-
Tabah Menghadapi Penyakit AlzheimerSedarlah!—1998 | 22 September
-
-
Tabah Menghadapi Penyakit Alzheimer
”SUAMI saya, Alfie, adalah mandor di sebuah pertambangan emas di Afrika Selatan,” demikian penjelasan Sally. ”Saya terheran-heran sewaktu ia memberi tahu saya bahwa ia ingin pensiun. Usianya baru 56 tahun. Ia orang yang cerdas dan pekerja keras. Belakangan, saya tahu dari rekan-rekan sekerjanya bahwa Alfie mulai melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak wajar dalam mengambil keputusan. Mereka sering kali harus menutup-nutupi hal itu demi Alfie.
”Setelah ia pensiun, kami membeli sebuah hotel. Karena Alfie orang yang cekatan, kami pikir ia akan sibuk memperbaiki tempat itu. Tetapi, sebaliknya, ia selalu memanggil tukang.
”Pada tahun yang sama, kami membawa cucu perempuan kami yang berusia tiga tahun untuk berlibur di sebuah pantai di Durban. Ia senang bermain trampolin persis di seberang jalan dari apartemen tempat kami menginap. Pada suatu sore, sekitar pukul 16.30, Alfie membawanya bermain trampolin dan mengatakan bahwa mereka akan pulang dalam waktu setengah jam. Pada pukul 19.00 mereka masih belum pulang. Saya menelepon polisi, tetapi mereka mengatakan bahwa mereka tidak akan mencari orang yang hilang kecuali setelah lewat dari 24 jam. Pada malam itu, pikiran saya tidak karuan karena membayangkan jangan-jangan mereka telah dibunuh. Keesokan siangnya, terdengar ketukan di pintu, ternyata itu Alfie, sedang berdiri sambil menggendong cucu kami.
”’Dari mana saja kamu?’ kata saya.
”’Jangan marah ya,’ jawabnya. ’Saya tidak tahu.’
”’Nek,’ ujar cucu kami, ’kami tersesat.’
”Bayangkan, mereka tersesat dari seberang jalan! Saya masih belum tahu di mana mereka tidur semalam. Tahu-tahu, seorang sahabat saya menemukan mereka dan menuntun mereka ke apartemen yang benar.”
Setelah insiden ini, Sally membawa Alfie ke seorang neurolog (dokter ahli saraf), yang meneguhkan bahwa ia menderita demensia (kehilangan fungsi intelektual). Ternyata Alfie mengidap penyakit Alzheimer (Alzheimer Disease atau AD), yang sampai sekarang belum ada perawatan atau penyembuhan yang efektif untuk itu.a Jurnal New Scientist dari Inggris mengatakan bahwa AD merupakan ”pembunuh terbesar nomor empat di negara maju setelah penyakit jantung, kanker, dan stroke”. Ada yang menyebutnya ”penyakit kronis utama di usia senja”. Tetapi, AD dapat menyerang pada usia relatif lebih muda, seperti pada Alfie.
Karena semakin banyak orang di negara makmur yang hidup lebih lama, ramalan jumlah penderita demensia cukup menggelisahkan. Menurut sebuah penelitian, antara tahun 1980 dan tahun 2000, kemungkinan terdapat peningkatan sebesar 14 persen di Inggris, 33 persen di Amerika Serikat, dan 64 persen di Kanada. Pada tahun 1990, sebuah film dokumenter di televisi Australia menyatakan, ”Diperkirakan bahwa sekarang terdapat 100.000 orang penderita Alzheimer di Australia. Tetapi, pada akhir abad ini, akan ada 200.000.” Diperkirakan 100 juta orang di seluruh dunia akan menderita AD pada tahun 2000.
Apakah Penyakit Alzheimer Itu?
Meskipun penelitian terhadap sejumlah kemungkinan penyebab telah dilakukan, penyebab AD yang sebenarnya masih belum diketahui. Akan tetapi, telah diketahui bahwa AD mengakibatkan hancurnya sel-sel otak secara bertahap, sehingga bagian dari otak itu secara fisik menyusut. Bagian yang terkena dampak paling parah adalah yang melibatkan daya ingat dan kemampuan berpikir. Sel-sel dalam sistem otak yang melibatkan emosi adalah yang pertama-tama terpengaruh, sehingga mengubah kepribadian. Bagian-bagian lain pada otak boleh jadi luput hingga kemudian hari—bagian-bagian yang melibatkan penglihatan dan sentuhan serta korteks motorik, yang mengendalikan kegiatan otot. Perubahan-perubahan ini, menurut penjelasan Scientific American, ”menghasilkan gambaran klasik yang tragis berupa seorang manusia yang dapat berjalan, berbicara, dan makan, namun tidak dapat memahami apa yang sedang berlangsung”.
Umumnya, penyakit ini berlangsung dari 5 hingga 10 tahun—tetapi adakalanya lebih dari 20 tahun. Seraya penyakit tersebut berkembang, kesanggupan para korbannya semakin berkurang. Pada akhirnya, mereka bahkan tidak dapat mengenali orang-orang yang mereka kasihi. Pada stadium akhir, para penderita sering kali tidak dapat bangun dari tempat tidur dan tidak dapat berbicara atau makan sendiri. Akan tetapi, banyak korban yang meninggal karena sebab-sebab lain sebelum mencapai stadium akhir ini.
Meskipun pada awalnya tidak disertai rasa sakit fisik, AD menyebabkan kepedihan emosi yang hebat. Tidak heran, beberapa orang pada awalnya tidak sanggup menghadapinya, berharap agar problem tersebut dapat berlalu.b Akan tetapi, jauh lebih baik apabila penyakit ini dihadapi dengan tabah, seraya belajar mengatasi kepedihan emosi yang menyertainya. ”Seandainya saja saya tahu sejak awal bagaimana kemerosotan daya ingat mempengaruhi si pasien,” kata Bert, yang istrinya berusia 63 tahun dan menderita AD. Ya, para keluarga sebaiknya mencari tahu seluk-beluk penyakit ini serta strategi untuk menghadapinya. Sedarlah! mengundang Anda untuk memeriksa bersama, faktor-faktor seputar penyakit ini dalam dua artikel berikut.
[Catatan Kaki]
a AD dinamakan menurut Alois Alzheimer, seorang dokter Jerman yang pertama kali melukiskan penyakit tersebut pada tahun 1906 setelah mengautopsi seorang pasien penderita demensia berat. AD diperkirakan menjadi penyebab lebih dari 60 persen kasus demensia yang menyerang 1 dari 10 orang berusia di atas 65 tahun. Demensia yang lain yakni demensia multiinfark, disebabkan oleh stroke ringan, yang merusak otak.
b Awas: Pemeriksaan medis secara menyeluruh sangat penting sebelum menyimpulkan bahwa seseorang menderita AD. Sekitar 10 hingga 20 persen kasus demensia disebabkan oleh penyakit yang dapat diobati. Sehubungan dengan diagnosis AD, buku How to Care for Aging Parents menjelaskan, ”Alzheimer hanya dapat didiagnosis dengan pasti melalui pemeriksaan otak selama autopsi, tetapi para dokter dapat mengabaikan kemungkinan-kemungkinan lain dan kemudian mendiagnosis berdasarkan gejala-gejala yang relevan.”
[Blurb di hlm. 4]
Diperkirakan 100 juta orang di seluruh dunia akan menderita penyakit Alzheimer pada tahun 2000
-
-
Tetap Menjaga Martabat PasienSedarlah!—1998 | 22 September
-
-
Tetap Menjaga Martabat Pasien
DUA hari sebelum Sally membawa suaminya ke seorang neurolog, seorang perdana menteri baru memenangkan pemilu di Afrika Selatan. Sewaktu sang neurolog menanyakan Alfie tentang hasil pemilu, Alfie hanya menatap kosong dan tidak dapat menjawab. Kemudian, setelah pengambilan gambar otak dilakukan, sang neurolog berseru tanpa berperasaan, ”Orang ini sudah tak tahu lagi berapa dua ditambah dua. Dia sudah tidak punya otak!” Kemudian, dia menyarankan Sally, ”Ibu harus cepat-cepat mengamankan keuangan Ibu. Orang ini dapat mencelakai Ibu dan menjadi beringas.”
”Tidak akan!” demikian tanggapan Sally, ”suami saya tidak akan begitu!” Sanggahan Sally terbukti benar; Alfie tidak pernah menjadi beringas terhadapnya, meskipun ada penderita penyakit Alzheimer (AD) yang menjadi agresif. (Sering kali ini disebabkan oleh perasaan frustrasi, yang adakalanya dapat mereda karena cara penanganan penderita AD.) Meskipun neurolog tersebut berhasil mendiagnosis problem Alfie, jelas ia tidak menyadari pentingnya tetap menjaga martabat si penderita. Sebenarnya, ia dapat dengan ramah menjelaskan kondisi Alfie kepada Sally secara pribadi.
”Hal yang paling dibutuhkan para penderita salah satu demensia adalah kesanggupan untuk tetap menjaga martabat, respek, dan harga diri mereka,” kata buku When I Grow Too Old to Dream. Salah satu cara yang penting untuk menjaga martabat pasien dijelaskan dalam lembar saran Communication, yang diterbitkan oleh Lembaga Penyakit Alzheimer, London, ”Jangan pernah membicarakan [para penderita AD] di depan orang-orang lain seolah-olah para penderita ini tidak ada. Meskipun mereka tidak paham, mereka dapat merasakan bahwa mereka dikucilkan dengan satu atau lain cara dan merasa dipermalukan.”
Faktanya adalah bahwa beberapa penderita AD memahami apa yang orang lain katakan mengenai mereka. Misalnya, seorang pasien dari Australia pergi bersama istrinya ke sebuah pertemuan sosial Alzheimer. Belakangan ia berkomentar, ”Mereka mengajarkan kepada orang yang merawat tentang apa yang harus dilakukan dan cara melakukannya. Saya terkejut oleh kenyataan bahwa saya hadir di sana, namun tidak seorang pun yang berbicara soal si pasien. . . . Sungguh mengecilkan hati. Karena saya menderita Alzheimer, apa yang saya katakan tidak relevan: tidak ada yang mau mendengarkan.”
Bersikaplah Positif
Ada banyak cara positif untuk turut menjaga martabat penderita. Mereka mungkin perlu bantuan untuk tetap melakukan tugas sehari-hari yang sebelumnya mudah bagi mereka. Misalnya, jika mereka sebelumnya senang berkorespondensi, maka barangkali Anda dapat duduk bersama mereka dan membantu membalas surat-surat dari para sahabat yang bersimpati. Dalam bukunya, Alzheimer’s—Caring for Your Loved One, Caring for Yourself, Sharon Fish memberikan cara praktis yang lain untuk membantu para penderita AD, ”Carilah hal-hal yang mudah untuk dilakukan bersama-sama, sesuatu yang berarti dan produktif: mencuci dan mengeringkan piring, mengepel lantai, melipat pakaian, memasak makan malam.” Kemudian, ia menjelaskan, ”Seorang penderita Alzheimer mungkin tidak sanggup membersihkan seluruh rumah atau memasak semua hidangan, tetapi kesanggupan ini biasanya hilang secara bertahap. Anda dapat memanfaatkan kesanggupan yang masih ada dan turut memeliharanya selama mungkin. Apabila Anda melakukannya, Anda juga turut menjaga harga diri orang yang Anda kasihi.”
Beberapa pekerjaan yang dilakukan seorang penderita AD tidak akan memadai hasilnya, jadi mungkin Anda harus mengepel kembali lantainya atau mencuci kembali piringnya. Meskipun demikian, dengan membuat penderita terus merasa berguna, Anda membuatnya menikmati kepuasan hidup. Pujilah dia meskipun seandainya hasil pekerjaan itu tidak memadai. Ingat, dia telah melakukan yang terbaik dalam kesanggupannya yang sedang merosot. Para penderita AD membutuhkan seseorang untuk meyakinkannya kembali dan memujinya—terlebih lagi seraya mereka semakin kurang mencapai keberhasilan dalam melakukan berbagai kegiatan. ”Kapan saja—tanpa diduga-duga,” kata Kathy, yang suaminya berusia 84 tahun dan menderita AD, ”mereka dapat diliputi perasaan tidak berguna. Orang yang merawat perlu segera melegakan perasaan si pasien, dengan memberikan keyakinan hangat bahwa si pasien ’normal-normal saja’.” Buku Failure-Free Activities for the Alzheimer’s Patient sependapat, ”Kita semua butuh mendengar bahwa hasil pekerjaan kita bagus, dan bagi penderita demensia, hal ini merupakan kebutuhan yang sangat besar.”
Cara Menangani Perilaku yang Memalukan
Orang-orang yang merawat penderita AD harus belajar cara menangani perilaku yang memalukan dari orang yang mereka kasihi. Salah satu yang paling menakutkan adalah bila si penderita mengalami inkontinensia di hadapan umum.a ”Tindakan-tindakan ini,” demikian penjelasan Dr. Gerry Bennett dalam bukunya Alzheimer’s Disease and Other Confusional States, ”tidak sering terjadi dan biasanya dapat dicegah atau dikurangi. Perlu juga bersikap realistis karena bukan tindakan itu sendiri atau penonton yang seharusnya diprihatinkan, melainkan hilangnya martabat orang tersebut.”
Jika terjadi insiden yang memalukan ini, jangan mencaci maki si penderita. Sebaliknya, cobalah mengikuti saran ini, ”Tetaplah tenang dan tidak emosi, ingatlah bahwa orang itu tidak sengaja bertindak menjengkelkan. Selain itu, mereka akan lebih bekerja sama jika Anda bersikap lembut dan tegas, bukannya Anda kesal dan tidak sabar. Lakukan semampu Anda agar problem itu tidak sampai merusak hubungan Anda.”—Lembar saran Incontinence, dari Lembaga Penyakit Alzheimer, London.
Apakah Mereka Benar-Benar Butuh Koreksi?
Para penderita AD sering kali mengucapkan hal-hal yang tidak benar. Misalnya, mereka mungkin mengatakan bahwa mereka menanti-nantikan kunjungan seorang sanak saudara yang telah lama meninggal. Atau, mereka mungkin berhalusinasi, melihat hal-hal yang hanya ada dalam pikiran mereka. Apakah kita harus selalu mengoreksi penderita AD karena menyatakan sudut pandangan yang tidak akurat?
”Ada orang-tua,” menurut penjelasan Robert T. Woods dalam bukunya Alzheimer’s Disease—Coping With a Living Death, ”yang tidak dapat menahan diri untuk mengoreksi anak-anak mereka setiap kali anak-anak itu salah mengucapkan sebuah kata atau membuat kesalahan tata bahasa. . . . Sering kali, ini mengakibatkan anak tersebut menjadi pendendam atau penyendiri yang merasa bahwa upayanya untuk mengekspresikan diri selalu dipadamkan, bukannya disambut baik. Hal yang sama dapat terjadi pada seorang penderita AD yang terus-menerus dikoreksi.” Menarik, Alkitab menasihatkan sehubungan dengan cara memperlakukan anak-anak, ”Kamu bapak-bapak, janganlah membuat anak-anakmu kesal, agar mereka tidak menjadi patah semangat.” (Kolose 3:21) Jika anak-anak saja menjadi kesal karena terus-menerus dikoreksi, terlebih lagi dengan orang dewasa! ”Ingatlah bahwa si pasien adalah seorang dewasa yang telah mencicipi kebebasan dan prestasi,” demikian peringatan ARDA Newsletter dari Afrika Selatan. Koreksi yang terus-menerus boleh jadi tidak hanya mengesalkan seorang korban AD tetapi juga membuatnya depresi atau bahkan menjadi agresif.
Kita dapat menarik pelajaran dari Yesus Kristus yang akan membantu orang untuk menghadapi keterbatasan seorang penderita AD. Ia tidak langsung mengoreksi setiap kekeliruan dalam sudut pandangan murid-muridnya. Malahan, adakalanya ia menahan informasi bagi mereka karena mereka belum dalam kedudukan untuk memahaminya. (Yohanes 16:12, 13) Jika Yesus saja memperlihatkan timbang rasa terhadap keterbatasan dari manusia yang sehat, terlebih lagi kita seharusnya bersedia untuk menyesuaikan diri dengan sudut pandangan yang ganjil, namun tidak berbahaya, dari seorang dewasa yang sakit parah! Bila kita mencoba membuat seorang penderita melihat kebenaran dari perkara tertentu, itu dapat mengartikan bahwa kita mengharapkan—atau menuntut—sesuatu di luar kesanggupannya. Sebaliknya daripada bertengkar, tidakkah sebaiknya Anda berdiam diri atau dengan bijaksana mengubah topik pembicaraan?—Filipi 4:5.
Adakalanya, tindakan yang paling pengasih boleh jadi adalah mengikuti halusinasi penderita sebaliknya daripada mencoba meyakinkan dia bahwa itu tidak benar. Misalnya, seorang penderita AD mungkin menjadi resah karena ”melihat” seekor satwa liar atau mengkhayalkan adanya penjahat di balik gorden. Ini bukan saatnya untuk mencoba bernalar secara logis. Ingatlah bahwa apa yang ia ”lihat” dalam pikirannya itu nyata baginya, dan rasa takutnya yang tidak dibuat-buat itu perlu ditenteramkan. Anda mungkin perlu memeriksa di balik gorden dan mengatakan, ”Kalau kamu ’melihatnya’ lagi, tolong panggil saya, supaya saya bisa membantu.” Dengan bertindak mengikuti pandangan si pasien, menurut penjelasan Doktor Oliver dan Doktor Bock dalam buku mereka, Coping With Alzheimer’s: A Caregiver’s Emotional Survival Guide, Anda memberi si pasien ”perasaan bahwa dia telah menguasai bayangan yang mengerikan dan menakutkan yang ditimbulkan oleh pikirannya sendiri. . . . Ia tahu bahwa ia dapat mengandalkan Anda”.
”Kita Semua Sering Kali Tersandung”
Menerapkan semua saran yang disebutkan di muka boleh jadi sulit, khususnya bagi orang-orang yang memiliki beban pekerjaan yang berat dan tanggung jawab keluarga lain yang harus diurus. Seseorang yang merawat orang yang frustrasi dalam memberikan perawatan, adakalanya kehilangan pengendalian diri dan tidak memperlakukan penderita AD dengan bermartabat. Sewaktu ini terjadi, jangan membiarkan diri Anda terlalu dibebani perasaan bersalah. Ingatlah, karena sifat penyakit ini, penderita kemungkinan besar akan cepat melupakan insiden tersebut.
Juga, penulis Alkitab, Yakobus, menyatakan, ”Kita semua sering kali tersandung. Jika seseorang tidak tersandung dalam perkataan, ia adalah manusia sempurna.” (Yakobus 3:2) Karena tidak ada manusia yang sempurna, kekeliruan tidak dapat dielakkan sewaktu memikul tugas yang sulit dalam merawat seorang penderita AD. Dalam artikel berikut, kita akan membahas hal-hal lain yang telah membantu orang-orang yang merawat penderita menghadapi—dan bahkan menikmati—merawat seorang penderita AD.
[Catatan Kaki]
a Inkontinensia adalah ketidakmampuan untuk mengendalikan fungsi-fungsi ekskretorik, seperti buang air kecil dan buang air besar.
[Blurb di hlm. 9]
Si pasien dapat merasa sejahtera bila terus diyakinkan kembali dan dipuji
[Blurb di hlm. 9]
’Si pasien mungkin dapat memahami apa yang sedang dikatakan. Jadi, jangan pernah membahas kondisinya atau membuat pernyataan yang menyakitkan sewaktu berada di samping tempat tidurnya’
[Kotak di hlm. 6]
Perlukah Anda Memberi Tahu si Pasien?
BANYAK orang yang merawat si pasien bertanya-tanya apakah mereka perlu memberi tahu orang yang mereka kasihi bahwa ia mengidap penyakit Alzheimer (AD). Seandainya Anda memutuskan untuk melakukannya, bagaimana dan kapan itu hendaknya dilakukan? Sebuah buletin dari Asosiasi Penyakit Alzheimer dan Gangguan yang Berkaitan di Afrika Selatan memuat komentar-komentar yang menarik ini dari seorang pembaca:
”Suami saya telah menderita Alzheimer selama kira-kira tujuh tahun. Dia sekarang berusia 81 tahun, dan syukurlah, kemerosotannya berlangsung sangat lambat . . . Untuk waktu yang lama, saya merasa tidak tega memberi tahu bahwa dia mengidap Alzheimer, jadi apabila ada yang tidak beres, saya ikuti saja kata-katanya untuk menutupi itu, ’Saya ’kan sudah berusia 80 tahun!’”
Pembaca itu kemudian merujuk ke sebuah buku yang merekomendasikan agar si pasien diberi tahu dengan cara yang ramah dan sederhana tentang penyakitnya. Tetapi, ia menahan diri karena takut kalau-kalau nasihat itu hanya akan menghancurkan hati suaminya.
”Kemudian pada suatu hari,” lanjutnya, ”suami saya menyatakan rasa cemas kalau-kalau dia bertingkah bodoh di antara sekelompok sahabatnya. Ini kesempatan! Jadi, (sambil berkeringat dingin) saya berlutut di sampingnya dan memberi tahu bahwa dia menderita Alzheimer. Tentu saja, dia tidak dapat memahami apa itu, tetapi saya menjelaskan bahwa itu adalah penyakit yang mempersulit dia melakukan [apa] yang biasanya mudah bagi dia, dan juga membuat dia pelupa. Saya memperlihatkan dua kalimat saja dalam brosur Anda, Alzheimer’s: We Can’t Ignore It Anymore, ’Penyakit Alzheimer adalah gangguan otak yang mengakibatkan hilangnya ingatan dan kemerosotan mental yang serius . . . Ini adalah suatu penyakit dan BUKAN BAGIAN YANG NORMAL DARI PENUAAN.’ Saya juga meyakinkan dia bahwa sahabat-sahabatnya mengetahui penyakit yang diidapnya itu, jadi mereka maklum. Dia merenungkan hal ini sejenak, dan kemudian berseru, ’Sekarang saya tahu! Ini membantu sekali!’ Dapat Anda bayangkan perasaan saya melihat betapa leganya dia karena mengetahui hal ini!
”Dan sekarang, kapan pun dia merasa resah karena sesuatu, saya dapat merangkulnya dan mengatakan ’Itu bukan salah kamu. Itu salah si Alzheimer yang mengerikan itu, yang mempersulit semuanya bagi kamu’, dan dia segera tenang kembali.”
Tentu saja, setiap kasus AD berbeda-beda. Selain itu, hubungan antara orang yang merawat dan si pasien berbeda-beda. Jadi, tidak soal Anda memutuskan untuk memberi tahu orang yang Anda kasihi bahwa dia menderita AD atau tidak merupakan persoalan pribadi.
[Kotak di hlm. 8]
Apakah Itu Memang Penyakit Alzheimer?
JIKA seseorang yang lanjut usia mengalami kelinglungan yang akut, jangan langsung menarik kesimpulan bahwa itu diakibatkan oleh penyakit Alzheimer (AD). Banyak hal, seperti dukacita, kepindahan mendadak ke rumah baru, atau infeksi, dapat mengakibatkan seorang lanjut usia menjadi bingung. Dalam banyak kasus, kelinglungan yang akut dalam diri orang-orang lanjut usia dapat dipulihkan.
Bahkan dalam hal pasien AD, kemerosotan kondisi yang mendadak, seperti mulai mengalami inkontinensia, belum tentu diakibatkan oleh demensia AD. AD berlangsung secara perlahan. ”Kemunduran mendadak,” menurut penjelasan buku Alzheimer’s Disease and Other Confusional States, ”biasanya menunjukkan bahwa telah terjadi suatu kondisi akut (seperti infeksi dada atau saluran air seni). Sekelompok kecil penderita [AD] tampaknya mengalami kemunduran yang lebih cepat . . . Akan tetapi, bagi sebagian besar penderita, kemundurannya cukup lambat, khususnya jika orang tersebut dirawat dengan baik dan problem-problem medis lain ditangani secara dini dan efektif.” Inkontinensia pada pasien AD mungkin diakibatkan oleh problem kesehatan lain yang dapat diobati. ”Tindakan pertama adalah selalu konsultasi dengan [dokter],” menurut penjelasan lembar saran Incontinence, diterbitkan oleh Lembaga Penyakit Alzheimer, London.
[Gambar di hlm. 7]
Membantu pasien Alzheimer melakukan pekerjaan sehari-hari turut melindungi martabat mereka
-
-
Apa yang Dapat Dilakukan Orang yang MerawatSedarlah!—1998 | 22 September
-
-
Apa yang Dapat Dilakukan Orang yang Merawat
”SAYA selalu terkesan akan caranya [orang-orang] yang berlainan menghadapi [AD] menurut kesanggupan mereka,” kata Margaret, seorang dokter dari Australia yang telah bertahun-tahun berurusan dengan pasien Alzheimer dan orang yang merawat mereka. ”Beberapa keluarga berhasil melakukannya meskipun ada beban yang luar biasa besar di pundak mereka,” ia melanjutkan, ”sementara ada pula yang nyaris tidak sanggup menghadapi situasinya segera setelah kepribadian si sakit sedikit berubah.”—Dikutip dalam buku When I Grow Too Old to Dream.
Hal apa yang menentukan? Salah satu faktor adalah mutu hubungan yang ada sebelum timbulnya penyakit itu. Keluarga yang memiliki hubungan yang dekat dan pengasih akan lebih mudah menghadapinya. Dan, apabila seseorang yang menderita penyakit Alzheimer (AD) dirawat dengan baik, penyakit itu boleh jadi lebih mudah ditangani.
Terlepas dari menurunnya kesanggupan intelektual, para penderita biasanya menyambut kasih dan kelembutan hingga stadium terakhir dari penyakit tersebut. ”Kata-kata,” sebagaimana ditandaskan lembar saran Communication, yang diterbitkan Lembaga Penyakit Alzheimer, London, ”bukan satu-satunya sarana komunikasi.” Komunikasi lain yang harus diperlihatkan oleh orang yang merawat mencakup ekspresi wajah yang hangat dan bersahabat serta nada suara yang lembut. Yang juga penting adalah kontak mata, serta ucapan yang jelas dan mantap serta sering menyapa nama si pasien.
”Mempertahankan komunikasi dengan orang yang Anda kasihi bukan saja tidak mustahil,” kata Kathy, yang disebutkan di artikel sebelumnya, ”melainkan juga penting. Kontak fisik yang hangat dan penuh kasih sayang, nada suara yang lembut dan, sebenarnya, kehadiran Anda secara fisik saja semuanya memberikan rasa aman dan keyakinan kembali bagi orang yang Anda kasihi.” Lembaga Penyakit Alzheimer, London menyimpulkan dengan mengatakan, ”Kasih sayang dapat membantu Anda tetap dekat, khususnya apabila semakin sulit mengadakan percakapan. Menggenggam tangan orang itu, duduk sambil merangkul mereka, berbicara dengan suara yang menenteramkan, atau memeluk mereka merupakan cara-cara memperlihatkan bahwa Anda masih peduli.”
Jika ada hubungan yang hangat, orang yang merawat dan si pasien sering kali dapat tertawa bersama-sama bahkan apabila terjadi kekeliruan. Misalnya, seorang suami mengenang bagaimana istrinya yang linglung merapikan tempat tidur tetapi keliru meletakkan selimut di bawah seprai. Mereka menemukan kekeliruan itu sewaktu hendak tidur pada malam itu. ”Aduh!” katanya, ”lucu sekali.” Dan, mereka berdua tertawa dengan riang.
Menjaga Hidup Tidak Rumit
Yang terbaik bagi para penderita AD adalah suasana yang sudah mereka kenal baik. Demikian juga perlu rutin sehari-hari yang teratur. Untuk itu, sebuah kalender besar berisi rencana setiap hari yang ditandai dengan jelas sangat membantu. ”Memindahkan seseorang dari lingkungan yang biasa,” demikian penjelasan Dr. Gerry Bennett, ”bisa menimbulkan akibat yang mengerikan. Bagi seseorang yang linglung, suasana yang sama dan berkesinambungan sangatlah penting.”
Seraya penyakitnya berkembang, para penderita AD merasa semakin sulit menanggapi instruksi. Petunjuk harus diberikan secara sederhana dan jelas. Misalnya, memberi tahu si pasien untuk berpakaian mungkin terlalu rumit. Pakaian mungkin harus diletakkan secara berurutan dan ia harus dibantu langkah demi langkah sewaktu mengenakan setiap potong pakaian.
Pentingnya Tetap Aktif
Beberapa penderita AD berjalan ke sana kemari atau mengeluyur dari rumah dan tersesat. Berjalan-jalan merupakan bentuk latihan yang bagus bagi si pasien dan dapat membantu mengurangi ketegangan serta memperbaiki mutu tidur. Akan tetapi, mengeluyur dari rumah dapat berbahaya. Buku Alzheimer’s—Caring for Your Loved One, Caring for Yourself menjelaskan, ”Jika orang yang Anda kasihi mengeluyur ke mana-mana, Anda dihadapkan dengan situasi darurat yang segera dapat berubah menjadi tragedi. Ungkapan yang harus diingat adalah jangan panik. . . . Kelompok pencari perlu diberi gambaran mengenai orang yang sedang mereka cari. Selalu sediakan foto-foto berwarna yang terbaru.”a
Di pihak lain, beberapa penderita menjadi lesu dan mungkin hanya ingin duduk saja sepanjang hari. Cobalah membuat mereka melakukan sesuatu yang dapat dinikmati Anda berdua. Mintalah mereka menyanyi, bersiul, atau bermain alat musik. Ada yang senang bertepuk tangan, bergoyang, atau berdansa mengikuti musik favorit. Dr. Carmel Sheridan menjelaskan, ”Kegiatan yang paling berhasil bagi penderita A.D. biasanya yang menyertakan musik. Para keluarga sering kali mengomentari bahwa lama berselang setelah makna dari [perkara-perkara] lain telah terlupakan, sanak saudara mereka masih menikmati lagu dan melodi tua yang akrab di telinga.”
”Saya Ingin Melakukannya”
Seorang istri asal Afrika Selatan yang suaminya berada pada stadium akhir AD senang melewatkan setiap hari bersamanya di panti wreda. Akan tetapi, anggota-anggota keluarga yang berniat baik mengkritiknya karena melakukan ini. Bagi mereka, sang istri tampaknya membuang-buang waktunya, karena sang suami tampaknya tidak mengenali dia dan tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun. ”Meskipun demikian,” demikian penjelasan sang istri setelah suaminya meninggal, ”saya ingin duduk bersamanya. Para perawat sangat sibuk, jadi sewaktu dia mengotori dirinya sendiri, saya dapat membersihkan dan mengganti pakaiannya. Saya menikmatinya—saya ingin melakukannya. Sekali waktu, kakinya terluka sewaktu saya sedang mendorongnya di kursi roda. Saya mengatakan, ’Sakit tidak?’ dan dia menjawab, ’Tentu saja!’ Barulah saya sadar bahwa dia masih dapat merasakan dan berbicara.”
Bahkan dalam kasus-kasus sewaktu tidak ada hubungan keluarga yang baik sebelum timbulnya AD, orang-orang yang merawat si pasien masih dapat menghadapinya.b Sekadar tahu bahwa mereka melakukan hal yang benar dan menyenangkan Allah dapat memberikan perasaan puas yang dalam. Alkitab mengatakan, ’Taruhlah hormat kepada orang yang tua’ dan, ”Janganlah menghina ibumu kalau ia sudah tua”. (Imamat 19:32; Amsal 23:22) Lagi pula, orang-orang Kristen diperintahkan, ”Jika seorang janda mempunyai anak-anak atau cucu-cucu, hendaklah mereka lebih dahulu belajar mempraktekkan pengabdian yang saleh dalam rumah tangga mereka sendiri dan terus membayar apa yang terutang kepada orang-tua dan kakek-nenek mereka, karena hal ini dapat diterima dalam pandangan Allah. Tentu jika seseorang tidak menyediakan kebutuhan bagi mereka yang adalah miliknya, dan teristimewa bagi mereka yang adalah anggota rumah tangganya, ia telah menyangkal iman dan lebih buruk daripada seseorang yang tanpa iman.”—1 Timotius 5:4, 8.
Dengan bantuan Allah, banyak orang sanggup melakukan pekerjaan yang layak dipuji berupa merawat sanak saudara yang sakit, termasuk yang menderita penyakit Alzheimer.
[Catatan Kaki]
a Itu sebabnya, beberapa orang yang merawat si pasien merasa bahwa ada baiknya mengenakan semacam tanda pengenal padanya, barangkali berupa gelang atau kalung yang dapat dikenakan.
b Untuk keterangan tambahan mengenai merawat orang sakit dan bagaimana orang lain dapat membantu, silakan lihat seri ”Merawat Orang Sakit—Mengatasi Tantangannya”, pada halaman 3-13 dari Sedarlah! terbitan 8 Februari 1997.
[Kotak di hlm. 11]
Penyakit Alzheimer dan Pengobatannya
MESKIPUN sekitar 200 kemungkinan pengobatan penyakit Alzheimer (AD) sedang diuji, belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan AD. Menurut laporan, beberapa obat mengurangi kehilangan daya ingat untuk sementara waktu pada stadium awal AD atau memperlambat berkembangnya penyakit pada beberapa penderita. Akan tetapi, diperlukan kewaspadaan karena obat-obat ini tidak efektif pada semua pasien, dan beberapa dapat mengakibatkan kerusakan. Akan tetapi, pengobatan lain adakalanya digunakan untuk mengobati kondisi yang sering menyertai AD, seperti depresi, kecemasan, dan tidak bisa tidur. Sewaktu berkonsultasi dengan dokter, setiap keluarga dapat mempertimbangkan manfaat dan risiko sebuah pengobatan sebelum mengambil keputusan.
[Kotak di hlm. 11]
Bagaimana Orang yang Menjenguk Dapat Membantu
KARENA mundurnya kesanggupan intelektual, para penderita penyakit Alzheimer (AD) biasanya tidak sanggup membahas peristiwa dunia secara mendalam. Akan tetapi, lain halnya dengan berbicara tentang masa lalu. Ingatan jangka panjang mungkin secara relatif masih ada, khususnya pada stadium awal dari penyakitnya. Banyak penderita AD senang mengenang masa lalu mereka. Jadi, mintalah mereka menceritakan beberapa kisah favorit mereka, meskipun seandainya Anda telah mendengarnya berulang-kali. Dengan demikian, Anda menyumbang kepada kebahagiaan si pasien. Pada waktu yang sama, Anda memberikan waktu istirahat yang sangat dibutuhkan bagi orang yang biasa merawat si pasien. Sebenarnya, menawarkan untuk merawat si pasien untuk suatu jangka waktu, barang kali satu hari penuh, dapat banyak membantu menyegarkan orang yang biasa merawat.
[Kotak di hlm. 12]
Menghadapi Inkontinensia
MESKIPUN inkontinensia mungkin ”tampaknya adalah penderitaan yang terparah”, kata lembar saran Incontinence, ”ada hal-hal yang dapat dilakukan untuk meringankan problem itu sendiri ataupun mengurangi stres yang ditimbulkannya”. Ingatlah bahwa si penderita kemungkinan tidak selamanya mengalami inkontinensia; barangkali ia hanya menjadi bingung atau terlambat ke kamar kecil. Selain itu, si pasien mungkin menderita karena pengobatan yang dapat menyebabkan inkontinensia sementara, jadi mungkin Anda perlu berkonsultasi dengan seorang dokter.
Apa pun penyebabnya, inkontinensia dapat ditangani dengan lebih mudah jika si penderita memakai pakaian luar yang mudah dikenakan dan ditanggalkan, seperti khususnya celana yang menyerap. Juga sangat membantu bila Anda menaruh alas pelindung pada tempat tidur dan kursi. Cegah iritasi dan bengkak pada kulit dengan menghindari kontak langsung antara plastik dengan kulit si pasien. Selain itu, mandikanlah si penderita dengan air sabun yang hangat dan keringkan dengan saksama sebelum mengenakan pakaiannya. Singkirkan penghalang yang dapat mencegah si penderita masuk kamar kecil dengan cepat dan aman. Barangkali Anda dapat menyalakan lampu sepanjang malam sehingga ia dapat melihat jalannya. Karena si pasien mungkin tidak stabil pada stadium ini, sebuah pegangan kukuh yang ditempatkan dengan tepat akan membuatnya tidak takut ke kamar kecil.
”Jika Anda dapat menyisipkan beberapa humor,” saran Lembaga Penyakit Alzheimer, London, ”ini dapat melegakan ketegangannya.” Bagaimana orang yang merawat si penderita dapat mengatasi tantangan ini? Salah seorang yang sudah berpengalaman dalam merawat si penderita menjawab, ”Kesabaran, kelembutan, kebaikan, dan kesopanan yang tidak dibuat-buat akan memungkinkan si pasien senantiasa dijaga martabatnya, tanpa takut akan rasa malu atau dipermalukan.”
[Kotak di hlm. 13]
Apakah si Penderita Perlu Dipindahkan?
SAYANG sekali, kondisi penderita penyakit Alzheimer (AD) yang memburuk mungkin menuntut agar mereka dipindahkan dari rumah mereka ke rumah sanak saudara atau ke panti wreda. Akan tetapi, sebelum diputuskan untuk memindahkan si pasien dari suasana yang sudah ia kenal baik, beberapa faktor yang penting hendaknya dipertimbangkan.
Perpindahan dapat mengakibatkan disorientasi yang serius. Dr. Gerry Bennett memberikan contoh seorang pasien yang terbiasa mengeluyur dan adakalanya tersesat. Namun, ia sanggup tinggal sendiri. Akan tetapi, keluarganya memutuskan bahwa ia harus pindah ke sebuah apartemen yang lebih dekat sehingga mereka dapat mengawasinya dengan lebih baik.
”Sayang sekali,” jelas Dr. Bennett, ”dia tidak pernah merasa tempat yang baru itu sebagai rumahnya. . . . Sungguh menyedihkan, dia tidak pernah menjadi terbiasa, dan malahan menjadi jauh lebih bergantung pada orang lain karena dia tidak dapat lagi melakukan segala sesuatu di lingkungannya yang baru itu. Dapurnya asing, dan dia tidak dapat mengingat jalan yang baru menuju toilet dan menjadi tidak terkontrol. Dari motif yang terbaik, timbul bencana pribadi dan akhirnya dia dirawat di sebuah panti.”—Alzheimer’s Disease and Other Confusional States.
Akan tetapi, bagaimana jika tampaknya tidak ada alternatif kecuali memindahkan si penderita ke sebuah fasilitas perawatan kesehatan? Tentu saja ini bukan keputusan yang mudah. Malahan, ini dilukiskan sebagai ”salah satu [keputusan] yang menimbulkan rasa bersalah terbesar” di pihak orang yang merawat, sering kali membuat mereka merasa telah gagal dan telah mengabaikan orang yang mereka kasihi.
”Ini adalah reaksi normal,” kata seorang perawat yang sangat berpengalaman dalam merawat pasien AD, ”tetapi perasaan bersalah ini sebenarnya tidak perlu.” Mengapa? ”Karena,” jawabnya, ”perawatan dan keselamatan [pasien] merupakan hal yang paling penting dipertimbangkan.” Doktor Oliver dan Doktor Bock sependapat, ”Barangkali yang paling sulit adalah memutuskan bahwa kekuatan emosi seseorang telah terkuras dan bahwa penyakitnya telah melampaui kemungkinan untuk dirawat di rumah.” Meskipun demikian, setelah menimbang semua faktor dalam situasi mereka sendiri, beberapa orang yang merawat si penderita mungkin bisa menyimpulkan dengan baik bahwa ”pindah ke panti wreda adalah . . . demi kepentingan terbaik si penderita”.—Coping With Alzheimer’s: A Caregiver’s Emotional Survival Guide.
[Gambar di hlm. 10]
Bantu si pasien tetap sadar akan keadaan di sekeliling dan waktu serta peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi
-