KANAAN
[Negeri Saudagar; Negeri Pedagang].
1. Putra Ham yang disebutkan pada urutan keempat dan cucu Nuh. (Kej 9:18; 10:6; 1Taw 1:8) Ia adalah bapak leluhur 11 suku yang akhirnya mendiami wilayah di sepanjang bagian timur L. Tengah di antara Mesir dan Siria sehingga wilayah itu dinamai ”tanah Kanaan”.—Kej 10:15-19; 1Taw 16:18; lihat No. 2.
Setelah insiden sehubungan dengan mabuknya Nuh, Nuh mengucapkan kutuk yang mengandung nubuat atas Kanaan bahwa Kanaan akan menjadi budak Sem maupun Yafet. (Kej 9:20-27) Karena catatan Alkitab hanya menyebutkan bahwa ”Ham, bapak Kanaan, melihat aurat bapaknya dan memberitahukan hal itu kepada dua saudaranya di luar”, timbul pertanyaan mengapa Kanaan dan bukannya Ham yang menjadi sasaran kutuk itu. Ketika mengomentari Kejadian 9:24, yang menyebutkan bahwa ketika Nuh bangun dari mabuk anggurnya ia ”mengetahui apa yang dilakukan putra bungsunya terhadap dia”, catatan kaki dalam terjemahan Rotherham mengatakan, ”Pastilah Kanaan, dan bukan Ham: Sem dan Yafet diberkati karena kesalehan mereka; Kanaan dikutuk karena suatu perbuatan keji yang tidak disebutkan; Ham diabaikan karena kelalaiannya.” Dengan nada yang sama, sebuah publikasi Yahudi, The Pentateuch and Haftorahs, mengemukakan bahwa narasi yang singkat itu ”menunjukkan perbuatan menjijikkan yang tampaknya melibatkan Kanaan”. (Diedit oleh J. H. Hertz, London, 1972, hlm. 34) Dan setelah mengemukakan bahwa kata Ibrani yang diterjemahkan ”putra” di ayat 24 bisa berarti ”cucu”, sumber ini menyatakan, ”Tampaknya yang dimaksud ialah Kanaan.” The Soncino Chumash juga menunjukkan bahwa ada yang berpendapat bahwa Kanaan ”mengikuti nafsu yang menyimpang terhadap [Nuh]”, dan ungkapan ’putra bungsu’ memaksudkan Kanaan, yang adalah putra bungsu Ham.—Diedit oleh A. Cohen, London, 1956, hlm. 47.
Pendapat-pendapat itu, tentunya, hanya dugaan, karena catatan Alkitab tidak memberikan perincian apa pun sehubungan dengan keterlibatan Kanaan dalam kesalahan terhadap Nuh. Namun, keterlibatan tertentu tampaknya memang ingin disampaikan oleh fakta bahwa, tepat sebelum menceritakan kasus mabuknya Nuh, secara tiba-tiba Kanaan diperkenalkan ke dalam kisah itu (Kej 9:18) dan, ketika menyoroti tindakan Ham, catatan itu menyebut dia sebagai ”Ham, bapak Kanaan”. (Kej 9:22) Masuk akal untuk menyimpulkan bahwa pernyataan ”melihat aurat bapaknya” bisa memaksudkan suatu perbuatan tidak senonoh atau penyimpangan yang melibatkan Kanaan. Karena dalam kebanyakan kasus, apabila Alkitab mengatakan ”menyingkapkan” atau ’melihat aurat’ orang lain, yang dimaksudkan adalah inses atau dosa-dosa seksual lainnya. (Im 18:6-19; 20:17) Jadi, ada kemungkinan bahwa Kanaan telah melakukan atau mencoba melakukan perbuatan yang tidak senonoh kepada Nuh yang sedang tidak sadar dan bahwa Ham, meskipun tahu tentang hal ini, tidak mencegah atau mendisiplin si pelanggar, malah memperbesar kesalahan itu dengan memberitahukan aib Nuh itu kepada saudara-saudaranya.
Kita juga perlu mempertimbangkan aspek nubuat dari kutuk itu. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa semasa hidupnya Kanaan menjadi budak Sem atau Yafet. Tetapi Allah menggunakan pengetahuan di muka, dan karena kutuk yang dinyatakan oleh Nuh diilhamkan Allah, dan karena perasaan tidak senang Allah selalu didasari alasan yang dapat dibenarkan, kemungkinan besar Kanaan sudah memperlihatkan perangai yang benar-benar bejat, mungkin sehubungan dengan nafsu seks, dan Allah dapat melihat sebelumnya akibat-akibat buruk sifat tersebut yang akhirnya mencapai puncaknya di kalangan keturunan Kanaan. Berkenaan dengan kasus Kain sebelum itu, Yehuwa telah memperhatikan adanya sikap hati yang salah dan telah memperingatkan Kain terhadap bahaya dikuasai oleh dosa (Kej 4:3-7); Allah juga telah mengamati kecenderungan ke arah kefasikan yang tidak dapat diperbaiki di pihak mayoritas penduduk pra-Air Bah, sehingga kebinasaan mereka dapat dipastikan. (Kej 6:5) Bukti yang paling jelas bahwa Kanaan pantas dikutuk adalah sejarah keturunannya di kemudian hari, karena mereka ternyata sangat amoral dan bejat, sebagaimana dibuktikan oleh Alkitab maupun sejarah sekuler. Kutuk atas Kanaan mengalami penggenapan sekitar delapan abad setelah dinyatakan, ketika keturunan Kanaan ditaklukkan oleh orang Israel Semitik, dan belakangan didominasi oleh penguasa-penguasa Yafetik, yaitu Media-Persia, Yunani, dan Romawi.
2. Nama Kanaan juga digunakan untuk ras keturunan putra Ham dan untuk negeri tempat tinggal mereka. Kanaan adalah nama awal dan nama asli wilayah di Palestina yang terletak di sebelah barat S. Yordan (Bil 33:51; 35:10, 14), meskipun orang Amori dari Kanaan pernah menyerbu masuk ke tanah di sebelah timur S. Yordan beberapa waktu sebelum penaklukan oleh Israel.—Bil 21:13, 26.
Batas-Batas dan Sejarah Awal. Menurut uraian paling awal tentang batas-batas Kanaan, tanah itu membentang dari Sidon di sebelah utara sampai ke Gerar tidak jauh dari Gaza di sebelah barat daya dan sampai ke Sodom serta kota-kota tetangga di sebelah tenggara. (Kej 10:19) Akan tetapi, pada zaman Abraham, tampaknya Sodom dan ’kota-kota lain di Distrik itu’ tidak dianggap sebagai bagian Kanaan. (Kej 13:12) Daerah-daerah yang belakangan menjadi milik Edom dan Moab, yang didiami oleh keturunan Abraham dan Lot, tampaknya juga dianggap berada di luar Kanaan. (Kej 36:6-8; Kel 15:15) Daerah Kanaan seperti yang dijanjikan kepada bangsa Israel diuraikan dengan lebih mendetail di Bilangan 34:2-12. Tampaknya daerah itu mulai lebih jauh di sebelah utara Sidon dan membentang ke selatan sampai ke ”Wadi Mesir” dan Kades-barnea. Orang Filistin, yang bukan orang Kanaan (Kej 10:13, 14), telah menempati wilayah pesisir di sebelah selatan Dataran Syaron, tetapi daerah ini pun sebelumnya ”terhitung” tanah orang Kanaan. (Yos 13:3) Suku-suku lainnya, seperti orang Keni (salah satu keluarganya belakangan dihubungkan dengan Midian; Bil 10:29; Hak 1:16) dan orang Amalek (keturunan Esau; Kej 36:12) juga memasuki daerah itu.—Kej 15:18-21; Bil 14:45.
Alkitab tidak menyebutkan apakah keturunan Kanaan pindah ke dan menetap di tanah ini segera setelah orang-orang dikacaubalaukan di Babel (Kej 11:9) atau apakah mereka mula-mula ikut bersama sebagian besar keturunan Ham ke Afrika kemudian kembali ke wilayah Palestina. Bagaimanapun, menjelang tahun 1943 SM ketika Abraham meninggalkan Haran di Padan-aram dan menuju tanah itu, orang-orang Kanaan sudah menetap di sana, dan Abraham pernah berurusan dengan orang Amori dan juga orang Het. (Kej 11:31; 12:5, 6; 13:7; 14:13; 23:2-20) Berulang-ulang Abraham menerima janji dari Allah Yehuwa bahwa benihnya, atau keturunannya, akan mewarisi tanah itu, dan ia diperintahkan untuk ’menjelajahi tanah ini melintasi panjangnya dan melintasi lebarnya’. (Kej 12:7; 13:14-17; 15:7, 13-21; 17:8) Atas dasar janji itu dan karena merespek kutuk dari Allah, Abraham berhati-hati agar Ishak, putranya, tidak memperistri wanita Kanaan.—Kej 24:1-4.
Abraham dan belakangan Ishak serta Yakub cukup mudah mengadakan perjalanan di tanah itu beserta kawanan lembu-sapi dan domba-kambing mereka yang besar; hal ini menunjukkan bahwa wilayah itu belum dipadati penduduk. (Bdk. Kej 34:21.) Penyelidikan arkeologis juga memberikan bukti bahwa tidak ada banyak permukiman pada waktu itu dan kebanyakan kotanya berada di sepanjang pesisir, di wilayah L. Mati, di Lembah Yordan, dan di Dataran Yizreel. Tentang Palestina pada awal milenium kedua SM, W. F. Albright mengatakan bahwa daerah perbukitan hampir-hampir belum ada penduduk yang menetap. Jadi, kisah turun-temurun Alkitab tepat sekali ketika mengatakan bahwa para patriark mengembara di bukit-bukit di Palestina bagian tengah dan tanah kering di bagian selatan yang masih luas sekali. (Archaeology of Palestina and the Bible, 1933, hlm. 131-133) Tampaknya, Kanaan pada waktu itu berada di bawah pengaruh dan kekuasaan orang Elam (jadi Semitik), sebagaimana ditunjukkan oleh catatan Alkitab di Kejadian 14:1-7.
Abraham, Ishak, dan Yakub berkemah antara lain di sekitar kota Syikhem (Kej 12:6), Betel dan Ai (Kej 12:8), Hebron (Kej 13:18), Gerar (Kej 20:1), dan Beer-syeba (Kej 22:19). Meskipun orang Kanaan tampaknya tidak memperlihatkan permusuhan sengit, para patriark Ibrani itu bebas dari penyerangan terutama karena perlindungan ilahi. (Mz 105:12-15) Jadi, setelah putra-putra Yakub menyerang Syikhem, kota orang Hewi, ”Allah mendatangkan kegentaran” atas kota-kota tetangga sehingga ”mereka tidak mengejar putra-putra Yakub”.—Kej 33:18; 34:2; 35:5.
Sejarah sekuler memperlihatkan bahwa Mesir menguasai Kanaan selama kira-kira dua abad sebelum penaklukan oleh Israel. Selama periode ini, pesan-pesan (dikenal sebagai Lempeng-Lempeng Amarna), yang dikirim oleh para penguasa taklukan di Siria dan Palestina kepada Firaun Amenhotep III dan Firaun Akhenaton, memberikan gambaran bahwa di wilayah itu terdapat banyak intrik politik dan pertikaian yang hebat antarkota. Sewaktu Israel tiba di perbatasan Kanaan (1473 SM), negeri itu terdiri atas banyak sekali negara-kota atau kerajaan kecil, meskipun masih menunjukkan adanya persatuan berdasarkan ikatan suku. Para mata-mata yang telah menyelidiki tanah itu hampir 40 tahun sebelumnya mendapati bahwa negeri itu limpah dengan buah-buahan dan kota-kotanya berbenteng kuat.—Bil 13:21-29; bdk. Ul 9:1; Neh 9:25.
Pembagian Suku-Suku Kanaan. Di antara 11 suku Kanaan (Kej 10:15-19), tampaknya orang Amori dominan di tanah itu. (Lihat AMORI, ORANG.) Mereka tidak saja menaklukkan tanah di sebelah timur S. Yordan di Basyan dan Gilead, tetapi mereka juga kuat di daerah pegunungan Kanaan, baik di sebelah utara maupun di sebelah selatan, sebagaimana terlihat dari rujukan-rujukan tentang orang Amori. (Yos 10:5; 11:3; 13:4) Orang Het mungkin adalah suku terkuat kedua, yang meskipun pada zaman Abraham ditemukan sampai di Hebron di sebelah selatan (Kej 23:19, 20), belakangan tampaknya terutama berada di sebelah utara, ke arah Siria.—Yos 1:4; Hak 1:23-26; 1Raj 10:29.
Setelah mereka, orang Yebus, orang Hewi, dan orang Girgasyi paling sering disebut-sebut pada masa penaklukan. Orang Yebus tampaknya terutama tinggal di wilayah pegunungan di sekitar Yerusalem. (Bil 13:29; Yos 18:16, 28) Orang Hewi tersebar dari Gibeon di selatan (Yos 9:3, 7) terus sampai kaki G. Hermon di utara. (Yos 11:3) Daerah orang Girgasyi tidak disebutkan.
Enam suku lainnya, yaitu Sidon, Arwad, Hamat, Arki, Sin, dan Zemar, dengan tepat dimasukkan dalam istilah komprehensif ”orang Kanaan” yang sering digunakan sehubungan dengan nama spesifik suku-suku lainnya, kecuali ungkapan itu sekadar digunakan untuk memaksudkan kota-kota atau kelompok-kelompok yang terdiri dari berbagai penduduk Kanaan. (Kel 23:23; 34:11; Bil 13:29; Ul 7:1) Tampaknya, keenam suku tersebut khususnya berdiam di sebelah utara wilayah yang pada mulanya ditaklukkan oleh orang Israel dan mereka tidak disebutkan secara spesifik dalam catatan tentang penaklukan.
Penaklukan Kanaan oleh Israel. (PETA, Jil. 1, hlm. 737, 738) Pada tahun kedua setelah Eksodus, orang Israel telah mengadakan upaya pertama untuk menerobos batas-batas selatan Kanaan, tetapi tanpa dukungan ilahi, dan mereka dikacaubalaukan oleh orang Kanaan dan sekutu mereka, orang Amalek. (Bil 14:42-45) Menjelang akhir 40 tahun periode pengembaraan, Israel kembali bergerak ke arah orang Kanaan dan diserang oleh raja Arad di Negeb, tetapi kali ini pasukan Kanaan dikalahkan, dan kota-kota mereka dibinasakan. (Bil 21:1-3) Namun, orang Israel tidak menindaklanjuti kemenangan ini dengan serbuan dari arah selatan tetapi memutar untuk mendekat dari arah timur. Akibatnya mereka berhadapan dengan kerajaan-kerajaan orang Amori di bawah Sihon dan Og, dan kekalahan dua raja ini menyebabkan seluruh Basyan dan Gilead dikuasai Israel, termasuk 60 kota ”dengan tembok yang tinggi, dengan pintu-pintu dan palang” di Basyan saja. (Bil 21:21-35; Ul 2:26–3:10) Kekalahan raja-raja yang kuat ini memberikan pengaruh yang melemahkan atas kerajaan-kerajaan Kanaan di sebelah barat S. Yordan, dan sewaktu bangsa Israel kemudian secara mukjizat menyeberangi S. Yordan tanpa menjadi basah, hati orang Kanaan ”menjadi takut”. Itulah sebabnya orang Kanaan tidak menyerang perkemahan orang Israel di Gilgal selama banyak pria Israel memulihkan diri setelah disunat dan selama perayaan Paskah yang menyusul setelah itu.—Yos 2:9-11; 5:1-11.
Karena orang Israel dapat memperoleh cukup banyak air dari S. Yordan dan persediaan makanan dari wilayah di sebelah timur S. Yordan yang sudah mereka taklukkan, mereka mempunyai pangkalan yang bagus di Gilgal untuk melanjutkan penaklukan tanah Kanaan. Kota Yerikho, yakni pos terdepan di dekat sana dan yang pada waktu itu tertutup rapat, menjadi sasaran pertama mereka, dan tembok-temboknya yang kukuh roboh oleh kuasa Yehuwa. (Yos 6:1-21) Kemudian pasukan penyerbu itu mendaki kira-kira 1.000 m ke wilayah pegunungan di sebelah utara Yerusalem dan, setelah mula-mula mengalami kegagalan, mereka merebut Ai dan membakarnya. (Yos 7:1-5; 8:18-28) Sementara kerajaan-kerajaan Kanaan di seluruh negeri mulai membentuk koalisi yang kuat untuk mengusir Israel, beberapa kota orang Hewi kini menggunakan strategi untuk berdamai dengan Israel. Pemisahan diri Gibeon dan tiga kota lain di sekitarnya tampaknya dianggap oleh kerajaan-kerajaan lainnya di Kanaan sebagai pengkhianatan yang membahayakan persatuan seluruh ’persekutuan Kanaan’. Karena itu, lima raja Kanaan bersatu untuk berperang, bukan melawan Israel, melainkan melawan Gibeon, dan tentara-tentara Israel di bawah Yosua bergerak maju semalaman untuk menyelamatkan kota yang terkepung itu. Penaklukan Yosua atas kelima raja yang menyerang itu dibarengi dengan mukjizat berupa hujan batu besar; selain itu, Allah menunda terbenamnya matahari.—Yos 9:17, 24, 25; 10:1-27.
Pasukan Israel yang berkemenangan itu kemudian mengadakan pembasmian kilat di seluruh belahan selatan Kanaan (kecuali Dataran Filistia), menaklukkan kota-kota di Syefela, wilayah pegunungan, dan Negeb, lalu kembali ke pangkalan mereka di Gilgal di tepi S. Yordan. (Yos 10:28-43) Kini orang Kanaan di bagian utara di bawah pimpinan raja Hazor mulai mengerahkan tentara beserta kereta-kereta perang mereka, menggabungkan pasukan-pasukan mereka di dekat sumber air Merom, di sebelah utara L. Galilea. Akan tetapi, pasukan Yosua mengadakan serangan mendadak atas konfederasi Kanaan itu sehingga pasukan musuh melarikan diri; setelah itu, mereka berbaris maju untuk merebut kota-kota musuh sampai ke Baal-gad di sebelah utara di kaki G. Hermon. (Yos 11:1-20) Tampaknya kampanye militer itu berlangsung cukup lama dan disusul dengan penyerangan lain ke wilayah pegunungan di bagian selatan, yang ditujukan kepada orang Anakim yang seperti raksasa serta kota-kota mereka.—Yos 11:21, 22; lihat ANAKIM.
Sekitar enam tahun telah berlalu sejak dimulainya pertempuran. Sebagian besar Kanaan telah ditaklukkan, dan kekuatan suku-suku Kanaan telah dipatahkan, sehingga pembagian tanah kepada suku-suku Israel dapat dimulai. (Lihat BATAS.) Akan tetapi, sejumlah wilayah masih harus ditaklukkan, termasuk bagian-bagian yang luas seperti daerah orang Filistin yang, walaupun bukan orang Kanaan, telah merampas tanah yang dijanjikan kepada orang Israel; daerah orang Gesyur (bdk. 1Sam 27:8); daerah dari wilayah sekitar Sidon sampai ke Gebal (Byblos); dan seluruh wilayah Lebanon (Yos 13:2-6). Selain daerah-daerah tersebut, ada kantong-kantong pemberontak yang tersebar di seluruh negeri, beberapa di antaranya ditaklukkan oleh suku-suku Israel yang mewarisi daerah yang bersangkutan, sementara yang lain-lain tetap tidak ditaklukkan atau dibiarkan tinggal dan melakukan kerja paksa bagi orang Israel.—Yos 15:13-17; 16:10; 17:11-13, 16-18; Hak 1:17-21, 27-36.
Meskipun banyak sekali orang Kanaan masih hidup setelah penaklukan utama dan menolak untuk takluk, tetap dapat dikatakan bahwa ”Yehuwa memberi Israel seluruh tanah yang telah dijanjikannya kepada bapak leluhur mereka dengan sumpah untuk diberikan kepada mereka”, bahwa Ia memberikan ”kedamaian di sekeliling mereka”, dan bahwa ”dari semua janji yang baik yang diucapkan Yehuwa kepada keturunan Israel, tidak satu pun yang tidak ditepati, semuanya menjadi kenyataan”. (Yos 21:43-45) Di sekeliling Israel, bangsa-bangsa musuh merasa kecil hati dan tidak menjadi ancaman yang berarti terhadap keamanan mereka. Allah telah menyatakan sebelumnya bahwa Ia akan menghalau orang Kanaan ”sedikit demi sedikit” agar binatang-binatang liar tidak berlipat ganda di tanah yang tiba-tiba ditelantarkan. (Kel 23:29, 30; Ul 7:22) Meskipun orang Kanaan memiliki perlengkapan senjata yang lebih unggul, termasuk kereta-kereta perang bersabit besi, kegagalan apa pun di pihak orang Israel pada akhirnya untuk merebut daerah-daerah tertentu tidak dapat dianggap kesalahan Yehuwa, seakan-akan Ia gagal untuk memenuhi janji-Nya. (Yos 17:16-18; Hak 4:13) Sebaliknya, catatan memperlihatkan bahwa beberapa kekalahan yang dialami orang Israel adalah akibat ketidaksetiaan di pihak mereka.—Bil 14:44, 45; Yos 7:1-12.
Mengapa Yehuwa memutuskan untuk membasmi orang Kanaan?
Catatan sejarah memperlihatkan bahwa penduduk kota-kota Kanaan yang ditaklukkan oleh orang Israel telah mengalami pembinasaan total. (Bil 21:1-3, 34, 35; Yos 6:20, 21; 8:21-27; 10:26-40; 11:10-14) Fakta ini telah digunakan oleh beberapa kritikus sebagai alasan untuk menggambarkan bahwa Kitab-Kitab Ibrani, atau ”Perjanjian Lama”, dipenuhi semangat kekejaman dan pembantaian yang sewenang-wenang. Akan tetapi, sengketanya jelas, yaitu apakah kedaulatan Allah atas bumi dan penduduknya diakui atau tidak. Secara resmi Ia telah mengalihkan hak milik tanah Kanaan kepada ’benih Abraham’ melalui perjanjian yang diikat dengan sumpah. (Kej 12:5-7; 15:17-21; bdk. Ul 32:8; Kis 17:26.) Namun, maksud-tujuan Allah lebih dari sekadar mengusir atau menghalau penduduk negeri itu. Yang juga terlibat adalah hak-Nya untuk bertindak sebagai ”Hakim segenap bumi” (Kej 18:25) dan untuk menjatuhkan hukuman mati atas orang-orang yang didapati pantas menerimanya, maupun hak-Nya untuk melaksanakan dan memberlakukan eksekusi demikian.
Tepatnya kutuk yang mengandung nubuat yang Allah nyatakan atas Kanaan diteguhkan sepenuhnya oleh keadaan yang telah berkembang di Kanaan pada waktu penaklukan oleh Israel. Yehuwa telah membiarkan 400 tahun berlalu sejak zaman Abraham sampai ’kesalahan orang Amori menjadi genap’. (Kej 15:16) Fakta bahwa wanita-wanita Het yang diperistri Esau menjadi ”sumber kepahitan bagi roh Ishak dan Ribka” sampai-sampai Ribka ’membenci hidupnya karena mereka’, pastilah merupakan petunjuk tentang taraf kejahatan di kalangan orang Kanaan. (Kej 26:34, 35; 27:46) Selama abad-abad setelah itu, negeri Kanaan dipenuhi dengan praktek yang memuakkan berupa penyembahan berhala, perbuatan amoral, dan pertumpahan darah. Agama orang Kanaan luar biasa keji dan bejat, ”pilar-pilar suci” mereka tampaknya melambangkan alat kelamin pria, dan banyak ritus di ’tempat-tempat tinggi’ mereka melibatkan hubungan seks bejat yang kelewat batas dan bobrok. (Kel 23:24; 34:12, 13; Bil 33:52; Ul 7:5) Inses, sodomi, dan bestialitas (persetubuhan dengan binatang) merupakan beberapa hal ”yang dilakukan tanah Kanaan” yang membuat negeri itu najis dan sebagai akibatnya, negeri tersebut ”akan memuntahkan penduduknya”. (Im 18:2-25) Ilmu gaib, jampi-jampi, spiritisme, dan dikorbankannya anak-anak dalam api juga termasuk dalam praktek-praktek memuakkan yang dilakukan orang Kanaan.—Ul 18:9-12.
Baal adalah yang paling terkemuka di antara dewa-dewi yang disembah orang Kanaan. (Hak 2:12, 13; bdk. Hak 6:25-32; 1Raj 16:30-32.) Dewi-dewi Kanaan yang bernama Astoret (Hak 2:13; 10:6; 1Sam 7:3, 4), Asyera, dan Anat dikemukakan dalam sebuah teks Mesir sebagai dewi-bunda dan juga sebagai pelacur suci yang, secara paradoks, tetap perawan (harfiah, ”dewi-dewi agung yang mengandung tetapi tidak melahirkan”). Tampaknya ibadat mereka selalu berkaitan dengan pelayanan para pelacur kuil. Para dewi ini melambangkan bukan saja nafsu seksual melainkan juga kekerasan dan peperangan yang sadis. Demikianlah, dalam Epik Baal dari Ugarit digambarkan bagaimana dewi Anat melakukan pembantaian besar-besaran atas kaum lelaki kemudian menghiasi dirinya dengan kepala-kepala yang bergelantungan dan mengikatkan tangan-tangan para lelaki pada pinggangnya sementara ia dengan gembira mengarungi darah mereka. Patung-patung kecil dewi Astoret yang ditemukan di Palestina berbentuk wanita telanjang dengan organ-organ seks yang diperbesar secara berlebihan. Mengenai penyembahan alat kelamin pria, arkeolog W. F. Albright menyatakan bahwa, ”Pada puncak kebejatannya, . . . segi erotis kultus mereka telah terpuruk ke dalam kemerosotan sosial pada tingkat yang sangat rendah dan kotor.”—Archaeology and the Religion of Israel, 1968, hlm. 76, 77; lihat ASTORET; BAAL No. 4.
Di samping praktek-praktek bejat lainnya ada juga praktek pengorbanan anak-anak. Menurut Merrill F. Unger, ”Dalam penggalian di Palestina telah ditemukan timbunan abu dan sisa tulang-tulang anak kecil dalam kuburan di sekeliling mezbah-mezbah kafir, yang menunjukkan luasnya praktek menjijikkan yang kejam ini.” (Archaeology and the Old Testament, 1964, hlm. 279) Halley’s BibIe Handbook (1964, hlm. 161) mengatakan, ”Orang-orang Kanaan beribadat, dengan pemuasan hawa nafsu yang amoral, sebagai ritus keagamaan, di hadapan dewa-dewa mereka; dan kemudian, dengan membunuh anak-anak sulung mereka, sebagai korban bagi dewa-dewa yang sama. Tampaknya, secara besar-besaran, negeri Kanaan telah menjadi semacam Sodom dan Gomora berskala nasional. . . . Apakah peradaban yang sedemikian najis, menjijikkan, dan brutal punya hak hidup lebih lama lagi? . . . Para arkeolog yang menggali reruntuhan kota-kota Kanaan bahkan merasa heran mengapa Allah tidak membinasakan mereka lebih cepat.”—GAMBAR, Jil. 1, hlm. 739.
Yehuwa telah menjalankan hak mutlak-Nya untuk melaksanakan hukuman mati atas penduduk yang fasik di seluruh planet pada waktu Air Bah sedunia; Ia telah melakukan hal yang serupa sehubungan dengan seluruh Distrik kota Sodom dan Gomora karena ’keluhan keras tentang mereka dan dosa mereka yang sangat berat’ (Kej 18:20; 19:13); Ia telah melaksanakan ketetapan untuk membinasakan pasukan militer Firaun di L. Merah; bahkan di antara orang-orang Israel sendiri, Ia juga telah memusnahkan keluarga Korah dan keluarga para pemberontak lainnya. Akan tetapi, dalam kasus-kasus itu, Allah telah menggunakan kekuatan alam untuk melaksanakan pembinasaan tersebut. Sebagai kontras, kini Yehuwa menetapkan tugas suci bagi Israel yaitu menjadi pelaksana utama dekret ilahi-Nya, dengan bimbingan malaikat utusan-Nya dan dukungan kemahakuasaan Allah. (Kel 23:20-23, 27, 28; Ul 9:3, 4; 20:15-18; Yos 10:42) Meskipun demikian, akibatnya atas orang Kanaan persis sama dengan akibat apabila Allah memilih untuk membinasakan mereka melalui suatu fenomena seperti banjir, ledakan api, atau gempa bumi, dan fakta bahwa manusia yang menjadi wakil untuk melaksanakan hukuman mati atas orang-orang yang bersalah itu, tidak soal betapa tidak menyenangkannya tugas tersebut, tidak dapat mengubah pantas-tidaknya tindakan yang telah Allah tetapkan. (Yer 48:10) Dengan menggunakan manusia sebagai alat untuk memerangi ”tujuh bangsa yang lebih banyak penduduknya dan lebih perkasa” daripada mereka, kuasa Yehuwa diagungkan dan Keilahian-Nya terbukti.—Ul 7:1; Im 25:38.
Orang Kanaan bukannya tidak tahu tentang bukti kuat bahwa Israel adalah alat dan umat pilihan Allah. (Yos 2:9-21, 24; 9:24-27) Akan tetapi, dengan perkecualian Rahab beserta keluarganya dan kota-kota orang Gibeon, tidak ada di antara orang-orang yang bakal dibinasakan itu yang berupaya mendapatkan belas kasihan ataupun menggunakan kesempatan untuk melarikan diri, tetapi sebaliknya mereka memilih untuk mengeraskan diri dalam pemberontakan melawan Yehuwa. Ia tidak memaksa mereka untuk tunduk dan mengalah kepada kehendak-Nya yang dinyatakan tetapi, sebaliknya, Ia ”membiarkan hati mereka menjadi keras sehingga menyatakan perang melawan Israel, agar ia membinasakan mereka, dan mereka tidak mendapat belas kasihan, melainkan agar mereka dimusnahkan” dalam penghukuman yang dilaksanakan atas mereka.—Yos 11:19, 20.
Yosua dengan bijaksana ”tidak mengabaikan satu kata pun dari semua yang Yehuwa perintahkan kepada Musa” sehubungan dengan pembinasaan orang Kanaan. (Yos 11:15) Tetapi bangsa Israel gagal mengikuti pengarahannya yang baik dan tidak menyingkirkan sepenuhnya sumber polusi negeri itu. Orang Kanaan dibiarkan terus berada di antara mereka sehingga membawa pengaruh buruk atas Israel yang, seraya berlalunya waktu, tidak diragukan menyebabkan terjadinya lebih banyak kematian (belum lagi akibat kejahatan, perbuatan amoral, dan penyembahan berhala) daripada seandainya ketetapan untuk membasmi semua orang Kanaan dilaksanakan dengan setia. (Bil 33:55, 56; Hak 2:1-3, 11-23; Mz 106:34-43) Yehuwa telah memperingatkan orang Israel bahwa keadilan-Nya serta penghakiman-Nya tidak akan berat sebelah dan bahwa apabila orang Israel membina hubungan dengan orang Kanaan, kawin campur dengan mereka, mempraktekkan paduan kepercayaan, dan mengikuti kebiasaan agama serta praktek-praktek bejat mereka, tak pelak lagi ketetapan pemusnahan yang sama akan menimpa mereka sehingga mereka juga ’dimuntahkan dari negeri itu’.—Kel 23:32, 33; 34:12-17; Im 18:26-30; Ul 7:2-5, 25, 26.
Hakim-Hakim 3:1, 2 menyatakan bahwa Yehuwa membiarkan beberapa bangsa Kanaan tinggal ”agar dengan perantaraan mereka orang Israel diuji, yaitu semua orang yang tidak mengalami perang-perang Kanaan mana pun; itu hanyalah agar generasi-generasi dari putra-putra Israel mendapat pengalaman, supaya mereka diajar berperang, yaitu hanya orang-orang yang sebelum itu tidak pernah mengalami hal-hal demikian”. Hal ini tidak bertentangan dengan pernyataan sebelumnya (Hak 2:20-22) bahwa Yehuwa membiarkan bangsa-bangsa ini tinggal karena ketidaksetiaan Israel dan agar ”orang Israel diuji, apakah mereka mengikuti jalan Yehuwa”. Sebaliknya, hal ini selaras dengan alasan itu dan memperlihatkan bahwa generasi-generasi orang Israel yang belakangan akan dihadapkan pada kesempatan untuk memperlihatkan kepatuhan kepada perintah-perintah Allah sehubungan dengan orang Kanaan, membiarkan iman mereka diuji sampai taraf mempertaruhkan kehidupan mereka dalam peperangan agar dapat terbukti taat.
Mengingat semua hal ini, jelaslah bahwa pendapat beberapa kritikus Alkitab, bahwa pembinasaan orang Kanaan oleh Israel tidak selaras dengan semangat Kitab-Kitab Yunani Kristen, tidak cocok dengan fakta-fakta, sebagaimana yang nyata dari perbandingan dengan ayat-ayat seperti Matius 3:7-12; 22:1-7; 23:33; 25:41-46; Markus 12:1-9; Lukas 19:14, 27; Roma 1:18-32; 2 Tesalonika 1:6-9; 2:3; dan Penyingkapan 19:11-21.
Sejarah Selanjutnya. Setelah penaklukan, orang Kanaan dan orang Israel lambat laun hidup bersama dalam keadaan yang relatif damai, walaupun akibatnya buruk bagi Israel. (Hak 3:5, 6; bdk. Hak 19:11-14.) Para penguasa Siria, Moab, dan Filistin secara berturut-turut menguasai Israel untuk sementara, tetapi baru pada zaman Yabin, yang disebut ”raja Kanaan”, orang Kanaan mendapatkan kembali cukup banyak kuasa untuk membuat Israel tunduk selama 20 tahun. (Hak 4:2, 3) Setelah Yabin dikalahkan secara telak oleh Barak, kesulitan yang dialami Israel selama periode sebelum raja-raja terutama datang dari sumber-sumber non-Kanaan, yaitu dari orang Midian, orang Ammon, dan orang Filistin. Demikian pula pada zaman Samuel, dari antara suku-suku Kanaan hanya orang Amori yang disebutkan sekilas. (1Sam 7:14) Raja Daud mengusir orang Yebus dari Yerusalem (2Sam 5:6-9), tetapi kampanye militernya yang utama adalah melawan orang Filistin, Ammon, Moab, Edom, Amalek, dan Siria. Jadi, meskipun masih memiliki kota-kota dan menguasai tanah di wilayah kekuasaan Israel (2Sam 24:7, 16-18), orang Kanaan tampaknya tidak lagi menjadi ancaman secara militer. Ada dua pejuang Het yang disebutkan termasuk dalam pasukan Daud.—1Sam 26:6; 2Sam 23:39.
Pada masa pemerintahannya, Salomo mengerahkan semua orang yang masih tinggal dari suku-suku Kanaan untuk melakukan kerja paksa dalam banyak proyeknya (1Raj 9:20, 21), meluaskan pekerjaan pembangunannya bahkan sampai ke Hamat, kota orang Kanaan yang terletak jauh di bagian utara. (2Taw 8:4) Namun, belakangan istri-istri dari Kanaan turut menyebabkan kejatuhan Salomo, hilangnya banyak bagian dari kerajaannya bagi ahli warisnya, dan penyimpangan agama bangsa Israel. (1Raj 11:1, 13, 31-33) Dari masa pemerintahan Salomo (1037-998 SM) sampai masa pemerintahan Yehoram dari Israel (± 917-905 SM), tampaknya hanya orang Het yang tetap memegang peranan dan kekuatan yang cukup menonjol sebagai suku, meskipun berlokasi di sebelah utara daerah Israel dan dekat perbatasan Siria atau di Siria itu sendiri.—1Raj 10:29; 2Raj 7:6.
Kawin campur dengan orang Kanaan tetap menjadi problem di kalangan orang Israel yang kembali setelah pembuangan di Babilon (Ezr 9:1, 2), tetapi kerajaan-kerajaan orang Kanaan, termasuk kerajaan orang Het, tampaknya telah porak-poranda akibat agresi orang Siria, Asiria, dan Babilonia. Akhirnya, istilah ”Kanaan” khususnya memaksudkan Fenisia, seperti dalam nubuat Yesaya tentang Tirus (Yes 23:1, 11, Rbi8, ctk.) dan sehubungan dengan seorang wanita, ”orang Fenisia” (harfiah, ”orang Kanaan” [Yn., Kha·na·naiʹa]) dari wilayah Tirus dan Sidon yang menghampiri Yesus.—Mat 15:22, Rbi8, ctk.; bdk. Mrk 7:26.
Penting dalam Perdagangan dan Geopolitik. Kanaan menjadi jembatan darat yang menghubungkan Mesir dengan Asia dan, lebih khusus, dengan Mesopotamia. Meskipun ekonomi negeri Kanaan pada dasarnya agraris, mereka juga berkecimpung dalam perdagangan, dan kota-kota pelabuhan Tirus dan Sidon menjadi pusat perdagangan utama yang dilengkapi armada kapal yang termasyhur di seluruh dunia yang dikenal pada waktu itu. (Bdk. Yeh 27.) Jadi, sudah sejak zaman Ayub, ungkapan ”orang Kanaan” bersinonim dengan ”pedagang” dan memang diterjemahkan demikian. (Ayb 41:6; Zef 1:11; perhatikan juga bahwa Babilon disebut sebagai ”tanah Kanaan”, Yeh 17:4, 12.) Maka, Kanaan menempati lokasi yang strategis sekali di daerah Bulan Sabit Subur dan menjadi target imperium-imperium besar seperti Mesopotamia, Asia Kecil, dan Afrika, yang berupaya menguasai jalur militer dan lalu lintas perdagangan di Kanaan. Karena itu, ketika Allah menempatkan umat pilihan-Nya di tanah ini, hal itu pasti menarik perhatian bangsa-bangsa dan mempunyai pengaruh-pengaruh yang luas jangkauannya; dalam makna geografis, tetapi lebih penting lagi dalam makna religius, orang Israel dapat dikatakan berdiam ”di pusat bumi”.—Yeh 38:12.
Bahasa. Meskipun catatan Alkitab dengan jelas memperlihatkan bahwa orang Kanaan adalah orang Hamitik, kebanyakan karya referensi menyebutkan bahwa mereka adalah orang Semitik. Klasifikasi ini didasarkan atas bukti bahwa orang Kanaan menggunakan sebuah bahasa Semitik. Bukti yang paling sering dikemukakan adalah sejumlah besar teks yang ditemukan di Ras Syamra (Ugarit) dan ditulis dalam bahasa atau dialek Semitik serta dianggap berasal dari abad ke-14 SM. Akan tetapi, tampaknya Ugarit tidak termasuk dalam batas-batas Kanaan yang disebutkan dalam Alkitab. Sebuah artikel karya A. F. Rainey dalam The Bible Archaeologist (1965, hlm. 105) menyatakan bahwa atas dasar etnik, politik, dan, mungkin linguistik, ”kini jelaslah keliru untuk menyebut Ugarit sebagai kota ’orang Kanaan’”. Ia memberikan bukti lebih lanjut untuk memperlihatkan bahwa ”Ugarit dan tanah Kanaan adalah kesatuan politik yang terpisah dan berbeda”. Jadi, lempeng-lempeng tersebut tidak memberikan petunjuk yang jelas untuk menentukan bahasa orang Kanaan.
Banyak di antara Lempeng-Lempeng Amarna yang ditemukan di Mesir memang berasal dari kota-kota di Kanaan, dan lempeng-lempeng ini, yang dibuat sebelum penaklukan oleh Israel, ditulis terutama dalam huruf paku Babilonia, sebuah bahasa Semitik. Akan tetapi, ini adalah bahasa diplomatik yang digunakan di seluruh daerah Timur Tengah pada zaman itu, sehingga digunakan bahkan dalam korespondensi dengan istana Mesir. Maka, sangatlah menarik untuk memperhatikan pernyataan dalam The Interpreter’s Dictionary of The Bible (diedit oleh G. A. Buttrick, 1962, Jil. 1, hlm. 495) bahwa ”Surat-Surat Amarna berisi bukti yang meneguhkan pendapat bahwa elemen-elemen etnik non-Semitik bercokol di Palestina dan Siria pada masa yang cukup dini, karena beberapa di antara surat-surat tersebut memperlihatkan pengaruh yang menakjubkan dari bahasa-bahasa non-Semitik”. (Cetak miring red.) Faktanya adalah bahwa masih terdapat ketidakpastian sehubungan dengan bahasa asli yang digunakan oleh penduduk awal Kanaan.
Akan tetapi, memang benar bahwa catatan Alkitab sendiri tampaknya memperlihatkan bahwa Abraham dan keturunannya dapat bercakap-cakap dengan orang Kanaan tanpa perlu menggunakan juru bahasa, juga dapat diperhatikan bahwa, meskipun beberapa tempat menggunakan nama non-Semitik, kebanyakan kota yang direbut oleh orang Israel sudah menyandang nama Semitik. Namun, raja-raja Filistin pada zaman Abraham dan juga, tampaknya, pada zaman Daud, disebut ”Abimelekh” (Kej 20:2; 21:32; Mz 34:Sup.), sebuah nama (atau gelar) Semitik murni, padahal sama sekali tidak disebutkan bahwa orang Filistin adalah keturunan Semitik. Jadi, tampaknya suku-suku Kanaan, selama beberapa abad sejak dikacaukannya bahasa di Babel (Kej 11:8, 9), telah beralih dari bahasa Hamitik mereka yang semula ke bahasa Semitik. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh pergaulan mereka yang erat dengan penduduk yang berbahasa Aram di Siria, sebagai hasil kekuasaan Mesopotamia untuk sementara waktu, atau akibat alasan-alasan lain yang sekarang belum jelas. Perubahan demikian serupa dengan perubahan yang dialami bangsa-bangsa kuno lainnya, seperti orang Persia kuno, yang, walaupun keturunan Indo-Eropa (Yafetik), belakangan menggunakan bahasa dan tulisan Aram Semitik.
”Bahasa Kanaan” yang disebutkan di Yesaya 19:18 pada waktu itu (abad kedelapan SM) tentu adalah bahasa Ibrani, bahasa utama di negeri itu.
[Gambar di hlm. 1144]
Stela-stela yang ditemukan di Hazor. Inskripsi pada stela tengah bisa jadi melambangkan permohonan kepada dewa bulan