiria menanggapi hal itu dengan merebut sejumlah kota di bagian utara kerajaan Israel, juga wilayah Gilead, Galilea, dan Naftali. Pada bagian yang lebih awal dalam masa pemerintahannya, Tiglat-pileser telah mulai melaksanakan kebijakan memindahkan penduduk dari daerah-daerah taklukan untuk mengurangi kemungkinan pemberontakan di kemudian hari, dan ia sekarang mendeportasi sebagian orang-orang Israel. (1Taw 5:6, 26) Selain itu, Yehuda sekarang menjadi bawahan Asiria, dan Ahaz dari Yehuda melakukan perjalanan ke Damaskus, yang juga telah jatuh ke tangan Asiria, dan tampaknya memberikan penghormatan kepada Tiglat-pileser.—2Raj 15:29; 16:5-10, 18; 2Taw 28:16, 20, 21, bdk. Yes 7:17-20.
Syalmaneser V. Syalmaneser V menggantikan Tiglat-pileser III. Hosyea (± 758-740 SM), yang merebut takhta Israel, mula-mula memberikan upeti yang dituntut Asiria. Belakangan, ia bersekongkol dengan Mesir untuk membebaskan Israel dari kuk Asiria. Jadi, Syalmaneser mulai mengepung kota Samaria selama tiga tahun sampai kota itu jatuh (740 SM) dan orang Israel dibawa ke pembuangan. (2Raj 17:1-6; 18:9-11; Hos 7:11; 8:7-10) Kebanyakan karya referensi menyatakan bahwa Syalmaneser mati sebelum merampungkan penaklukan atas Samaria dan bahwa Sargon II menjadi raja pada waktu kota itu akhirnya jatuh.—Tetapi, lihat SARGON; SYALMANESER No. 2.
Sargon II. Catatan Sargon menyebutkan tentang deportasi 27.290 orang Israel ke tempat-tempat di hulu S. Efrat dan Media. Diuraikan juga bahwa sebagai hasil kampanye militernya di Filistia, ia menaklukkan Gat, Asdod, dan Asdudimmu. Pada masa kampanye inilah nabi Yesaya diberi instruksi untuk memperingatkan betapa sia-sianya mengandalkan Mesir atau Etiopia sebagai perlindungan terhadap sang agresor, Asiria. (Yes 20:1-6) Mungkin pada masa pemerintahan Sargon inilah orang-orang dari Babilon dan Siria dibawa untuk pertama kalinya ke Samaria guna menghuni kembali kota itu, karena raja Asiria itu kemudian mengirimkan kembali seorang imam Israel dari pembuangan untuk mengajarkan ”agama dari Allah negeri itu” kepada mereka.—2Raj 17:24-28; lihat SAMARIA No. 2; SAMARIA, ORANG.
Sanherib. Sanherib, putra Sargon II, menyerang kerajaan Yehuda pada tahun ke-14 pemerintahan Hizkia (732 SM). (2Raj 18:13; Yes 36:1) Kemudian, Hizkia memberontak terhadap Asiria yang menindasnya karena perbuatan Ahaz, ayah Hizkia. (2Raj 18:7) Sanherib menanggapi hal ini dengan menyerbu Yehuda, dan menurut laporan, ia menaklukkan 46 kota (bdk. Yes 36:1, 2), dan kemudian, dari perkemahannya di Lakhis, ia menuntut upeti dari Hizkia sebanyak 30 talenta emas (± $11.560.000) dan 300 talenta perak (± $1.982.000). (2Raj 18:14-16; 2Taw 32:1; bdk. Yes 8:5-8.) Walaupun tuntutan ini dipenuhi, Sanherib mengutus juru bicaranya untuk menuntut agar Yerusalem menyerah tanpa syarat. (2Raj 18:17–19:34; 2Taw 32:2-20) Ketika Yehuwa membinasakan 185.000 prajuritnya dalam satu malam, orang Asiria yang sombong itu terpaksa undur dan pulang ke Niniwe. (2Raj 19:35, 36) Di sana ia kemudian dibunuh oleh dua putranya, dan Esar-hadon, putranya yang lain, naik takhta menggantikan dia. (2Raj 19:37; 2Taw 32:21, 22; Yes 37:36-38) Kejadian-kejadian ini, kecuali kebinasaan pasukan Asiria, juga dicatat pada Prisma Sanherib dan Prisma Esar-hadon.—GAMBAR, Jil. 1, hlm. 957.
Esar-hadon. Pada masa pemerintahan Manasye (716-662 SM), Yehuwa mengizinkan para panglima tentara Asiria untuk membawa raja Yehuda ini sebagai tawanan ke Babilon (yang pada waktu itu dikuasai Asiria). (2Taw 33:11) Ada yang berpendapat bahwa hal ini mungkin terjadi pada waktu Esar-hadon memenangkan kampanye militernya melawan Mesir. Bagaimanapun, inskripsi-inskripsi mencantumkan Menasi (Manasye) dari Yehuda sebagai salah satu pembayar upeti kepada Esar-hadon. Belakangan, Manasye dipulangkan ke Yerusalem. (2Taw 33:10-13) Berdasarkan Ezra 4:2, pemindahan orang-orang dari dan ke kerajaan Israel di utara kelihatannya masih berlangsung pada zaman Esar-hadon, dan hal ini bisa jadi menjelaskan makna periode ”enam puluh lima tahun” yang disebutkan dalam nubuat di Yesaya 7:8.—Lihat AHAZ No. 1; ESAR-HADON.
Asyurbanipal. Sebelum meninggal, Esar-hadon telah mengangkat putranya, Asyurbanipal, sebagai putra mahkota Asiria dan putranya yang lain, Syamas-syum-u-kin, sebagai putra mahkota Babilonia. Belakangan, Syamas-syum-u-kin memberontak terhadap Asyurbanipal, saudaranya, tetapi Asyurbanipal berhasil mematahkan pemberontakan itu, lalu menjarah dan menghancurkan kota Babilon.
Asyurbanipal berhasil melaksanakan ekspansi terbesar untuk imperium ini. Ia memadamkan pemberontakan di Mesir lalu menjarah dan menghancurkan kota Tebes (No-amon). Wilayah Imperium Asiria kini meliputi daerah-daerah Elam, sebagian Media dan ke utara sampai Ararat, terus ke barat sampai Kilikia di Asia Kecil, dan melalui Siria dan Israel (kecuali Yerusalem), terus ke selatan sampai ke Mesir, Arab, dan Babilonia. Tampaknya ia adalah ”Asenapar yang agung dan terhormat” yang disebutkan di Ezra 4:10.—Lihat ASENAPAR.
Kejatuhan imperium ini. Tawarikh Babilonia B.M. (British Museum) 21901 menceritakan kejatuhan Niniwe, ibu kota Asiria, setelah dikepung oleh pasukan gabungan Nabopolasar, raja Babilon, dan Kyaksares, orang Media, pada tahun ke-14 masa pemerintahan Nabopolasar (632 SM), ”Kota itu [mereka jadikan] gundukan puing dan timbun[an (reruntuhan)].” (Ancient Near Eastern Texts, diedit oleh J. B. Pritchard, 1974, hlm. 305; tanda kurung dari redaksi mereka.) Jadi, Imperium Asiria yang garang itu berakhir secara memalukan.—Yes 10:12, 24-26; 23:13; 30:30-33; 31:8, 9; Nah 3:1-19; Zef 2:13.
Menurut tawarikh yang sama itu, pada tahun ke-14 masa pemerintahan Nabopolasar (632 SM), Asyur-ubalit II berupaya meneruskan pemerintahan Asiria dari Haran sebagai ibu kotanya. Dalam tawarikh ini dinyatakan bahwa pada tahun ke-17 masa pemerintahan Nabopolasar (629 SM), ”pada bulan Duuzu, Asyur-ubalit, raja Asiria, (dan) [pasukan] M[es]ir yang besar [yang membantunya], menyeberangi sungai (Efrat) dan [maju] untuk menaklukkan Harran”. (Ancient Near Eastern Texts, hlm. 305; tanda kurung dari redaksi mereka.) Sebenarnya, Asyur-ubalit berupaya menaklukkan kembali kota itu setelah ia diusir dari sana. Catatan ini selaras dengan kisah di 2 Raja-Raja 23:29 tentang aksi militer Firaun Nekho yang mengakibatkan tewasnya Raja Yosia dari Yehuda (± 629 SM). Ayat ini menyebutkan bahwa ”Firaun Nekho, raja Mesir, datang kepada raja Asiria di tepi Sungai Efrat”—tampaknya untuk membantu dia. ”Raja Asiria” yang didatangi oleh Nekho itu kemungkinan besar ialah Asyur-ubalit II. Aksi militer mereka terhadap Haran tidak berhasil. Imperium Asiria telah berakhir.
Gelar ”raja Asiria” digunakan untuk raja Persia (Darius Histaspis) yang mendominasi negeri Asiria pada masa pembangunan kembali bait di Yerusalem (yang rampung pada tahun 515 SM).—Ezr 6:22.
Asiria dalam Nubuat. Asiria disebutkan dalam nubuat yang diucapkan oleh Bileam sekitar tahun 1473 SM. (Bil 24:24) Asiria banyak disebutkan dalam nubuat Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Mikha, Nahum, Zefanya, dan Zakharia, sedangkan peringatan tentang penghancuran kerajaan Israel di utara oleh Asiria diuraikan dalam seluruh nubuat Hosea. Celaan sering dilontarkan kepada Israel dan Yehuda yang murtad karena mereka bersandar pada bangsa-bangsa kafir tersebut, sering bimbang memilih antara Mesir dan Asiria, seperti ”seekor merpati dungu tanpa hati”. (Yer 2:18, 36; Rat 5:6; Yeh 16:26, 28; 23:5-12; Hos 7:11) Akibat buruk dari haluan demikian digambarkan dengan gamblang. (Yeh 23:22-27) Nubuat-nubuat juga menyebutkan bahwa orang Asiria akan direndahkan dan orang Israel buangan akan dipulangkan ke tanah air mereka. (Yes 11:11-16; 14:25; Yer 50:17, 18; Yeh 32:22; Za 10:10, 11) Akhirnya, bahkan dinubuatkan bahwa akan datang suatu masa ketika negeri Asiria akan menjalin hubungan damai dengan negeri Mesir dan mereka akan bergabung dengan Israel dan bersama-sama memperoleh perkenan Allah dan menjadi ”suatu berkat di tengah-tengah bumi”.—Yes 19:23-25.
[Gambar di hlm. 211]
Pahatan dari istana utara di Niniwe. Raja dan permaisurinya menikmati pesta kebun; di atas pohon di depan pemain harpa tergantung kepala raja yang kalah
[Gambar di hlm. 213]
Kereta-kereta perang Asiria dengan panji-panji keagamaan menuju pertempuran
[Gambar di hlm. 215]
Panel dinding dari Nimrud menggambarkan prajurit Asiria mengangkut dewa-dewa dari kota yang kalah